Di restoran, Grace sedang berbincang dan asik melempar canda dengan sahabatnya. Sesekali, bahkan sahabatnya itu menggoda Grace yang kini tengah mengandung lima bulan. "Lihatlah dia selalu berlari seperti itu," ucap Grace tiba-tiba begitu melihat Gustav, sang suami, sedang berlari menuju tempat mereka.Grace akhirnya melambaikan tangannya ke arah sang suami. Anehnya, Gustav yang melihatnya dari kejauhan justru terlihat panik. Pria itu tampak merogoh saku celananya, lalu meraih gawainya seperti hendak menghubungi seseorang. Ponsel Grace yang ia letakkan di atas meja di hadapannya pun bergetar, Grace tersenyum lembut dan hendak meraihnya. Sayangnya, tangan Clara--sang sahabat--rupanya lebih dulu meraihnya. Grace terkejut. Namun, itu tak lama. Dalam persahabatan mereka yang tanpa privasi itu, sudah biasa untuk saling memegang barang-barang penting mereka. Seketika, Grace pun tersenyum. Namun, Clara berbeda. Perempuan itu terlihat sangat serius. Tidak ada secuil pun senyuman yang t
"Apa maksudmu!" bentak Jack yang tak mengerti dengan ucapan putranya. Gustav menghela napas panjang, di sela-sela kekacauannya ia mulai mencoba untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Meskipun pada akhirnya ia akan mendapatkan amarah dari sang ayah. "Pernikahan kami telah hancur, dan mungkin sebentar lagi kami akan berpisah," ucapnya dengan nada yang sedikit berat.Seketika tamparan dari sang Ayah berhasil membuatnya meringis, namun itu tidak sebanding dengan sakitnya hati Grace saat ini. Ia memang pantas mendapatkan tamparan bahkan berkali-kali lipat. "Bisa bisanya kau mengatakan hal yang sangat aku benci! Otakmu dimana? Dia sedang mengandung anakmu, cucuku itu cucuku!" Sambil menunjuk dadanya dengan amarah yang menggebu-gebu, Jack sungguh dibuat tak percaya dengan apa yang putranya katakan. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Jack yang sedikit menurunkan intonasi bicaranya, meskipun kecewa ia juga berhak tahu alasan apa yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah.
Meski tanpa restu dari kedua orang tuanya, Gustav tetap menikahi Clara. Biar bagaimanapun, ia tetap harus bertanggung jawab meski ia sendiri tidak yakin dengan hatinya. Jangan sampai, dia menyakiti hati dua wanita sekaligus.Kini, Clara juga tak lagi menjadi sekretaris Jack. Setelah dua hari pernikahannya, Gustav memintanya untuk bergabung di perusahaannya, tentunya menjadi sekretaris pribadi suaminya yang kini menjabat sebagai CEO. Clara berdiri menghadap ke arah luar yang berdinding kaca, ia tampak tersenyum menatap kemenangannya. Berhasil menjadi seorang Nyonya Willson adalah harapan yang dari dulu ia nantikan. Namun, sempat sirna oleh Grace karena justru Gustav lebih memilih sahabatnya dibanding dirinya. Tetapi kini ia telah berhasil merebutnya, meskipun ia harus kehilangan harga dirinya. Sayangnya, saat ia sedang menikmati kemenangannya, tiba-tiba perutnya terasa sakit. Ia tampak meringis sembari memegangi perutnya yang terasa semakin bertambah sakit. Beruntung ada satu kary
