Malam yang cerah dengan bintang bertaburan di langit. Mereka semua duduk di saung belakang rumah mama Rina, setelah mengambil beberapa ikan mas dari kolam ikan depan rumah, mereka membakarnya dengan hati suka cita dan bahagia sepanjang masa. Violet dan Viana asyik membuat dua sambal. Sambal rawit kecap dan sambal tomat, tentu dengan cabe rawit yang banyak jadi biarpun sambal tomat tapi tetap pedas.
Di rumah ini ada tiga pelayan, satu khusus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, Ina dan satunya lagi bagian masak, ibu Minah. Mereka adalah ibu dan anak yang ditemukan mama Rina saat sedang mengais-ngais tempat sampah untuk mencari botol atau barang bekas lain.Wangi ikan bakar memenuhi halaman rumah bercampur dengan sambal buatan Violet. Viana melirik Rena kesal, si seksi yang gaje. Gak jelas seksinya mau ditunjukkan ke siapa. malam ini dia menggunakan celana jeans ketat selutut dan baju kaus gedombrong warna biru muda di bagian belakang dan biru gelap di depan, di punggungnyaJujur itu penting kan, dalam sebuah hubungan?
Akhirnya hari yang mendebarkan datang juga. Violet mematut diri di depan kaca, rambutnya di gerai dan diberi bando polos berwarna mocca senada dengan dress sepertiga betis model payung.Viana tersenyum puas melihat hasil riasannya. Violet terlihat cerah dengan warna lembut pada riasan mata dan pipi, sedangkan bibir menggunakan warna peach. Kontras dengan kulitnya yang kuning langsat dan drees yang dipakai."Cantiknya anak gadis ibu, pasti ibu bahagia nih...karena dua anak gadisnya akan dipinang laki-laki baik."Violet tersenyum menanggapi, sebentar lagi dia akan memutuskan apakah lelaki yang kini dekat dengannya bisa cocok menjalani kehidupan akan datang nanti?Viana duduk di kasur, memperhatikan Violet yang masih berdiri di depan cermin. Persis seperti dia saat dia akan dilamar Dio. Cukup lama Viana berdiri di depan cermin, apakah dia bersedia akan dilamar untuk dijadikan teman hidup Dio sampai ajal memisahkan nanti? Atau Dio lebih cocok jadi temannya? Memikirkan hal it
Tok tok tokViolet tersenyum tipis melihat Viana yang tampil anggun dengan gaun nuansa peach. Warna kesukaan Viana. Mereka duduk menunggu waktu tiba.Violet memeluk Viana haru, mereka tersenyum lalu Violet menggandeng tangan Viana menuju tempat acara. Ijab qabul akan dilaksanakan, waktunya calon pengantin wanita keluar untuk menemui calon pengantin laki-laki. Dio tersenyum mengambil tangan Viana untuk duduk di sebelahnya. Terdengar celotehan dari para undangan yang hadir."Cieeeee.""Woi, belum saaahh jangan pegang-pegang.""Eeaaaa co cwiiiittt.""Ehm, maaf para hadirin. Jumpa fans nya nanti saja yaa, karena kita akan mulai acara inti sesaat lagi..." Elisa sebagai MC berusaha menenangkan keriuhan suasana kalau ulah centil Dio.Dio dan Viana hanya senyum-senyum salah tingkah melihat tatapan jahil dari para tamu undangan. Dengan lihai Elisa membawakan sesi demi sesi acara. Senyum dan keceriaan terpancar dari rona wajah Elisa yang memang menarik untuk dilihat. Sete
Brak!!!Edo menutup pintu apartemennya di depan Cintya, saat Violet, Edu, Elisa, Evy dan Riri berada tak jauh dari Cintya. Mereka terdiam melihat Cintya yang mencoba berdiri setelah di dorong oleh Edo."Hai, Cintya..." Violet menepuk lembut bahu Cintya.Ada tangis tertahan di mata Cintya, membuat hati Violet iba. Dulu, saat bersamanya Edo sangat hangat dan lembut juga romantis tapi saat dengan Cintya, semua yang Violet lihat berubah total. Ah...kenapa jadi begini?Mario memencet bel apartemen Edo, baru dibuka saat bel ketiga. Terlihat wajah sumringah Edo dibalik balutan handuk di kepala."Hei, ayo masuk semua...aku baru abis mandi,"Mereka pun masuk dan langsung berkumpul di ruang tamu yang hanya ada satu sofa panjang dan kecil dengan lantai beralaskan permadani tebal.Edo melirik Cintya masam yang tertunduk di sebelah Violet, lalu menaruh beberapa minuman dan cemilan ringan diatas meja kayu dan dia masuk ke kamarnya."Hai, om...coffee?" secangkir kopi hangat
Cinta terbaring lemah di kasur UGD, dokter beberapa kali datang memantau kondisinya. Selang infus sudah masuk ke lengan, oksigen sudah terpasang di mulutnya. Darah yang mereka lihat di betis, sudah dibersihkan. Tapi mereka hanya bisa menunggu keputusan dokter tentang langkah selanjutnya.Terlihat Edo berjalan pelan ke rumah sakit, sepertinya dia turut bertanggungjawab terhadap keadaan Cintya saat ini."Keluarga ibu Cintya?" Dokter berdiri di depan pintu UGD.Mereka pun segera menghampiri dokter, Edo hanya terdiam di bangku."Iya, dok...kami keluarganya. Karena orang tua Cintya di luar negeri dan calon nya..." Mario menghentikan ucapannya saat Violet mencubit pinggang Mario."Ah, gimana kondisi Cintya, dok?" Violet memotong ucapan Violet."Dia mengalami pendarahan hebat, mungkin sebelumnya bu Cintya terjatuh tapi dia abaikan dan dia tahan. Akhirnya...drop."Violet memegang kuat tangan Mario. Kini dia benar-benar khawatir kalau sesuatu akan terjadi pada Cintya.
