Edo berdiri tegak ke arah taman di belakang Rumah Jalanan. Matanya menatap lurus ke depan, dengan mengantungkan kedua tangannya di saku celana. Hari sudah malam, tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak pulang.
Dosen Juan sudah pulang, dan mungkin besok dia akan kembali untuk mengarahkan anak-anak mengerjakan karya mereka. Anak-anak pun sudah tidur, beberapa karya mereka tersimpan rapi di rak dan kotak besar, baju pemain hasil jahitan sendiri untuk tampil di acara sudah digantung dan masih perlu dirapikan.
Violet menatap bangga barang-barang kerajinan tangan mereka. Tapi, ada apa dengan Edo? seperti memikirkan sesuatu.
"Ada apa, do?" tanya Volet menatap Edo.
"Keterlaluan Elisa. masih saja dia temui Tomy, yang sudah menghasut mama dan melenyapkan nyawa papaku!"
"Maksudnya?" Violet mengerutkan alisnya bingung.
"Ya...dana ini semua. Kan gila...! Bisa saja aku ganti cuma-cuma, tapi apa dia akan melakukan hal yang sama lagi? Cih
"Satu jam lagi, gaeees. Siap-siap, yaaa" Elisa berteriak keliling ruangan sambil memantau persiapan anak didiknya.Dia melihat pak Juan yang berbicara dengan beberapa anak, memberikan arahan. Duduk diatas meja dengan kaki lurus dan dilipat, tangan kanan memegang buku, sedangkan tangan kiri masuk ke dalam kantung celana."Ganteng abis tu, cowok. Pantes jadi idola para mahasiswi," gumam Elisa dalam hati.Dia baru ingat, dulu waktu ada acara di kampus. Dosen Juan, adalah dosen muda yang bekerja di belakang layar. Membujuk para dekan untuk menyetujui kegiatan mahasiswa yang diadakan.Akhirnya, mereka pun luluh dan dosen Juan yang mengawasi. Tapi karena di belakang layar, ya...jadi tak banyak yang tahu peran dosen Juan demi kesuksesan suatu acara di kampus. Kok, dosen ikut campur?Itulah dosen Juan. Jiwa aktivisnya tetap ada walaupun sudah lewat masa kuliah. Bahkan, info punya info...beliau masih aktif sebagai alumni salah satu organisasi besar mahasiswa di negeri in
Violet merapikan berkas lamaran kerjanya. Jurusan Bahasa, mentoknya ya, ngajar. Dan Violet, gak suka banget mengajar. Karena melelahkan! Huff...membayangkan banyak mata anak muda yang menatapnya saja membuatnya malas, apalagi mencoba menyelami pikiran mereka. Belum lagi mengurus penilaian, kadang baper karena kasihan dan faktor lain tapi bisa jadi bomerang. Kan, hanya siswa yang tahu apakah dia benar-benar akan berubah atau hanya ingin cari aman dengan status pelajar yang belum lulus sekolah.Baginya, mengajar itu berbeda dengan berkreasi bersama anak muda. Kenapa? Lebih bebas, tidak terikat waktu dan santai. Mereka bisa menciptakan hasil karya dalam bentuk apapun tapi dapat menghasilkan uang. Penulis novel, pelukis dan penyanyi contohnya atau pembuat handy craft.Ternyata, melamar pekerjaan memang melelahkan. Habis sudah kuota untuk mengirim surat lamaran, belum lagi interview yang tak ada hasil. Ongkos habis, biaya makan pun terkuras. Violet, bukan orang yang cukup hanya den
Violet membaringkan tubuhnya di kasur, dia benar-benar bingung. Kenapa Edo ada di bangunan setengah jadi tersebut? Dan Edu, kenapa dia bisa kenal dengan Edo? Untung saja Violet tidak ketahuan menguping. Dan siapa Mario? Chatt Edo dengan lelaki bernama Mario itu membuat Violet resah.Drrrtt drrrtttt. Violet melirik ponselnya. Ada chatt masuk ke group gengs Cuantiq."Viooleeett, kemana dikau? Di telpon, di chatt tapi tak ada kabar-kabare. Piye kabare?" - Elisa -"Berisik! Ada apa emang?" - Evy -"Ada kerjaan nih, rumayan lho...jut-jutan. Bikin terkejut!" - Elisa -"Apaan? Kasih tau, dong!" - Riri -"Kenal gak sama produser plus penerbit PT. Karya Jaya? oppa Gong yoo itu lhooo" - Elisa -"Prikitiiiw, tau lah. kenapa?" - Evy -"Dia...si ganteng, duren ituu mau ajak kita main ftv stripping yang naskahnyaa di tulis ama teman kita...ehm ehm, siapa lagi sih di antara kita yang hobby nulis selain..." - Elisa -"Violet? Seriously??" - Riri -"
Sudah sebulan Mario dan Violet dekat. Maaf yah pemirsah...atas request Edu, jadi kita panggil Mario. Setelah melalui perdebatan kecil, akhirnya Violet memberanikan diri membawa Mario ke rumahnya untuk dikenalkan dengan ibu dan ayahnya. Mereka menuju rumah Violet. Rumah Asri berdinding kayu dengan banyak tanaman gantung maupun rak yang berjejer rapi. Violet melirik Mario, tak sedikitpun dia melihat rasa canggung pada sikap dan wajah Mario. Semua biasa saja, seperti akan mengunjungi kawan lama. Malah dia menyetel lagu pop rock romantis koleksiannya. Mobil memasuki halaman rumah Violet yang cukup luas, berjalan beriringan ke dalam."Assalamu'alaikum, yah...bu..." Violet menyalami ayah dan ibu yang tengah duduk di ruang keluarga sambil menonton tv."Eh, wa 'alaikum salam. Ini nak Mario?" tanya ayah dan ibu bersamaan menerima uluran tangan Mario. Ibu dan ayah saling berpandangan melihat Mario yang tersenyum dan bersikap santai.