Grace kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa, mencoba berdamai dengan keadaan, kini sedikit demi sedikit ia bisa melupakan Gustav dan menerima kehidupan barunya sebagai single parent. Ia tersenyum menatap pantulan cermin yang memperlihatkan perutnya yang semakin membesar dan kurang lebih satu bulan lagi ia akan bertemu makhluk kecil yang kini masih betah berada di kandungannya. Ia tak sabar dengan waktu itu yang sebentar lagi tiba."Terima kasih ya nak, kamu sudah mau bertahan demi mommy," ucapnya tersenyum sembari mengelus perutnya yang sudah membesar.Hari-hari yang ia lalui sangat jauh dari kata bahagia. Ia harus banting tulang untuk mencari uang, mengingat biaya persalinan tidaklah murah. Jadi ia harus bekerja keras dengan cara bekerja di toko laundry, setelah itu menjadi buruh cuci piring di sebuah restoran. Hidupnya begitu miris, namun ia tetap semangat menjalaninya. Demi sang buah hati yang sebentar lagi akan hadir di dunia. Saat ini Grace telah menyelesaikan pekerjaanny
Sebelumnya Gustav sengaja mengecoh Clara dengan cara masuk ke dalam taksi. Namun siapa sangka ia diam-diam keluar dari taksi itu tapi dari pintu samping yang berbeda dan itu terhalang oleh sebuah pohon sehingga pada waktu ia keluar dari taksi itu tidak terlihat oleh Clara. Ia juga meminta sopir taksi tersebut untuk segera melaju, karena ia tahu jika Clara pasti mengikutinya.Ia benar-benar dilanda kekhawatiran dan juga rasa bersalah kepada mantan istrinya. Karena kelakuan bejatnya sehingga Grace terpaksa banting tulang. Sungguh rasa pedihnya juga ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui mantan istrinya. Ia segera berjalan menuju restoran, sebelumnya ia menemui manager restoran tersebut untuk meminta izin bertemu Grace, dan kebetulan manager restoran tersebut merupakan teman lamanya saat mereka duduk di bangku menengah atas. Alhasil dengan mudahnya ia menemui Grace yang ketika itu sedang menata piring yang sudah selesai di cucinya. Sungguh ia begitu teriris, hatinya sa
Hari perkiraan lahir anak yang di kandung Grace masih sekitar satu bulan lagi, tapi entah kenapa Grace merasakan perutnya begitu sakit. Merasakan mulas yang begitu terasa menyakitkan. Grace meletakkan pisau yang tengah ia gunakan untuk meracik bumbu yang hendak ia masak. Tangannya mengelus perutnya sembari menarik napas lalu membuangnya. Entah ini kontraksi palsu atau memang kontraksi sungguhan yang menandakan akan lahirnya sang buah hati."Sakit," lirihnya sembari menggigit bibir bawahnya. Tidak ada satupun orang yang ada di rumah itu kecuali hanya Grace. Ia hanya bisa merasakan sakit itu seorang diri. Tapi beruntung itu hanya sebentar dan Grace kembali merasakan perutnya kembali normal. Mungkin benar, itu yang dinamakan kontraksi palsu. Grace tersenyum lalu mengelus perutnya kembali dengan penuh rasa haru bahagia. Grace kembali melanjutkan memasaknya. Sedikit santai karena ini hari minggu dan ia tidak berangkat kerja. Ia menikmati hari-harinya seorang diri dengan rasa semangat kar
Lima tahun kemudian.Setelah Gustav di usir dari rumah sakit, semenjak itulah Gustav sama sekali tidak pernah menampakkan diri lagi di hadapan Grace. Kenzo Rayyanza, Grace menamakan putranya dengan nama yang baik seperti harapannya. Kini Grace juga sudah kembali lagi menjadi seorang dokter setelah tiga tahun ia melanjutkan pendidikan S3nya dibantu oleh manager di tempat ia bekerja. "Maaf, jam tugas saya sudah habis dan sebentar lagi akan digantikan oleh dokter lain yang bertugas nanti, tapi tunggu sekitar pukul tujuh malam jika anda bersedia menunggu," kata Grace begitu ramah ketika seorang pasien tiba-tiba masuk ke ruangannya begitu saja, padahal Grace sudah selesai memeriksa dan sudah hampir siap-siap pulang."Kau pikir orang terluka harus menunggu sampai pukul tujuh malam? Sementara sekarang baru pukul tiga sore? Apa kau makan gaji buta! Tidak ada empati terhadap orang yang kesakitan?" bentak laki-laki tersebut yang terlihat kesal dan marah."Maaf. Jadi, apa yang anda keluhkan?"
