Home / Pernikahan / Jangan Pilih Aku / 06. Sekertaris mendadak

Share

06. Sekertaris mendadak

Author: silent-arl
last update Last Updated: 2024-12-05 16:29:29

Kalua ada yang bisa di salahkan, Alia tentu tetap akan menyalahkan dirinya sendiri karena telah memberi Dimas kesempatan berbuat salah dengannya.

Bahkan ketika melihat Ivan yang tertidur pulas di sebelahnya dengan bibir yang sedikit terbuka. Anak itu seolah tidak memiliki beban. Ada sebersit perasaan lega di dalam hati Alia karena Ivan bisa tumbuh dengan baik.

Alia tidak pernah menyangka hari di mana kebenaran akan terungkap terjadi secepat ini.

Tanpa sadar Alia meneteskan sebutir air mata, apakah dia bisa bertahan dengan keadaan ini?

Entahlah, yang jelas dia akan terus menjalaninya.

Mustahil dia bisa keluar dari pekerjaan yang sekarang ini padahal baru sehari ia menjadi pegawai. Meski dia masih memiliki penghasilan dari luar, tetap saja, mempunyai pendapatan tetap akan lebih membuat dirinya tenang.

***  

Pagi itu, di kediaman Dimas yang terasa ramai karena teriakan anak-anaknya yang berhasil membangunkan pria yang baru tidur beberapa jam saja. Semalaman, Dimas tidak bisa memejamkan matanya sekali.

Ingatannya terus kembali ke masa-masa saat dia masih bersama Alia. Apalagi setelah melihat Ivan yang tumbuh dengan sempurna.

Memiliki anak laki-laki adalah impiannya. Sudah mencoba sampai tiga kali, dia selalu mendapatkan anak perempuan.

Dimas bangun dari ranjangnya dan menguncang tubuh Emily yang terlelap di sebelahnya. Wanita itu tampak lelah karena harus menyusui anak ketiga mereka yang baru berusia 1 tahun.

“Em, anak-anak sudah bangun.” Bisik Dimas tidak mau mengagetkan istrinya.

Emily hanya bergeming “Kamu dulu ya yang siapin mereka, aku ngantuk banget.”

Dimas menghela napas panjang, tetap berdiri dan membuka pintu yang langsung di sambut oleh anak sulungnya yang sudah mengenakan seragam.

“Pa!! Aku sudah siap sekolah.” Ocehnya manja pada papanya yang setengah tidur.

Gadis berambut ikal itu baru saja selesai mandi dan bersiap menggenakan seragam sekolah.

Dimas lantas menggendong anaknya “Kakak berangkat sama supir dulu, ya. Papa mau ada urusan pagi ini.”

Gadis itu lantas cemberut, memberikan protes karena Dimas yang tidak mengantarnya ke sekolah “Papa gitu deh, Diana pokoknya mau di antar papa. Kalau nggak, Diana nggak mau sekolah.” Ancam Diana, tangan kecilnya menggelung di leher papanya dengan kuat.

Dimas kalah pada anak pertamanya, dia mengangguk dan mencium kening Diana yang masih berusia 5 tahun itu.

“Ya udah, papa siap-siap dulu.”

“Hore!!” seru Diana melompat turun dari gendongan papanya.

Sesaat kemudian, dia membawa anak pertamanya ke dalam mobil dan mendudukan di sebelahnya. Dia berharap kalau pagi ini dia bisa mengajak Alia bicara.

***  

Rutinitas Alia tidak berbeda jauh seperti kemarin, setelah mengantar Ivan ke sekolahnya dia langsung berangkat ke kantor. Sambil mengdap-endap untuk menghindari pertemuan dengan Dimas.

Sebenarnya, tidak bisa juga Alia menghindari pria itu. Dia akan sangat sering bertemu dengan Dimas karena masalah pekerjaan. Hanya saja, Alia tidak siap bila Dimas terus memaksanya agar bisa bertemu dengan Ivan.

