“Mobil sudah siap, ayo kita pulang.” Ucap Dimas, dia hanya melirik Alia sekilas. Awalnya dia ingin bicara dengan Alia, tapi semuanya gagal. Istrinya lebih dulu mendatangi Alia.Demi menjaga nama baiknya, Dimas harus menurunkan egonya.Laki-laki itu menarik istrinya agar segera keluar.Akhirnya Alia bisa bernapas lega, dia meminta Saka untuk tidak menjemputnya karena dia ingin pulang ke kontrakan untuk mengambil barang.Saka : Aku bisa antar kamu, ini aku sudah selesai praktek.Alia hendak membalas pesan Saka namun harus tertunda karena tiba-tiba Susan meminta Alia untuk mengedit sesuatu. Pekerjaan mereka jadi banyak sekali, hampir separuh pekerjaan dari perusahaan Dimas yang tertunda dipindahkan ke kantor Alia.Rupanya Alia bekerja lebih lama, hampir pukul 8 dan dia belum bisa pulang. Sampai-sampai Saka harus meneleponnya.“Aku sudah di bawah.” Ucap Saka lembut, dia tidak marah pada Alia.Alia yang mendengar itu langsung kelabakan dan menatap jam dinding “Astaga, maaf mas. Aku turun s
Untuk pertama kalinya, Alia dan Saka akan tidur di satu kamar yang sama. Canggung? Sudah pasti, apalagi kini Alia harus menganti baju setelah seharian memajang diri di depan para tamu.Saka yang baru selesai mandi hanya mengenakan handuk di setengah badannya. Rambutnya masih setengah basah saat dia kibaskan.“Kamu mau mandi sekarang apa nanti?” tanya Saka berkacak pinggang di depan kamar mandi.Alia memuta tubuhnya, melihat pemandangan yang ternyata cukup membuatnya terpana.“A-aku mau ke kamar Ivan dulu. Tadi aku nggak sempat anterin ke kamar.” Ucap Alia tergagap.Saka menyeringai dengan tatapan jahil “Kamu lupa, Ivan lagi ke rumah mama sama papa.”Alia memejamkan matanya, dimana lagi dia bisa melarikan diri. Jujur saja dia masih takut untuk melakukan malam pertama dengan Saka.Jantung Alia berdebar-debar ketika merasakan tangan Saka menyentuh dagunya. Sejak kapan Saka sudah berada di hadapannya.Melihat istrinya salah tingkah, Saka semakin ingin menjahilinya.“Kamu mau mandi sekaran
Susan nampak terkejut dan juga malu karena terpergok oleh Alia sedang menempel di lengan pria itu. Bagaimanapun juga, Alia baru saja menikah, dia tidak ingin memiliki urusan dengan Dimas lagi tapi dia tidak bisa tinggal diam ketika wanita yang sudah menolongnya malah menjadi sasaran selanjutnya.Mereka berdua mencoba bersikap senormal mungkin.“Saya cuma mau berpamitan sekalian memberikan beberapa bingkisan untuk semua orang.” Ucap Alia, dia tidak mau ambil pusing ketika melihat Susan menunduk.Dimas menatap Alia, dia tidak tahu kalau Alia sudah menikah kemarin.“Pamitan?”Susan yang menjawab “Alia sudah menikah, dan suaminya tidak ingin dia bekerja lagi.”Alia tidak menggubris saat Dimas mencoba berbicara dengannya. Dia menaruh bingkisan itu di atas meja “Kalau begitu, saya pergi dulu.”Ketika Alia keluar, Dimas jelas langsung mengikutinya. Tidak banyak bicara, Dimas langsung menarik tangan Alia dan melihat di jari manisnya yang sudah bertenger cincin berlian yang terlihat sederhana
