Violet berjalan menyusuri gang sempit menuju terminal depan kampusnya. Dua hari ke depan, dia akan melaksanakan sidang. Jadi, dia ingin kongkow dulu bersama Gengs Cewek Cuantiq. Begitu mereka menamai gengnya. Geng yang terdiri dari Elisa, Evy , Riri dan Violet.
Contoh anak muda ceria, bersemangat, aktif, kreatif. Gimana tidak kreatif? Saat angkatan mereka sedang terfokus dengan skripsi, geng ini bisa membagi perhatiannya pada dua hal sekaligus. Skripsi dan kerja sambilan.
Elisa, mempunyai job samping sebagai mc pada acara-acara yang diadakan oleh kampus mereka maupun di luar kampus. Baik itu seminar, bedah buku ataupun acara live music.Evy, sangat menyukai tari dan selalu berpartisipasi bila kampus mengadakan acara. Sering ikut pagelaran tari di berbagai kampus, terkadang dia menyelenggarakan konser tari sendiri yang digabung dengan musik modern dari band musiknya Riri.Riri, selalu menyukai hal yang berhubungan dengan band musik. Dan dia tergabung dalam band musik kampus, jadi selain ikut berkontribusi pada acara yang diadakan di kampus. Mereka juga sering terlibat pada acara di kafe dan lain-lain.Terakhir, Violet. Violet ini adalah penulis muda yang berbakat dikampusnya. Tulisannya sering masuk bulletin kampus, majalah remaja dan cerpen. Violet adalah penggerak Pemuda Menulis, persatuan pemuda-pemuda kampus yang hobby menulis. Tapi kini, mereka juga mempunyai adik didik yang masih SMP dan SMA.Violet berdiri di depan ruang dekan yang minimalis. Map plastik berisi berkas penelitian didekapnya kuat."Permisi..." Violet mendorong pintu ruangan. Dua pasang mata melihat dia kaget. Siapa lagi kalau bukan pak Sam dan si dosen cantik, bu Anita."Eh, maaf pak. Saya udah janjian dengan pak Juan. Hmm kalau gitu, saya tunggu diluar aja. Permisi pak, bu..."Saat Violet akan berbalik, dia mendengarkan bisik-bisik Anita."Kamu, tidak akan bisa lepas dari saya..." Violet tergugu di depan pintu. Dia menunduk saat bu Anita melewatinya."Violet, silakan masuk. Saya mau bicara..." suara pak Sam terdengar dari dalam, Violet pun masuk dengan canggung."Iya, pak?" tanyanya tanpa berani menatap mata pak Sam. pak Sam menatap Violet yang berdiri menatap lantai."Dengar Violet. Saya tidak tahu, apa ketidaksengajaan kamu benar-benar suatu kebetulan. Tapi, saya harap...apa yang kamu lihat dan dengar, jangan pernah kamu anggap. Cukup kamu ketahui. Karena saya tidak ingin membuat siapapun menjadi canggung saat bertemu saya. Paham?""I...iya pak. Paham...""Baiklah, karena si jomblo belum datang. Apa kamu mau konsultasi ke saya?""Apa jomblo yang dia maksud itu, pak Juan? Widih...boleh dicoba nih" gumam Violet dalam hati."Oh, iya pak. Dengan senang hati..."mereka pun mulai membahas sedikit demi sedikit isi dari skripsi Violet. Setelah dirasa cukup, Violet pun pergi meninggalkan ruangan misterius tersebut.
Dia melihat ponselnya. Isi chatt group cuantiqnya penuh dengan rencana short meeting mereka. Kali ini, mereka akan bertemu di kafe dekat perpustakaan Nasional di Salemba. Tempat enak untuk nongkrong membicarakan sesuatu.Disana sudah duduk manis Elisa, Evy dan Riri. Mengobrol sambil sesekali bercanda dan menikmati minuman yang mereka pesan."Hei, jomblo. Sini, cepat! Ada kabar bagus!" Elisa berteriak memanggil Violet. Evy menarik bangkunya agar lebih dekat dengan mereka."Ada apa?" - Violet -"Ada job bagus nih. Adik kelas kita mau adakan pagelaran musik yang diselingi oleh drama. Dengan tema "Musikku Inspirasiku". Nah...bisa gak, kamu buat naskah singkatnya?"- Riri -
"Durasi berapa lama?" - Violet -"Dua jam" - Elisa -"Isinya begini. Prolog, cerita, musik, tari sebelum penutupan kita akhiri dengan puisi. Gimana?" - Evy -"Untuk Mc atau prolog, aku yaa..."jawab Elisa bangga. Mereka saling pandang dan tersenyum geli.
