Share

02. Berita buruk

Penulis: silent-arl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 15:33:43

Kamar menjadi satu-satunya tempat Alia bersembunyi. Dunia luar terlalu menekannya, seolah hanya dia pendosa yang ada di dunia ini.

Sang ibu sedang mengamuk di luar kamarnya. Terdengar beberapa barang yang jatuh ke lantai dengan keras.

Alia hanya bisa menangis di balik pintu sembari menutupi mulutnya. Jangan sampai ada suara yang keluar dari mulutnya. Ini hukuman yang pantas ia dapat. Dan, Alia sadar akan hal itu.

Setelah hampir dua jam, Alia tidak lagi mendengar suara ribut dari luar. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu.

Mungkin dia harus segera keluar dari rumah kalau tidak mau membuat masalah semakin panjang. Baru saja Alia hendak ke dapur ibu keluar dari kamar membawa gelas di tangannya.

“Masih di sini kamu?” tanya ibu, nadanya sangat ketus sampai melukai Alia.

Alia menoleh takut “Bu, Alia mau ambil..” belum juga dia selesai bicara, ibu sudah melemparkan gelas itu tepat di depan Alia. Gelas itu terpecah, hingga pecahannya mengenai kakinya hingga berdarah.

Raut wajah Alia meringis karena sakit, tapi dia tidak mengeluh.

“Keluar kamu!!” teriak ibu mendorong tubuh Alia “Kamu bawa aib Alia. Dasar nggak tahu malu.”

Aila mencoba menenangkan ibunya, tangannya mengapai lemari yang hampir hancur karena amukan ibunya. Gadis itu mentap sang ibu, meminta ampun atas apa yang sudah ia lakukan.

“Bu, maaf. Alia salah, maaf bu.” Alia menggosok tangannya sampai memerah.

Ibunya terdiam ketika melihat anaknya yang berlutut di hadapannya. Air mata yang mendera tak bisa ia tahan membuat seluruh tubuhnya seperti bergemuruh. Alia tidak tahu harus berbuat apa.

Dia bahkan tidak berhadap untuk di terima lagi oleh ibunya.

“Bu, Alia salah, tapi tolong maafin Alia, Bu. Alia nggak akan repotin ibu soal anak ini. Maafin Alia, bu.”

Dia tidak marah dengan sang ibu. Alia hanya kebingungan.

Wajah ibu berubah kecut, dia mendengus “Terserah saja kamu saja. Mau kamu lahirkan atau kamu aborsi, ibu nggak peduli.”

Ibu melewati Alia begitu saja dengan tak acuh.

*** 

Benar saja. Itu adalah percakapan terkahir Alia dan ibunya. Bahkan, sang ibu lebih suka menginap di rumah kerabat mereka.

Sudah sebulan ibu dan anak itu saling diam. Bahkan ketika perut Alia mulai memiliki gundukan kecil di bagian bawahnya.

Pagi ini dia sedang berkuliah, tinggal satu semester lagi dan tentu saja Alia harus kuat dengan cemoohan temannya.

Hanya satu orang yang sudah tahu tentang kondisinya. Mira, sahabat satu-satunya yang Alia miliki.

Dan Mira berharap Alia tidak menyerah soal anak yang sedang ia kandung. Kalau soal Dimas, Alia masih belum mendapat pencerahan tentang bagaimana cara menghubunginya.

Alia sudah menghubungi lewat media sosial Dimas, tampaknya cowok itu sudah lama tidak update di sana.

Kelas Alia masih sepi, hanya ada dia dan dua orang yang tidak Alia kenal. Gadis itu menunggu Mira sebab ada yang ingin mereka bicarakan.

Mira yang baru masuk langsung menghambur ke pelukan Alia. Gadis berambut pendek itu menatap temannya dengan sedih.

“Ibu masih diemin kamu, Al?” tanya Mira.

Alia mengangguk, tersenyum untuk menghibur diri sendiri. Hampir setiap hari dia berusaha mendekati ibunya. Tapi apa pun usahanya selalu gagal.

“Kalau Dimas gimana?”

Alia menggerucutkan bibir, menggeleng pasrah “Aku mau bilang sama ibunya, Mir. Aku lewat depan rumahnya berapa kali selalu sepi.” Jelas Alia singkat.

