Violet berdiri di depan rumahnya. Tas yang disandangnya ditaruh kembali ke pagar. Begitu banyak buku yang dia bawa, target kali ini adalah menyelesaikan tugas skripsi yang entah kapan bisa selesai.
Dia membuka map kecil yang ada di dalam tasnya. Map plastik berisi lembaran-lembaran penelitian yang sedang dia kerjakan. Violet mengeluh, dia mengambil ponsel dan memeriksa isi chatt group pribadinya."Hari ini sial lagi gees, lapar dan dahaga masih jadi temanku..." - Elisa -"Weteeuu nongkrong aja kita di kafe. Pegimane sodarah sedarah?? Kita makan sate usus ayam." - Evy -
"Mantul tuuh. @Violet apa kabar dirimu? Mangga udah boleh dipetik belum?" - Riri -"Mohon doa restu aja ya...aku pergi, tak kan lama. Mangga masih dipingit oleh sang pemilik nantinya. Jadi, mohon sabar. -Violet -Dia tersenyum membaca isi chattnya dan berjalan ke depan gang. "Apapun yang terjadi, aku harus pergi!" Gumamnya.Tapi kepalanya pusing dan langkahnya agak terhuyung. Apa karena dia belum makan? Aih...kebiasaan lama bagi seorang Violet, selalu melupakan sarapan.Daerah rumahnya ini ajaib. Jalanannya naik - turun seperti bukit dan rumah Violet pas turunan. berpagar semen, warna hijau. Ayah yang punya kreasi. Katanya, biar serasi dengan pohon mangga yang ada di depan rumah. Dan pagar hijau memang hanya rumah Violet.Rumah Violet seperti perumahan, padahal itu adalah tanah kavling yang dibeli orang tuanya dengan hasil menyicil uang gaji. Kedua orang tuanya memang pegawai negeri, tapi gaji pegawai negeri dulu tidak sebesar zaman now. Wajarlah yaa kan zaman terus berkembang.
Waktu Violet masih SD, duit jajannya hanya 300 rupiah. zaman now, abad 21 dimana bioskop 21 kalah dibandingkan youtube. Yang tak berubah adalah, sepeda tetap dipuja sepanjang masa. Setelah lama ditinggalkan, kini booming kembali.Kali ini Violet memakai angkot ke kampus, Koneng lagi ngambek dan Violet bukan orang yang hobby nongkrong di bengkel. Mending nongkrong di DPR. Dibawah Pohon Rindang, depan perpustakaan kampusnya.Dia tersenyum saat melewati warung mbak Surti, penjual gado-gado yang bohay dan penggemar duda. Maklum...gadis ting-ting.
"Mbaaak, ya ampun mbaaak. Apa kabar?" Mbak Surti menarik tangan saya untuk duduk di bangku panjang depannya.
Violet hanya tersenyum, mencomot bakwan montok seperti mbak Surti.
"Eh, eh mbak..., tau gak? Duda ganteng dan punya bengkel di dekat rumah mbak itu...keren banget lho..."
Dia mendekatkan wajahnya ke Violet. Bau kacang tanah goreng tercium oleh hidung bangir Violet.
"Teruus kenapa?" Tanya Violet cuek sambil menenggak air putih. Uh...panasnya.
"Dia balas chatt aku!" Surti kegirangan memeluk serbetnya, sementara Violet kebingungan.
"Tapi mbak, yaa aku tuh gak ngerti deh sama dia...masa' balas chatt singkat banget. Mau pesan apa, mas? Gado-gado. Gitu aja jawabnya. Ya, ampun mbaak...aku ya..."
Violet meninggalkan Surti yang masih ngomong tanpa jeda. Cukuplah pelanggannya saja yang mendengar.
Dia berjalan memasuki gang tikus menuju rumah dosen. Melewati asrama putri lalu masuk ke pasar kaget. Violet berhenti sebentar untuk minum es cendol. Siang cerah nan panas, membuat Violet kehabisan separuh napas untuk berjuang mempertahankan pikiran-pikirannya dalam tiap lembar yang diajukan.
