Home / Romansa / Jangan Seperti Pelangi / Mahasiswa Tak Abadi

Share

Jangan Seperti Pelangi
Jangan Seperti Pelangi
Author: dinaqomaria

Mahasiswa Tak Abadi

Author: dinaqomaria
last update Last Updated: 2021-09-02 23:06:14

Violet berdiri di depan rumahnya. Tas yang disandangnya ditaruh kembali ke pagar. Begitu banyak buku yang dia bawa, target kali ini adalah menyelesaikan tugas skripsi yang entah kapan bisa selesai.

Dia membuka map kecil yang ada di dalam tasnya. Map plastik berisi lembaran-lembaran penelitian yang sedang dia kerjakan. Violet mengeluh, dia mengambil ponsel dan memeriksa isi chatt group pribadinya.

"Hari ini sial lagi gees, lapar dan dahaga masih jadi temanku..." - Elisa -

"Weteeuu nongkrong aja kita di kafe. Pegimane sodarah sedarah?? Kita makan sate usus ayam." - Evy -

"Mantul tuuh. @Violet apa kabar dirimu? Mangga udah boleh dipetik belum?" - Riri -

"Mohon doa restu aja ya...aku pergi, tak kan lama. Mangga masih dipingit oleh sang pemilik nantinya. Jadi, mohon sabar. -Violet -

Dia tersenyum membaca isi chattnya dan berjalan ke depan gang. "Apapun yang terjadi, aku harus pergi!" Gumamnya.

Tapi kepalanya pusing dan langkahnya agak terhuyung. Apa karena dia belum makan? Aih...kebiasaan lama bagi seorang Violet, selalu melupakan sarapan.

Daerah rumahnya ini ajaib. Jalanannya naik - turun seperti bukit dan rumah Violet pas turunan. berpagar semen, warna hijau. Ayah yang punya kreasi. Katanya, biar serasi dengan pohon mangga yang ada di depan rumah. Dan pagar hijau memang hanya rumah Violet.

Rumah Violet seperti perumahan, padahal itu adalah tanah kavling yang dibeli orang tuanya dengan hasil menyicil uang gaji. Kedua orang tuanya memang pegawai negeri, tapi gaji pegawai negeri dulu tidak sebesar zaman now. Wajarlah yaa kan zaman terus berkembang.

Waktu Violet masih SD, duit jajannya hanya 300 rupiah. zaman now, abad 21 dimana bioskop 21 kalah dibandingkan youtube. Yang tak berubah adalah, sepeda tetap dipuja sepanjang masa. Setelah lama ditinggalkan, kini booming kembali.

Kali ini Violet memakai angkot ke kampus, Koneng lagi ngambek dan Violet bukan orang yang hobby nongkrong di bengkel. Mending nongkrong di DPR. Dibawah Pohon Rindang, depan perpustakaan kampusnya.

Dia tersenyum saat melewati warung mbak Surti, penjual gado-gado yang bohay dan penggemar duda. Maklum...gadis ting-ting.

"Mbaaak, ya ampun mbaaak. Apa kabar?" Mbak Surti menarik tangan saya untuk duduk di bangku panjang depannya.

Violet hanya tersenyum, mencomot bakwan montok seperti mbak Surti.

"Eh, eh mbak..., tau gak? Duda ganteng dan punya bengkel di dekat rumah mbak itu...keren banget lho..."

Dia mendekatkan wajahnya ke Violet. Bau kacang tanah goreng tercium oleh hidung bangir Violet.

"Teruus kenapa?" Tanya Violet cuek sambil menenggak air putih. Uh...panasnya.

"Dia balas chatt aku!" Surti kegirangan memeluk serbetnya, sementara Violet kebingungan.

"Tapi mbak, yaa aku tuh gak ngerti deh sama dia...masa' balas chatt singkat banget. Mau pesan apa, mas? Gado-gado. Gitu aja jawabnya. Ya, ampun mbaak...aku ya..."

Violet meninggalkan Surti yang masih ngomong tanpa jeda. Cukuplah pelanggannya saja yang mendengar.

Dia berjalan memasuki gang tikus menuju rumah dosen. Melewati asrama putri lalu masuk ke pasar kaget. Violet berhenti sebentar untuk minum es cendol. Siang cerah nan panas, membuat Violet kehabisan separuh napas untuk berjuang mempertahankan pikiran-pikirannya dalam tiap lembar yang diajukan.

