Share

Bingung

Penulis: dinaqomaria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Edo  berdiri tegak ke arah taman di belakang Rumah Jalanan. Matanya menatap lurus ke depan, dengan mengantungkan kedua tangannya di saku celana. Hari sudah malam, tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak pulang.

Dosen Juan sudah pulang, dan mungkin besok dia akan kembali untuk mengarahkan anak-anak mengerjakan karya mereka. Anak-anak pun sudah tidur, beberapa karya mereka tersimpan rapi di rak dan kotak besar, baju pemain hasil jahitan sendiri untuk tampil di acara sudah digantung dan masih perlu dirapikan.

Violet menatap bangga barang-barang kerajinan tangan mereka. Tapi, ada apa dengan Edo? seperti memikirkan sesuatu.

"Ada apa, do?" tanya Volet menatap Edo.

"Keterlaluan Elisa. masih saja dia temui Tomy, yang sudah menghasut mama dan melenyapkan nyawa papaku!"

"Maksudnya?" Violet mengerutkan alisnya bingung.

"Ya...dana ini semua. Kan gila...! Bisa saja aku ganti cuma-cuma, tapi apa dia akan melakukan hal yang sama lagi? Cih

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jangan Seperti Pelangi   Acaraku Acaramu

    "Satu jam lagi, gaeees. Siap-siap, yaaa" Elisa berteriak keliling ruangan sambil memantau persiapan anak didiknya.Dia melihat pak Juan yang berbicara dengan beberapa anak, memberikan arahan. Duduk diatas meja dengan kaki lurus dan dilipat, tangan kanan memegang buku, sedangkan tangan kiri masuk ke dalam kantung celana."Ganteng abis tu, cowok. Pantes jadi idola para mahasiswi," gumam Elisa dalam hati.Dia baru ingat, dulu waktu ada acara di kampus. Dosen Juan, adalah dosen muda yang bekerja di belakang layar. Membujuk para dekan untuk menyetujui kegiatan mahasiswa yang diadakan.Akhirnya, mereka pun luluh dan dosen Juan yang mengawasi. Tapi karena di belakang layar, ya...jadi tak banyak yang tahu peran dosen Juan demi kesuksesan suatu acara di kampus. Kok, dosen ikut campur?Itulah dosen Juan. Jiwa aktivisnya tetap ada walaupun sudah lewat masa kuliah. Bahkan, info punya info...beliau masih aktif sebagai alumni salah satu organisasi besar mahasiswa di negeri in

  • Jangan Seperti Pelangi   Yuk, Berdikari!

    Violet merapikan berkas lamaran kerjanya. Jurusan Bahasa, mentoknya ya, ngajar. Dan Violet, gak suka banget mengajar. Karena melelahkan! Huff...membayangkan banyak mata anak muda yang menatapnya saja membuatnya malas, apalagi mencoba menyelami pikiran mereka. Belum lagi mengurus penilaian, kadang baper karena kasihan dan faktor lain tapi bisa jadi bomerang. Kan, hanya siswa yang tahu apakah dia benar-benar akan berubah atau hanya ingin cari aman dengan status pelajar yang belum lulus sekolah.Baginya, mengajar itu berbeda dengan berkreasi bersama anak muda. Kenapa? Lebih bebas, tidak terikat waktu dan santai. Mereka bisa menciptakan hasil karya dalam bentuk apapun tapi dapat menghasilkan uang. Penulis novel, pelukis dan penyanyi contohnya atau pembuat handy craft.Ternyata, melamar pekerjaan memang melelahkan. Habis sudah kuota untuk mengirim surat lamaran, belum lagi interview yang tak ada hasil. Ongkos habis, biaya makan pun terkuras. Violet, bukan orang yang cukup hanya den

  • Jangan Seperti Pelangi   I Love You

    Violet membaringkan tubuhnya di kasur, dia benar-benar bingung. Kenapa Edo ada di bangunan setengah jadi tersebut? Dan Edu, kenapa dia bisa kenal dengan Edo? Untung saja Violet tidak ketahuan menguping. Dan siapa Mario? Chatt Edo dengan lelaki bernama Mario itu membuat Violet resah.Drrrtt drrrtttt. Violet melirik ponselnya. Ada chatt masuk ke group gengs Cuantiq."Viooleeett, kemana dikau? Di telpon, di chatt tapi tak ada kabar-kabare. Piye kabare?" - Elisa -"Berisik! Ada apa emang?" - Evy -"Ada kerjaan nih, rumayan lho...jut-jutan. Bikin terkejut!" - Elisa -"Apaan? Kasih tau, dong!" - Riri -"Kenal gak sama produser plus penerbit PT. Karya Jaya? oppa Gong yoo itu lhooo" - Elisa -"Prikitiiiw, tau lah. kenapa?" - Evy -"Dia...si ganteng, duren ituu mau ajak kita main ftv stripping yang naskahnyaa di tulis ama teman kita...ehm ehm, siapa lagi sih di antara kita yang hobby nulis selain..." - Elisa -"Violet? Seriously??" - Riri -"