Saka menyalurkan hobinya terlebih dahulu. Dia membuahi Alia seolah meluapkan semua kegundahannya. Banyak hal yang baru Alia ketahui soal ranjang dan untung saja Saka yang mengajarkannya.Mereka tidak menunda memiliki momongan, apalagi Ivan sudah cukup dewasa untuk mendapatkan seorang adik. Tapi Saka juga tidak memaksa Alia.Dia ingin menikmati waktu dengan Alia sebanyak mungkin. Pokoknya asal bisa bersama istrinya, Saka sudah merasa puas.Alhasil Alia harus mandi lagi, dan bubur pun sudah dingin. Alia mendengus ketika Saka keluar dari kamar sambil memberikan cengiran jahil.“Maaf, sayang.” Dia mengecup kening Alia yang masih basah.Alia menarik napas sambil menahan tawanya “Makannnya udah dingin, aku panasin dulu ya, mas.”Saka menatap Alia yang sibuk di balik kompor, wanita itu memanaskan kembali buburnya.Ketika dia menyantap masakan Alia, Saka hanya diam karena menikmati setiap suapnya. Alia hanya menatap Saka dan menyeka mulut pria itu ketika suaminya sudah selesai makan.“Enak ba
Seharian berada di luar, Alia sampai kelelahan dan tertidur di mobil. Padahal jarak rumah mereka tidak terlalu jauh tapi mata Alia sudah tidak sanggup terbuka lagi.Sesampainya di depan rumah, Saka langsung mengendong Alia.Hari sudah gelap, dan di luar cukup berawan. Sepertinya nanti akan turun hujan. Angin bahkan berhembus dengan kencang saat Marni membuka pintu.Bahkan saat di baringkan, Alia masih tertidur. Sepertinya dia lelah sekali. Terdengar suara dengkuran lembut membuat Saka tersenyum.Sementara itu, Dimas memeluk Susan dari belakang, sambil menaruh dagunya di pundak wanita itu.“Kenapa tadi kamu memanggilku, Alia? Apa dia gadis yang kamu cintai?” tebak Susan, dia terdengar begitu nelangsa ketika mendapati kenyataan ini.Separuh hatinya sudah tertarik pada Dimas, meski dia tahu kalau apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan. Dimas tidak tahu soal hal ini, dia hanya ingin melampiaskan dan berimajinasi soal Alia sepuas hatinya.Dimas mengecup tengkuk Susan “Benar. Aku mencin
Mengingat sekarang dia tidak memliki kegiatan lain. Alia sering menghabiskan waktu di dapur meski Saka melarangnya. Pria itu bersikeras memberikan kehidupan super mewah untuk Alia. Bahkan, dia sempat kepikiran untuk merubah profesinya agar bisa lebih sering menemani Alia.Bukannya mendukung, Alia malah melarang keras keinginan suaminya tersebuat. Pasalnya, menjadi dokter membuat Saka lebih terlihat seperti ‘orang normal’ ketimbang Saka yang menjadi presdir perusahaan raksasa.Sudah beberapa hari semenjak Ivan tidak ada didekatnya. Alia sedang menonton tv sambil mengupas mangga. Akhir-akhir ini dia hanya suka makan buah.*** Beberapa hari berlalu, kondisi Alia semakin menurun dan dia bahkan tidak bisa makan apa pun. Bahkan Ivan sampai harus di ungsikan ke rumah mama,papa Saka.Mama Saka sudah meminta Alia untuk pergi ke dokter, tapi wanita itu tidak mau karena merasa hanya meriang saja.Dan Alia ingat, semenjak menikah dia belum mengalami menstruasi. Buru-buru dia meminta supir untuk
Saka berdehem ketika melihat istrinya bersembunyi di balik pintu kulkas.Alia mendongak dan meringis seperti anak kecil yang baru ketahuan melakukan kesalahan.“Laper, sayang?” tanya Saka, dia menutup pintu kulkas ketika Alia berdiri dengan sepotong roti di tangannya.“Aku laper banget, mas. Padahal sudah jam 11 malam.”Saka terdiam, dia lega istrinya bisa makan tapi seharusnya tidak selarut ini. Sebagai seorang dokter, Saka akan memastikan istrinya baik-baik saja.“Kalau begitu makan buah atau panaskan ayam. Aku tidak akan melarangmu makan, tapi lihat gizinya juga.” Saka mendekat dan menaruh tangannya di perut Alia “Anak Ayah harus sehat.”Alia tidak marah, dia merasa sangat diperhatikan. Seandainya dulu dia ‘diomeli’ seperti ini. Alia yakin kalau dirinya akan merasa lebih berharga.Akhirnya, Saka menemani Alia makan. Dia bahkan membuatkan Alia olahan telur agar tidak makan sembarangan.*** 7 hari setelah kabar soal Alia mengandung. Selera makan Alia benar-benar sudah kembali. Kondi