Klek. Bunyi pintu rumah dibuka. Seorang gadis berkulit coklat keluar,

"Lho, Violet? Ngapain disini? Minum gak ngajak-ngajak," kakak kelas yang ayu tenan tersenyum menegur Violet yang sedang menikmati cendol.

"Eh kak Diandra. Istirahat dulu sebelum kerumah dosen Sam," jawab Violet santai.

"Sudah bab berapa?" Diandra melirik gelas Violet yang hampir habis.

"Bab las kak...ditolak melulu. Hehehee"

"Coba hubungi asdos Yuda. Dia ok banget lho, pemikirannya."

"Ah, gak pede kak."

"Gampang. nanti kakak yang hubungi yaa. Mana no hp kamu?" Violet pun memberikan no ponselnya pada Diandra, setelah itu mereka berpisah.

Diandra ke kampus, sedangkan Violet ke rumah pak Sam. Dosen yang terkenal killer. Galak, pelit nilai tapi gantengnya ampun-ampunan.

Yuda, dosen muda yang pernah dekat dengan Violet itu entah dimana keberadaannya. Kini, nomor ponselnya sudah didapatkan Violet dari seorang gadis manis populer di kampus.

Violet berdiri di depan rumah pak Sam, membuat hatinya dag-dig-dug-jer. Ditaman kecil yang asri, berdiri sang istri atau siapanya lah menyiram tanaman.

"Cantik sekali. Tanpa berdandan, hanya memakai baju kaus dan rok selutut dengan rambut dikuncir kuda tapi sangat menarik. Kulit kuning langsatnya begitu bersih. Ini istrinya atau saudaranya, ya?" gumam Violet.

"Permisi..." Violet menyapa pelan.

"Ya? Cari siapa?" Rambut kecoklatannya menutupi sebagian wajah saat dia mengalihkan pandangan ke Violet. 

Eh busyeeh...kayak Mut Tari. Sepertinya Violet harus menyiapkan kertas dan pulpen untuk minta tanda tangan nih.

"Permisi, mbak...eh tante...saya mencari pak Sam," kata Violet pelan.

"Hmm sebentar. Sepertinya beliau ada di dalam. Masuk saja" Violet mengangguk dan mengikuti ajakan wanita tersebut.

Rumah yang rapi, bersih dan sangat tertata. Wangi pula. Violet menunggu dengan degup jantung yang masih tak tertata. Dia melihat beberapa photo tersampir di meja kecil dekat tempat dia duduk. "Hmm ini pasti pak Sam, ini istrinya yang agak tua, ini pasti anak laki-lakinya. Mereka saling merangkul penuh cinta. Tapi, siapa wanita tadi? Violet jadi bingung.

Melihat poto tersebut, hati Violet jadi bahagia. Mereka benar-benar seperti keluarga bahagia. Semoga aku bisa seperti ini," Violet terkikik dalam hati.

Violet membetulkan letak duduknya ketika pak Sam masuk ke ruang tamu dan mengambil posisi duduk tak jauh dari Violet.

"Gantengnyaa masyaallah, berasa ketemu artis. Hmm mirip siapa, ya? Sultan Jogi?"

"Hmm sudah bab akhir, ya? Cepat juga. Gak nyangka kamu bisa selesaikan secepat ini. Sudah ada sasaran setelah wisuda nanti?"

Lamunan Violet terputus saat pak Sam bersuara, wisuda? Sidang aja belum.

"Belum ada, pak."

"Cepat selesaikan. Ini kartu nama bapak, kalau sudah wisuda boleh hubungi bapak. Bapak tunggu, ya!"

Mata Violet berbinar tak percaya mendengar kata-kata pak Sam. Dosen killer yang irit omongan itu sedang menawarkan Violet kerjaan setelah wisuda nanti? Ya, Allah...mimpi apa aku semalam? Violet menepuk pipinya dengan kedua tangan.

"Vio, kamu baik-baik saja?" Tanya pak Sam heran.

"Hah? I...iya, pak. Baik....sangaaat baik. Makasih ya, pak. Segera saya selesaikan, pokoknya bapak tidak perlu khawatir. Begitu selesai, saya langsung menghubungi bapak. Saya pastikan kalau saya berhasil dengan sangat baik! Pasti itu pak!"