  • Jangan Seperti Pelangi   Niat Mario

    Sudah sebulan Mario dan Violet dekat. Maaf yah pemirsah...atas request Edu, jadi kita panggil Mario. Setelah melalui perdebatan kecil, akhirnya Violet memberanikan diri membawa Mario ke rumahnya untuk dikenalkan dengan ibu dan ayahnya. Mereka menuju rumah Violet. Rumah Asri berdinding kayu dengan banyak tanaman gantung maupun rak yang berjejer rapi. Violet melirik Mario, tak sedikitpun dia melihat rasa canggung pada sikap dan wajah Mario. Semua biasa saja, seperti akan mengunjungi kawan lama. Malah dia menyetel lagu pop rock romantis koleksiannya. Mobil memasuki halaman rumah Violet yang cukup luas, berjalan beriringan ke dalam."Assalamu'alaikum, yah...bu..." Violet menyalami ayah dan ibu yang tengah duduk di ruang keluarga sambil menonton tv."Eh, wa 'alaikum salam. Ini nak Mario?" tanya ayah dan ibu bersamaan menerima uluran tangan Mario. Ibu dan ayah saling berpandangan melihat Mario yang tersenyum dan bersikap santai.

  • Jangan Seperti Pelangi   Kehangatan Mario

    Alis Mario berkerut memperhatikan catatan di kertasnya, sudah banyak nama yang dia data tapi masih bingung bagaimana hubungi mereka. Ah, sungguh saudara yang durhako!Dia sampai lupa dimana rumah om dan tantenya. Mau nanya Edo, nanti dia kaget dan berbuat aneh-aneh sama Violet. Secara, emosi Edo meledak-ledak.Mario berjalan bolak-balik di dalam ruangannya, sambil sesekali memperhatikan kertas yang ada di tangannya. Kertas yang berisi beberapa nama saudaranya."Permisi, pak...penulis Aswan bertanya, apa buku antologi pesanannya sudah bisa di terbitkan?" Selena sekretaris seksi mengintip dibalik pintu."Bisa. Jangan lupa ketentuan bagi hasilnya diberikan, ya!"Jawab Mario sambil tetap memandang kertas di tangannya. Selena berbalik kesal, sudah seksi seperti ini pun masih tidak dilirik. Susah sekali sih, menarik perhatian laki-laki tersebut.Sementara itu di ruangan, Edo yang kehabisan akal menatap ke jendela besar di belakang meja kerjanya. Dia berada di lantai tiga

  • Jangan Seperti Pelangi   Mabar

    Sabtu, pagi-pagi Mario sudah nangkring di rumah Violet. Ibu hanya tersenyum, tapi ayah keheranan."Lho, pagi sekali nak Mario. Ada apa? Apa iya, si Violet sudah bangun, bu?""Sudah, yah. Tumben tuh anak...dapat angin apa. Biasanya abis shalat subuh, dia tidur lagi. Nanti dari siang sampai ke malam dia cari can," kata ibu sambil tetap fokus membuat nasi uduk."Iya, jadi gini yah...bu. Boleh kah, Mario ajak Violet ke Bogor? Rumah tante. Hmm sekalian mau mengenalkan Violet."Ayah dan ibu saling berpandangan, lalu tersenyum."Gak boleh kalau berdua aja. Kalau bertiga, boleh...ajak kak Viana.""Boleh sih, tapi ajak Dio juga yaa." celetuk Viana yang sudah dari tadi duduk manis di meja makan sambil mengiris timun, tomat dan telur dadar."Yang penting kalian jangan keganjenan. Gak usah anggap ini kencan ganda, ya! Ingat...""Segala perbuatan harus dipertanggung jawabkan," sambung Viana. Ayah terkekeh, ibu merengut, dan Mario hanya tersenyum."Asiyaap yah, bu..." V