Meski ragu Alia tetap mendatangi Susan, dia terdiam ketika melihat wanita itu tampak acak-acakan. Seingat Alia, Susan selalu berpenampilan rapi.Apalagi wanita di sebelahnya yang menatap Alia dengan penuh kebencian.Beberapa waktu tidak bertemu membuat Alia tidak mengenali Susan lagi.Masih terdiam, Alia mengedipkan matanya ketika menatap wanita asing itu.“Alia..” panggil Susan memecah lamunannya.Alia mengerjab “Eh, iya.”Alia duduk di sebrang kedua wanita yang menatapnya dengan penuh harap.“Kalian ada urusan apa, ya?” baru kali ini Alia memiliki firasat yang tidak enak saat kedatangan tamu.Susan menelan ludahnya dan menatap wanita di sebelahnya ketika mengangguk ringan “Sebenarnya kami hamil, Al. Dimas yang menjadi ayahnya. Tapi dia menolak untuk tanggung jawab.”“Lalu apa hubungannya denganku?” sahut Alia bingung. Bukannya ini bukan urusannya.Wanita yang satunya menjawab “Dia menjadikan kami pengantimu, Alia. Apa kamu ingat? Aku adalah wanita yang bertemu denganmu di butik.”Al
Ivan hampir tersedak saat mendengar ibunya memberitahu soal perjodohan dengan salah satu anak kenalannya. Malam itu, Ivan sedang mengajak ibunya makan malam. Awalnya dia menyetujui karena sang ibu yangg memintanya. Tapi sekarang dia menjadi ngeri karena mendengar kata ‘dijodohkan’.Karena sebenarnya jarang sekali Alia mengajak Ivan keluar berdua saja. Biasanya semua adiknya akan ikut, bahkan kalaupun sang Ayah sedang keluar kota.Baru saja dia ingin mencoba mendekati Anya. Tapi sekarang dia harus mendapat ide yang Alia anggap sangat cemerlang ini.“Bu, Ivan boleh menolak saran ibu tadi?” tanya Ivan dengan lembut.Alia menatap anaknya penuh kesedihan “Kenapa, nak? Kamu belum mau pacaran, ya.”Ivan menggeleng dan tersenyum kecut “Ada yang Ivan suka. Dan sekarang Ivan sedang mencoba mendekatinya.”Alia mengedipkan matanya untuk menutupi keterkejutannya “Kalau ibu boleh tahu, siapa cewek itu?”Lelah menutupi, Ivan akhirnya mendengus sambil menjawabnya “Anya.”Alia terdiam sejenak “Lah, An
Hari itu, perasaan senang yang lama dirindukan oleh Ivan akhirnya tiba juga. Dia menghabiskan sisa harinya dengan bercengkrama dengan keluarga dan juga Anya.Semua terasa begitu lengkap, ada ibunya, ayahnya juga wanita yang ia kagumi.Mungkin terdengar berlebihan, namun inilah yang Ivan rasakan. Seperti kembang api meletus dalam dadanya secara serentak. Indah dan mendebarkan.Dia melihat banyak sisi Anya yang tak pernah ia ketahui. Ternyata gadis itu masih berusia 20 tahun. Anya juga tidak memiliki Ibu, maka dari itu, dia senang sekali ketika Alia memperlakukannya dengan baik.Ada hal yang lebih membuat Ivan kaget. Rupanya Anya sangat dewasa. Dia tidak sedang berlibur, melainkan mendapat kesempatan untuk magang. Padahal, papanya adalah pemilik dari perusahaan yang besar.Hidup Anya terjamin, tapi dia malah memilih untuk mencoba berdiri sendiri.Sayangnya, waktu berjalan terlalu cepat. Ivan harus pulang, enggan rasanya berpisah dengan Anya.Ivan berharap momen seperti ini bisa terulang