Alis Mario berkerut memperhatikan catatan di kertasnya, sudah banyak nama yang dia data tapi masih bingung bagaimana hubungi mereka. Ah, sungguh saudara yang durhako!Dia sampai lupa dimana rumah om dan tantenya. Mau nanya Edo, nanti dia kaget dan berbuat aneh-aneh sama Violet. Secara, emosi Edo meledak-ledak.Mario berjalan bolak-balik di dalam ruangannya, sambil sesekali memperhatikan kertas yang ada di tangannya. Kertas yang berisi beberapa nama saudaranya."Permisi, pak...penulis Aswan bertanya, apa buku antologi pesanannya sudah bisa di terbitkan?" Selena sekretaris seksi mengintip dibalik pintu."Bisa. Jangan lupa ketentuan bagi hasilnya diberikan, ya!"Jawab Mario sambil tetap memandang kertas di tangannya. Selena berbalik kesal, sudah seksi seperti ini pun masih tidak dilirik. Susah sekali sih, menarik perhatian laki-laki tersebut.Sementara itu di ruangan, Edo yang kehabisan akal menatap ke jendela besar di belakang meja kerjanya. Dia berada di lantai tiga
Sabtu, pagi-pagi Mario sudah nangkring di rumah Violet. Ibu hanya tersenyum, tapi ayah keheranan."Lho, pagi sekali nak Mario. Ada apa? Apa iya, si Violet sudah bangun, bu?""Sudah, yah. Tumben tuh anak...dapat angin apa. Biasanya abis shalat subuh, dia tidur lagi. Nanti dari siang sampai ke malam dia cari can," kata ibu sambil tetap fokus membuat nasi uduk."Iya, jadi gini yah...bu. Boleh kah, Mario ajak Violet ke Bogor? Rumah tante. Hmm sekalian mau mengenalkan Violet."Ayah dan ibu saling berpandangan, lalu tersenyum."Gak boleh kalau berdua aja. Kalau bertiga, boleh...ajak kak Viana.""Boleh sih, tapi ajak Dio juga yaa." celetuk Viana yang sudah dari tadi duduk manis di meja makan sambil mengiris timun, tomat dan telur dadar."Yang penting kalian jangan keganjenan. Gak usah anggap ini kencan ganda, ya! Ingat...""Segala perbuatan harus dipertanggung jawabkan," sambung Viana. Ayah terkekeh, ibu merengut, dan Mario hanya tersenyum."Asiyaap yah, bu..." V
Malam yang cerah dengan bintang bertaburan di langit. Mereka semua duduk di saung belakang rumah mama Rina, setelah mengambil beberapa ikan mas dari kolam ikan depan rumah, mereka membakarnya dengan hati suka cita dan bahagia sepanjang masa. Violet dan Viana asyik membuat dua sambal. Sambal rawit kecap dan sambal tomat, tentu dengan cabe rawit yang banyak jadi biarpun sambal tomat tapi tetap pedas.Di rumah ini ada tiga pelayan, satu khusus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, Ina dan satunya lagi bagian masak, ibu Minah. Mereka adalah ibu dan anak yang ditemukan mama Rina saat sedang mengais-ngais tempat sampah untuk mencari botol atau barang bekas lain.Wangi ikan bakar memenuhi halaman rumah bercampur dengan sambal buatan Violet. Viana melirik Rena kesal, si seksi yang gaje. Gak jelas seksinya mau ditunjukkan ke siapa. malam ini dia menggunakan celana jeans ketat selutut dan baju kaus gedombrong warna biru muda di bagian belakang dan biru gelap di depan, di punggungnya
Akhirnya hari yang mendebarkan datang juga. Violet mematut diri di depan kaca, rambutnya di gerai dan diberi bando polos berwarna mocca senada dengan dress sepertiga betis model payung.Viana tersenyum puas melihat hasil riasannya. Violet terlihat cerah dengan warna lembut pada riasan mata dan pipi, sedangkan bibir menggunakan warna peach. Kontras dengan kulitnya yang kuning langsat dan drees yang dipakai."Cantiknya anak gadis ibu, pasti ibu bahagia nih...karena dua anak gadisnya akan dipinang laki-laki baik."Violet tersenyum menanggapi, sebentar lagi dia akan memutuskan apakah lelaki yang kini dekat dengannya bisa cocok menjalani kehidupan akan datang nanti?Viana duduk di kasur, memperhatikan Violet yang masih berdiri di depan cermin. Persis seperti dia saat dia akan dilamar Dio. Cukup lama Viana berdiri di depan cermin, apakah dia bersedia akan dilamar untuk dijadikan teman hidup Dio sampai ajal memisahkan nanti? Atau Dio lebih cocok jadi temannya? Memikirkan hal it