Klek. Bunyi pintu rumah dibuka. Seorang gadis berkulit coklat keluar,"Lho, Violet? Ngapain disini? Minum gak ngajak-ngajak," kakak kelas yang ayu tenan tersenyum menegur Violet yang sedang menikmati cendol."Eh kak Diandra. Istirahat dulu sebelum kerumah dosen Sam," jawab Violet santai."Sudah bab berapa?" Diandra melirik gelas Violet yang hampir habis."Bab las kak...ditolak melulu. Hehehee""Coba hubungi asdos Yuda. Dia ok banget lho, pemikirannya.""Ah, gak pede kak.""Gampang. nanti kakak yang hubungi yaa. Mana no hp kamu?" Violet pun memberikan no ponselnya pada Diandra, setelah itu mereka berpisah.Diandra ke kampus, sedangkan Violet ke rumah pak Sam. Dosen yang terkenal killer. Galak, pelit nilai tapi gantengnya ampun-ampunan.
Yuda, dosen muda yang pernah dekat dengan Violet itu entah dimana keberadaannya. Kini, nomor ponselnya sudah didapatkan Violet dari seorang gadis manis populer di kampus.
Violet berdiri di depan rumah pak Sam, membuat hatinya dag-dig-dug-jer. Ditaman kecil yang asri, berdiri sang istri atau siapanya lah menyiram tanaman."Cantik sekali. Tanpa berdandan, hanya memakai baju kaus dan rok selutut dengan rambut dikuncir kuda tapi sangat menarik. Kulit kuning langsatnya begitu bersih. Ini istrinya atau saudaranya, ya?" gumam Violet."Permisi..." Violet menyapa pelan."Ya? Cari siapa?" Rambut kecoklatannya menutupi sebagian wajah saat dia mengalihkan pandangan ke Violet. Eh busyeeh...kayak Mut Tari. Sepertinya Violet harus menyiapkan kertas dan pulpen untuk minta tanda tangan nih."Permisi, mbak...eh tante...saya mencari pak Sam," kata Violet pelan."Hmm sebentar. Sepertinya beliau ada di dalam. Masuk saja" Violet mengangguk dan mengikuti ajakan wanita tersebut.Rumah yang rapi, bersih dan sangat tertata. Wangi pula. Violet menunggu dengan degup jantung yang masih tak tertata. Dia melihat beberapa photo tersampir di meja kecil dekat tempat dia duduk. "Hmm ini pasti pak Sam, ini istrinya yang agak tua, ini pasti anak laki-lakinya. Mereka saling merangkul penuh cinta. Tapi, siapa wanita tadi? Violet jadi bingung.Melihat poto tersebut, hati Violet jadi bahagia. Mereka benar-benar seperti keluarga bahagia. Semoga aku bisa seperti ini," Violet terkikik dalam hati.
Violet membetulkan letak duduknya ketika pak Sam masuk ke ruang tamu dan mengambil posisi duduk tak jauh dari Violet."Gantengnyaa masyaallah, berasa ketemu artis. Hmm mirip siapa, ya? Sultan Jogi?""Hmm sudah bab akhir, ya? Cepat juga. Gak nyangka kamu bisa selesaikan secepat ini. Sudah ada sasaran setelah wisuda nanti?"Lamunan Violet terputus saat pak Sam bersuara, wisuda? Sidang aja belum."Belum ada, pak.""Cepat selesaikan. Ini kartu nama bapak, kalau sudah wisuda boleh hubungi bapak. Bapak tunggu, ya!"Mata Violet berbinar tak percaya mendengar kata-kata pak Sam. Dosen killer yang irit omongan itu sedang menawarkan Violet kerjaan setelah wisuda nanti? Ya, Allah...mimpi apa aku semalam? Violet menepuk pipinya dengan kedua tangan."Vio, kamu baik-baik saja?" Tanya pak Sam heran."Hah? I...iya, pak. Baik....sangaaat baik. Makasih ya, pak. Segera saya selesaikan, pokoknya bapak tidak perlu khawatir. Begitu selesai, saya langsung menghubungi bapak. Saya pastikan kalau saya berhasil dengan sangat baik! Pasti itu pak!"
Violet menepuk dadanya yakin sambil mengedipkan sebelah mata. Sungguh bahagia hatinya.
