แชร์

6

ผู้เขียน: Dentik
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-20 14:06:07

Aku ternganga kaget melihat kedatangan mereka. Tak lupa memasukkan sesendok nasi terakhir ke mulutku. Sangat disayangkan jika aku menyisakan makanan yang lezat ini.

“Angkat tangan!” kali ini seorang pria mendekatiku sembari menodongkan pistol. Aku terjerembat melihat senjata itu.

“Uhuk uhuk!” Sisa nasi yang belum tertelan membuatku tersedak. Untungnya masih ada segelas teh di sana.

“Astaga! Apa-apaan ini,” ucapku kebingungan. Seorang wanita langsung mengambil tas plastik tempat obatnya Bimo.

“Eh Mbak! Itu punya saya.” kucoba meraih plastik itu tapi tak bisa karena seseorang membegukku hingga tersungkur. Kedua tanganku langsung terborgol.

“Ah! Lepaskan! Kalian ini ngapain sih!” teriakku.

Semua orang yang ada di warung pun ikut disandera oleh kawanan itu.

“Mari ikut saya ke kantor polisi.”

“Hah!? Kantor polisi? Apa salah saya?”

Tak menjawab orang-orang itu menyeretku begitu saja menjauh dari warung.

“Mobil saya Pak! Mobil saya gimana?” tanyaku histeris, itu adalah benda berhargaku. Hanya itu yang kupunya untuk berpergian. “Saya tidak mau pergi kalau mobil saya ditinggal di sini.”

“Jangan memberontak!” bentak seseorang yang menyeretku.

”Mobil anda aman Bu. Tim kami akan membawanya, ” jelas wanita yang merampas plastik obatku.

“Oke saya tidak akan memberontak. Tidak bisakah kalian menyeretku lebih halus!?”

Mereka tak menggubris sama sekali. Hari ini benar-benar sial.

Ketika sampai di kantor polisi, aku diminta untuk menghubungi wali. Bu Yati adalah orang pertama, sayangnya tak ada jawaban apapun. Lalu ku mencoba hubungi Sinta, hasilnya nihil. Aku berpikir keras mencari seseorang yang bisa menjadi waliku, Kenzo adalah pilihan selanjutnya. Telepon berdering cukup lama hingga panggilan pun tersambung.

“Hallo Kenzo!” girangku karena ada seseorang yang bisa menjawab. Namun, sedetik kemudian lengkungan di bibir perlahan menjadi datar.

“Hei wanita gatal! Masih saja menghubungi suami orang. Aku peringatkan sekali lagi ya, jangan pernah menghubungi Kenzo! Atau aku akan memberi pelajaran untukmu!” hardik Gita penuh emosi. Tut! Panggilan telepon pun berakhir.

“Bagaimana? Apakah sudah ada wali yang akan datang ke kantor polisi?” tanya salah satu petugas yang sedari tadi duduk di hadapanku. Aku hanya menggelengkan kepala. Lelaki itu menghela napas, “Coba cari lagi.”

Mataku terasa panas, aku sangat bingung meminta tolong pada siapa. Aku sudah tak memiliki keluarga, temanku pun hanya ada Sinta dan Kenzo.

Ah! Mas David. Segera kucari nomor telepon mantan suamiku. Satu panggilan saja sudah cukup untuk menyambungkan teleponku padanya.

“Hallo May,” sapanya ramah.

Aku sangat senang mendengar suara itu.

“Hallo Mas. Aku mau minta tolong boleh?” tanyaku langsung to the point.

“Minta tolong apa May? Katakan, aku akan membantumu.”

“A-aku...”

“Apa-apaan kamu David! Masih saja menghubungi wanita miskin ini,” teriak seseorang di dalam telepon. “Hei Maya! Aku kan sudah memberimu kompensasi yang sangat besar. Kenapa masih saja mengganggu keluargaku? Apa kompensasi itu masih kurang? Bukankah kemarin David juga memberimu uang yang banyak untuk biaya hidup anak idiot itu?”  Mulutku terkatup rapat mendengarnya.