"Dimana dan kapan?" - Violet -"Minggu, di ball room senayan."- Elisa -
Ck...ck...ck...hebat. Pasti pagelaran besar nih, sayang kalau gak diambil. Rumayan untuk uang saku."Ok, nanti aku coba buat naskah kasarnya dulu yaa. Baru kita bicarakan detailnya. Yang penting, duitnya ok."Violet mengedipkan sebelah matanya ke arah teman-temannya.
"Eittss gampang itu, sih. Udah aku tekankan dari awal." mereka melakukan tos setelah mendengar kata-kata Elisa. Makanan siap saji pun terhidang di hadapan mereka."Kali ini, biar aku yang traktir. Aku baru dapat hasil ngemsi di acara Meeting Pemegang Sahamnya tante Anita."Mereka melongo mendengar kata-kata Elisa. Sempat-sempatnya curi star, saat mereka sedang sibuk menyiapkan sidang paripurna demi toga."Sebenarnya tante kebanggaan kamu itu, pekerjaannya apa?" tanya Violet penasaran."Widiih banyak. Dia dosen, suka ikut seminar, dan terlibat dalam perusahaan besar. Antam. Keren, kan?""Udah nikah?""Belum. Masih single. Padahal usianya sudah 35 tahun lho..."Violet mengangguk-anggukkan kepala, masih penasaran maka dia bertanya lagi."Udah punya pacar?""Udah dong...cuma mereka belum mikirkan ke arah pernikahan. Begitu kata tanteku. Nih, photo mereka,"Elisa memperlihatkan photo tante Anita dan pacarnya yang ganteng dan yang jelas bukan pak Sam. Pacarnya terlihat seusia. Pak Sam? Lebih pantas menjadi bapaknya.
"Hmm udah siang nih, pulang yuk?" Evy menyudahi makannya, dan hendak beranjak pergi." Eits...belum, dong. Kan kita mau ke Perpusnas. Cari referensi skripsi"- Riri -
"Ok, deh. Yuuk cau. Udah kubayar ya!" Elisa menggamit tangan Violet yang duduk di sebelahnya. Mereka pun berjalan santai menuju Perpusnas.Suasana yang lengang. Banyak mahasiswa yang lalu-lalang sepanjang sudut perpus, membuat siapapun yang datang akan senang dan tenang.Mereka mengambil bangku dekat jendela, berdiskusi untuk bahan tanya-jawab saat sidang nanti. Violet berjalan menyisiri lorong buku, matanya tiba-tiba bertatapan dengan Tomy. Cowok ganteng, mantan pacarnya Elisa."Tomy?""Violet?"Tomy mencium kedua pipi Violet yang berdiri terpaku dengan perlakuan semena-mena tersebut. Dan kini, perlakuan itu membuat sepasang mata meradang penuh emosi."Eh, Elisa. Maaf, ini...""Vio, kamu tahu gak dia siapa? Dia memutuskan aku secara sepihak, dan kini...dia sudah berani cipika-cipiki sama cewek lain. Teman aku! Gila, kamu Tom!"Elisa mendorong kasar tubuh Tomy, lalu dia pergi ke luar perpus diikuti Violet dan Tomy.
"Elisa. Berhenti!"Elisa menghentikan kakinya, dan melihat sinis ke arah Tomy. Sedangkan Violet hanya berlindung di belakang Tomy.