  • Jangan Seperti Pelangi   Uneg-uneg Rena

    Malam yang cerah dengan bintang bertaburan di langit. Mereka semua duduk di saung belakang rumah mama Rina, setelah mengambil beberapa ikan mas dari kolam ikan depan rumah, mereka membakarnya dengan hati suka cita dan bahagia sepanjang masa. Violet dan Viana asyik membuat dua sambal. Sambal rawit kecap dan sambal tomat, tentu dengan cabe rawit yang banyak jadi biarpun sambal tomat tapi tetap pedas.Di rumah ini ada tiga pelayan, satu khusus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, Ina dan satunya lagi bagian masak, ibu Minah. Mereka adalah ibu dan anak yang ditemukan mama Rina saat sedang mengais-ngais tempat sampah untuk mencari botol atau barang bekas lain.Wangi ikan bakar memenuhi halaman rumah bercampur dengan sambal buatan Violet. Viana melirik Rena kesal, si seksi yang gaje. Gak jelas seksinya mau ditunjukkan ke siapa. malam ini dia menggunakan celana jeans ketat selutut dan baju kaus gedombrong warna biru muda di bagian belakang dan biru gelap di depan, di punggungnya

  • Jangan Seperti Pelangi   Lamaran Violet

    Akhirnya hari yang mendebarkan datang juga. Violet mematut diri di depan kaca, rambutnya di gerai dan diberi bando polos berwarna mocca senada dengan dress sepertiga betis model payung.Viana tersenyum puas melihat hasil riasannya. Violet terlihat cerah dengan warna lembut pada riasan mata dan pipi, sedangkan bibir menggunakan warna peach. Kontras dengan kulitnya yang kuning langsat dan drees yang dipakai."Cantiknya anak gadis ibu, pasti ibu bahagia nih...karena dua anak gadisnya akan dipinang laki-laki baik."Violet tersenyum menanggapi, sebentar lagi dia akan memutuskan apakah lelaki yang kini dekat dengannya bisa cocok menjalani kehidupan akan datang nanti?Viana duduk di kasur, memperhatikan Violet yang masih berdiri di depan cermin. Persis seperti dia saat dia akan dilamar Dio. Cukup lama Viana berdiri di depan cermin, apakah dia bersedia akan dilamar untuk dijadikan teman hidup Dio sampai ajal memisahkan nanti? Atau Dio lebih cocok jadi temannya? Memikirkan hal it

Bab terbaru

  • Jangan Seperti Pelangi   Mimpi Buruk

    Malam yang dingin, Violet berdiri di depan taman kecil yang baru saja di bangun Dani dan Mario. Ada lampu bulat di tengah dengan air mancur cantik dan angsa putih dua ekor. Angsa putih simbol keindahan alam. Hari ini dia hanya ingin duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Mario pulang ngantor. Dia sungguh bingung dengan keputusan yang harus diambil secepatnya. Mario masih dalam perawatan, tidak bisa mengharapkannya bekerja seperti dulu. Ring yang dipasang di pembuluh darah jantung sebelah kiri kadang membuatnya susah bernapas bila melakukan gerakan mendadak. Apakah itu benar karena ring yang terpasang? Ah, apapun alasannya Violet tidak ingin menekan Mario untuk bekerja seperti dulu. “Kak, nunggu abang, ya?” suara Sarah membuyarkan lamunannya. “Iya, bingung nih…chatt belum dibalas, telpon gak diangkat. Abang tuh biasanya rajin ngasih kabar tapi udah jam sebelas gini belum pulang juga. Kemana sih, dia yaa…” Violet mondar-mandir di teras sambil melipat tangannya, air putih

  • Jangan Seperti Pelangi   Arti Sebuah Keluarga

    Violet masuk ke ruang tamu memegang lengan Mario erat, seperti enggan melepaskan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka haru. Violet menaruh tas di dekat pintu dan membawa Mario duduk di bangku panjang ruang tamu. Ada lelah yang teramat sangat di wajah mereka, mungkin buah penantian yang tak kunjung datang membuat mereka hampir putus asa. Tapi beberapa pasang mata yang kini ada di hadapan mereka, sungguh membuat mereka rindu. “Ibuuu, ayaaah…” Gaffin menghambur ke pelukan ibu, suara tangisnya begitu memilukan. Dia mencium kedua pipi Violet berkali-kali, lalu beralih ke Mario dan melakukan hal yang sama. “Ibu, ayah…ada pelangi di luar. Cantiiik banget! Bisa ayah ambilkan untuk Gaffin?” Gaffin menggelendot di kaki Mario. “Gak bisa, sayang. Pelangi itu biarpun indah tapi jauh dari jangkauan, jangan seperti pelangi, ya?” Mario mengusap lembut rambut Gaffin lalu memangku di pahanya. Mereka pun duduk bersama di ruang tamu, Viana yang kebetulan datang s