Alia tidak rela kalau Ivan mengenal sosok ayah yang tidak pernah ada di sampingnya.

Terdengar suara lift terbuka, Alia tersentak karena dia bangun dari lamunannya.

Tidak ada siapa pun selain dirinya di dalam lift. Ia segera menutup pintu lift sebelum ada yang datang.

Setibanya di ruangannya, manager Alia langsung mengajak wanita itu bicara empat mata.

“Ada apa ya, bu?”

Wanita berkacamata itu menggerutkan keningnnya “Sebenarnya kamu diminta langsung sama pak Dimas untuk jadi sekertaris pribadinya, soalnya sekertaris sebelumnya tiba-tiba keluar, Al.” Wanita itu tampak tidak enak dengan Alia.

Mata Alia membesar, ini pasti akal-akalan Dimas agar dia bisa terus menekannya.

“Tapi saya nggak mau, bu. Saya tidak ada pengalaman di bidang itu.” tolak Alia, dia tetap harus menyusun kalimat dengan benar agar tidak salah bicara.

Manager Alia mengangguk paham “Sebenarnya, pemilik perusahaan ini adalah ayah mertua pak Dimas, jadi aku juga tidak bisa bantu banyak, Al.”

Alia mengepalkan jarinya, kali ini, Dimas sudah melewati batas. Dia menyalah gunakan kekuasaan pada Alia.

Manager Alia melihat jam tangan “Seharusnya kamu langsung ke sana. Biar aku temani dulu.”

Ini adalah keputusan final dan tidak mungkin bisa diubah.

Ketika Alia mengikuti manager dari belakang. Tiap langkah menuju ruangan Dimas terasa begitu berat. Entah mengapa ia merasa tidak nyaman. Rasanya begitu resah dan gelisah.

Manager Alia mengetuk pintu ruangan Dimas. Tidak lama kemudian Dimas mempersilahkan mereka berdua masuk.

Dimas sedang duduk di kursinya, tangannya baru saja menutup telepon dan kini bangkit untuk menyambut kedua orang yang baru datang.

“Kamu boleh pergi.” Dimas mengusir wanita berkacamata yang terlihat tercengang itu.

“Aku perlu bicara dengannya.” Lanjut Dimas dengan ketus.

Tugas manager itu sudah selesai, dia hanya sebagai kurir agar tidak ada yang curiga dengan kehadiran Alia di ruangan direktur pemasaran itu.

Setelah manager keluar, Dimas langsung meminta Alia duduk di sofa tempat biasa dia menerima tamu. Miris memang, Alia kini malah dipaksa menjadi bawahan dari mantan pacar yang tidak bertanggung jawab padanya.

“Alia, mulai hari ini kamu resmi jadi sekertaris saya.” Ucap Dimas, dia menjalankan peran sebagai seorang direktur.

Maka dari itu, Alia juga menjawab dengan profesional “Sebelumnya saya mohon maaf, pak. Saya tidak punya pengalaman sebagai sekertaris. Kalau saya boleh lancang, lebih baik bapak mencari sekertaris lain saja.”

Mata Dimas tidak lepas dari jari Alia yang mengepal kuat. Pria itu menyeringai karena tahu kalau Alia sedang merasa gelisah.

“Hentikan, Alia. Mulai hari ini, kamu sudah ada menjadi milikku.” Desis Dimas membuat sekujur tubuh Alia berdegik ngeri.

*** 

Seharian itu, Alia hanya diminta utntuk mengikuti Dimas kemana saja pria itu berada. Saat rapat, saat makan siang bahkan sampai ketika Dimas bekerja dalam ruangannya.

Seperti orang kurang kerjaan, Alia sampai bosan bahkan mungkin bisa tertidur sewaktu-waktu.

Tepat pukul 5 sore, Alia meminta ijin kepada Dimas untuk pulang.

“Kamu pulang sama aku nanti. Jangan kebanyakan tanya.” Tandas Dimas, dia masih fokus pada laptopnya.