“Dasar wanita matre! Diberi sebanyak apa pun masih saja terasa kurang! Sekali lagi kamu menghubungi David, kan ku pastikan hidupmu hancur!” hardik mantan ibu mertua. Sambungan telepon pun terputus. Secercah harapan yang kunantikan kini menghilang. Bibirku terasa kelu mendengar omelan mantan ibu mertua, kata-katanya tak pernah berubah. Dia selalu memaki tanpa henti. Sesak sekali rasanya. Nasibku hari ini benar-benar malang. Kepala terasa pening memikirkan masalah yang terjadi. Tidak ada yang membantu, selama beberapa menit hanya menyecroll kontak di dalam ponsel, dan jariku langsung berhenti pada sebuah nama, yakni Tristan.

“Apa dia bisa membantuku?”

“Hubungi saja Bu,” jawab polwan yang baru masuk ke ruangan interograsi.

Tutt... tutt... tutt... cukup lama menunggu jawaban dari lelaki itu. Bahkan aku harus menelponnya sampai tiga kali, ini yang keempat. Jika tak kunjung diangkat maka aku pasrah apabila dimasukkan bui, setidaknya beberapa bulan telingaku tak merasakan goncangan fitnah yang bertubi-tubi.

“Hallo,” suara serak tiba-tiba terdengar di telingaku.

“Hallo arwahi, ternyata masih hidup. Ups sorry,” sesalku. Entah kenapa jika berbicara dengan Tristan mulutku loss dol tak bisa dikontrol.

“Ada apa?”

“Uh! Aku memiliki masalah. Bisakah kamu membantuku? Aku berada di kantor polisi.”

“Baiklah. Share locationmu sekarang,” perintahnya dan langsung menutup telepon.

Beberapa menit kemudian, Tristan sudah datang menemuiku dia benar-benar lelaki kilat.

“Jelaskan bagaimana kamu bisa ada di sini?” tanyanya dingin. Hawa ruangan berubah menjadi suram, dan mulutku tak henti menjelaskan situasi yang tak terduga itu.

“Hm. Aku akan bernegoisasi dengan pihak kepolisian. Aku harap semua perkataanmu benar. Dan untuk anakmu, aku ingin melihatnya. Jika semuanya salah, maka kamu harus mengganti kerugiannya hingga 100 kali lipat.”

“What the hell? Gila kamu! 100 kali lipat itu sangat banyak, tega sekali kamu!” protesku. “Tapi tidak masalah, karena aku mengatakannya dengan jujur tanpa mengada-ada.”

Tak merespon protesanku, Tristan pun pergi dari ruangan tempat ku dikurung. Beberapa menit kemudian, seorang polwan datang sembari memintaku untuk memberikan sampel urine dan darah. Katanya untuk pemeriksaan apakah aku positif narkoba atau negatif. Aku menuruti semua prosedur. Cukup lama menunggu hasil pemeriksaan, tanpa sadar tertidur karena merasa bosan. Ponselku pun disita oleh pihak berwajib.

“Kita pulang sekarang,” ucap Tristan membangunkanku.

“Bagaimana hasilnya?” tanyaku dengan mata yang berat dibuka.

“Negatif, dan bebas.” Aku terlonjak mendengar jawaban Tristan, kini khayalan berada di dalam bui selama berbulan-bulan langsung sirna. Tanpa sadar aku menggenggam tangan lelaki itu dan melompat seperti anak kecil.

“Alhamdulillah ya Allah!”

“Ekhem!” dehamnya sembari mengibaskan tanganku.

“Sorry.”

Kami pun pulang, Tristan mengikuti mobilku dari belakang. Lelaki itu mengikutiku memakai sepeda supra. Dia terlihat sangat santai, sedangkan aku masih girang karena terbebas dari bui. Hari ini sangat melelahkan.

