Saka kembali ke kamar Ivan dengan wajah tenang yang berbanding terbalik dengan Alia yang cemas.Jelas Alia cemas, di mata Alia, Dimas adalah pria yang serakah dan tak ingin melepaskannya meski sudah berbahagia dengan istri dan anaknya.Lebih dari hal itu, Alia tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa dengan Saka.“Kamu nggak apa-apa, mas?” Alia mendekati Saka, menatap dari atas sampai bawah. Memastikan tidak ada lecet sedikit pun.Saka diam, mematung dengan mata yang tertuju pada bibir Alia yang sedari tadi mengap-mengap karena tak tahu harus berkata apa.Diamnya Saka membuat Alia semakin panik, dia meraih tangan Saka yang sedari tadi tersimpan di saku celananya “Mas?” tuntut Alia.“Dia sudah pergi, sepertinya dia cukup keras kepala.” Decak Saka, kini gantian dia yang meremas jemari Alia. Ingin sekali dia menerjang batasan untuk mencium gadis itu.Untung saja masih ada sisa kewarasan di otak Saka yang mencegah imajinasinya menjadi nyata. Ada Ivan yang menyaksikan keduanya bicara meski t
Kadang Alia merasa tak berdaya. Di tengah kota yang ramai ini. Alia masih merasa kesepian. Dia tidak memliki tujuan kecuali Ivan.Setiap merasa lelah, dia akan selalu mengingat anaknya. Anak yang bergantung padanya.*** Padahal sudah ketahuan bersalah lewat CCTV yang menunjukan kalau Dimas yang mendatangi Alia. Dimas tetap menyalahkan Alia dan berjanji tidak akan mendekati gadis itu lagi.Dimas sudah berada di rumahnya. Hari ini dia terpaksa tidak bekerja karena masalah keluarga yang mendesak.Emily berkacak pinggang, rasa kecewa yang teramat besar kini tidak bisa ia sembunyikan lagi. Selama ini dia kira dia adalah wanita satu-satunya di hidup Dimas. Nyatanya, pria itu malah main gila di belakangnya.“Jelaskan sama aku, apa kamu masih sayang sama perempuan itu?” decak Emily, sekuat tenaga dia menahan teriakannya agar tidak menakuti anak-anaknya.Dimas menggeleng cepat, memastikan istrinya percaya pada penyesalan palsunya.“Aku seharusnya sadar kalau dia hanya ingin mencoba kembali p
Pagi ini Alia menyiapkan Ivan untuk berangkat sekolah. Dia ada dua interview hari ini, salah satunya adalah tempat yang baru ia dengar. Sementara itu, Ivan sudah memakai sepatunya sendiri.“Ivan nanti kita makan malam sama om Saka, ya?” tanya Alia, ia mengambilkan tas milik anaknya.Ivan melompat kecil “Bener, bu?”Alia mengangguk, setelah itu keduanya pergi dari rumah.*** Ponsel Alia bergetar, wajah Alia sumringah saat pesan Saka memberikan pesan.Saka : Nanti malam aku jemput, jangan lupa pakai baju yang aku belikan.Ojek Alia datang sebelum ia sempat membalasnya. Suasana hati Alia langsung cerah, dia akan melaju satu langkah bersama Saka.Seperti ada kembang api di dalam dadanya, Alia tidak hanya bahagia, melainkan juga tak sabar dengan kelanjutan hubungannya dengan Saka.Sesampainya di kantor pertama, Alia langsung menuju ruangan direktur. Kantor ini lebih kecil dari kantornya sebelumnya, hanya ada tiga lantai. Bedanya, Alia malah merasa lebih senang dengan suasana kantor ini.S
