Haura terpeleset dari tangga, sekarang janda cantik tersebut meringis kesakitan."Kamu enggak papa, Haura?" tanya Dean mendekati sang kekasih."Kayaknya kaki aku terkilir," jawab Haura sambil meringis memandangi kakinya.Dengan sigap Dean membawa Haura ke dalam ruangan kerja janda tersebut, di belakang Elisa terlihat cemas sambil mengikuti kedua sepasang kekasih itu.Dean menurunkan Haura di sofa, lalu melihat kaki wanita cantik itu. "Ada minyak kayu putih atau minyak angin enggak?" tanyanya."Ada." Dengan sigap Elisa mengeluarkan minyak kayu putih dari tas yang dia bawa.Dean mengambil minyak kayu putih dari sang ibu, lalu mulai ingin mengoleskan ke kaki Haura sambil memberikan pijatan."Tunggu, Dean!" Haura menahan tangan lelaki muda tersebut. Dean mendongak menatap Haura, sebelah alis lelaki itu terangkat. "Ada apa? Ini kalau enggak cepat nanti bengkak loh,""Aku takut, sakit," jawab Haura dengan suara gemetar.Membayangkannya saja membuat Haura menjadi ngilu, apalagi kalau sampai
Haura meremas pakaiannya, kaki yang terasa nyeri sedari tadi tidak dia rasakan lagi. Namun sekarang berganti, sekarang dadanya lah yang terasa nyeri.Nyeri! Mendengar perkataan Elisa yang berkata tidak merestui hubungan mereka. Padahal baru kali ini, Haura mencoba menerima Dean dengan lapang dada.Walau sebenarnya, Haura masih belum yakin untuk memulai sebuah hubungan, tetapi dia berusaha belajar untuk membuka hati dan memberikan kesempatan kepada Dean satu kali lagi."Hanya aja, aku enggak nyangka kalau ada sisi Dean yang kayak gitu," kata Elisa dengan wajah berbinar-binar.Haura tidak mengerti maksud dari perkataan Elisa, dia hanya melongo bingung menatap wanita yang terus mengoceh di sebelahnya."Kamu tahu, aku sering kesusahan sama Dean. Karena papanya yang terlalu memanjakan, semua kesalahan dibuatnya pun selalu dibiarkan dengan dalih 'namanya juga anak muda'," keluh Elisa dengan terdengar suara napas yang berat."Kok kayak gitu? Padahal kan seharusnya sebagai orang tua mengingat
Elisa terkejut melihat sang putra memarahinya, tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.Sedangkan Haura, dia menjadi gelisah dengan Dean yang memarahi sang ibu. Dia pun berjalan mendekati Dean dengan tertatih-tatih."D-dean—" perkataan Haura terpotong karena Dean menyela."Diam, Haura! Aku tahu Mama enggak setuju sama hubungan kita, tapi kenapa Mama harus buat Haura menangis kayak gitu? Padahal tadi Mama berkata akan antarin Haura, aku pikir Mama enggak ngapa-ngapain dia ternyata malah ...." perkataan Dean tertahan.Dean sangat mengetahui sang ibu adalah wanita yang penyabar, tetapi kenapa saat menghadapi Haura Elisa malah berlaku kasar sehingga kekasihnya itu harus menangis sampai matanya sembab."Udah ngomongnya?!" tanya Elisa dengan nada ketus.Haura menunduk, dia tidak bisa menyela pembicaraan antara ibu dan anak di depannya ini. Padahal dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi malah menjadi tidak bisa mengatakannya."Kalau udah, mama pulang dulu aja. Haura, jangan lupa minum obatnya s
"Hukuman apa?" Dean menatap sang ibu dengan tatapan bingung.Wajah Elisa terlihat serius, sedangkan Rangga hanya menunggu sang istrinya mengatakan apa hukuman untuk putra mereka.Kedua lelaki itu terlihat cemas, karena sedari tadi belum saja Elisa menyebutkan apa."Hukumannya apa, Ma?" tanya Dean dengan tidak sabar.Dean lelah menunggu sang ibu untuk mengatakannya, padahal dia ingin segera beristirahat di kamar. Karena tubuh terasa sangat letih."Kamu harus bawa Haura kemari tiap Minggu, mama juga mau kenalan dengan calon mantu," kata Elisa dengan senyuman terukir di bibirnya."Ma, tapi takutnya malah dia merasa canggung sama Mama," tolak Dean tidak menyetujui."Eh, itu hukuman, ya! Jadi kamu gak bisa nolak, kalau enggak mau, aku gak bakalan menyetujui hubungan kalian!" ancam Elisa dengan raut wajah serius.Dean menghela napas panjang. "Tapi aku belum mengatakan kalau mau nikah sama dia, Ma,""Jadi kamu cuma mainin dia, Dean?" Kali ini Rangga yang bertanya, lelaki itu menatap penuh se