Sesampainya di rumah, aku langsung mempersilahkan Tristan masuk. Mataku terbelalak melihat pemandangan di dalam.

“Astaga!” pekikku. Terlihat Sinta dan Bu Yati yang terduduk lemas di lantai, semua barang berserakan di mana-mana.

“Kenapa bisa seperti ini?”

“Ahh... Maya. Hehe...” Sinta justru terkekeh melihat kedatanganku.

Bu Yati yang lemas memaksa dirinya berdiri. “Bimo tadi ngamuk Mbak, untungnya tidak kejang,” adunya.

“Ya ampun, pasti sangat merepotkan. Sekarang Bimo di mana?”

Bu Yati menunjuk daun pintu di belakangku. Di sana terlihat Bimo yang sedang bermain uang. Tristan hanya mematung melihat keadaan rumahku.

“Hehe... maaf ya berantakan. Silakan masuk.” Kupersilahkan lelaki penyelamat masuk. Sinta dan Bu Yati langsung membereskan ruang tamu.

“Siapa?” bisik Sinta yang kepo.

“Penyelamatku! Jangan pulang dulu, nanti aku ceritakan kejadiannya.”

Sinta memberikan kode oke dengan jarinya. Bu Yati ingin membawa Bimo masuk ke dalam rumah, tapi Tristan mencegahnya.

“Biarkan dia di sini Bu,” pinta lelaki itu.

“Ah iya.” Wanita itu melirikku sekilas, dan aku memberikan persetujuan atas permintaan Tristan.

Lelaki itu hanya mengamati Bimo dalam diam, sesekali dia membantu anakku merapikan uang yang berserakan di atas meja.

“Minum tehnya terlebih dulu,” ingatku padanya. Tristan hanya melirikku sekilas, tapi tangannya langsung menyambar segelas teh yang kurasa sudah dingin. Dia meminumnya hingga tandas.

“Aku pamit pulang dulu.”

“Sekarang?” tanyaku.

“Ya. Ini sudah larut,” ucapnya sembari melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh. Perkataannya memang benar, dan kita sampai di rumah pada jam sembilan.

“Baiklah. Hati-hati di jalan, dan terimakasih atas bantuanmu.” Aku mengantarnya hingga depan rumah.

“Kita impas,” ucapnya berlalu pergi bersama motor andalan bapak-bapak. 

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   7

    “Bu Maya?” panggil seseorang yang membuyarkan konsentrasi ku saat bekerja di depan komputer.“Ya?” sahutku yang langsung menoleh ke sumber suara. Seorang wanita bertubuh sintal sedang tersenyum. Mataku melebar melihatnya, siapa yang tidak terkejut didatangi HRD.“Tolong ke ruangan saya,” pintanya. Badanku terasa panas dingin mendengar ucapan itu. Ini berada di luar nalar. Apalagi saat pemeriksaan kinerja kemarin aku tak membuat kesalahan apa pun. Aku mengikuti perempuan itu, semua rekan kerja langsung bergunjing melihat kepergian kami. Namun, aku masih mendengar beberapa percakapan dari mereka.“Si Maya kayaknya mau dipecat. Kan sempat buat masalah sama istri Pak Kenzo,” ucap Tina dengan lirikan sinis.“Jelaslah. Apalagi kalau tidak dipecat! Janda gatal begitu pantas disingkirkan dari kantor. Bikin sepat mata saja. Iya tidak Ros?” sahut Putri sembari mencolek Rosa yang duduk di sebelahnya. Wanita itu hanya tersenyum tipis mendengar celoteh teman-temannya.Ketika sampai di ruang HRD, a

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-20
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   8