Violet menepuk dadanya yakin sambil mengedipkan sebelah mata. Sungguh bahagia hatinya.

"Iya...iya. Sudah jelas, kan?" Pak Sam tersenyum geli mendengar kata-kata Violet.

"Sangat jelas, pak! I love you full! Permisi pak. Tetap semangat."

Violet tersenyum dan pamit, tinggallah pak Sam yang termangu mendengar kata-kata Violet

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jangan Seperti Pelangi   Rahasia Dosen Killer

    Seperti janji Violet pada pak Sam. Tiga minggu setelah kunjungan terakhir ke rumah pak Sam, Violet pun bisa bernafas lega karena skripsinya sudah mencapai tahap akhir.Violet berdendang ria, menyesap teh panasnya di cangkir. Tak menyadari ayah yang memperhatikan tingkahnya."Vio, duduk sini.""Iya, yah. Ada apa?""Kakak kamu, Viana sebentar lagi nikah. Kamu bantu urus pernikahannya yaa""Ok deh, yah...gampang itu..." Violet mengambil singkong rebus dimeja untuk sarapan. Dia tak biasa makan nasi goreng. Maghnya tidak bagus. Hari ini banyak menu sarapan yang tersaji. Singkong rebus, pisang kukus dan nasi goreng. Sederhana tapi menarik."Gimana skripsi kamu?""Oh, tenang yah...hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berganti, dan...""Vioo jangan ngada-ngada! Jawab aja pertanyaan ayahmu." sahut ibu kesal dari dapur. Adiknya turun dari tangga dengan rambut berantakan, menyamp

    Last Updated : 2021-09-02
  • Jangan Seperti Pelangi   Gengs Cewek Cuantiq

    Violet berjalan menyusuri gang sempit menuju terminal depan kampusnya. Dua hari ke depan, dia akan melaksanakan sidang. Jadi, dia ingin kongkow dulu bersama Gengs Cewek Cuantiq. Begitu mereka menamai gengnya. Geng yang terdiri dari Elisa, Evy , Riri dan Violet.Contoh anak muda ceria, bersemangat, aktif, kreatif. Gimana tidak kreatif? Saat angkatan mereka sedang terfokus dengan skripsi, geng ini bisa membagi perhatiannya pada dua hal sekaligus. Skripsi dan kerja sambilan.Elisa, mempunyai job samping sebagai mc pada acara-acara yang diadakan oleh kampus mereka maupun di luar kampus. Baik itu seminar, bedah buku ataupun acara live music.Evy, sangat menyukai tari dan selalu berpartisipasi bila kampus mengadakan acara. Sering ikut pagelaran tari di berbagai kampus, terkadang dia menyelenggarakan konser tari sendiri yang digabung dengan musik modern dari band musiknya Riri.Riri, selalu menyukai hal yang berhubungan dengan band musik. Dan d

    Last Updated : 2021-09-03
  • Jangan Seperti Pelangi   Dendam Tomy

    Dia bukan seorang yang tinggi hati, tapi karena wibawa dan kebaikannya, dia menjadi pihak yang paling tersakiti. Sepertinya itu yang bisa Violet simpulkan dari peristiwa antara Tomy, Elisa, pak Sam dan bu Anita. Dia siapa? Dia pak Sam. Karena beliau yang kurang aktif."Vio, masalah kemarin...jangan kamu ceritakan kemana-mana yaa. Malu ah aku...bisa-bisanya punya mantan kayak gitu.""Oh, jadi kalian udah putus beneran nih? Gak sepihak lagi?"Elisa mengangguk lemah, Violet tersenyum dan memegang tangan Elisa."Yah, namanya juga mantan. Mana ada yang gak malu-maluin. Lagian, aku juga gak terlalu peduli sama urusan intern kayak gitu. Cukup tahu aja lah...""Kamu benar, Vio...jangan sampai cerita ini makin melebar. Pada akhirnya, merugikan siapapun. Omong-omong Vio...kamu kenal Tomy dimana?""Aku pernah ikut acara seminar papaku di Bogor, Tomy yang jemput. Kupikir Tomy ikut bawakan acara juga, ternyata Tomy han