Alia menggeleng “Penititpan anak saya sudah tutup pak, jadi saya harus menjemput anak saya sekarang.”

Dimas menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya yang mewah sambil melipat tangannya di depan dada “Kalau gitu kita jemput sama-sama.”

“Dimas, aku bisa jemput anakku sendiri.” Alia meraih tas coklatnya dan keluar dari ruangan Dimas tanpa pamit.

Sekarang, dia benar-benar perlu mencari tempat kerja baru daripada terus-terusan tersiksa secara batin seperti ini.

Dimas menghela napas ketika melihat Alia keluar dari ruangannya, pria itu tidak mengerti kenapa dia di halang-halangi untuk bertanggung jawab pada anaknya sendiri.

Sementara itu, Alia telat 15 menit untuk menjemput Ivan. Beruntungnya masih ada dua guru yang mau menunggu bersama Ivan.

“Ibu kok jemput Ivan telat, ibu banyak kerjaan?” tanya anak yang sedang berjalan di sebelah Alia.

Alia mengangguk menyembunyikan kesedihan yang tergores di wajahnya “Maafin ibu ya, sayang. Ibu coba cari kerjaan baru biar nggak telat jemput Ivan lagi.”

Ivan tidak menyahut, dia belum paham apa yang sebenarnya Alia maksud.

Related chapters

  • Jangan Pilih Aku   07. Saka

    Malam ini Alia memutuskan untuk mengajak Ivan makan malam di luar. Kasihan anaknya tidak pernah bermain bersamanya lagi setelah Alia sibuk kerja.Meski Ivan tidak pernah mengeluh, tapi Alia sadar diri kalau peran ibu tunggal bukan hanya mencari nafkah. Banyak tugas yang harus ia jalani, salah satunya memberikan waktu di sela kesibukannya.Ivan melompat kegirangan saat Alia menjanjikan akan mengajak jalan-jalan setelah makan malam.“Ivan mau makan apa?” tanya Alia ketika mereka sampai di restoran Jepang.Ivan suka masakan Jepang, seperti ramen dan karage. Padahal masakan Jepang tidak terlalu masuk di lidah Alia.Ivan melirik ibunya malu-malu “Ivan mau es krim, bu.”Kepala Alia miring agar bisa menatap mata Ivan “Gimana kalau Ivan makan dulu, habis itu kita beli es krim di luar.” Dia harus bernegosiasi agar anaknya tidak kebanyakan gula.Ivan anak yang paham dan mudah diatur, dia mengangguk dan tersenyum pada Alia.*** Keributan di toko es krim membuat Alia berhimpit-himpitan dengan p

    Last Updated : 2024-12-06
  • Jangan Pilih Aku   08. Makan malam bersama

    Rupanya, pekerjaan sebagai sekertaris Dimas tidak begitu mulus. Alia melihat beberapa orang yang mencoba mendekati Dimas hanya karena jabatan pria itu. Setiap obrolan, tersisip maksud tersembunyi yang Alia pahami.Di mata Alia, Dimas sangat cakap dalam menjalankan pekerjaannya. Dia tegas tapi juga fleksibel dalam berkomunikasi. Dia mengakui kehebatan pria itu, wajar saja karir Dimas terhitung cepat naik jabatan.Alia masuk ke ruangan Dimas setelah mengetuk pintu. Pakaian kantornya selalu biasa saja, dengan celana panjang, kemeja dan blazer.“Selamat siang pak, Pak Albert mau datang 30 menit lagi.” Ujar Alia saat memberikan daftar pekerjaan Dimas siang ini.Dimas mengangguk, matanya masih fokus ke laptopnya. Hari ini banyak kerjaan yang harus segera ia selesaikan“Kamu makan siang di sini sama aku aja. Nggak ada waktu kalau makan di luar.” Ungkap Dimas, nadanya selalu lembut ketika bicara dengan Alia.Ingin sekali Alia mencubit Dimas, dia gemas dengan pria yang sok-sokan mengaturnya it

    Last Updated : 2024-12-07
  • Jangan Pilih Aku   09. Ternyata kamu..