Makan malam berjalan lancar, setelah obrolan yang basa-basi itu Saka memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu. Setidaknya, Saka paham kalau Alia dan Ivan pasti haus karena di interogasi oleh orang tuanya.Mama Saka menatap Ivan yang duduk manis memakan hidangan penutup yang baru saja hadir.“Alia, apa anakmu selalu sependiam ini?” tanya Mama Saka penasaran.Alia menggeleng, tersenyum “Kadang dia juga jahil dan cerewet. Tapi kalau ada di tempat yang baru, Ivan sering menjadi pendiam.”Mama Saka mengangguk, dia kembali mentap Saka dengan tatapan yang heran. Kenapa anaknya yang tampan itu malah terpincut dengan wanita yang sudah memiliki anak?Mungkin karena Alia memiliki pesona yang luar biasa.Papa Saka terlihat selesai makan, dia lantas meremas serbet yang tadi ada di pahanya “Saka, kamu tahu kalau apa yang kamu lakukan sekarang ini sangat-sangat butuh komitmen tinggi?”“Tahu, Pa. Aku tidak pernah seyakin ini saat memiliki hubunnngan dengan orang lain.” Tegas Saka, dia menghela
Ciuman yang terasa semanis madu, dan selembut awan. Alia memejamkan matanya, tanpa penolakan sama sekali. Sayangnya, ciuman indah itu hanya bertahan dua menit.Saka melepaskan bibirnya “Belum waktunya, Alia. Kita harus bersabar.”Pipi Alia memerah, dia tak pernah menyangka akan menjadi wanita yang ingin terus merasakan ciuman dari seorang pria. Terlebih lagi, pria itu adalah calon suaminya sendiri yang belum pernah menyentuhnya.Padahal Alia tidak tahu, selama ini sangat sulit bagi Saka untuk mengubur hasrat bercintanya sampai waktu yang tepat tiba.“Kamu mandi dulu aja, kamar Ivan ada di lantai dua setelah tangga. Nanti kamu tidur sana, dan pastikan kunci kamarnya.” Perintah Saka, dia memberikan senyuman sejuta arti yang Alia pahami.Alia menggerutkan dahi “Iya, mas. Oh aku sampai lupa, aku sudah di terima kerja, besok aku bisa berangkat habis antar Ivan.”Saka hanya mengangguk, menepuk lengan Alia agar segera ke kamarnya, sejujurnya dia sudah tak tahan lagi. Ada yang sedang berdiri
Saka merasa momennya dicuri oleh Alia. Dia tidak marah hanya terkejut wanita itu bisa tahu apa yang ia maksud.Sebenarnya, Alia sudah merasakan kalau Saka akan melamarnya. Dia jadi tidak sabaran, dan malah keceplosan. Kan, sekarang malah seperti Alia yang melamar Saka.Namun setelah keduanya hanya diam dan saling pandang. Alia tertawa, dia mengigit bibirnya menutupi rasa bersalah.“Aku minta maaf, aku keceplosan, mas.” Alia melanjutkan tawanya.Saka gemas, dia segera memeluk Alia dan mencium pipinya. Dia mengeluarkan kota beludru tadi dan membukanya di depan wajah Alia.“Alia, mau menikah denganku?” ulang Saka, wajahnya merah padam. Kali ini dia tidak bisa menyembunyikan ketenangannya. Kakinya gemetar, bahkan cincin yang ia pegang ikut bergerak mengikuti tangannya.Alia mengangguk, dia tidak bisa menolak Saka. Saka membuktikan bahwa cinta bisa jadi tidak menyeramkan. Keluarga bisa membuat kita bahagia.Dengan latar belakangnya yang seperti ini, Saka masih saja menerimanya tanpa selal
Tiga hari setelah perbincangan serius antara keluarga Saka dan Alia. Gadis itu mengambil ijin di kantor untuk menemui ibunya. Dia berjanji akan tetap mengerjakan tugasnya semaksimal mungkin.Susan tidak mempermaslahkan hal itu. Selama ini Alia sudah bekerja keras di perusahaannya.Alia tidak pergi dengan Ivan, anak itu kini lebih lengket dengan kedua orang tua Saka. Bahkan sudah nyaman kalau di tinggal.Orang tua Saka juga tidak ingin Ivan jauh dari mereka. Ivan sangat di manja oleh keduanya. Untungnya Ivan tidak serta merta menerima semua mainan dari kedua orang tua Saka. Dia hanya mengambil yang ia suka.Saka lah yang akan menemani Alia, sekaligus akan meminta ijin pada ibu Alia kalau nanti bertemu.Mereka setuju untuk naik mobil, Alia berangkat pukul 6 pagi.Saka melihat kegelisahan Alia, dia menatap sekilas calon istrinya “Kamu pasti kangen ibumu? Kita bawakan buah, ya.” Tawar Saka.Alia mengangguk setuju, seingatnya sang ibu sangat menyukai anggur hijau dan pear.“Mas, kalau nant