    Last Updated : 2021-09-04
  • Jangan Seperti Pelangi   Selamat Jalan My Dosen

    "Jadi, Tomy udah ketangkap?" tanya Elisa penasaran, Violet mengangguk pelan."Hampir saja aku dicelakainya, tapi syukurlah Polisi cepat menangkap Tomy. Kadang, aku kasihan sama dia. sekilas tampak sempurna. Penampilan, kemahiran, pekerjaan dan apa yang dia punya. Makanya aku gak nyangka dia bisa berbuat sekejam itu,"Kata Violet sambil memperhatikan air di dalam gelas."Aku juga gak nyangka dia bisa seperti itu. Untung saja cepat diketahui sifatnya. Kalau tidak...aduh...akan lebih membahayakan lagi..."Elisa mengaduk-aduk es cendolnya. Kadang dia tersenyum, kadang dia cemberut. Perubahan wajahnya membuat Violet takut sendiri.Suasana sore di kafe dekat rumah sakit, tak seberapa ramai dibandingkan dengan kafe yang ada di kampus. Jadi cukup bisa membuat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing."Sebentar lagi tante Anita akan datang menjenguk. Hari ini anaknya pak Sam yang akan jaga. Yah...paling besok juga udah

    Last Updated : 2021-09-04
  • Jangan Seperti Pelangi   Maafkan Kami

    Pagi yang terang, bekas sisa hujan masih terasa. Mereka berdiri di depan makam pak Sam. begitu juga dengan bu Nina yang terlihat begitu sedih. Setengah kesadarannya mulai kembali, dia mulai paham siapa dirinya dan pak Sam, serta apa peran bu Anita dan kenapa Edo begitu ingin mengakrabkan diri kepadanya."Sam adalah suamiku, Anita adalah adik Sam dan Edo adalah anakku satu-satunya. Kami bahagia. Yaa kami sangat bahagia. Tapi, sekarang Sam sudah dikubur. Apa kami bahagia?"Perkataan bu Nina yang diucapkan pelan, membuat bu Anita, Edo, Elisa dan Violet menatap iba.Edo mengusap punggung bu Nina pelan, "ya, kita bahagia ma...sangat bahagia. Papa sudah tenang disana, dan mama jangan bersedih lagi karena Edo tidak punya adik. Edo akan selalu bersama mama. Ya?"Bu Nina mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu berjongkok di tepi makam, dan mengelus batu nisan pak Sam."Papa..." katanya lirih, mereka berpandangan takjub. Papa, adalah pan

    Last Updated : 2021-09-05
  • Jangan Seperti Pelangi   Yeey, Wisuda!

    Hari yang dinantikan tiba. Ibu, ayah, Viana dan Frans sudah bersiap-siap dari pagi. Mereka memakai baju batik yang diseragamkan.Violet duduk dibarisan depan untuk barisan mahasiswa unggul di fakultasnya, dengan undangan khusus.Pasti dandan cantik, dong? Oh tidak...Violet adalah wanita yang hanya mengandalkan bedak dan lipstik tipis.Ketika namanya disebut untuk menerima penghargaan Mahasiswa Terbaik Fakultas Bahasa Asing dan diminta memberikan kata sambutan serta motivasi, perlahan dia menaiki pentas dengan gemetar, berkali-kali menghembuskan napas.Dia tersenyum kepada para dosen, menundukkan sedikit kepala agar mereka bisa memindahkan tali toga dan mengalungkan bunga serta memberikan piagam serta sertifikat dengan uang tunai yang wooow banget.Violet bersiap naik ke Podium. Tarik napas pelan-pelan dari hidung...keluarkan lewat mulut. Ayo, kamu bisa! Tepuk tangan riuh menggema memenuhi Auditorium. Tapi yang namanya grogi tetaplah grogi. Dia mena

    Last Updated : 2021-09-05
  • Jangan Seperti Pelangi   Time To Have Fun

    Mereka berdiri di depan Rumah Jalanan yang sederhana dan luas, dengan tanah hibah dari pak Sam, almarhum."Pak Sam? Jadi...ini, kerjaan papa aku?" tanya Violet pada diri sendiri."Maksud looh..." Elisa menjitak kepala Violet,"Ini kerjaan papa? Aku gak nyangka papa mau berbuat begini..." sambung Violet tak percaya.Edo tersenyum melihat mereka yang saling menyikut karena Violet salah omong."Aku juga baru tau dari 3 in 1. Ihsan. Ah lupa siapa lagi..."Edo menaruh kedua tangannya di saku celananya. Dia sangat bangga pada papanya. Tak banyak omong tapi mengerti dan peduli dengan keadaan. Kelihatannya saja angkuh dan cuek tapi ternyata sangat perhatian.Edo menundukkan kepalanya mengenang sang ayah tercinta. Memang, ketika orang pergi meninggalkan kita. Semua baru terasa sangat berarti."Ayo, kita masuk." Violet tersenyum menarik ujung baju Edo. Mereka mengikuti langkah Riri, Evy dan Elisa. Yang sudah pasti heboh."Naah ini