    Seorang laki-laki berjas abu-abu rapi sedang menatapku dengan dingin. Mataku terpaku melihat penampilannya yang sangat berbeda ketika beberapa minggu lalu.“K-kok....”“Ssssttt... Maya! Ini Pak CEO!” bisik Bu HRD. “Ehehe... Maaf Pak. Ini sekretaris yang bapak maksud bukan?” Bu Nanda menggaet tanganku agar segera berdiri. Aku masih kikuk karena shock melihat CEO yang ada di depanku. Dia adalah Tristan. Seorang laki-laki yang kutemukan di parkiran kantor dalam keadaan tak sadarkan diri sekaligus penyelamatku ketika diringkus ke kantor polisi.“Iya Benar,” jawabnya singkat. Perhatian lelaki itu langsung beralih ke anakku Bimo karena suara barang jatuh di balik meja. Ia mendekatinya perlahan dan berdiri mematung saat melihat putraku menghamburkan uang yang ada di dalam dompet.“Astaga Bimo!” pekikku kaget karena semua alat tukar itu keluar dari tempatnya. Segera ku bereskan barang yang berserakan di atas meja. Sebelum itu, tak lupa aku menduduk minta maaf pada atasanku.“Maaf Pak,” ucapku

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-20
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   9

    Tanpa menjawab pertanyaannya aku memilih melengos meninggalkannya sendiri. Wanita itu tampak geram jika didengar dari langkah suaranya. Sepatu berhak tinggi itu mengetuk lantai dengan nyaring dan memantul di sepanjang lorong menuju parkiran. Beberapa orang yang sedang berjalan ke arah yang sama langsung memerhatikan kami. Tatapan aneh dengan salah satu alis yang terangkat, hal yang sudah terlalu sering kulihat. Sepertinya aku mulai kebal dengan segala momentum menyebalkan di hidup ini."Hati-hati, Ros. Kamu bisa jatuh kalau jalan cepat seperti itu," cegah Putri dengan nada cemas."Benar. Ngapain kamu dekat-dekat sama pelakor itu?" Kali ini suara Tina yang menyusul, ketus dan penuh sindiran.Beberapa orang lain terdengar berbisik mendengar kata pelakor yang diucapkan Tina. "Oh... jadi itu pelakor yang lagi ramai dibicarakan."Orang lain berdesis memperingati temannya, " Jangan keras

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-21
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   10

    "Kirim print semua laporan yang aku kirim. Sekarang," ucap Tristan sangat tegas. Pagi ini aku langsung menghadap kepadanya, dan ini adalah perintah ke lima yang harus kukerjakan. Untungnya, Bimo sangat tenang berada di ruang kerja CEO-ku ini, jadi aku bisa bekerja dengan gesit agar cepat istirahat."Baik, Pak." Kutundukkan sedikit kepalaku sebelum pergi. Namun, belum rapat kututup pintu. Pria yang mendadak adalah CEO-ku itu kembali bersuara."Apa aku boleh membawa Bimo jalan-jalan sebentar?"Aku terdiam beberapa saat, menimang apakah melepaskan putraku pada pria ini akan aman atau tidak."Hanya sebentar. Aku pasti akan kembali sebelum jam kerja berakhir."Aku tersenyum simpul, karena dipahami oleh pria itu. Tristan menatapku cukup hangat kali ini. Biasanya ia tampak dingin dan irit bicara."Boleh, Pak."Tristan kembali menatap Bimo yang masih asyik dengan mainannya. Aku sedikit ce

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-21
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   1