Baru saja Alia mencoba bicara lagi, Mira langsung mengangkat jari telunjuknya “Jangan-jangan mereka semua pindah, Al. Kabur gitu.”

Alia menggerutkan kening “Kenapa harus kabur? Aku belum kasih tahu mereka soal anak ini, Mir.”

“Aneh ya, tapi aku seneng kamu nggak sesedih dulu.”

Bukannya tidak sedih, Alia hanya sangat lihai menutupinya.

Alia menunduk menatap jari tangannya yang lentik “Aku nggak yakin bisa jadi ibu yang baik. Aku bahkan gagal jaga harga diriku. Kalau nanti anak ini cari bapaknya gimana?” keraguan benar-benar terdengar dari Alia.

Mira meremas pundak Alia.

Biasanya Alia terlihat ceria, namun sudah lama dia tidak menunjukan sisi itu lagi. Alia lebih suka menyendiri dan kerap menanggis.

Tidak ada alasan Alia untuk tersenyum lagi.

*** 

Alia baru pulang dari kampus, dia melepaskan sepatu lusuh yang ia pakai dari 3 tahun lalu. Dia tidak melihat sendal ibunya, bisa dipastikan kalau ibu tidak ada di rumah.

Ponsel Alia berdering, membuat gadis itu tersentak kaget. Awalnya Alia tidak peduli, tapi setelah melihat itu adalah nomor internasional Alia menjadi penasaran dan coba mengangkatnya.

“Halo?” tanya Alia hati-hati.

Suara Dimas berdehem “Hai, Al.”

“Dimas?”

Dimas mengangguk di balik ponselnya “Aku nggak bisa bicara lama, Al. Yang jelas, hubungan kita udah nggak bisa di terusin. Aku mau menikah.”

Bahkan Alia tidak bisa mencerna ucapan Dimas. Dia di campakan dan mendapat kabar pernikahan dari ayah sang jabang bayi.

“Dim, kamu mau apa?”

“Nikah, namanya Emily, dia hamil Al, aku harus tanggung jawab.” Celetuk Dimas, dia mengusap wajahnya kasar “Jadi mungkin aku akan tinggal di Jerman.”

“Dimas, aku juga...” panggilan itu tiba-tiba terputus. Bahkan saat Alia mencoba menghubunginya lagi, nomor itu sudah tidka aktif lagi.

Lagi dan lagi, Alia kembali menangis. Bahkan kali ini lebih heboh dari sebelumnya. Dia sampai sesenggukan. Haruskan dia mengalami semua ini. Pacar pertamanya, cinta pertamanya, sekaligus ayah dari anaknya malah memberikan kabar kalau dia menikah dan akan memiliki anak dari orang lain.

Hati wanita mana yang tidak sedih dan tercabik.

Bab terkait

  • Jangan Pilih Aku   03. Kehidupan baru

    Lebih mudah mencari kambing hitam dibanding mencari solusi. Itu yang ingin Alia lakukan tapi dia tidak memiliki kuasa atas apa yang sedang terjadi.Kebodohan adalah masalahnya, Alia mengutuk kebodohannya sendiri karena sudah terbuai dengan janji manis Dimas waktu itu. Kalau bisa mengulang waktu, Alia akan berharap agar tidak mengenal Dimas.Saat perutnya terasa begah karena sudah amat besar. Alia menngelus perutnya pelan saat calon anaknya memberikan tendangan munggil “Bukan nak, ibu nggak salahin kamu.” Ucapnya pada diri sendiri, Alia sudah berdamai dengan kehamilannya.Dia bahkan hanya tinggal menghitung hari sampai waktunya melahirkan.Membayangkan itu membuat Alia tiba-tiba merasa mual sekaligus bersemangat.Tidak ada yang berubah, kecuali sang ibu yang menghilang setelah kandungan Alia tepat berusia 5 bulan.Tanpa pamit, ibu juga ikut menghilang bak pergi ke dimensi lain yang berbeda dengan Alia.Alia tidak mencoba mencarinya, dia lelah mencari. Kini dia hanya bisa menunggu, menu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Jangan Pilih Aku   04. Bertemu lagi