Persiapan pernikahan.Alia mengundang beberapa teman kerjanya dan Mira yang ternyata tidak bisa datang karena kandungannya yang sudah membesar.Sementara Saka juga memilih untuk menyeleksi tamu dan memberi pengertian kepada beberapa koleganya. Mereka berdua masih ingin acara yang privat dan intimate.Mama Saka sudah pasrah, dia lebih memilih menyibukan diri dengan beramain bersama Ivan. Setelah mengerti bahwa Oma barunya juga mencintainya. Ivan tidak lagi menutup diri. Anak itu lebih terbuka dan ceria.Sebagian persiapan pernikahan di serahkan kepada WO. Sebab Saka dan Alia sama-sama bekerja. Saka sendiri hanya tinggal menurut pada Alia.Malam itu, saat Saka baru pulang ke rumah. Alia dan mamanya sedang mendiskuskan sesuatu di ruang makan. Rupanya, catering yang Alia mau tidak menyediakan makanan yang ia suka. Jadi Mama Saka mengeluarkan semua jurusnya agar calon menantunya tidak kalut.“Alia, mama pengen tahu. Kamu beneran nggak apa-apa kalau ibumu tidak hadir?” tatapan wanita paruh
Ivan hampir tersedak saat mendengar ibunya memberitahu soal perjodohan dengan salah satu anak kenalannya. Malam itu, Ivan sedang mengajak ibunya makan malam. Awalnya dia menyetujui karena sang ibu yangg memintanya. Tapi sekarang dia menjadi ngeri karena mendengar kata ‘dijodohkan’.Karena sebenarnya jarang sekali Alia mengajak Ivan keluar berdua saja. Biasanya semua adiknya akan ikut, bahkan kalaupun sang Ayah sedang keluar kota.Baru saja dia ingin mencoba mendekati Anya. Tapi sekarang dia harus mendapat ide yang Alia anggap sangat cemerlang ini.“Bu, Ivan boleh menolak saran ibu tadi?” tanya Ivan dengan lembut.Alia menatap anaknya penuh kesedihan “Kenapa, nak? Kamu belum mau pacaran, ya.”Ivan menggeleng dan tersenyum kecut “Ada yang Ivan suka. Dan sekarang Ivan sedang mencoba mendekatinya.”Alia mengedipkan matanya untuk menutupi keterkejutannya “Kalau ibu boleh tahu, siapa cewek itu?”Lelah menutupi, Ivan akhirnya mendengus sambil menjawabnya “Anya.”Alia terdiam sejenak “Lah, An
Hari itu, perasaan senang yang lama dirindukan oleh Ivan akhirnya tiba juga. Dia menghabiskan sisa harinya dengan bercengkrama dengan keluarga dan juga Anya.Semua terasa begitu lengkap, ada ibunya, ayahnya juga wanita yang ia kagumi.Mungkin terdengar berlebihan, namun inilah yang Ivan rasakan. Seperti kembang api meletus dalam dadanya secara serentak. Indah dan mendebarkan.Dia melihat banyak sisi Anya yang tak pernah ia ketahui. Ternyata gadis itu masih berusia 20 tahun. Anya juga tidak memiliki Ibu, maka dari itu, dia senang sekali ketika Alia memperlakukannya dengan baik.Ada hal yang lebih membuat Ivan kaget. Rupanya Anya sangat dewasa. Dia tidak sedang berlibur, melainkan mendapat kesempatan untuk magang. Padahal, papanya adalah pemilik dari perusahaan yang besar.Hidup Anya terjamin, tapi dia malah memilih untuk mencoba berdiri sendiri.Sayangnya, waktu berjalan terlalu cepat. Ivan harus pulang, enggan rasanya berpisah dengan Anya.Ivan berharap momen seperti ini bisa terulang