"Iya...iya. Sudah jelas, kan?" Pak Sam tersenyum geli mendengar kata-kata Violet."Sangat jelas, pak! I love you full! Permisi pak. Tetap semangat."Violet tersenyum dan pamit, tinggallah pak Sam yang termangu mendengar kata-kata VioletSeperti janji Violet pada pak Sam. Tiga minggu setelah kunjungan terakhir ke rumah pak Sam, Violet pun bisa bernafas lega karena skripsinya sudah mencapai tahap akhir.Violet berdendang ria, menyesap teh panasnya di cangkir. Tak menyadari ayah yang memperhatikan tingkahnya."Vio, duduk sini.""Iya, yah. Ada apa?""Kakak kamu, Viana sebentar lagi nikah. Kamu bantu urus pernikahannya yaa""Ok deh, yah...gampang itu..." Violet mengambil singkong rebus dimeja untuk sarapan. Dia tak biasa makan nasi goreng. Maghnya tidak bagus. Hari ini banyak menu sarapan yang tersaji. Singkong rebus, pisang kukus dan nasi goreng. Sederhana tapi menarik."Gimana skripsi kamu?""Oh, tenang yah...hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berganti, dan...""Vioo jangan ngada-ngada! Jawab aja pertanyaan ayahmu." sahut ibu kesal dari dapur. Adiknya turun dari tangga dengan rambut berantakan, menyamp
Violet berjalan menyusuri gang sempit menuju terminal depan kampusnya. Dua hari ke depan, dia akan melaksanakan sidang. Jadi, dia ingin kongkow dulu bersama Gengs Cewek Cuantiq. Begitu mereka menamai gengnya. Geng yang terdiri dari Elisa, Evy , Riri dan Violet.Contoh anak muda ceria, bersemangat, aktif, kreatif. Gimana tidak kreatif? Saat angkatan mereka sedang terfokus dengan skripsi, geng ini bisa membagi perhatiannya pada dua hal sekaligus. Skripsi dan kerja sambilan.Elisa, mempunyai job samping sebagai mc pada acara-acara yang diadakan oleh kampus mereka maupun di luar kampus. Baik itu seminar, bedah buku ataupun acara live music.Evy, sangat menyukai tari dan selalu berpartisipasi bila kampus mengadakan acara. Sering ikut pagelaran tari di berbagai kampus, terkadang dia menyelenggarakan konser tari sendiri yang digabung dengan musik modern dari band musiknya Riri.Riri, selalu menyukai hal yang berhubungan dengan band musik. Dan d
Dia bukan seorang yang tinggi hati, tapi karena wibawa dan kebaikannya, dia menjadi pihak yang paling tersakiti. Sepertinya itu yang bisa Violet simpulkan dari peristiwa antara Tomy, Elisa, pak Sam dan bu Anita. Dia siapa? Dia pak Sam. Karena beliau yang kurang aktif."Vio, masalah kemarin...jangan kamu ceritakan kemana-mana yaa. Malu ah aku...bisa-bisanya punya mantan kayak gitu.""Oh, jadi kalian udah putus beneran nih? Gak sepihak lagi?"Elisa mengangguk lemah, Violet tersenyum dan memegang tangan Elisa."Yah, namanya juga mantan. Mana ada yang gak malu-maluin. Lagian, aku juga gak terlalu peduli sama urusan intern kayak gitu. Cukup tahu aja lah...""Kamu benar, Vio...jangan sampai cerita ini makin melebar. Pada akhirnya, merugikan siapapun. Omong-omong Vio...kamu kenal Tomy dimana?""Aku pernah ikut acara seminar papaku di Bogor, Tomy yang jemput. Kupikir Tomy ikut bawakan acara juga, ternyata Tomy han
"Jadi, Tomy udah ketangkap?" tanya Elisa penasaran, Violet mengangguk pelan."Hampir saja aku dicelakainya, tapi syukurlah Polisi cepat menangkap Tomy. Kadang, aku kasihan sama dia. sekilas tampak sempurna. Penampilan, kemahiran, pekerjaan dan apa yang dia punya. Makanya aku gak nyangka dia bisa berbuat sekejam itu,"Kata Violet sambil memperhatikan air di dalam gelas."Aku juga gak nyangka dia bisa seperti itu. Untung saja cepat diketahui sifatnya. Kalau tidak...aduh...akan lebih membahayakan lagi..."Elisa mengaduk-aduk es cendolnya. Kadang dia tersenyum, kadang dia cemberut. Perubahan wajahnya membuat Violet takut sendiri.Suasana sore di kafe dekat rumah sakit, tak seberapa ramai dibandingkan dengan kafe yang ada di kampus. Jadi cukup bisa membuat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing."Sebentar lagi tante Anita akan datang menjenguk. Hari ini anaknya pak Sam yang akan jaga. Yah...paling besok juga udah