Riri , Evy, Elisa dan Violet berdiri di samping tempat tidur Cintya. Mereka menunggu Cintya sampai siuman, sambil menyiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang akan terlontar dari bibirnya.Violet memperhatikan ponselnya pilu. Kiriman chatt dari Mario membuatnya sedih, di layar tertera nominal yang cukup besar untuk membayar biaya perawatan Cintya. Uang tersebut masuk ke rekening bank Violet, tanpa Violet tahu. Tadinya Violet pikir, ini adalah kesepakatan antara Edo dan Mario, ternyata...usaha Edo untuk menebus kesalahannya dan melarikan diri. Tenggelam dengan rasa bersalahnya, tanpa berusaha membiarkan Cintya tahu."Gadis yang malang...sendiri di Indonesia, terusir dari keluarga dan kini kehilangan calon ayah juga calon anak. Betapa menyakitkan..." Batin Violet.Mata Cintya perlahan terbuka, dia mengedarkan pandangannya dan melihat senyum dari keempat wanita cantik yang berdiri di sampingnya."Kalian...""Hai, Cin...lama juga tidurnya," (Elisa)"Ah...iya, rum
Cintya terbaring lemah di kamarnya, dokter beberapa kali datang memantau kondisinya. Selang infus sudah masuk ke lengan, oksigen sudah terpasang di mulutnya. Darah yang mereka lihat di betis, sudah dibersihkan. Tapi mereka hanya bisa menunggu keputusan dokter tentang langkah selanjutnya.Terlihat Edo berjalan pelan ke rumah sakit, sepertinya dia turut bertanggungjawab terhadap keadaan Cintya saat ini."Keluarga ibu Cintya?" Dokter berdiri di depan pintu kamar Cintya.Mereka pun segera menghampiri dokter, Edo hanya terdiam di bangku."Iya, dok...kami keluarganya. Karena orang tua Cintya di luar negeri dan calon nya..." Violet mencubit lengan Mario agar menghentikan perkataannya."Ah, gimana kondisi Cintya, dok?" Violet memotong ucapan Violet."Dia mengalami pendarahan hebat, mungkin sebelumnya bu Cintya terjatuh tapi dia abaikan dan dia tahan. Akhirnya...drop."Violet memegang kuat tangan Mario. Kini dia benar-benar khawatir kalau sesuatu akan terjadi pada Cintya
Cintya mengerjap-ngerjapkan matanya, kepalanya pusing tapi dia merasa enteng. Dia melihat perutnya, sudah datar Tak apalah...dia yakin Tuhan pasti akan memberikan buah hati yang lebih menarik dan dapat membahagiakan hidupnya beserta dengan suaminya kelak. Ya...kelak. Dia tak akan menyesali apa yang telah terjadi, itu kesalahannya.Kini, dia sudah tinggal di kios kepunyaan Violet. Mengurus usaha loundry punya Violet, dia tersenyum melihat wajahnya di cermin kecil yang ada di atas lemari kayu kamarnya. Violet memang rendah hati, tempat ini lebih layak di sebut ruko daripada kios. Ruang atas adalah daerah kekuasaan Cintya, ada dapur mengarah ke halaman belakang yang bersebelahan dengan kamar kecil, satu kamar tidur yang cukup luas dengan ac, satu ruang terbuka beralaskan permadani dan tv juga balkon terbuka.Pintunya adalah kaca geser, kaca yang sangat tebal dan tidak tembus pandang. Saking tebalnya kaca tersebut, bila pintu ditutup maka suara bising pun tidak terdengar. Di ruang
Violet menyiapkan pakaiannnya untuk besok, dia akan menginap semalam di asrama yang berdekatan dengan masjid dan gedung tempat pernikahannya di laksanakan.Drrrtt drrrtttViolet meraih ponselnya, wajah Mario terpampang di ponsel datar Violet.“Hai, cewek...apa kabar?”“Hai, cowok...akyuh baik-baik aza. Jangan godain aku doong. Eh, duren lagi dimana nih?”“Di rumah nih sama keluarga besar yang akan datang ke gedung besok. Ada mama datang lho...ma, sini ma...”Violet menelan ludahnya. Kurang asem Mario! Niat mau ngerjain malah dia yang ngerjain Violet. Mana pakai loud speaker segala.“Nak Vio. Halo...assalamu’alaikum...”“Eh, wa.. ‘alaikum salam ma...kapan datang?”Jawab Violet gugup dan malu, Mario tertawa puas dibelakang mama.Obrolan ringan pun terjalin, Violet senang karena mama membawakan makanan kesukaan Violet yaitu Ikan Salai Arsik. Biasanya mama menggunakan ikan mas, lalu di asapi sampai kering setelah itu di gulai dengan asam siala. Makana