    Last Updated : 2021-09-06
  • Jangan Seperti Pelangi   Bingung

    Edo berdiri tegak ke arah taman di belakang Rumah Jalanan. Matanya menatap lurus ke depan, dengan mengantungkan kedua tangannya di saku celana. Hari sudah malam, tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak pulang.Dosen Juan sudah pulang, dan mungkin besok dia akan kembali untuk mengarahkan anak-anak mengerjakan karya mereka. Anak-anak pun sudah tidur, beberapa karya mereka tersimpan rapi di rak dan kotak besar, baju pemain hasil jahitan sendiri untuk tampil di acara sudah digantung dan masih perlu dirapikan.Violet menatap bangga barang-barang kerajinan tangan mereka. Tapi, ada apa dengan Edo? seperti memikirkan sesuatu."Ada apa, do?" tanya Volet menatap Edo."Keterlaluan Elisa. masih saja dia temui Tomy, yang sudah menghasut mama dan melenyapkan nyawa papaku!""Maksudnya?" Violet mengerutkan alisnya bingung."Ya...dana ini semua. Kan gila...! Bisa saja aku ganti cuma-cuma, tapi apa dia akan melakukan hal yang sama lagi? Cih

    Last Updated : 2021-09-06

Latest chapter

  • Jangan Seperti Pelangi   Mimpi Buruk

    Malam yang dingin, Violet berdiri di depan taman kecil yang baru saja di bangun Dani dan Mario. Ada lampu bulat di tengah dengan air mancur cantik dan angsa putih dua ekor. Angsa putih simbol keindahan alam. Hari ini dia hanya ingin duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Mario pulang ngantor. Dia sungguh bingung dengan keputusan yang harus diambil secepatnya. Mario masih dalam perawatan, tidak bisa mengharapkannya bekerja seperti dulu. Ring yang dipasang di pembuluh darah jantung sebelah kiri kadang membuatnya susah bernapas bila melakukan gerakan mendadak. Apakah itu benar karena ring yang terpasang? Ah, apapun alasannya Violet tidak ingin menekan Mario untuk bekerja seperti dulu. “Kak, nunggu abang, ya?” suara Sarah membuyarkan lamunannya. “Iya, bingung nih…chatt belum dibalas, telpon gak diangkat. Abang tuh biasanya rajin ngasih kabar tapi udah jam sebelas gini belum pulang juga. Kemana sih, dia yaa…” Violet mondar-mandir di teras sambil melipat tangannya, air putih

  • Jangan Seperti Pelangi   Arti Sebuah Keluarga

    Violet masuk ke ruang tamu memegang lengan Mario erat, seperti enggan melepaskan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka haru. Violet menaruh tas di dekat pintu dan membawa Mario duduk di bangku panjang ruang tamu. Ada lelah yang teramat sangat di wajah mereka, mungkin buah penantian yang tak kunjung datang membuat mereka hampir putus asa. Tapi beberapa pasang mata yang kini ada di hadapan mereka, sungguh membuat mereka rindu. “Ibuuu, ayaaah…” Gaffin menghambur ke pelukan ibu, suara tangisnya begitu memilukan. Dia mencium kedua pipi Violet berkali-kali, lalu beralih ke Mario dan melakukan hal yang sama. “Ibu, ayah…ada pelangi di luar. Cantiiik banget! Bisa ayah ambilkan untuk Gaffin?” Gaffin menggelendot di kaki Mario. “Gak bisa, sayang. Pelangi itu biarpun indah tapi jauh dari jangkauan, jangan seperti pelangi, ya?” Mario mengusap lembut rambut Gaffin lalu memangku di pahanya. Mereka pun duduk bersama di ruang tamu, Viana yang kebetulan datang s