Anya meminta nomor telepon Ivan karena dia merasa memiliki hutang pada Ivan.Entah kenapa Ivan dengan ikhlas memberikan data pribadinya pada Anya. Bahkan dia tidak merasa terganggu saat Anya melanjutkan kembali mengerjakan tugasnya.Bahkan ketika Anya menanyakan saran pada Ivan, pria itu dengan sadar membantunya.“Aku pulang dulu. Kamu pulang sama siapa?” tanya Ivan yang sedang mengemasi barangnya.“Rumahku di sebelah, deket banget.” Anya yang masih fokus pada laptopnya.Ivan menagangguk “Aku duluan.”*** Keesokan harinya.Ivan terdiam ketika ternyata pekerjaanya bisa selesai lebih cepat dari yang dijadwalkan. Seharusnya dia bahagia, rupanya dia masih ingin berada di kota yang jaraknya sekitar 4 jam dari kotanya.Sayangnya, Ivan tidak memiliki nomor Anya.Ivan pamit kepada Pak Kusuma. Bahkan saat sampai di luar kantor, dia celingukan mencari seseorang yang menggangu hati dan pikirannya.Baru pertama kali ada yang begitu mengusiknya.Namun, dia juga menjadi takut kalau rasa penasaran
Setahun setelah Ivan lulus kuliah, dia yang hampir berusia 23 tahun menjadi sangat mudah emosi ketika berada di kantor. Ivan tidak langsung diangkat menjadi Direktur , melainkan menjadi manager di bawah pengawasan sang ayah langsung.Ivan sangat percaya dengan kalimat ‘percaya pada proses’, maka dari itu Ivan selalu menggerutu tiap bawahnya melakukan kesalahan yang sepele.Meski masih terbilang muda, Ivan sudah sangat diperhitungkan oleh para rekannya.Hari ini, Ivan harus menghadiri rapat di luar kota sendirian. Ivan sangat anti disupuri oleh orang lain. Maka dari itu dia selalu sendiri setiap rapat di luar kota.Kalau naik pesawatpun dia selalu menolak di jemput. Pokoknya Ivan selalu merasa bisa melakukan semuanya sendiri.“Selamat siang, saya Anya senang berkenalan dengan anda.” Ucap wanita yang mengenakan baju super rapi, wanita itu mengulurkan tangannya menunggu Ivan menyambutnya.Ivan menjabat tangan wanita itu “Saya Ivan, senang berkenalan dengan anda.”Anya terkikik melihat be
Ivan tetap diberi ijin kepada Opanya untuuk mengambil kesempatan magang yang Saka berikan. Bagi Opanya, lebih baik Ivan menyelesaikan kuliahnya terlebih dahulu.Toh beberapa bulan lagi dia sudah resmi lulus.Ivan duduk di kamarnya dengan perasaan gusar karena dia terus terusik oleh Diana. Tadi siang gadis itu menelepon Ivan dan mengajak ketemuan besok siang di dekat parkiran. Ada yang ingin dia bicarakan.Tentu saja Ivan tidak langsung menyetujui hal itu. Sambil menatap ponsel, Ivan menggetuk-ngetuk kakinya ke lantai.“Sebenarnya dia mau apa?” gumam pria itu kesal, dia mendongakan kepala menatap langit-langit kamarnya yang remang-remang.Ivan beranjak dari kursinya ketika Omanya mengetuk pintu.“Van, ada yang cariin kamu.” Teriak Oma dari balik pintu.“Ya, Ma.”***Seorang wanita berdiri tidak jauh dari pajangan foto yang menunjukan semua anggota keluarga dari rumah tersebut.Wanita itu menatap Alia dengan hati-hati. Dengan parasnya yang cantik, Diana terhenti ketika melihat Ivan yang
Ivan tidak pernah keberatan menjadi anak dari ayah sambungnya meski kini dia tahu kalau dia bukanlah anak kandungnya.Ayahnya bukan orang sembarangan, Saka Salendra, adalah seorang CEO yang sukses setelah berhenti dari pekerjaan lamanya yang merupakan seorang dokter.Setelah itu, dia menikah dengan ibunya, Alia. Melahirkan tiga adik yang usianya tidak berjarak jauh dari Ivan.Ada Arka, Saika, dan Raida.2 anak laki-laki dan dua lagi perempuan.Sekarang Ivan berusia 20 tahun, dia masih berkuliah di sebuah universitas swasta di kota. Sebenarnya Ivan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Oma dan Opanya. Karena mereka mulai kurang sehat, Ivan dengan sukarela menawarkan diri untuk menjaga mereka.Tapi pada dasarnya, Ivan memang lebih akrab dengan mereka ketimbang dengan orang tuanya sendiri.Bukan karena dibedakan, tapi, dia hanya malas dengan kondisi yang ramai. Ivan lebih pendiam dari yang dibayangkan.Sosok Ivan yang suka bicara