"Mau apa kamu, Tom? Belum cukup puas kamu sakiti aku? Setelah kamu buat gosip murahan, lalu kamu dekati teman aku? Hanya agar kita putus?!""Eh, kamu dengar yaa hubungan tante Anita dengan pak Sam. Itu bukan gosip murahan! Tante Anita, adalah isteri kedua pak Sam!"Elisa terpana mendengar kata-kata Tomy, dia mundur perlahan."Kamu salah Tomy. tante Elisa sengaja mendekati pak Sam, agar kamu tidak terlalu mengekang aku lagi. Agar kamu cemburu. Dan, tante Anita adalah...adik dari isterinya pak Sam yang sedang berusaha menyatukan pak Sam dan istrinya,"Violet ternganga mendengar percakapan mereka. Dia benar-benar tidak mengerti ada apa. Tapi tak tahu kenapa, dia merasa kasihan dengan pak Sam. Dosen killer yang baik hati, pujaan para mahasiswi di kampusnya.Dia bukan seorang yang tinggi hati, tapi karena wibawa dan kebaikannya, dia menjadi pihak yang paling tersakiti. Sepertinya itu yang bisa Violet simpulkan dari peristiwa antara Tomy, Elisa, pak Sam dan bu Anita. Dia siapa? Dia pak Sam. Karena beliau yang kurang aktif."Vio, masalah kemarin...jangan kamu ceritakan kemana-mana yaa. Malu ah aku...bisa-bisanya punya mantan kayak gitu.""Oh, jadi kalian udah putus beneran nih? Gak sepihak lagi?"Elisa mengangguk lemah, Violet tersenyum dan memegang tangan Elisa."Yah, namanya juga mantan. Mana ada yang gak malu-maluin. Lagian, aku juga gak terlalu peduli sama urusan intern kayak gitu. Cukup tahu aja lah...""Kamu benar, Vio...jangan sampai cerita ini makin melebar. Pada akhirnya, merugikan siapapun. Omong-omong Vio...kamu kenal Tomy dimana?""Aku pernah ikut acara seminar papaku di Bogor, Tomy yang jemput. Kupikir Tomy ikut bawakan acara juga, ternyata Tomy han
"Jadi, Tomy udah ketangkap?" tanya Elisa penasaran, Violet mengangguk pelan."Hampir saja aku dicelakainya, tapi syukurlah Polisi cepat menangkap Tomy. Kadang, aku kasihan sama dia. sekilas tampak sempurna. Penampilan, kemahiran, pekerjaan dan apa yang dia punya. Makanya aku gak nyangka dia bisa berbuat sekejam itu,"Kata Violet sambil memperhatikan air di dalam gelas."Aku juga gak nyangka dia bisa seperti itu. Untung saja cepat diketahui sifatnya. Kalau tidak...aduh...akan lebih membahayakan lagi..."Elisa mengaduk-aduk es cendolnya. Kadang dia tersenyum, kadang dia cemberut. Perubahan wajahnya membuat Violet takut sendiri.Suasana sore di kafe dekat rumah sakit, tak seberapa ramai dibandingkan dengan kafe yang ada di kampus. Jadi cukup bisa membuat mereka sibuk dengan pikiran masing-masing."Sebentar lagi tante Anita akan datang menjenguk. Hari ini anaknya pak Sam yang akan jaga. Yah...paling besok juga udah
Pagi yang terang, bekas sisa hujan masih terasa. Mereka berdiri di depan makam pak Sam. begitu juga dengan bu Nina yang terlihat begitu sedih. Setengah kesadarannya mulai kembali, dia mulai paham siapa dirinya dan pak Sam, serta apa peran bu Anita dan kenapa Edo begitu ingin mengakrabkan diri kepadanya."Sam adalah suamiku, Anita adalah adik Sam dan Edo adalah anakku satu-satunya. Kami bahagia. Yaa kami sangat bahagia. Tapi, sekarang Sam sudah dikubur. Apa kami bahagia?"Perkataan bu Nina yang diucapkan pelan, membuat bu Anita, Edo, Elisa dan Violet menatap iba.Edo mengusap punggung bu Nina pelan, "ya, kita bahagia ma...sangat bahagia. Papa sudah tenang disana, dan mama jangan bersedih lagi karena Edo tidak punya adik. Edo akan selalu bersama mama. Ya?"Bu Nina mengangguk-anggukkan kepalanya. Lalu berjongkok di tepi makam, dan mengelus batu nisan pak Sam."Papa..." katanya lirih, mereka berpandangan takjub. Papa, adalah pan
Hari yang dinantikan tiba. Ibu, ayah, Viana dan Frans sudah bersiap-siap dari pagi. Mereka memakai baju batik yang diseragamkan.Violet duduk dibarisan depan untuk barisan mahasiswa unggul di fakultasnya, dengan undangan khusus.Pasti dandan cantik, dong? Oh tidak...Violet adalah wanita yang hanya mengandalkan bedak dan lipstik tipis.Ketika namanya disebut untuk menerima penghargaan Mahasiswa Terbaik Fakultas Bahasa Asing dan diminta memberikan kata sambutan serta motivasi, perlahan dia menaiki pentas dengan gemetar, berkali-kali menghembuskan napas.Dia tersenyum kepada para dosen, menundukkan sedikit kepala agar mereka bisa memindahkan tali toga dan mengalungkan bunga serta memberikan piagam serta sertifikat dengan uang tunai yang wooow banget.Violet bersiap naik ke Podium. Tarik napas pelan-pelan dari hidung...keluarkan lewat mulut. Ayo, kamu bisa! Tepuk tangan riuh menggema memenuhi Auditorium. Tapi yang namanya grogi tetaplah grogi. Dia mena