    Ke pindahan yang membawa arah baru bagi Alia dan Ivan sedang di lakukan. Meski mereka harus berpisah dengan Mira, namun mereka berhasil pindah ke kota.Ibu kembali ke rumah setelah Alia pindah, dengan tegas ibu meminta untuk tidak lagi kembali apa pun yang terjadi.Meski mustahil, Alia tetap mencoba menurutinya. Sebab, sampai saat ini, Ivan masih dianggap sebagai orang lain yang menyebalkan.Dari pada sama-sama emosi, Alia tidak akan memaksa sang ibu menerima anaknya. Yang tidak langsung adalah cucunya sendiri.Bisa jadi Ivan adalah cucu satu-satunya untuk keluarga ini.“Ivan, nanti Ivan tidur sama ibu ya.” Ucap Alia yang baru saja selesai membongkar koper terakirnya.Ivan mengangguk sambil celingukan “Bu, kita udah nggak sama tante Mira?”Alia menggeleng, mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan Ivan yang berdiri di sebelah meja makan “Ivan nggak apa-apa kan tinggal berdua sama ibu?”Anak kecil itu diam sejenak, menatap ibunya dan seisi rumah yang kosong. Hanya ada satu kamar, kama

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Jangan Pilih Aku   05. Ketahuan

    Rapat akhirnya selesai, Alia pamit ke kamar kecil untuk merenungkan semua yang sedang terjadi. Kakinya lemas sampai terduduk di toilet dengan mata tertutup.“Kenapa aku harus ketemu Dimas? Aku pengen hidup tenang.” Batin Alia nelangsa.Alia keluar setelah 10 menit menenangkan diri. Belum sempat kembali ke ruangannya, Alia sudah di panggil oleh direktur pemasaran yaitu Dimas.Kepala Alia pening, sebenarnya apa lagi yang Dimas inginkan.Gadis itu menggetuk ruangan Dimas.“Masuk.” Teriak Dimas dari dalam ruangan.Aila menunduk seakan tidak ingin bicara dengan Dimas.Dimas menggerutkan keningnya sembari menatap Alia tajam “Apa kabar, Al?”“Baik, pak.”“Aku Dimas, bukan direktur pemasaran.”Kini Alia yang mendengus kesal, matanya berubah dari takut menjadi berapi-api “Maaf pak Dimas, saya tidak paham. Setahu saya, Pak Dimas dan saya tidak saling kenal.” Desis Alia sebal.Bibir Dimas berkedut, dia tidak tahu kenapa Alia bisa sekesal itu “Setelah aku pindah, ibuku bilang kalau kamu datang ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Jangan Pilih Aku   06. Sekertaris mendadak

    Kalua ada yang bisa di salahkan, Alia tentu tetap akan menyalahkan dirinya sendiri karena telah memberi Dimas kesempatan berbuat salah dengannya.Bahkan ketika melihat Ivan yang tertidur pulas di sebelahnya dengan bibir yang sedikit terbuka. Anak itu seolah tidak memiliki beban. Ada sebersit perasaan lega di dalam hati Alia karena Ivan bisa tumbuh dengan baik.Alia tidak pernah menyangka hari di mana kebenaran akan terungkap terjadi secepat ini.Tanpa sadar Alia meneteskan sebutir air mata, apakah dia bisa bertahan dengan keadaan ini?Entahlah, yang jelas dia akan terus menjalaninya.Mustahil dia bisa keluar dari pekerjaan yang sekarang ini padahal baru sehari ia menjadi pegawai. Meski dia masih memiliki penghasilan dari luar, tetap saja, mempunyai pendapatan tetap akan lebih membuat dirinya tenang.*** Pagi itu, di kediaman Dimas yang terasa ramai karena teriakan anak-anaknya yang berhasil membangunkan pria yang baru tidur beberapa jam saja. Semalaman, Dimas tidak bisa memejamkan m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Jangan Pilih Aku   07. Saka