    Ponsel Alia tidak berhentikan bergetar, dia tidak menggubris. Seharusnya dia mematikan ponselnya daripada malah terjadi hal seperti ini. Lagian, siapa yang menghubungi malam-malam begini. “Bu, dari tadi HP ibu getar.” Ivan bicara karena dia merasakan juga getarannya.Alia gelagapan, dia tidak ingin Saka menjadi tidak nyaman.“Itu pasti urusan kerjaan.”Saka menaruh sendoknya, kini ia ingin fokus bicara dengan Alia “Kamu kerja di mana Alia?”“Di perusahaan penerbitan. Aku baru saja pindah dari editor ke sekertaris. Jadi masih masa peralihan, maaf ya.” Mendengar Alia mencoba menjelaskan bahkan tanpa diminta, Saka merasa senang. Walau ada yang menganggu di hatinya.Sebenarnya, siapakah ayah dari Ivan.Tapi sepertinya tidak sopan kalau menanyakan itu secara terang-terangan.“Alia, apa kamu hanya tinggal berdua dengan Ivan?”Alia mengangguk, dia sama sekali tidak malu dengan statusnya yang sebagai ibu tunggal.Saka menyelidik, dia berdehem mengamati Alia yang mengusap bibir Ivan “Lalu, k

    Last Updated : 2024-12-08
  • Jangan Pilih Aku   10. Masa laluku

    Dimas menghampiri Alia ketika gadis itu baru saja keluar dari taksi onlinenya. Alia berlari menuju pintu, ingin sekali dia menghindari Dimas.“Alia.” Panggil Dimas, dia menghadang Alia dengan cepat.Gadis itu menghela napas, muak melihat Dimas yang tidak menyerah untuk mendekatinya.“Kamu ngapain ke sini, Dimas. Aku benar-benar sudah muak denganmu. Kamu tahu, kamu itu pria yang tidak tahu malu. Setelah kamu membuangku, sekarang kamu merasa bersalah. Jangan mimpi, Dimas.” kecam Alia yang mulai kehabisan kesabaran.Semua yang di lakukan Dimas adalah untuk mendapatkan pengakuan dari Alia. Karena selama ini dia selalu hidup di bawah perintah dari keluarga Emily. Dia marasa sangat superior saat bersama Alia.Sedangkan Alia, malah semakin terganggu dengan Dimas. Ia hanya berharap Dimas sadar posisi dan berhenti mengejarnya.Tidak mau terlalu lama menanggapi Dimas, Alia mendorong tubuh pria itu.“Tolong pergi dari sini, Dim.”Dimas baru pergi setelah Emily meneleponnya.*** Alia kembali ke

    Last Updated : 2024-12-10
  • Jangan Pilih Aku   Hamil

    “Hamil, dok?” tanya Alia memastikan, sembari ia memegang perutnya yang masih datar.Dokter wanita itu mengangguk sembari tersenyum. Ini seharusnya menjadi kabar baik untuk sebagian wanita di luar sana.Tapi, tidak bagi Alia Melati, dia masih 21 tahun. Bahkan dia belum lulus kuliah, yang lebih parahnya lagi, Alia kini kehilangan ayah si jabang bayi.“Usia kandungan saya berapa minggu, dok?” Alia yakin seharusnya masih dini, baru dua kali dia melakukan hubungan badan dengan sang kekasih yang sudah menghilang bagai di telan bumi.Alia sungguh tidak menyangka, kenikmatan sementara itu berujung petaka baginya.“Kalau dari hitungan usg, usia kandungan sekitar 6 minggu.” Jelas sang dokter santai.Gadis itu masih membeku di kursinya dengan tangan yang sibuk menutupi perutnya. Dia sungguh tidak menyangka.Dokter tersebut memberikan resep berupa vitamin dan beberapa obat anti mual.Niat awal ingin memeriksakan diri karena tidak mengalami menstruasi selama 2 bulan. Alia malah dikejutkan dengan j