  • Jangan Seperti Pelangi   Si Kembar

    Teriakan Dani membuat wanita yang barusan memasuki ruang ICU menghentikan langkahnya, saat dia berbalik polisi sudah menahan langkahnya. Polisi langsung menjauhkan wanita tersebut dari sang bayi yang dikelilingi oleh banyak selang. Dani memperhatikan wanita itu dengan seksama, lalu dia meminjam ponsel Aci dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Photo terkirim ke applikasi hijau lengkap dengan data dirinya. Kedua polisi dan Aci membelalakkan mata kaget melihat photo yang ada di ponsel Aci. Polisi satunya melapor ke meja perawat untuk meminta data, ternyata tidak ada perawat seperti yang mereka tahan. Malah perawat mereka kurang satu, setelah ditelusuri ternyata perawat mereka yang hilang terikat lemah di gudang dengan pakaian yang telah ditukar. Setelah beberapa polisi datang, mereka pun membawa wanita tersebut ke kantor polisi, diikuti oleh Dani dan Aci. “Tunggu, bang. Kasus hampir selesai, boleh kan kita makan dulu? Ini sudah siang menjelang sore. A

  • Jangan Seperti Pelangi   Pengakuan Sang Pria Brewok

    Hari yang naas bagi pria brewok. Saat dia melarikan diri bersama wanitanya, ternyata jejaknya sudah tercium polisi. Akhirnya, saat keluar tol dia harus pasrah ketika polisi menunggunya, mau menghindar pun tak bisa. Karena mereka menghampiri dari berbagai sisi. Dia saja bingung, daripada polisi bisa tahu kemana arah yang akan dia tuju setelah ini. Ahh, dia sudah bosan dengan hidupnya, jadi dia tak peduli lagi saat ini dan diapun mengikuti polisi ke kantor.Mereka memeriksa mobil, di bangku belakang terlihat wanita berambut pirang terbungkus asal-asalan, sudah tak bernyawa. Tapi, pria tersebut menggendong bayi cantik dan berkata lirih, “tolong selamatkan anak ini…” lalu menyerahkannya pada polisi yang langsung memeriksa keadaan sang bayi dan segera melarikan bayi tersebut ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.Sang pria yang pasrah hanya bisa mengikuti beberapa polisi ke suatu ruangan. Polisi memintanya untuk melakukan beberapa pemeriks

  • Jangan Seperti Pelangi   Ghefira

    Seandainya bayi kecil itu bisa berbicara mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya, tapi dia sudah terlalu lelah untuk menagis. Asi tidak ada, lalu dia minum apa? Tidak ada yang dapat menenangkannya, hanya ada teriakan untuk menyuruhnya diam. Ahh, apa salah dan dosaku? Aku hanya bayi berusia dua bulan, kata ibu. Kan aku tidak tahu persis berapa usiaku. Aku hanya tahu kalau aku telah dikeluarkan dari pembungkus berair selama berbulan-bulan. Dan aku didekap oleh tangan lembut yang terus-terusan mengecup semua wajahku, sambil mengucap syukur berkali-kali. Oh, ini pasti ibuku! Aku belum bisa berjalan, ya tentu saja. Aku hanya bisa menangis saat menginginkan atau mengalami sesuatu. Aku benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa orang yang membantuku. Tapi, ibu, ayah, abang dan bou sangat perhatian padaku. Ah, sungguh beruntungnya aku! Sekarang, dimana mereka? Aku kehilangan mereka. Aku tidak mau berada di sini! Aku tidak kenal orang-orang ini! “Berisik banget sih, kamu? Ap

  • Jangan Seperti Pelangi   Bu Ita

    Violet berdiri di depan Rumah Jalanan. Dia benar-benar pasrah dengan keadaan Ghefira, karena ini sudah hari ke tiga dan belum ada kabar apapun tentang Ghefira. Polisi bilang sedang dalam penyelidikan, jadi Violet disuruh tenang. Saking tenangnya Violet, air mata pun sudah kering. Dia berjalan memasuki ruangan, siang panas menyengat membuat peluh di dahi Violet tak berhenti mengucur. Sepi, Violet melirik jam tangannya. Hmm pantas! Jam 1 siang, paling enak tidur apalagi setelah makan siang. Kali ini dia bisa meninggalkan Mario sebentar, karena ada ibu dan ayah yang jaga. Entah apa yang menarik hatinya ke sini, tapi begitu sampai dia hanya ingat satu anak. Dani. “Ihsan, bangun…” Violet membangunkan Ihsan yang tertidur di ruang tengah dengan beralaskan karpet. “Eh, kak. Tumben siang-siang di hari kerja begini kok, kesini? Ada apa?” tanya Ihsan mengucek matanya. Dia tersenyum melihat Violet yang selalu tampil cantik, bahkan saat dirundung kemelut sep