    “Dasar wanita murahan!”Plak... tangan perempuan itu menampar pipiku dengan keras. Rasanya sangat panas, kulihat beberapa orang yang ada di lobi tekejut sekaligus senang melihat tontonan gratis.“Wanita tak tau diri! Jelas-jelas ini nomor kamu, masih saja mengelak! Janda gatel tak tau diuntung! Sini kamu!” Perempuan itu mencoba merengkuhku kembali. Tangannya sudah melayang ke udara, sedangkan aku hanya terpaku mendapat serangan yang bertubi-tubi darinya.Dadaku bergemuruh hebat, rasanya ingin menampar balik perempuan itu. Namun, tak berselang lama security sudah menyeretnya keluar.Kini tinggal diriku yang terpaku merasakan nyerinya pipi bekas tangan istri atasanku.“Maya, bibirmu...” ucap seseorang yang mendekat. Dia adalah Rosa, teman satu devisi. Sebelumnya aku menganggap dia seperti malaikat di neraka jahanam ini. Namun, sekarang sudah tidak. Aku tidak mempercayai perempuan itu lagi.Tak menggubrisnya, aku memilih untuk masuk ke dalam kamar mandi. Menenangkan diri yang dibuat shock

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   2

    Tubuh manusia itu terlihat sangat pucat, dadaku berdesir hebat. Bulu kudukku meremang melihatnya. Aku ingin berteriak dengan keras, tapi tenggorokanku tercekat kuat. Dengan tangan bergetar, kucoba untuk berdiri.“Emh!” desah manusia itu.“Apakah kamu masih hidup?” tanyaku, mencoba memastikan keadaan orang itu. Dengan pelan kaki ini melangkah mendekatinya. Lelaki berbibir tipis itu enggan menyahut pertanyaanku. Keadaannya sangat mengenaskan.“Are you okay?” kali ini aku benar-benar khawatir melihatnya. Dia terlihat ingin menjawab pertanyaanku, tapi mulutnya sulit digerakkan. Kupindai keadaan sekitar, tak ada seorangpun di sini.“Okay. Permisi, aku akan membawamu ke rumah sakit. Kau terlihat sangat mengkhawatirkan, sebelum ajal menjemput tak ada salahnya jika aku berusaha membawamu ke tempat berobat. Setidaknya jika nanti benar-benar meninggal, aku tidak memiliki penyesalan telah menelantarkanmu di sini,” cerocosku padanya.Entah lelaki itu mendengar perkataanku atau tidak, setidaknya a

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   3

    Lelaki yang membuangku demi kehormatan keluarganya kini berani menunjukkan batang hidungnya. Dua tahun lalu dimana aku yang menyandang sebagai istri direktur di salah satu perusahaan pangan terbesar negara ini, tapi semua runtuh ketika aku bercerai dengan suamiku. Dari awal memang aku tak direstui menikah dengan David, mantan suamiku. Namun, karena kegigihan lelaki itu membuat keluarganya tunduk dan menerimaku dengan terpaksa. Sangat disayangkan, saat pernikahan berjalan di tahun ketiga tiba-tiba aku dipermalukan dengan keji. Bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal itu karena kehadiran Bimo. Buah hati hasil hubungan cintaku dengan David mengidap autism, dan keluarganya menganggap itu sebagai aib. Masih teringat dengan jelas bagaimana mereka mencaciku dengan kasar bahkan David tak berkutik dan memilih keluarganya.“Maya, detik ini juga aku menceraikanmu!” seru David menggelegar di ruangan pertemuan keluarga. Aku hanya terpaku mendengar perkataan itu.“Astaghfirullahaladzim! Ada apa Nak

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-22
  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   4

    Ketika sudah memeriksakan diri, aku pun kembali menghampiri Bu Yati.“Gimana Bu?”“Tadi dijemput mobil hitam.” Dia memperlihatkan hasil jepretannya padaku.‘Sudah kuduga, dia menunggu Kenzo.’ Mobil civic berwarna hitam itu adalah milik atasanku. Meskipun wajah lelaki itu tak terekspos dalam foto ini, tapi kode plat mobil itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan bahwa itu lelaki jahanam.“Kirim ke ponselku ya Bu. Aku ingin menjenguk seseorang dulu.”Kami berjalan beriringan menuju kamar inap Tristan. Dahiku berkerut saat seorang pria baru saja keluar dari sana. Namun, wajah orang itu tak terlihat jelas karena tertutup oleh masker dan topi. Cara jalannya nampak tergesa-gesa seperti mengejar sesuatu.“Tunggu di sini sebentar ya Bu,” pintaku. Wanita itu hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Kubuka daun pintu, terlihat Tristan yang menatap datar kehadiranku.“Hai, masih hidup ternyata,” sapaku. Terdengar nyeleneh, tapi aku tipe orang yang kurang beramah-tamah dengan orang lain.“Sud