    Malam ini Alia memutuskan untuk mengajak Ivan makan malam di luar. Kasihan anaknya tidak pernah bermain bersamanya lagi setelah Alia sibuk kerja.Meski Ivan tidak pernah mengeluh, tapi Alia sadar diri kalau peran ibu tunggal bukan hanya mencari nafkah. Banyak tugas yang harus ia jalani, salah satunya memberikan waktu di sela kesibukannya.Ivan melompat kegirangan saat Alia menjanjikan akan mengajak jalan-jalan setelah makan malam.“Ivan mau makan apa?” tanya Alia ketika mereka sampai di restoran Jepang.Ivan suka masakan Jepang, seperti ramen dan karage. Padahal masakan Jepang tidak terlalu masuk di lidah Alia.Ivan melirik ibunya malu-malu “Ivan mau es krim, bu.”Kepala Alia miring agar bisa menatap mata Ivan “Gimana kalau Ivan makan dulu, habis itu kita beli es krim di luar.” Dia harus bernegosiasi agar anaknya tidak kebanyakan gula.Ivan anak yang paham dan mudah diatur, dia mengangguk dan tersenyum pada Alia.*** Keributan di toko es krim membuat Alia berhimpit-himpitan dengan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Jangan Pilih Aku   08. Makan malam bersama

    Rupanya, pekerjaan sebagai sekertaris Dimas tidak begitu mulus. Alia melihat beberapa orang yang mencoba mendekati Dimas hanya karena jabatan pria itu. Setiap obrolan, tersisip maksud tersembunyi yang Alia pahami.Di mata Alia, Dimas sangat cakap dalam menjalankan pekerjaannya. Dia tegas tapi juga fleksibel dalam berkomunikasi. Dia mengakui kehebatan pria itu, wajar saja karir Dimas terhitung cepat naik jabatan.Alia masuk ke ruangan Dimas setelah mengetuk pintu. Pakaian kantornya selalu biasa saja, dengan celana panjang, kemeja dan blazer.“Selamat siang pak, Pak Albert mau datang 30 menit lagi.” Ujar Alia saat memberikan daftar pekerjaan Dimas siang ini.Dimas mengangguk, matanya masih fokus ke laptopnya. Hari ini banyak kerjaan yang harus segera ia selesaikan“Kamu makan siang di sini sama aku aja. Nggak ada waktu kalau makan di luar.” Ungkap Dimas, nadanya selalu lembut ketika bicara dengan Alia.Ingin sekali Alia mencubit Dimas, dia gemas dengan pria yang sok-sokan mengaturnya it

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Jangan Pilih Aku   09. Ternyata kamu..

    Ponsel Alia tidak berhentikan bergetar, dia tidak menggubris. Seharusnya dia mematikan ponselnya daripada malah terjadi hal seperti ini. Lagian, siapa yang menghubungi malam-malam begini. “Bu, dari tadi HP ibu getar.” Ivan bicara karena dia merasakan juga getarannya.Alia gelagapan, dia tidak ingin Saka menjadi tidak nyaman.“Itu pasti urusan kerjaan.”Saka menaruh sendoknya, kini ia ingin fokus bicara dengan Alia “Kamu kerja di mana Alia?”“Di perusahaan penerbitan. Aku baru saja pindah dari editor ke sekertaris. Jadi masih masa peralihan, maaf ya.” Mendengar Alia mencoba menjelaskan bahkan tanpa diminta, Saka merasa senang. Walau ada yang menganggu di hatinya.Sebenarnya, siapakah ayah dari Ivan.Tapi sepertinya tidak sopan kalau menanyakan itu secara terang-terangan.“Alia, apa kamu hanya tinggal berdua dengan Ivan?”Alia mengangguk, dia sama sekali tidak malu dengan statusnya yang sebagai ibu tunggal.Saka menyelidik, dia berdehem mengamati Alia yang mengusap bibir Ivan “Lalu, k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Jangan Pilih Aku   10. Masa laluku