    Last Updated : 2024-11-24
  • Jangan Pilih Aku   02. Berita buruk

    Kamar menjadi satu-satunya tempat Alia bersembunyi. Dunia luar terlalu menekannya, seolah hanya dia pendosa yang ada di dunia ini.Sang ibu sedang mengamuk di luar kamarnya. Terdengar beberapa barang yang jatuh ke lantai dengan keras.Alia hanya bisa menangis di balik pintu sembari menutupi mulutnya. Jangan sampai ada suara yang keluar dari mulutnya. Ini hukuman yang pantas ia dapat. Dan, Alia sadar akan hal itu.Setelah hampir dua jam, Alia tidak lagi mendengar suara ribut dari luar. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu.Mungkin dia harus segera keluar dari rumah kalau tidak mau membuat masalah semakin panjang. Baru saja Alia hendak ke dapur ibu keluar dari kamar membawa gelas di tangannya.“Masih di sini kamu?” tanya ibu, nadanya sangat ketus sampai melukai Alia.Alia menoleh takut “Bu, Alia mau ambil..” belum juga dia selesai bicara, ibu sudah melemparkan gelas itu tepat di depan Alia. Gelas itu terpecah, hingga pecahannya mengenai kakinya hingga berdarah.Raut wajah Alia meri

    Last Updated : 2024-11-26
  • Jangan Pilih Aku   03. Kehidupan baru

    Lebih mudah mencari kambing hitam dibanding mencari solusi. Itu yang ingin Alia lakukan tapi dia tidak memiliki kuasa atas apa yang sedang terjadi.Kebodohan adalah masalahnya, Alia mengutuk kebodohannya sendiri karena sudah terbuai dengan janji manis Dimas waktu itu. Kalau bisa mengulang waktu, Alia akan berharap agar tidak mengenal Dimas.Saat perutnya terasa begah karena sudah amat besar. Alia menngelus perutnya pelan saat calon anaknya memberikan tendangan munggil “Bukan nak, ibu nggak salahin kamu.” Ucapnya pada diri sendiri, Alia sudah berdamai dengan kehamilannya.Dia bahkan hanya tinggal menghitung hari sampai waktunya melahirkan.Membayangkan itu membuat Alia tiba-tiba merasa mual sekaligus bersemangat.Tidak ada yang berubah, kecuali sang ibu yang menghilang setelah kandungan Alia tepat berusia 5 bulan.Tanpa pamit, ibu juga ikut menghilang bak pergi ke dimensi lain yang berbeda dengan Alia.Alia tidak mencoba mencarinya, dia lelah mencari. Kini dia hanya bisa menunggu, menu

    Last Updated : 2024-11-26
  • Jangan Pilih Aku   04. Bertemu lagi

    Ke pindahan yang membawa arah baru bagi Alia dan Ivan sedang di lakukan. Meski mereka harus berpisah dengan Mira, namun mereka berhasil pindah ke kota.Ibu kembali ke rumah setelah Alia pindah, dengan tegas ibu meminta untuk tidak lagi kembali apa pun yang terjadi.Meski mustahil, Alia tetap mencoba menurutinya. Sebab, sampai saat ini, Ivan masih dianggap sebagai orang lain yang menyebalkan.Dari pada sama-sama emosi, Alia tidak akan memaksa sang ibu menerima anaknya. Yang tidak langsung adalah cucunya sendiri.Bisa jadi Ivan adalah cucu satu-satunya untuk keluarga ini.“Ivan, nanti Ivan tidur sama ibu ya.” Ucap Alia yang baru saja selesai membongkar koper terakirnya.Ivan mengangguk sambil celingukan “Bu, kita udah nggak sama tante Mira?”Alia menggeleng, mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan Ivan yang berdiri di sebelah meja makan “Ivan nggak apa-apa kan tinggal berdua sama ibu?”Anak kecil itu diam sejenak, menatap ibunya dan seisi rumah yang kosong. Hanya ada satu kamar, kama

