Teriakan Dani membuat wanita yang barusan memasuki ruang ICU menghentikan langkahnya, saat dia berbalik polisi sudah menahan langkahnya. Polisi langsung menjauhkan wanita tersebut dari sang bayi yang dikelilingi oleh banyak selang.
Dani memperhatikan wanita itu dengan seksama, lalu dia meminjam ponsel Aci dan mencoba untuk menghubungi seseorang. Photo terkirim ke applikasi hijau lengkap dengan data dirinya. Kedua polisi dan Aci membelalakkan mata kaget melihat photo yang ada di ponsel Aci.
Polisi satunya melapor ke meja perawat untuk meminta data, ternyata tidak ada perawat seperti yang mereka tahan. Malah perawat mereka kurang satu, setelah ditelusuri ternyata perawat mereka yang hilang terikat lemah di gudang dengan pakaian yang telah ditukar.
Setelah beberapa polisi datang, mereka pun membawa wanita tersebut ke kantor polisi, diikuti oleh Dani dan Aci.
“Tunggu, bang. Kasus hampir selesai, boleh kan kita makan dulu? Ini sudah siang menjelang sore. A
Kembar ternyata tak selalu sama, kan?
Violet masuk ke ruang tamu memegang lengan Mario erat, seperti enggan melepaskan, membuat beberapa pasang mata menatap mereka haru. Violet menaruh tas di dekat pintu dan membawa Mario duduk di bangku panjang ruang tamu. Ada lelah yang teramat sangat di wajah mereka, mungkin buah penantian yang tak kunjung datang membuat mereka hampir putus asa. Tapi beberapa pasang mata yang kini ada di hadapan mereka, sungguh membuat mereka rindu. “Ibuuu, ayaaah…” Gaffin menghambur ke pelukan ibu, suara tangisnya begitu memilukan. Dia mencium kedua pipi Violet berkali-kali, lalu beralih ke Mario dan melakukan hal yang sama. “Ibu, ayah…ada pelangi di luar. Cantiiik banget! Bisa ayah ambilkan untuk Gaffin?” Gaffin menggelendot di kaki Mario. “Gak bisa, sayang. Pelangi itu biarpun indah tapi jauh dari jangkauan, jangan seperti pelangi, ya?” Mario mengusap lembut rambut Gaffin lalu memangku di pahanya. Mereka pun duduk bersama di ruang tamu, Viana yang kebetulan datang s
Malam yang dingin, Violet berdiri di depan taman kecil yang baru saja di bangun Dani dan Mario. Ada lampu bulat di tengah dengan air mancur cantik dan angsa putih dua ekor. Angsa putih simbol keindahan alam. Hari ini dia hanya ingin duduk di salah satu bangku taman sambil menunggu Mario pulang ngantor. Dia sungguh bingung dengan keputusan yang harus diambil secepatnya. Mario masih dalam perawatan, tidak bisa mengharapkannya bekerja seperti dulu. Ring yang dipasang di pembuluh darah jantung sebelah kiri kadang membuatnya susah bernapas bila melakukan gerakan mendadak. Apakah itu benar karena ring yang terpasang? Ah, apapun alasannya Violet tidak ingin menekan Mario untuk bekerja seperti dulu. “Kak, nunggu abang, ya?” suara Sarah membuyarkan lamunannya. “Iya, bingung nih…chatt belum dibalas, telpon gak diangkat. Abang tuh biasanya rajin ngasih kabar tapi udah jam sebelas gini belum pulang juga. Kemana sih, dia yaa…” Violet mondar-mandir di teras sambil melipat tangannya, air putih
Violet berdiri di depan rumahnya. Tas yang disandangnya ditaruh kembali ke pagar. Begitu banyak buku yang dia bawa, target kali ini adalah menyelesaikan tugas skripsi yang entah kapan bisa selesai.Dia membuka map kecil yang ada di dalam tasnya. Map plastik berisi lembaran-lembaran penelitian yang sedang dia kerjakan. Violet mengeluh, dia mengambil ponsel dan memeriksa isi chatt group pribadinya."Hari ini sial lagi gees, lapar dan dahaga masih jadi temanku..." - Elisa -"Weteeuu nongkrong aja kita di kafe. Pegimane sodarah sedarah?? Kita makan sate usus ayam." - Evy -"Mantul tuuh. @Violet apa kabar dirimu? Mangga udah boleh dipetik belum?" - Riri -"Mohon doa restu aja ya...aku pergi, tak kan lama. Mangga masih dipingit oleh sang pemilik nantinya. Jadi, mohon sabar. -Violet -Dia tersenyum membaca isi chattnya dan berjalan ke depan gang. "Apapun yang terjadi, aku harus pergi!" Gumamnya.