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-22

บทล่าสุด

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   10

    "Kirim print semua laporan yang aku kirim. Sekarang," ucap Tristan sangat tegas. Pagi ini aku langsung menghadap kepadanya, dan ini adalah perintah ke lima yang harus kukerjakan. Untungnya, Bimo sangat tenang berada di ruang kerja CEO-ku ini, jadi aku bisa bekerja dengan gesit agar cepat istirahat."Baik, Pak." Kutundukkan sedikit kepalaku sebelum pergi. Namun, belum rapat kututup pintu. Pria yang mendadak adalah CEO-ku itu kembali bersuara."Apa aku boleh membawa Bimo jalan-jalan sebentar?"Aku terdiam beberapa saat, menimang apakah melepaskan putraku pada pria ini akan aman atau tidak."Hanya sebentar. Aku pasti akan kembali sebelum jam kerja berakhir."Aku tersenyum simpul, karena dipahami oleh pria itu. Tristan menatapku cukup hangat kali ini. Biasanya ia tampak dingin dan irit bicara."Boleh, Pak."Tristan kembali menatap Bimo yang masih asyik dengan mainannya. Aku sedikit ce

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   9

    Tanpa menjawab pertanyaannya aku memilih melengos meninggalkannya sendiri. Wanita itu tampak geram jika didengar dari langkah suaranya. Sepatu berhak tinggi itu mengetuk lantai dengan nyaring dan memantul di sepanjang lorong menuju parkiran. Beberapa orang yang sedang berjalan ke arah yang sama langsung memerhatikan kami. Tatapan aneh dengan salah satu alis yang terangkat, hal yang sudah terlalu sering kulihat. Sepertinya aku mulai kebal dengan segala momentum menyebalkan di hidup ini."Hati-hati, Ros. Kamu bisa jatuh kalau jalan cepat seperti itu," cegah Putri dengan nada cemas."Benar. Ngapain kamu dekat-dekat sama pelakor itu?" Kali ini suara Tina yang menyusul, ketus dan penuh sindiran.Beberapa orang lain terdengar berbisik mendengar kata pelakor yang diucapkan Tina. "Oh... jadi itu pelakor yang lagi ramai dibicarakan."Orang lain berdesis memperingati temannya, " Jangan keras

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   8

    Seorang laki-laki berjas abu-abu rapi sedang menatapku dengan dingin. Mataku terpaku melihat penampilannya yang sangat berbeda ketika beberapa minggu lalu.“K-kok....”“Ssssttt... Maya! Ini Pak CEO!” bisik Bu HRD. “Ehehe... Maaf Pak. Ini sekretaris yang bapak maksud bukan?” Bu Nanda menggaet tanganku agar segera berdiri. Aku masih kikuk karena shock melihat CEO yang ada di depanku. Dia adalah Tristan. Seorang laki-laki yang kutemukan di parkiran kantor dalam keadaan tak sadarkan diri sekaligus penyelamatku ketika diringkus ke kantor polisi.“Iya Benar,” jawabnya singkat. Perhatian lelaki itu langsung beralih ke anakku Bimo karena suara barang jatuh di balik meja. Ia mendekatinya perlahan dan berdiri mematung saat melihat putraku menghamburkan uang yang ada di dalam dompet.“Astaga Bimo!” pekikku kaget karena semua alat tukar itu keluar dari tempatnya. Segera ku bereskan barang yang berserakan di atas meja. Sebelum itu, tak lupa aku menduduk minta maaf pada atasanku.“Maaf Pak,” ucapku