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Jangan Pilih Aku   10. Masa laluku

    Dimas menghampiri Alia ketika gadis itu baru saja keluar dari taksi onlinenya. Alia berlari menuju pintu, ingin sekali dia menghindari Dimas.“Alia.” Panggil Dimas, dia menghadang Alia dengan cepat.Gadis itu menghela napas, muak melihat Dimas yang tidak menyerah untuk mendekatinya.“Kamu ngapain ke sini, Dimas. Aku benar-benar sudah muak denganmu. Kamu tahu, kamu itu pria yang tidak tahu malu. Setelah kamu membuangku, sekarang kamu merasa bersalah. Jangan mimpi, Dimas.” kecam Alia yang mulai kehabisan kesabaran.Semua yang di lakukan Dimas adalah untuk mendapatkan pengakuan dari Alia. Karena selama ini dia selalu hidup di bawah perintah dari keluarga Emily. Dia marasa sangat superior saat bersama Alia.Sedangkan Alia, malah semakin terganggu dengan Dimas. Ia hanya berharap Dimas sadar posisi dan berhenti mengejarnya.Tidak mau terlalu lama menanggapi Dimas, Alia mendorong tubuh pria itu.“Tolong pergi dari sini, Dim.”Dimas baru pergi setelah Emily meneleponnya.*** Alia kembali ke

  • Jangan Pilih Aku   09. Ternyata kamu..

    Ponsel Alia tidak berhentikan bergetar, dia tidak menggubris. Seharusnya dia mematikan ponselnya daripada malah terjadi hal seperti ini. Lagian, siapa yang menghubungi malam-malam begini. “Bu, dari tadi HP ibu getar.” Ivan bicara karena dia merasakan juga getarannya.Alia gelagapan, dia tidak ingin Saka menjadi tidak nyaman.“Itu pasti urusan kerjaan.”Saka menaruh sendoknya, kini ia ingin fokus bicara dengan Alia “Kamu kerja di mana Alia?”“Di perusahaan penerbitan. Aku baru saja pindah dari editor ke sekertaris. Jadi masih masa peralihan, maaf ya.” Mendengar Alia mencoba menjelaskan bahkan tanpa diminta, Saka merasa senang. Walau ada yang menganggu di hatinya.Sebenarnya, siapakah ayah dari Ivan.Tapi sepertinya tidak sopan kalau menanyakan itu secara terang-terangan.“Alia, apa kamu hanya tinggal berdua dengan Ivan?”Alia mengangguk, dia sama sekali tidak malu dengan statusnya yang sebagai ibu tunggal.Saka menyelidik, dia berdehem mengamati Alia yang mengusap bibir Ivan “Lalu, k

  • Jangan Pilih Aku   08. Makan malam bersama

    Rupanya, pekerjaan sebagai sekertaris Dimas tidak begitu mulus. Alia melihat beberapa orang yang mencoba mendekati Dimas hanya karena jabatan pria itu. Setiap obrolan, tersisip maksud tersembunyi yang Alia pahami.Di mata Alia, Dimas sangat cakap dalam menjalankan pekerjaannya. Dia tegas tapi juga fleksibel dalam berkomunikasi. Dia mengakui kehebatan pria itu, wajar saja karir Dimas terhitung cepat naik jabatan.Alia masuk ke ruangan Dimas setelah mengetuk pintu. Pakaian kantornya selalu biasa saja, dengan celana panjang, kemeja dan blazer.“Selamat siang pak, Pak Albert mau datang 30 menit lagi.” Ujar Alia saat memberikan daftar pekerjaan Dimas siang ini.Dimas mengangguk, matanya masih fokus ke laptopnya. Hari ini banyak kerjaan yang harus segera ia selesaikan“Kamu makan siang di sini sama aku aja. Nggak ada waktu kalau makan di luar.” Ungkap Dimas, nadanya selalu lembut ketika bicara dengan Alia.Ingin sekali Alia mencubit Dimas, dia gemas dengan pria yang sok-sokan mengaturnya it