    Dimas menghampiri Alia ketika gadis itu baru saja keluar dari taksi onlinenya. Alia berlari menuju pintu, ingin sekali dia menghindari Dimas.“Alia.” Panggil Dimas, dia menghadang Alia dengan cepat.Gadis itu menghela napas, muak melihat Dimas yang tidak menyerah untuk mendekatinya.“Kamu ngapain ke sini, Dimas. Aku benar-benar sudah muak denganmu. Kamu tahu, kamu itu pria yang tidak tahu malu. Setelah kamu membuangku, sekarang kamu merasa bersalah. Jangan mimpi, Dimas.” kecam Alia yang mulai kehabisan kesabaran.Semua yang di lakukan Dimas adalah untuk mendapatkan pengakuan dari Alia. Karena selama ini dia selalu hidup di bawah perintah dari keluarga Emily. Dia marasa sangat superior saat bersama Alia.Sedangkan Alia, malah semakin terganggu dengan Dimas. Ia hanya berharap Dimas sadar posisi dan berhenti mengejarnya.Tidak mau terlalu lama menanggapi Dimas, Alia mendorong tubuh pria itu.“Tolong pergi dari sini, Dim.”Dimas baru pergi setelah Emily meneleponnya.*** Alia kembali ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Jangan Pilih Aku   12. Jangan pilih aku

    Saka kembali ke kamar Ivan dengan wajah tenang yang berbanding terbalik dengan Alia yang cemas.Jelas Alia cemas, di mata Alia, Dimas adalah pria yang serakah dan tak ingin melepaskannya meski sudah berbahagia dengan istri dan anaknya.Lebih dari hal itu, Alia tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan Saka.“Kamu nggak apa-apa, mas?” Alia mendekati Saka, menatap dari atas sampai bawah. Memastikan tidak ada lecet sedikit pun.Saka diam, mematung dengan mata yang tertuju pada bibir Alia yang sedari tadi mengap-mengap karena tak tahu harus berkata apa.Diamnya Saka membuat Alia semakin panik, dia meraih tangan Saka yang sedari tadi tersimpan di saku celananya “Mas?” tuntut Alia.“Dia sudah pergi, sepertinya dia cukup keras kepala.” Decak Saka, kini gantian dia yang meremas jemari Alia. Ingin sekali dia menerjang batasan untuk mencium gadis itu.Untung saja masih ada sisa kewarasan di otak Saka yang mencegah imajinasinya menjadi nyata. Ada Ivan yang menyaksikan keduanya bicara meski t

  • Jangan Pilih Aku   11. Saka VS Dimas

    Tidak diberi ijin untuk cuti, karena baru beberapa minggu bergabung dengan perusahaan. Alia terpaksa meminta Saka untuk menjaga Ivan. Dia sudah menelepon Mira, dan menghubungi sekolah Ivan.Saka juga sedang libur, jadi dia tidak terlalu repot hari ini. Rasa terima kasih Alia kepada Saka kian meninggi. Alia terbiasa mandiri dan kini malah mendapatkan bala bantuan yang tak pernah ia bayangkan.Alia hanya berharap Saka tidak akan pernah meninggalkannya.Alia membuang rasa malu saat menerima tawaran Saka untuk menjaga Ivan. Dia tidak akan tenang kalau Ivan sendirian. Sebagai gantinya, dia berjanji akan pulang lebih awal.Sesampainya di kantor, Alia di kejutkan dengan rombongan yang memenuhi ruangan Dimas.“Oh jadi ini sekertaris baru kamu, Dimas?” celetuk Pak Darto yang duduk di kursi Dimas.Dimas menunduk dan mengangguk patuh. Melihat Dimas yang tidak berdaya, membuat Alia kehabisan kata-kata, dimana Dimas yang merasa semua isi dunia ini adalah miliknya.“Maaf, pak. Saya tidak tahu kalau

  • Jangan Pilih Aku   10. Masa laluku

    Dimas menghampiri Alia ketika gadis itu baru saja keluar dari taksi onlinenya. Alia berlari menuju pintu, ingin sekali dia menghindari Dimas.“Alia.” Panggil Dimas, dia menghadang Alia dengan cepat.Gadis itu menghela napas, muak melihat Dimas yang tidak menyerah untuk mendekatinya.“Kamu ngapain ke sini, Dimas. Aku benar-benar sudah muak denganmu. Kamu tahu, kamu itu pria yang tidak tahu malu. Setelah kamu membuangku, sekarang kamu merasa bersalah. Jangan mimpi, Dimas.” kecam Alia yang mulai kehabisan kesabaran.Semua yang di lakukan Dimas adalah untuk mendapatkan pengakuan dari Alia. Karena selama ini dia selalu hidup di bawah perintah dari keluarga Emily. Dia marasa sangat superior saat bersama Alia.Sedangkan Alia, malah semakin terganggu dengan Dimas. Ia hanya berharap Dimas sadar posisi dan berhenti mengejarnya.Tidak mau terlalu lama menanggapi Dimas, Alia mendorong tubuh pria itu.“Tolong pergi dari sini, Dim.”Dimas baru pergi setelah Emily meneleponnya.*** Alia kembali ke

  • Jangan Pilih Aku   09. Ternyata kamu..