  • Jangan Seperti Pelangi   Penyelidikan

    Jajanan Bogor memang sederhana tapi nyaman di lidah. Pagi ini mereka menikmati Docla. Makanan seperti ketoprak yang terdiri dari lontong atau ketupat dan tahu yang disiram bumbu kacang dengan topping kentang dan telur rebus, bawang goreng dan kerupuk.Mereka menikmati sajian di Tanjakan Pasir Kuda sebelum pintu masuk Kebun Raya Residence, menunggu pesanan dengan sabar sambil melihat pemandangan di sekitar mereka. Sudah dua hari mereka di Bogor, bersyukur sudah ada petunjuk? Lebih tepatnya jalan terakhir, tapi Dani memang penasaran dengan motif penculik dan pembunuh di kamar sebelah. Eeh, pembunuh? Polisi kan belum bilang apapun. “Dan, kamu udah kasih kabar ke Rumah Jalanan?” tanya Dani sambil meminum air putih dalam botol 1,5 lt. Dia memang biasa menghabiskan air segitu banyak. Biasanya malah sampai 3 liter dalam satu hari. “Pesan pendek aja, mas sebelum pergi. Lagian mau kasih kabar ke mana? Semua orang kan sibuk. Bunda lagi jaga ayah dan bu Ita juga pergi gak ta

  • Jangan Seperti Pelangi   Malam Mencekam

    “Mas, kita mau kemana? Dari tadi bolak-balik aja. Nunggu siapa dan apa, mas?” tanya Dani mengekor Aci. Hari sudah senja, hampir seluruh kota Bogor mereka susuri. Dari Istana Bogor, perumahan elit sampai pasar. Bila waktunya shalat, mereka akan singgah di masjid. Kota artistik yang menarik, sejuk dan asri. Dani tersenyum, baru kali ini dia pergi ke Bogor. Violet jarang membawanya jalan-jalan, hanya membawakan mereka oleh-oleh. Tidak ada yang spesial, karena memang Violet tidak pernah menspesialkan seseorang, bahkan Mario sekalipun. Hanya dia memang sangat spesial di hati mereka, termasuk Dani. Motor berhenti di penginapan sederhana, Aci memesan satu kamar dengan kasur dua untuk mereka. Setelah perut kenyang rasanya ingin sekali merebahkan diri di kasur. Padahal di atas meja, masih ada sebungkus gorengan dan beberapa minuman. “Mas.” “Ya?” “Kenapa kita harus tetap menjalani hidup ini meski seberat apapun cobaannya? Aci melirik Dani

  • Jangan Seperti Pelangi   Harapan Dani

    Dani berjalan menyusuri gang kecil menuju rumah lamanya. Rumah kecil ukuran 5x7 meter yang bersebelahan dengan rumah tukang gado-gado terenak di kampungnya itu terlihat seperti tak ada kehidupan. Semenjak Dani tinggalkan, kurang lebih lima tahun dan tidak pernah dia pantau, rumah kecil yang membesarkan Dani seperti ibu tua lusuh tak terawat. Pagi terang harusnya dapat membuat hati Dani tenang, tapi dia malah merasa sedih berkepanjangan. Orang-orang yang dia sayangi bercerai berai, ibu yang dia impikan hampir tiap malam tak mampu mengembalikan kegundahan hatinya. Dani menghentikan langkahnya tepat di ujung gang, duduk di tepi pagar batu tempat di mana Violet memanggil Dani yang berdiri sambil melihat Violet makan batagor. Tanpa basa-basi dan curiga, Violet mengajaknya ngobrol dan makan. Setelah itu mereka pergi ke rumah Dani, sambil mengajak bicara dan meminta persetujuan Dani untuk tinggal bersamanya di Rumah Jalanan. Ternyata, Dani setuju dan sudah men

DMCA.com Protection Status