Anya meminta nomor telepon Ivan karena dia merasa memiliki hutang pada Ivan.Entah kenapa Ivan dengan ikhlas memberikan data pribadinya pada Anya. Bahkan dia tidak merasa terganggu saat Anya melanjutkan kembali mengerjakan tugasnya.Bahkan ketika Anya menanyakan saran pada Ivan, pria itu dengan sadar membantunya.“Aku pulang dulu. Kamu pulang sama siapa?” tanya Ivan yang sedang mengemasi barangnya.“Rumahku di sebelah, deket banget.” Anya yang masih fokus pada laptopnya.Ivan menagangguk “Aku duluan.”*** Keesokan harinya.Ivan terdiam ketika ternyata pekerjaanya bisa selesai lebih cepat dari yang dijadwalkan. Seharusnya dia bahagia, rupanya dia masih ingin berada di kota yang jaraknya sekitar 4 jam dari kotanya.Sayangnya, Ivan tidak memiliki nomor Anya.Ivan pamit kepada Pak Kusuma. Bahkan saat sampai di luar kantor, dia celingukan mencari seseorang yang menggangu hati dan pikirannya.Baru pertama kali ada yang begitu mengusiknya.Namun, dia juga menjadi takut kalau rasa penasaran
Setahun setelah Ivan lulus kuliah, dia yang hampir berusia 23 tahun menjadi sangat mudah emosi ketika berada di kantor. Ivan tidak langsung diangkat menjadi Direktur , melainkan menjadi manager di bawah pengawasan sang ayah langsung.Ivan sangat percaya dengan kalimat ‘percaya pada proses’, maka dari itu Ivan selalu menggerutu tiap bawahnya melakukan kesalahan yang sepele.Meski masih terbilang muda, Ivan sudah sangat diperhitungkan oleh para rekannya.Hari ini, Ivan harus menghadiri rapat di luar kota sendirian. Ivan sangat anti disupuri oleh orang lain. Maka dari itu dia selalu sendiri setiap rapat di luar kota.Kalau naik pesawatpun dia selalu menolak di jemput. Pokoknya Ivan selalu merasa bisa melakukan semuanya sendiri.“Selamat siang, saya Anya senang berkenalan dengan anda.” Ucap wanita yang mengenakan baju super rapi, wanita itu mengulurkan tangannya menunggu Ivan menyambutnya.Ivan menjabat tangan wanita itu “Saya Ivan, senang berkenalan dengan anda.”Anya terkikik melihat be
Ivan tetap diberi ijin kepada Opanya untuuk mengambil kesempatan magang yang Saka berikan. Bagi Opanya, lebih baik Ivan menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu.Toh beberapa bulan lagi dia sudah resmi lulus.Ivan duduk di kamarnya dengan perasaan gusar karena dia terus terusik oleh Diana. Tadi siang gadis itu menelepon Ivan dan mengajak ketemuan besok siang di dekat parkiran. Ada yang ingin dia bicarakan.Tentu saja Ivan tidak langsung menyetujui hal itu. Sambil menatap ponsel, Ivan menggetuk-ngetuk kakinya ke lantai.“Sebenarnya dia mau apa?” gumam pria itu kesal, dia mendongakan kepala menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang.Ivan beranjak dari kursinya ketika Omanya mengetuk pintu.“Van, ada yang cariin kamu.” Teriak Oma dari balik pintu.“Ya, Ma.”***Seorang wanita berdiri tidak jauh dari pajangan foto yang menunjukan semua anggota keluarga dari rumah tersebut.Wanita itu menatap Alia dengan hati-hati. Dengan parasnya yang cantik, Diana terhenti ketika melihat Ivan yang
Ivan tidak pernah keberatan menjadi anak dari ayah sambungnya meski kini dia tahu kalau dia bukanlah anak kandungnya.Ayahnya bukan orang sembarangan, Saka Salendra, adalah seorang CEO yang sukses setelah berhenti dari pekerjaan lamanya yang merupakan seorang dokter.Setelah itu, dia menikah dengan ibunya, Alia. Melahirkan tiga adik yang usianya tidak berjarak jauh dari Ivan.Ada Arka, Saika, dan Raida.2 anak laki-laki dan dua lagi perempuan.Sekarang Ivan berusia 20 tahun, dia masih berkuliah di sebuah universitas swasta di kota. Sebenarnya Ivan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Oma dan Opanya. Karena mereka mulai kurang sehat, Ivan dengan sukarela menawarkan diri untuk menjaga mereka.Tapi pada dasarnya, Ivan memang lebih akrab dengan mereka ketimbang dengan orang tuanya sendiri.Bukan karena dibedakan, tapi, dia hanya malas dengan kondisi yang ramai. Ivan lebih pendiam dari yang dibayangkan.Sosok Ivan yang suka bicara