  • Jangan Seperti Pelangi   Si Kembar

    Teriakan Dani membuat wanita yang barusan memasuki ruang ICU menghentikan langkahnya, saat dia berbalik polisi sudah menahan langkahnya. Polisi langsung menjauhkan wanita tersebut dari sang bayi yang dikelilingi oleh banyak selang. Dani memperhatikan wanita itu dengan seksama, lalu dia meminjam ponsel Aci dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Photo terkirim ke applikasi hijau lengkap dengan data dirinya. Kedua polisi dan Aci membelalakkan mata kaget melihat photo yang ada di ponsel Aci. Polisi satunya melapor ke meja perawat untuk meminta data, ternyata tidak ada perawat seperti yang mereka tahan. Malah perawat mereka kurang satu, setelah ditelusuri ternyata perawat mereka yang hilang terikat lemah di gudang dengan pakaian yang telah ditukar. Setelah beberapa polisi datang, mereka pun membawa wanita tersebut ke kantor polisi, diikuti oleh Dani dan Aci. “Tunggu, bang. Kasus hampir selesai, boleh kan kita makan dulu? Ini sudah siang menjelang sore. A

  • Jangan Seperti Pelangi   Pengakuan Sang Pria Brewok

    Hari yang naas bagi pria brewok. Saat dia melarikan diri bersama wanitanya, ternyata jejaknya sudah tercium polisi. Akhirnya, saat keluar tol dia harus pasrah ketika polisi menunggunya, mau menghindar pun tak bisa. Karena mereka menghampiri dari berbagai sisi. Dia saja bingung, daripada polisi bisa tahu kemana arah yang akan dia tuju setelah ini. Ahh, dia sudah bosan dengan hidupnya, jadi dia tak peduli lagi saat ini dan diapun mengikuti polisi ke kantor.Mereka memeriksa mobil, di bangku belakang terlihat wanita berambut pirang terbungkus asal-asalan, sudah tak bernyawa. Tapi, pria tersebut menggendong bayi cantik dan berkata lirih, “tolong selamatkan anak ini…” lalu menyerahkannya pada polisi yang langsung memeriksa keadaan sang bayi dan segera melarikan bayi tersebut ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan.Sang pria yang pasrah hanya bisa mengikuti beberapa polisi ke suatu ruangan. Polisi memintanya untuk melakukan beberapa pemeriks

  • Jangan Seperti Pelangi   Ghefira

    Seandainya bayi kecil itu bisa berbicara mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya, tapi dia sudah terlalu lelah untuk menagis. Asi tidak ada, lalu dia minum apa? Tidak ada yang dapat menenangkannya, hanya ada teriakan untuk menyuruhnya diam. Ahh, apa salah dan dosaku? Aku hanya bayi berusia dua bulan, kata ibu. Kan aku tidak tahu persis berapa usiaku. Aku hanya tahu kalau aku telah dikeluarkan dari pembungkus berair selama berbulan-bulan. Dan aku didekap oleh tangan lembut yang terus-terusan mengecup semua wajahku, sambil mengucap syukur berkali-kali. Oh, ini pasti ibuku! Aku belum bisa berjalan, ya tentu saja. Aku hanya bisa menangis saat menginginkan atau mengalami sesuatu. Aku benar-benar tidak bisa apa-apa tanpa orang yang membantuku. Tapi, ibu, ayah, abang dan bou sangat perhatian padaku. Ah, sungguh beruntungnya aku! Sekarang, dimana mereka? Aku kehilangan mereka. Aku tidak mau berada di sini! Aku tidak kenal orang-orang ini! “Berisik banget sih, kamu? Ap