Seperti janji Violet pada pak Sam. Tiga minggu setelah kunjungan terakhir ke rumah pak Sam, Violet pun bisa bernafas lega karena skripsinya sudah mencapai tahap akhir.Violet berdendang ria, menyesap teh panasnya di cangkir. Tak menyadari ayah yang memperhatikan tingkahnya."Vio, duduk sini.""Iya, yah. Ada apa?""Kakak kamu, Viana sebentar lagi nikah. Kamu bantu urus pernikahannya yaa""Ok deh, yah...gampang itu..." Violet mengambil singkong rebus dimeja untuk sarapan. Dia tak biasa makan nasi goreng. Maghnya tidak bagus. Hari ini banyak menu sarapan yang tersaji. Singkong rebus, pisang kukus dan nasi goreng. Sederhana tapi menarik."Gimana skripsi kamu?""Oh, tenang yah...hari demi hari berlalu, bulan demi bulan berganti, dan...""Vioo jangan ngada-ngada! Jawab aja pertanyaan ayahmu." sahut ibu kesal dari dapur. Adiknya turun dari tangga dengan rambut berantakan, menyamp
Violet berjalan menyusuri gang sempit menuju terminal depan kampusnya. Dua hari ke depan, dia akan melaksanakan sidang. Jadi, dia ingin kongkow dulu bersama Gengs Cewek Cuantiq. Begitu mereka menamai gengnya. Geng yang terdiri dari Elisa, Evy , Riri dan Violet.Contoh anak muda ceria, bersemangat, aktif, kreatif. Gimana tidak kreatif? Saat angkatan mereka sedang terfokus dengan skripsi, geng ini bisa membagi perhatiannya pada dua hal sekaligus. Skripsi dan kerja sambilan.Elisa, mempunyai job samping sebagai mc pada acara-acara yang diadakan oleh kampus mereka maupun di luar kampus. Baik itu seminar, bedah buku ataupun acara live music.Evy, sangat menyukai tari dan selalu berpartisipasi bila kampus mengadakan acara. Sering ikut pagelaran tari di berbagai kampus, terkadang dia menyelenggarakan konser tari sendiri yang digabung dengan musik modern dari band musiknya Riri.Riri, selalu menyukai hal yang berhubungan dengan band musik. Dan d
Dia bukan seorang yang tinggi hati, tapi karena wibawa dan kebaikannya, dia menjadi pihak yang paling tersakiti. Sepertinya itu yang bisa Violet simpulkan dari peristiwa antara Tomy, Elisa, pak Sam dan bu Anita. Dia siapa? Dia pak Sam. Karena beliau yang kurang aktif."Vio, masalah kemarin...jangan kamu ceritakan kemana-mana yaa. Malu ah aku...bisa-bisanya punya mantan kayak gitu.""Oh, jadi kalian udah putus beneran nih? Gak sepihak lagi?"Elisa mengangguk lemah, Violet tersenyum dan memegang tangan Elisa."Yah, namanya juga mantan. Mana ada yang gak malu-maluin. Lagian, aku juga gak terlalu peduli sama urusan intern kayak gitu. Cukup tahu aja lah...""Kamu benar, Vio...jangan sampai cerita ini makin melebar. Pada akhirnya, merugikan siapapun. Omong-omong Vio...kamu kenal Tomy dimana?""Aku pernah ikut acara seminar papaku di Bogor, Tomy yang jemput. Kupikir Tomy ikut bawakan acara juga, ternyata Tomy han
"Jadi, Tomy udah ketangkap?" tanya Elisa penasaran, Violet mengangguk pelan."Hampir saja aku dicelakainya, tapi syukurlah Polisi cepat menangkap Tomy. Kadang, aku kasihan sama dia. sekilas tampak sempurna. Penampilan, kemahiran, pekerjaan dan apa yang dia punya. Makanya aku gak nyangka dia bisa berbuat sekejam itu,"Kata Violet sambil memperhatikan air di dalam gelas."Aku juga gak nyangka dia bisa seperti itu. Untung saja cepat diketahui sifatnya. Kalau tidak...aduh...akan lebih membahayakan lagi..."Elisa mengaduk-aduk es cendolnya. Kadang dia tersenyum, kadang dia cemberut. Perubahan wajahnya membuat Violet takut sendiri.Suasana sore di kafe dekat rumah sakit, tak seberapa ramai dibandingkan dengan kafe yang ada di kampus. Jadi cukup bisa membuat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing."Sebentar lagi tante Anita akan datang menjenguk. Hari ini anaknya pak Sam yang akan jaga. Yah...paling besok juga udah
Pagi yang terang, bekas sisa hujan masih terasa. Mereka berdiri di depan makam pak Sam. begitu juga dengan bu Nina yang terlihat begitu sedih. Setengah kesadarannya mulai kembali, dia mulai paham siapa dirinya dan pak Sam, serta apa peran bu Anita dan kenapa Edo begitu ingin mengakrabkan diri kepadanya."Sam adalah suamiku, Anita adalah adik Sam dan Edo adalah anakku satu-satunya. Kami bahagia. Yaa kami sangat bahagia. Tapi, sekarang Sam sudah dikubur. Apa kami bahagia?"Perkataan bu Nina yang diucapkan pelan, membuat bu Anita, Edo, Elisa dan Violet menatap iba.Edo mengusap punggung bu Nina pelan, "ya, kita bahagia ma...sangat bahagia. Papa sudah tenang disana, dan mama jangan bersedih lagi karena Edo tidak punya adik. Edo akan selalu bersama mama. Ya?"Bu Nina mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu berjongkok di tepi makam, dan mengelus batu nisan pak Sam."Papa..." katanya lirih, mereka berpandangan takjub. Papa, adalah pan