  • Jangan Pilih Aku   07. Saka

    Malam ini Alia memutuskan untuk mengajak Ivan makan malam di luar. Kasihan anaknya tidak pernah bermain bersamanya lagi setelah Alia sibuk kerja.Meski Ivan tidak pernah mengeluh, tapi Alia sadar diri kalau peran ibu tunggal bukan hanya mencari nafkah. Banyak tugas yang harus ia jalani, salah satunya memberikan waktu di sela kesibukannya.Ivan melompat kegirangan saat Alia menjanjikan akan mengajak jalan-jalan setelah makan malam.“Ivan mau makan apa?” tanya Alia ketika mereka sampai di restoran Jepang.Ivan suka masakan Jepang, seperti ramen dan karage. Padahal masakan Jepang tidak terlalu masuk di lidah Alia.Ivan melirik ibunya malu-malu “Ivan mau es krim, bu.”Kepala Alia miring agar bisa menatap mata Ivan “Gimana kalau Ivan makan dulu, habis itu kita beli es krim di luar.” Dia harus bernegosiasi agar anaknya tidak kebanyakan gula.Ivan anak yang paham dan mudah diatur, dia mengangguk dan tersenyum pada Alia.*** Keributan di toko es krim membuat Alia berhimpit-himpitan dengan p

  • Jangan Pilih Aku   06. Sekertaris mendadak

    Kalua ada yang bisa di salahkan, Alia tentu tetap akan menyalahkan dirinya sendiri karena telah memberi Dimas kesempatan berbuat salah dengannya.Bahkan ketika melihat Ivan yang tertidur pulas di sebelahnya dengan bibir yang sedikit terbuka. Anak itu seolah tidak memiliki beban. Ada sebersit perasaan lega di dalam hati Alia karena Ivan bisa tumbuh dengan baik.Alia tidak pernah menyangka hari di mana kebenaran akan terungkap terjadi secepat ini.Tanpa sadar Alia meneteskan sebutir air mata, apakah dia bisa bertahan dengan keadaan ini?Entahlah, yang jelas dia akan terus menjalaninya.Mustahil dia bisa keluar dari pekerjaan yang sekarang ini padahal baru sehari ia menjadi pegawai. Meski dia masih memiliki penghasilan dari luar, tetap saja, mempunyai pendapatan tetap akan lebih membuat dirinya tenang.*** Pagi itu, di kediaman Dimas yang terasa ramai karena teriakan anak-anaknya yang berhasil membangunkan pria yang baru tidur beberapa jam saja. Semalaman, Dimas tidak bisa memejamkan m

  • Jangan Pilih Aku   05. Ketahuan

    Rapat akhirnya selesai, Alia pamit ke kamar kecil untuk merenungkan semua yang sedang terjadi. Kakinya lemas sampai terduduk di toilet dengan mata tertutup.“Kenapa aku harus ketemu Dimas? Aku pengen hidup tenang.” Batin Alia nelangsa.Alia keluar setelah 10 menit menenangkan diri. Belum sempat kembali ke ruangannya, Alia sudah di panggil oleh direktur pemasaran yaitu Dimas.Kepala Alia pening, sebenarnya apa lagi yang Dimas inginkan.Gadis itu menggetuk ruangan Dimas.“Masuk.” Teriak Dimas dari dalam ruangan.Aila menunduk seakan tidak ingin bicara dengan Dimas.Dimas menggerutkan keningnya sembari menatap Alia tajam “Apa kabar, Al?”“Baik, pak.”“Aku Dimas, bukan direktur pemasaran.”Kini Alia yang mendengus kesal, matanya berubah dari takut menjadi berapi-api “Maaf pak Dimas, saya tidak paham. Setahu saya, Pak Dimas dan saya tidak saling kenal.” Desis Alia sebal.Bibir Dimas berkedut, dia tidak tahu kenapa Alia bisa sekesal itu “Setelah aku pindah, ibuku bilang kalau kamu datang ke