  • Jangan Seperti Pelangi   Bu Ita

    Violet berdiri di depan Rumah Jalanan. Dia benar-benar pasrah dengan keadaan Ghefira, karena ini sudah hari ke tiga dan belum ada kabar apapun tentang Ghefira. Polisi bilang sedang dalam penyelidikan, jadi Violet disuruh tenang. Saking tenangnya Violet, air mata pun sudah kering. Dia berjalan memasuki ruangan, siang panas menyengat membuat peluh di dahi Violet tak berhenti mengucur. Sepi, Violet melirik jam tangannya. Hmm pantas! Jam 1 siang, paling enak tidur apalagi setelah makan siang. Kali ini dia bisa meninggalkan Mario sebentar, karena ada ibu dan ayah yang jaga. Entah apa yang menarik hatinya ke sini, tapi begitu sampai dia hanya ingat satu anak. Dani. “Ihsan, bangun…” Violet membangunkan Ihsan yang tertidur di ruang tengah dengan beralaskan karpet. “Eh, kak. Tumben siang-siang di hari kerja begini kok, kesini? Ada apa?” tanya Ihsan mengucek matanya. Dia tersenyum melihat Violet yang selalu tampil cantik, bahkan saat dirundung kemelut sep

  • Jangan Seperti Pelangi   Penyelidikan

    Jajanan Bogor memang sederhana tapi nyaman di lidah. Pagi ini mereka menikmati Docla. Makanan seperti ketoprak yang terdiri dari lontong atau ketupat dan tahu yang disiram bumbu kacang dengan topping kentang dan telur rebus, bawang goreng dan kerupuk.Mereka menikmati sajian di Tanjakan Pasir Kuda sebelum pintu masuk Kebun Raya Residence, menunggu pesanan dengan sabar sambil melihat pemandangan di sekitar mereka. Sudah dua hari mereka di Bogor, bersyukur sudah ada petunjuk? Lebih tepatnya jalan terakhir, tapi Dani memang penasaran dengan motif penculik dan pembunuh di kamar sebelah. Eeh, pembunuh? Polisi kan belum bilang apapun. “Dan, kamu udah kasih kabar ke Rumah Jalanan?” tanya Dani sambil meminum air putih dalam botol 1,5 lt. Dia memang biasa menghabiskan air segitu banyak. Biasanya malah sampai 3 liter dalam satu hari. “Pesan pendek aja, mas sebelum pergi. Lagian mau kasih kabar ke mana? Semua orang kan sibuk. Bunda lagi jaga ayah dan bu Ita juga pergi gak ta

  • Jangan Seperti Pelangi   Malam Mencekam

    “Mas, kita mau kemana? Dari tadi bolak-balik aja. Nunggu siapa dan apa, mas?” tanya Dani mengekor Aci. Hari sudah senja, hampir seluruh kota Bogor mereka susuri. Dari Istana Bogor, perumahan elit sampai pasar. Bila waktunya shalat, mereka akan singgah di masjid. Kota artistik yang menarik, sejuk dan asri. Dani tersenyum, baru kali ini dia pergi ke Bogor. Violet jarang membawanya jalan-jalan, hanya membawakan mereka oleh-oleh. Tidak ada yang spesial, karena memang Violet tidak pernah menspesialkan seseorang, bahkan Mario sekalipun. Hanya dia memang sangat spesial di hati mereka, termasuk Dani. Motor berhenti di penginapan sederhana, Aci memesan satu kamar dengan kasur dua untuk mereka. Setelah perut kenyang rasanya ingin sekali merebahkan diri di kasur. Padahal di atas meja, masih ada sebungkus gorengan dan beberapa minuman. “Mas.” “Ya?” “Kenapa kita harus tetap menjalani hidup ini meski seberat apapun cobaannya? Aci melirik Dani

  • Jangan Seperti Pelangi   Harapan Dani

    Dani berjalan menyusuri gang kecil menuju rumah lamanya. Rumah kecil ukuran 5x7 meter yang bersebelahan dengan rumah tukang gado-gado terenak di kampungnya itu terlihat seperti tak ada kehidupan. Semenjak Dani tinggalkan, kurang lebih lima tahun dan tidak pernah dia pantau, rumah kecil yang membesarkan Dani seperti ibu tua lusuh tak terawat. Pagi terang harusnya dapat membuat hati Dani tenang, tapi dia malah merasa sedih berkepanjangan. Orang-orang yang dia sayangi bercerai berai, ibu yang dia impikan hampir tiap malam tak mampu mengembalikan kegundahan hatinya. Dani menghentikan langkahnya tepat di ujung gang, duduk di tepi pagar batu tempat di mana Violet memanggil Dani yang berdiri sambil melihat Violet makan batagor. Tanpa basa-basi dan curiga, Violet mengajaknya ngobrol dan makan. Setelah itu mereka pergi ke rumah Dani, sambil mengajak bicara dan meminta persetujuan Dani untuk tinggal bersamanya di Rumah Jalanan. Ternyata, Dani setuju dan sudah men

DMCA.com Protection Status