Saka sigap mengangkat sang istri, dia tetap tenang. Ini bukan pertama kalinya dia Saka ada di posisi yang menegangkan seperti ini.“Ma, jagain Ivan.” Ujarnya saat melewati pintu.Pengalamannya sebagai dokter membuatnya bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini.“Jangan lupa bernapas.” Ucap Saka menurunkan Alia di kursi penumpang.Alia mengangguk dan mengikuti instruksi Saka. Alia jadi ikut tenang karena Saka terlihat baik-baik saja.Alia mencengkram pahanya ketika gelombang kontraksi perlahan datang mulai sering dari sebelumnya. Alia meringsis merasa kesakitan.Melihat istrinya yang berusaha susah payah menahan sakit. Saka lantas tancap gas. Ketenangan yang tadi ada, kini mulai sirna, dia ikut panik sekarang.Di dalam mobil, suasana hening sekali. Yang terdengar hanya suara rintihan Alia.Sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit.Saka keluar dan langsung membuka pintu samping. Mempersilahkan Alia turun, gadis itu tidak mau di bopong karena kotor. Padahal Saka tidak masalah sama
Malam itu, keduanya menghabiskan waktu bersama yang sempat tertunda. Saka seolah tidak pernah menyentuh istrinya, dia terus mengamati tubuh Alia yang semakin berubah.Bangun-bangun Alia masih berada dalam dekapan Saka. Tubuh mereka tidak memiliki jarak sama sekali, dan Alia menyukai itu. Aroma Saka yang tak pernah berubah dengan senyuman yang menyambutnya di pagi ini.Rasanya rindu yang selama ini terpendam menjadi tidak bermakna karena sebenarnya Saka tidak pernah meninggalkan Alia.“Sudah bangun?” tanya Saka yang mengusap wajah Alia.Alia mengangguk “Hari ini kita harus ke rumah sakit, mas.” Ujar sang istri yang sudah bersemangat.“Kalau gitu, biar aku siap-siap dulu.”Saka bangkit dari ranjang dan berjalan santai ke kamar mandi. Melihat punggung suaminya yang menghilang di balik pintu membuat Alia merasa cemas.Namun dia harus tetap tenang. Jangan sampai Saka malah merasa terbebani karen prasangkanya.Alia duduk di pinggir ranjangnya, mengambil baju tidurnya yang terjatuh. Wanita i
Alia sudah benar-benar pulih. Sekarang dia merawat Saka yang masih tak bisa mengingat siapapun bahkan dirinya sendiri.Saka sudah melalui beberapa tes dan hasilnya selalu sama saja. Tidak ada perubahan. Pria itu masih dinyatakan amnesia sampai batas waktu yang belum diketahui.Sementara itu, Alia memandikan sang suami dan melihat betapa banyaknya bekas luka yang mulai kering di tubuh Saka.Maklum, sudah tiga hari dia dirawat di rumah sakit ini. Dan, baru hari ini dia diperbolehkan mandi.“Duduk sini, mas.” Alia mempersilahkan Saka duduk di sisi kamar mandi yang memang disediakan untuk pasien.Saka menurut, dia meraih tangan Alia sambil menatap wanita itu “Aku mau potong rambut.”Senyum Alia terangkat kian tinggi “Nanti aku potong, sekarang mas mandi dulu, ya.”Alia bersikap sesabar itu. Dia tidak akan mengeluh. Keingannya sudah terkabul, kehadiran Saka saja sudah cukup bagi Alia. Terlepas dari apapun kondisi pria itu, Alia akan membantu Saka agar dia bisa sembuh kembali.Alia membuka