Mereka berdiri di depan Rumah Jalanan yang sederhana dan luas, dengan tanah hibah dari pak Sam, almarhum."Pak Sam? Jadi...ini, kerjaan papa aku?" tanya Violet pada diri sendiri."Maksud looh..." Elisa menjitak kepala Violet,"Ini kerjaan papa? Aku gak nyangka papa mau berbuat begini..." sambung Violet tak percaya.Edo tersenyum melihat mereka yang saling menyikut karena Violet salah omong."Aku juga baru tau dari 3 in 1. Ihsan. Ah lupa siapa lagi..."Edo menaruh kedua tangannya di saku celananya. Dia sangat bangga pada papanya. Tak banyak omong tapi mengerti dan peduli dengan keadaan. Kelihatannya saja angkuh dan cuek tapi ternyata sangat perhatian.Edo menundukkan kepalanya mengenang sang ayah tercinta. Memang, ketika orang pergi meninggalkan kita. Semua baru terasa sangat berarti."Ayo, kita masuk." Violet tersenyum menarik ujung baju Edo. Mereka mengikuti langkah Riri, Evy dan Elisa. Yang sudah pasti heboh."Naah ini
Edo berdiri tegak ke arah taman di belakang Rumah Jalanan. Matanya menatap lurus ke depan, dengan mengantungkan kedua tangannya di saku celana. Hari sudah malam, tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak pulang.Dosen Juan sudah pulang, dan mungkin besok dia akan kembali untuk mengarahkan anak-anak mengerjakan karya mereka. Anak-anak pun sudah tidur, beberapa karya mereka tersimpan rapi di rak dan kotak besar, baju pemain hasil jahitan sendiri untuk tampil di acara sudah digantung dan masih perlu dirapikan.Violet menatap bangga barang-barang kerajinan tangan mereka. Tapi, ada apa dengan Edo? seperti memikirkan sesuatu."Ada apa, do?" tanya Volet menatap Edo."Keterlaluan Elisa. masih saja dia temui Tomy, yang sudah menghasut mama dan melenyapkan nyawa papaku!""Maksudnya?" Violet mengerutkan alisnya bingung."Ya...dana ini semua. Kan gila...! Bisa saja aku ganti cuma-cuma, tapi apa dia akan melakukan hal yang sama lagi? Cih
"Satu jam lagi, gaeees. Siap-siap, yaaa" Elisa berteriak keliling ruangan sambil memantau persiapan anak didiknya.Dia melihat pak Juan yang berbicara dengan beberapa anak, memberikan arahan. Duduk diatas meja dengan kaki lurus dan dilipat, tangan kanan memegang buku, sedangkan tangan kiri masuk ke dalam kantung celana."Ganteng abis tu, cowok. Pantes jadi idola para mahasiswi," gumam Elisa dalam hati.Dia baru ingat, dulu waktu ada acara di kampus. Dosen Juan, adalah dosen muda yang bekerja di belakang layar. Membujuk para dekan untuk menyetujui kegiatan mahasiswa yang diadakan.Akhirnya, mereka pun luluh dan dosen Juan yang mengawasi. Tapi karena di belakang layar, ya...jadi tak banyak yang tahu peran dosen Juan demi kesuksesan suatu acara di kampus. Kok, dosen ikut campur?Itulah dosen Juan. Jiwa aktivisnya tetap ada walaupun sudah lewat masa kuliah. Bahkan, info punya info...beliau masih aktif sebagai alumni salah satu organisasi besar mahasiswa di negeri in
Violet merapikan berkas lamaran kerjanya. Jurusan Bahasa, mentoknya ya, ngajar. Dan Violet, gak suka banget mengajar. Karena melelahkan! Huff...membayangkan banyak mata anak muda yang menatapnya saja membuatnya malas, apalagi mencoba menyelami pikiran mereka. Belum lagi mengurus penilaian, kadang baper karena kasihan dan faktor lain tapi bisa jadi bomerang. Kan, hanya siswa yang tahu apakah dia benar-benar akan berubah atau hanya ingin cari aman dengan status pelajar yang belum lulus sekolah.Baginya, mengajar itu berbeda dengan berkreasi bersama anak muda. Kenapa? Lebih bebas, tidak terikat waktu dan santai. Mereka bisa menciptakan hasil karya dalam bentuk apapun tapi dapat menghasilkan uang. Penulis novel, pelukis dan penyanyi contohnya atau pembuat handy craft.Ternyata, melamar pekerjaan memang melelahkan. Habis sudah kuota untuk mengirim surat lamaran, belum lagi interview yang tak ada hasil. Ongkos habis, biaya makan pun terkuras. Violet, bukan orang yang cukup hanya den