Saka sigap mengangkat sang istri, dia tetap tenang. Ini bukan pertama kalinya dia Saka ada di posisi yang menegangkan seperti ini.“Ma, jagain Ivan.” Ujarnya saat melewati pintu.Pengalamannya sebagai dokter membuatnya bisa berpikir jernih dalam keadaan seperti ini.“Jangan lupa bernapas.” Ucap Saka menurunkan Alia di kursi penumpang.Alia mengangguk dan mengikuti instruksi Saka. Alia jadi ikut tenang karena Saka terlihat baik-baik saja.Alia mencengkram pahanya ketika gelombang kontraksi perlahan datang mulai sering dari sebelumnya. Alia meringsis merasa kesakitan.Melihat istrinya yang berusaha susah payah menahan sakit. Saka lantas tancap gas. Ketenangan yang tadi ada, kini mulai sirna, dia ikut panik sekarang.Di dalam mobil, suasana hening sekali. Yang terdengar hanya suara rintihan Alia.Sampai akhirnya mereka tiba di rumah sakit.Saka keluar dan langsung membuka pintu samping. Mempersilahkan Alia turun, gadis itu tidak mau di bopong karena kotor. Padahal Saka tidak masalah sama
Malam itu, keduanya menghabiskan waktu bersama yang sempat tertunda. Saka seolah tidak pernah menyentuh istrinya, dia terus mengamati tubuh Alia yang semakin berubah.Bangun-bangun Alia masih berada dalam dekapan Saka. Tubuh mereka tidak memiliki jarak sama sekali, dan Alia menyukai itu. Aroma Saka yang tak pernah berubah dengan senyuman yang menyambutnya di pagi ini.Rasanya rindu yang selama ini terpendam menjadi tidak bermakna karena sebenarnya Saka tidak pernah meninggalkan Alia.“Sudah bangun?” tanya Saka yang mengusap wajah Alia.Alia mengangguk “Hari ini kita harus ke rumah sakit, mas.” Ujar sang istri yang sudah bersemangat.“Kalau gitu, biar aku siap-siap dulu.”Saka bangkit dari ranjang dan berjalan santai ke kamar mandi. Melihat punggung suaminya yang menghilang di balik pintu membuat Alia merasa cemas.Namun dia harus tetap tenang. Jangan sampai Saka malah merasa terbebani karen prasangkanya.Alia duduk di pinggir ranjangnya, mengambil baju tidurnya yang terjatuh. Wanita i
Alia sudah benar-benar pulih. Sekarang dia merawat Saka yang masih tak bisa mengingat siapapun bahkan dirinya sendiri.Saka sudah melalui beberapa tes dan hasilnya selalu sama saja. Tidak ada perubahan. Pria itu masih dinyatakan amnesia sampai batas waktu yang belum diketahui.Sementara itu, Alia memandikan sang suami dan melihat betapa banyaknya bekas luka yang mulai kering di tubuh Saka.Maklum, sudah tiga hari dia dirawat di rumah sakit ini. Dan, baru hari ini dia diperbolehkan mandi.“Duduk sini, mas.” Alia mempersilahkan Saka duduk di sisi kamar mandi yang memang disediakan untuk pasien.Saka menurut, dia meraih tangan Alia sambil menatap wanita itu “Aku mau potong rambut.”Senyum Alia terangkat kian tinggi “Nanti aku potong, sekarang mas mandi dulu, ya.”Alia bersikap sesabar itu. Dia tidak akan mengeluh. Keingannya sudah terkabul, kehadiran Saka saja sudah cukup bagi Alia. Terlepas dari apapun kondisi pria itu, Alia akan membantu Saka agar dia bisa sembuh kembali.Alia membuka