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   7

    “Bu Maya?” panggil seseorang yang membuyarkan konsentrasi ku saat bekerja di depan komputer.“Ya?” sahutku yang langsung menoleh ke sumber suara. Seorang wanita bertubuh sintal sedang tersenyum. Mataku melebar melihatnya, siapa yang tidak terkejut didatangi HRD.“Tolong ke ruangan saya,” pintanya. Badanku terasa panas dingin mendengar ucapan itu. Ini berada di luar nalar. Apalagi saat pemeriksaan kinerja kemarin aku tak membuat kesalahan apa pun. Aku mengikuti perempuan itu, semua rekan kerja langsung bergunjing melihat kepergian kami. Namun, aku masih mendengar beberapa percakapan dari mereka.“Si Maya kayaknya mau dipecat. Kan sempat buat masalah sama istri Pak Kenzo,” ucap Tina dengan lirikan sinis.“Jelaslah. Apalagi kalau tidak dipecat! Janda gatal begitu pantas disingkirkan dari kantor. Bikin sepat mata saja. Iya tidak Ros?” sahut Putri sembari mencolek Rosa yang duduk di sebelahnya. Wanita itu hanya tersenyum tipis mendengar celoteh teman-temannya.Ketika sampai di ruang HRD, a

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   6

    Aku ternganga kaget melihat kedatangan mereka. Tak lupa memasukkan sesendok nasi terakhir ke mulutku. Sangat disayangkan jika aku menyisakan makanan yang lezat ini.“Angkat tangan!” kali ini seorang pria mendekatiku sembari menodongkan pistol. Aku terjerembat melihat senjata itu.“Uhuk uhuk!” Sisa nasi yang belum tertelan membuatku tersedak. Untungnya masih ada segelas teh di sana.“Astaga! Apa-apaan ini,” ucapku kebingungan. Seorang wanita langsung mengambil tas plastik tempat obatnya Bimo.“Eh Mbak! Itu punya saya.” kucoba meraih plastik itu tapi tak bisa karena seseorang membegukku hingga tersungkur. Kedua tanganku langsung terborgol.“Ah! Lepaskan! Kalian ini ngapain sih!” teriakku.Semua orang yang ada di warung pun ikut disandera oleh kawanan itu.“Mari ikut saya ke kantor polisi.”“Hah!? Kantor polisi? Apa salah saya?”Tak menjawab orang-orang itu menyeretku begitu saja menjauh dari warung.“Mobil saya Pak! Mobil saya gimana?” tanyaku histeris, itu adalah benda berhargaku. Hany

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   5

    “Maya, kita bicara sebentar.”“Aku sibuk, kita bicara lain kali saja.” Kakiku melangkah meninggalkan orang itu.“Kapan? Katakan yang jelas kapan kita bisa bicara,” protesnya.“Pulang kerja.”Helaan napas terdengar dari orang itu. Aku sudah bertekad untuk tak terlalu dekat dengannya. Ini hanya merugikanku saja.Warga kantor memberiku tatapan mengintimidasi, ini sangat wajar mengingat kejadian kemarin lusa. Gosip itu pasti sudah menyebar.“Dasar tidak tau malu. Padahal sudah mencoreng nama baik perusahaan,dengan percaya dirinya masih kerja di sini.”“Kalau aku sih sudah resign.”“Padahal berhijab, bagaimana dia bisa setega itu merebut laki orang.”“Oh jadi ini pelakor rumah tangga manajer marketing.”Perlahan telingaku terasa panas mendengar makian mereka. Ku percepat langkah kaki saat pint lift akan tertutup. ”Tunggu!” teriakku pada orang yang ada di dalam.“Ah! Terima kasih Pak,” ucapku seraya menundukkan kepala. Berkat dirinya aku tidak ketinggalan lift. Ku tekan tombol ke lantai e