Pagi yang terang, bekas sisa hujan masih terasa. Mereka berdiri di depan makam pak Sam. begitu juga dengan bu Nina yang terlihat begitu sedih. Setengah kesadarannya mulai kembali, dia mulai paham siapa dirinya dan pak Sam, serta apa peran bu Anita dan kenapa Edo begitu ingin mengakrabkan diri kepadanya."Sam adalah suamiku, Anita adalah adik Sam dan Edo adalah anakku satu-satunya. Kami bahagia. Yaa kami sangat bahagia. Tapi, sekarang Sam sudah dikubur. Apa kami bahagia?"Perkataan bu Nina yang diucapkan pelan, membuat bu Anita, Edo, Elisa dan Violet menatap iba.Edo mengusap punggung bu Nina pelan, "ya, kita bahagia ma...sangat bahagia. Papa sudah tenang disana, dan mama jangan bersedih lagi karena Edo tidak punya adik. Edo akan selalu bersama mama. Ya?"Bu Nina mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu berjongkok di tepi makam, dan mengelus batu nisan pak Sam."Papa..." katanya lirih, mereka berpandangan takjub. Papa, adalah pan
Hari yang dinantikan tiba. Ibu, ayah, Viana dan Frans sudah bersiap-siap dari pagi. Mereka memakai baju batik yang diseragamkan.Violet duduk dibarisan depan untuk barisan mahasiswa unggul di fakultasnya, dengan undangan khusus.Pasti dandan cantik, dong? Oh tidak...Violet adalah wanita yang hanya mengandalkan bedak dan lipstik tipis.Ketika namanya disebut untuk menerima penghargaan Mahasiswa Terbaik Fakultas Bahasa Asing dan diminta memberikan kata sambutan serta motivasi, perlahan dia menaiki pentas dengan gemetar, berkali-kali menghembuskan napas.Dia tersenyum kepada para dosen, menundukkan sedikit kepala agar mereka bisa memindahkan tali toga dan mengalungkan bunga serta memberikan piagam serta sertifikat dengan uang tunai yang wooow banget.Violet bersiap naik ke Podium. Tarik napas pelan-pelan dari hidung...keluarkan lewat mulut. Ayo, kamu bisa! Tepuk tangan riuh menggema memenuhi Auditorium. Tapi yang namanya grogi tetaplah grogi. Dia mena
Mereka berdiri di depan Rumah Jalanan yang sederhana dan luas, dengan tanah hibah dari pak Sam, almarhum."Pak Sam? Jadi...ini, kerjaan papa aku?" tanya Violet pada diri sendiri."Maksud looh..." Elisa menjitak kepala Violet,"Ini kerjaan papa? Aku gak nyangka papa mau berbuat begini..." sambung Violet tak percaya.Edo tersenyum melihat mereka yang saling menyikut karena Violet salah omong."Aku juga baru tau dari 3 in 1. Ihsan. Ah lupa siapa lagi..."Edo menaruh kedua tangannya di saku celananya. Dia sangat bangga pada papanya. Tak banyak omong tapi mengerti dan peduli dengan keadaan. Kelihatannya saja angkuh dan cuek tapi ternyata sangat perhatian.Edo menundukkan kepalanya mengenang sang ayah tercinta. Memang, ketika orang pergi meninggalkan kita. Semua baru terasa sangat berarti."Ayo, kita masuk." Violet tersenyum menarik ujung baju Edo. Mereka mengikuti langkah Riri, Evy dan Elisa. Yang sudah pasti heboh."Naah ini
Edo berdiri tegak ke arah taman di belakang Rumah Jalanan. Matanya menatap lurus ke depan, dengan mengantungkan kedua tangannya di saku celana. Hari sudah malam, tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak pulang.Dosen Juan sudah pulang, dan mungkin besok dia akan kembali untuk mengarahkan anak-anak mengerjakan karya mereka. Anak-anak pun sudah tidur, beberapa karya mereka tersimpan rapi di rak dan kotak besar, baju pemain hasil jahitan sendiri untuk tampil di acara sudah digantung dan masih perlu dirapikan.Violet menatap bangga barang-barang kerajinan tangan mereka. Tapi, ada apa dengan Edo? seperti memikirkan sesuatu."Ada apa, do?" tanya Volet menatap Edo."Keterlaluan Elisa. masih saja dia temui Tomy, yang sudah menghasut mama dan melenyapkan nyawa papaku!""Maksudnya?" Violet mengerutkan alisnya bingung."Ya...dana ini semua. Kan gila...! Bisa saja aku ganti cuma-cuma, tapi apa dia akan melakukan hal yang sama lagi? Cih