    Ponsel Alia tidak berhentikan bergetar, dia tidak menggubris. Seharusnya dia mematikan ponselnya daripada malah terjadi hal seperti ini. Lagian, siapa yang menghubungi malam-malam begini. “Bu, dari tadi HP ibu getar.” Ivan bicara karena dia merasakan juga getarannya.Alia gelagapan, dia tidak ingin Saka menjadi tidak nyaman.“Itu pasti urusan kerjaan.”Saka menaruh sendoknya, kini ia ingin fokus bicara dengan Alia “Kamu kerja di mana Alia?”“Di perusahaan penerbitan. Aku baru saja pindah dari editor ke sekertaris. Jadi masih masa peralihan, maaf ya.” Mendengar Alia mencoba menjelaskan bahkan tanpa diminta, Saka merasa senang. Walau ada yang menganggu di hatinya.Sebenarnya, siapakah ayah dari Ivan.Tapi sepertinya tidak sopan kalau menanyakan itu secara terang-terangan.“Alia, apa kamu hanya tinggal berdua dengan Ivan?”Alia mengangguk, dia sama sekali tidak malu dengan statusnya yang sebagai ibu tunggal.Saka menyelidik, dia berdehem mengamati Alia yang mengusap bibir Ivan “Lalu, k

  • Jangan Pilih Aku   08. Makan malam bersama

    Rupanya, pekerjaan sebagai sekertaris Dimas tidak begitu mulus. Alia melihat beberapa orang yang mencoba mendekati Dimas hanya karena jabatan pria itu. Setiap obrolan, tersisip maksud tersembunyi yang Alia pahami.Di mata Alia, Dimas sangat cakap dalam menjalankan pekerjaannya. Dia tegas tapi juga fleksibel dalam berkomunikasi. Dia mengakui kehebatan pria itu, wajar saja karir Dimas terhitung cepat naik jabatan.Alia masuk ke ruangan Dimas setelah mengetuk pintu. Pakaian kantornya selalu biasa saja, dengan celana panjang, kemeja dan blazer.“Selamat siang pak, Pak Albert mau datang 30 menit lagi.” Ujar Alia saat memberikan daftar pekerjaan Dimas siang ini.Dimas mengangguk, matanya masih fokus ke laptopnya. Hari ini banyak kerjaan yang harus segera ia selesaikan“Kamu makan siang di sini sama aku aja. Nggak ada waktu kalau makan di luar.” Ungkap Dimas, nadanya selalu lembut ketika bicara dengan Alia.Ingin sekali Alia mencubit Dimas, dia gemas dengan pria yang sok-sokan mengaturnya it

  • Jangan Pilih Aku   07. Saka

    Malam ini Alia memutuskan untuk mengajak Ivan makan malam di luar. Kasihan anaknya tidak pernah bermain bersamanya lagi setelah Alia sibuk kerja.Meski Ivan tidak pernah mengeluh, tapi Alia sadar diri kalau peran ibu tunggal bukan hanya mencari nafkah. Banyak tugas yang harus ia jalani, salah satunya memberikan waktu di sela kesibukannya.Ivan melompat kegirangan saat Alia menjanjikan akan mengajak jalan-jalan setelah makan malam.“Ivan mau makan apa?” tanya Alia ketika mereka sampai di restoran Jepang.Ivan suka masakan Jepang, seperti ramen dan karage. Padahal masakan Jepang tidak terlalu masuk di lidah Alia.Ivan melirik ibunya malu-malu “Ivan mau es krim, bu.”Kepala Alia miring agar bisa menatap mata Ivan “Gimana kalau Ivan makan dulu, habis itu kita beli es krim di luar.” Dia harus bernegosiasi agar anaknya tidak kebanyakan gula.Ivan anak yang paham dan mudah diatur, dia mengangguk dan tersenyum pada Alia.*** Keributan di toko es krim membuat Alia berhimpit-himpitan dengan p