"Dean, siapa yang datang?" tanya Elisa dengan berteriak."Bukan siapa-siapa kok, Ma. Cuma ada orang yang nyasar!" jawab Dean.Haura menatap tajam sang kekasih karena menyebut dirinya adalah orang yang salah alamat. Padahal niatnya datang kemari baik, selain membawa makanan Haura pun ingin menjadi lebih akrab dengan kedua orang tuanya Dean.Namun lelaki itu malah seperti melarangnya untuk masuk ke dalam. Padahal dirinya sudah menyiapkan diri sedari pagi."Kenapa sih kamu malah nyebut aku kayak gitu? Aku kan ke sini mau lebih akrab sama kedua orang tua kamu!" Mata Haura melotot, dia sangat kesal sekali kepada Dean."Enggak usah! Kamu enggak perlu dekat, karena orang tuaku udah setuju dengan hubungan kita," jelas Dean masih berusaha menghalangi Haura untuk masuk."Aku mau masuk!" gerutu Haura berusaha menerobos masuk.Karena Haura berusaha masuk, dengan Dean yang terus menghalangi membuat Elisa mendengar keributan yang sepasang kekasih itu lakukan.Dengan rasa penasaran di dalam dada, El
"Pa." Dean menatap sang ayang dengan sorot mata tajam, berharap Rangga tidak bertanya lagi."Loh, emang salah, ya, kalau papa nanya?" Rangga mengerinyitkan alisnya.Menurut Rangga, dia tidak merasa kalau pertanyaannya adalah hal yang salah dan masih batas wajah."Tapi tetap aja, Pa. Kamu buat Haura kaget dengan kasih pertanyaan yang kayak gitu secara mendadak," tegur Elisa membenarkan sang anak."Haura, apa kamu mempermasalahkan pertanyaan yang om tanyakan?" Rangga beralih menatap Haura, janda cantik itu langsung menggeleng pelan. "nah, Haura tidak mempermasalahkannya. Jadi kalian jangan nyalahin papa dong!"Kedua ibu dan anak itu langsung menghela napas berat, mereka tidak bisa mengatakan apa pun kalau Rangga sudah seperti itu."Nah Haura, kenapa kamu cerai sama suami kamu? Om cuma pengen tahu aja kok," kata Rangga mengulangi pertanyaannya yang tadi.Haura terlihat ragu untuk menjawab, tetapi dia memberanikan diri. "Mantan suamiku selingkuh sama cewek lain, Om!"Elisa merasa tidak ny
"Ogah! Aku masih punya kedua tangan, ya. Dasar cowok mesum!" Haura bergegas mengambil ponselnya yang berada di dapur, lalu melangkah keluar dari rumahnya. Tidak dipedulikan Dean yang masih berada di dalam, Haura hanya memilih menunggu di luar sana sampai lelaki itu keluar dari sana sendiri."Ngambek, ya? Jangan ngambek dong, entar cantiknya hilang." Dean menjawil dagu Haura pelan, dia sengaja menggoda wanita cantik itu. Haura malah menepis tangan Dean dengan kasar, dia pun mengunci pintu rumahnya dan segera masuk ke dalam mobil."Tungguin dong, Haura!" teriak Dean berlari kecil menghampiri wanita cantik tersebut.Mobil pun melaju dengan cepat menuju toko Haura, karena Dean juga ingin segera pergi ke kampus.**"Doain, ya, biar aku cepat bisa lulus!" Dean berkata sebelum pamit pergi."Emang kenapa kalau cepat lulus? Kamu mau segera kerja, ya?" tanya Haura penuh selidik, tetapi di dalam hatinya sangat senang kalau Dean sudah mau bekerja.Kalau lelaki itu mau bekerja, berarti pikiranny
Lilis hanya diam saja, tetapi wanita itu menyunggingkan senyuman tipis di bibirnya seakan-akan tengah mengejek Haura."Duduk dulu kemari, Haura!" perintah Rangga membuyarkan lamunan Haura.Haura sempat melamun melihat senyuman Lilis yang terasa ganjil baginya, tetapi saat dia ingin bertanya lagi Rangga sudah menyuruhnya untuk duduk di kursi, tepat berhadapan dengan Rangga dan Elisa.Dengan wajah bingung, kedua sepasang kekasih itu duduk di tempat yang diarahkan oleh Elisa dan Rangga. Mereka saling pandang satu sama lain, karena masih bingung dengan apa yang terjadi sekarang ini.Di dalam hati Haura, dia berharap kalau apa yang dia pikirkan sekarang ini tidak terjadi, karena apalagi yang akan terjadi kalau Lilis berada di depannya? Selain wanita tersebut ingin menghancurkan kebahagiaan dirinya untuk kedua kali.Jantung Haura berpacu lebih kencang, dirinya sangat gugup menunggu apa yang akan kedua sepasang suami-istri itu katakan. Karena terdengar beberapa kali helaan napas dan raut waj