  • Jangan Pilih Aku   04. Bertemu lagi

    Ke pindahan yang membawa arah baru bagi Alia dan Ivan sedang di lakukan. Meski mereka harus berpisah dengan Mira, namun mereka berhasil pindah ke kota.Ibu kembali ke rumah setelah Alia pindah, dengan tegas ibu meminta untuk tidak lagi kembali apa pun yang terjadi.Meski mustahil, Alia tetap mencoba menurutinya. Sebab, sampai saat ini, Ivan masih dianggap sebagai orang lain yang menyebalkan.Dari pada sama-sama emosi, Alia tidak akan memaksa sang ibu menerima anaknya. Yang tidak langsung adalah cucunya sendiri.Bisa jadi Ivan adalah cucu satu-satunya untuk keluarga ini.“Ivan, nanti Ivan tidur sama ibu ya.” Ucap Alia yang baru saja selesai membongkar koper terakirnya.Ivan mengangguk sambil celingukan “Bu, kita udah nggak sama tante Mira?”Alia menggeleng, mencondongkan tubuhnya agar sejajar dengan Ivan yang berdiri di sebelah meja makan “Ivan nggak apa-apa kan tinggal berdua sama ibu?”Anak kecil itu diam sejenak, menatap ibunya dan seisi rumah yang kosong. Hanya ada satu kamar, kama

  • Jangan Pilih Aku   03. Kehidupan baru

    Lebih mudah mencari kambing hitam dibanding mencari solusi. Itu yang ingin Alia lakukan tapi dia tidak memiliki kuasa atas apa yang sedang terjadi.Kebodohan adalah masalahnya, Alia mengutuk kebodohannya sendiri karena sudah terbuai dengan janji manis Dimas waktu itu. Kalau bisa mengulang waktu, Alia akan berharap agar tidak mengenal Dimas.Saat perutnya terasa begah karena sudah amat besar. Alia menngelus perutnya pelan saat calon anaknya memberikan tendangan munggil “Bukan nak, ibu nggak salahin kamu.” Ucapnya pada diri sendiri, Alia sudah berdamai dengan kehamilannya.Dia bahkan hanya tinggal menghitung hari sampai waktunya melahirkan.Membayangkan itu membuat Alia tiba-tiba merasa mual sekaligus bersemangat.Tidak ada yang berubah, kecuali sang ibu yang menghilang setelah kandungan Alia tepat berusia 5 bulan.Tanpa pamit, ibu juga ikut menghilang bak pergi ke dimensi lain yang berbeda dengan Alia.Alia tidak mencoba mencarinya, dia lelah mencari. Kini dia hanya bisa menunggu, menu

  • Jangan Pilih Aku   02. Berita buruk

    Kamar menjadi satu-satunya tempat Alia bersembunyi. Dunia luar terlalu menekannya, seolah hanya dia pendosa yang ada di dunia ini.Sang ibu sedang mengamuk di luar kamarnya. Terdengar beberapa barang yang jatuh ke lantai dengan keras.Alia hanya bisa menangis di balik pintu sembari menutupi mulutnya. Jangan sampai ada suara yang keluar dari mulutnya. Ini hukuman yang pantas ia dapat. Dan, Alia sadar akan hal itu.Setelah hampir dua jam, Alia tidak lagi mendengar suara ribut dari luar. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu.Mungkin dia harus segera keluar dari rumah kalau tidak mau membuat masalah semakin panjang. Baru saja Alia hendak ke dapur ibu keluar dari kamar membawa gelas di tangannya.“Masih di sini kamu?” tanya ibu, nadanya sangat ketus sampai melukai Alia.Alia menoleh takut “Bu, Alia mau ambil..” belum juga dia selesai bicara, ibu sudah melemparkan gelas itu tepat di depan Alia. Gelas itu terpecah, hingga pecahannya mengenai kakinya hingga berdarah.Raut wajah Alia meri

DMCA.com Protection Status