  • Jangan Pilih Aku   06. Sekertaris mendadak

    Kalua ada yang bisa di salahkan, Alia tentu tetap akan menyalahkan dirinya sendiri karena telah memberi Dimas kesempatan berbuat salah dengannya.Bahkan ketika melihat Ivan yang tertidur pulas di sebelahnya dengan bibir yang sedikit terbuka. Anak itu seolah tidak memiliki beban. Ada sebersit perasaan lega di dalam hati Alia karena Ivan bisa tumbuh dengan baik.Alia tidak pernah menyangka hari di mana kebenaran akan terungkap terjadi secepat ini.Tanpa sadar Alia meneteskan sebutir air mata, apakah dia bisa bertahan dengan keadaan ini?Entahlah, yang jelas dia akan terus menjalaninya.Mustahil dia bisa keluar dari pekerjaan yang sekarang ini padahal baru sehari ia menjadi pegawai. Meski dia masih memiliki penghasilan dari luar, tetap saja, mempunyai pendapatan tetap akan lebih membuat dirinya tenang.*** Pagi itu, di kediaman Dimas yang terasa ramai karena teriakan anak-anaknya yang berhasil membangunkan pria yang baru tidur beberapa jam saja. Semalaman, Dimas tidak bisa memejamkan m

  • Jangan Pilih Aku   05. Ketahuan

    Rapat akhirnya selesai, Alia pamit ke kamar kecil untuk merenungkan semua yang sedang terjadi. Kakinya lemas sampai terduduk di toilet dengan mata tertutup.“Kenapa aku harus ketemu Dimas? Aku pengen hidup tenang.” Batin Alia nelangsa.Alia keluar setelah 10 menit menenangkan diri. Belum sempat kembali ke ruangannya, Alia sudah di panggil oleh direktur pemasaran yaitu Dimas.Kepala Alia pening, sebenarnya apa lagi yang Dimas inginkan.Gadis itu menggetuk ruangan Dimas.“Masuk.” Teriak Dimas dari dalam ruangan.Aila menunduk seakan tidak ingin bicara dengan Dimas.Dimas menggerutkan keningnya sembari menatap Alia tajam “Apa kabar, Al?”“Baik, pak.”“Aku Dimas, bukan direktur pemasaran.”Kini Alia yang mendengus kesal, matanya berubah dari takut menjadi berapi-api “Maaf pak Dimas, saya tidak paham. Setahu saya, Pak Dimas dan saya tidak saling kenal.” Desis Alia sebal.Bibir Dimas berkedut, dia tidak tahu kenapa Alia bisa sekesal itu “Setelah aku pindah, ibuku bilang kalau kamu datang ke

  • Jangan Pilih Aku   04. Bertemu lagi

    Ke pindahan yang membawa arah baru bagi Alia dan Ivan sedang di lakukan. Meski mereka harus berpisah dengan Mira, namun mereka berhasil pindah ke kota.Ibu kembali ke rumah setelah Alia pindah, dengan tegas ibu meminta untuk tidak lagi kembali apa pun yang terjadi.Meski mustahil, Alia tetap mencoba menurutinya. Sebab, sampai saat ini, Ivan masih dianggap sebagai orang lain yang menyebalkan.Dari pada sama-sama emosi, Alia tidak akan memaksa sang ibu menerima anaknya. Yang tidak langsung adalah cucunya sendiri.Bisa jadi Ivan adalah cucu satu-satunya untuk keluarga ini.“Ivan, nanti Ivan tidur sama ibu ya.” Ucap Alia yang baru saja selesai membongkar koper terakirnya.Ivan mengangguk sambil celingukan “Bu, kita udah nggak sama tante Mira?”Alia menggeleng, mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan Ivan yang berdiri di sebelah meja makan “Ivan nggak apa-apa kan tinggal berdua sama ibu?”Anak kecil itu diam sejenak, menatap ibunya dan seisi rumah yang kosong. Hanya ada satu kamar, kama

DMCA.com Protection Status