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   4

    Ketika sudah memeriksakan diri, aku pun kembali menghampiri Bu Yati.“Gimana Bu?”“Tadi dijemput mobil hitam.” Dia memperlihatkan hasil jepretannya padaku.‘Sudah kuduga, dia menunggu Kenzo.’ Mobil civic berwarna hitam itu adalah milik atasanku. Meskipun wajah lelaki itu tak terekspos dalam foto ini, tapi kode plat mobil itu sudah lebih dari cukup untuk menjelaskan bahwa itu lelaki jahanam.“Kirim ke ponselku ya Bu. Aku ingin menjenguk seseorang dulu.”Kami berjalan beriringan menuju kamar inap Tristan. Dahiku berkerut saat seorang pria baru saja keluar dari sana. Namun, wajah orang itu tak terlihat jelas karena tertutup oleh masker dan topi. Cara jalannya nampak tergesa-gesa seperti mengejar sesuatu.“Tunggu di sini sebentar ya Bu,” pintaku. Wanita itu hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Kubuka daun pintu, terlihat Tristan yang menatap datar kehadiranku.“Hai, masih hidup ternyata,” sapaku. Terdengar nyeleneh, tapi aku tipe orang yang kurang beramah-tamah dengan orang lain.“Sud

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   3

    Lelaki yang membuangku demi kehormatan keluarganya kini berani menunjukkan batang hidungnya. Dua tahun lalu dimana aku yang menyandang sebagai istri direktur di salah satu perusahaan pangan terbesar negara ini, tapi semua runtuh ketika aku bercerai dengan suamiku. Dari awal memang aku tak direstui menikah dengan David, mantan suamiku. Namun, karena kegigihan lelaki itu membuat keluarganya tunduk dan menerimaku dengan terpaksa. Sangat disayangkan, saat pernikahan berjalan di tahun ketiga tiba-tiba aku dipermalukan dengan keji. Bukan tanpa alasan, mereka melakukan hal itu karena kehadiran Bimo. Buah hati hasil hubungan cintaku dengan David mengidap autism, dan keluarganya menganggap itu sebagai aib. Masih teringat dengan jelas bagaimana mereka mencaciku dengan kasar bahkan David tak berkutik dan memilih keluarganya.“Maya, detik ini juga aku menceraikanmu!” seru David menggelegar di ruangan pertemuan keluarga. Aku hanya terpaku mendengar perkataan itu.“Astaghfirullahaladzim! Ada apa Nak

  • Jangan Ambil Putraku, Pak CEO!   2

    Tubuh manusia itu terlihat sangat pucat, dadaku berdesir hebat. Bulu kudukku meremang melihatnya. Aku ingin berteriak dengan keras, tapi tenggorokanku tercekat kuat. Dengan tangan bergetar, kucoba untuk berdiri.“Emh!” desah manusia itu.“Apakah kamu masih hidup?” tanyaku, mencoba memastikan keadaan orang itu. Dengan pelan kaki ini melangkah mendekatinya. Lelaki berbibir tipis itu enggan menyahut pertanyaanku. Keadaannya sangat mengenaskan.“Are you okay?” kali ini aku benar-benar khawatir melihatnya. Dia terlihat ingin menjawab pertanyaanku, tapi mulutnya sulit digerakkan. Kupindai keadaan sekitar, tak ada seorangpun di sini.“Okay. Permisi, aku akan membawamu ke rumah sakit. Kau terlihat sangat mengkhawatirkan, sebelum ajal menjemput tak ada salahnya jika aku berusaha membawamu ke tempat berobat. Setidaknya jika nanti benar-benar meninggal, aku tidak memiliki penyesalan telah menelantarkanmu di sini,” cerocosku padanya.Entah lelaki itu mendengar perkataanku atau tidak, setidaknya a

สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status