Grace sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah langsung disambut oleh sang putra yang kini ditemani oleh seorang suster yang selama ini merawat Kenzo."Mommy," teriak Kenzo yang langsung menyambut kepulangan sang ibu."Hey." Grace pun membalas pelukan Kenzo sembari menciumi wajah sang putra kecilnya."Bagaimana sekolah kamu tadi?" tanya Grace kemudian melepas pelukannya dan berdiri sembari menggandeng tangan kecil sang putra dan berjalan masuk menuju ruang tengah."Seru mom, aku punya teman baru. Aku juga diajari cara membuang sampah sama cara merapikan barang-barang yang berantakan, pokoknya seru deh," cerita Kenzo ketika mengingat kegiatannya saat di sekolah. Grace tersenyum bangga sembari mengusap kepala sang putra kecilnya yang kini semakin pintar dan tambah akal. "Sudah makan?" tanya Grace."Sudah tadi sama sus Liana," sahut Kenzo yang kini meraih pesawat mainannya. Mereka pun duduk di sofa ruang tengah. Kenzo asyik dengan mainannya sementara Grace sibuk melepas sepatu
"Calon daddy?" tanya Kenzo yang memperlihatkan raut kepolosannya.Mike langsung mengangguk, berbeda dengan Grace yang tampak menggigit bibir bawahnya. Merasa kesal dan marah akan sikap Mike yang begitu keterlaluan.Grace segera berjongkok di hadapan sang putra kecilnya. Ia tersenyum sembari mengusap lengan Kenzo dengan pelan."Nak, kamu masuk dulu, ya. Minta sus Liana untuk menemanimu tidur, okay?" Grace mencoba membujuk Kenzo untuk segera pergi meninggalkan dirinya dan Mike. Supaya ia bisa segera mengusir Mike dari rumahnya. Ia sudah tidak tahan akan Mike yang sangat menyebalkan."Tidak mau! Aku ingin berkenalan sama calon daddy aku! Aku ingin bermain sama dia, boleh ya?" Kenzo justru menolak perintah Grace. Hal itu membuat Mike semakin terkekeh merasa menang. Sementara Grace merasa geram dan ingin sekali memaki Mike detik itu juga.Grace berdiri dengan raut kesal. Lalu membiarkan Kenzo bermain dengan Mike meskipun dengan keterpaksaan."Tapi sebentar saja," ucap Grace dengan raut ket
Hati Grace semakin bergemuruh. Merasakan kesal serta amarah yang memuncak. Bagaimana bisa Clara dengan entengnya hendak mengambil Kenzo darinya. Apa dia tidak memiliki muka? Guztav sudah dirampas, dan sekarang Kenzo? Tidak, Grace tidak akan pernah mengizinkannya.“Apa kamu gila! Apa belum puas kamu rampas Gustav dari aku? Dan membuatku menderita selama ini karena perbuatan kamu? Sekarang kamu mengambil anakku? Siapa kamu?” bentak Grace yang tak peduli jika Clara dulu pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Baginya, kini Clara merupakan iblis yang berwujud manusia.Clara hanya tersenyum angkuh. “Karena kau sudah membuatku muak, Grace. Kau sudah membuatku benci! Kenapa kau tidak mati saja. Selama kau masih hidup, kau akan tetap selalu menjadi benalu!” bentak Clara yang tak kalah sengit.“Benalu? Kamu bilang aku benalu? Apa kamu tidak memiliki kaca? Aku bahkan sudah pergi jauh dari kalian dan sama sekali tidak peduli akan hidup kalian. Lalu dimana letaknya aku bisa dikatakan se
Sore hari sepulang dari kerja, Grace langsung menuju ke sebuah restoran yang sedikit jauh dari kota. Restoran mewah yang ada di sebuah hotel bintang lima di kawasan puncak. Hal itu dikarenakan laki-laki yang sempat ia obati akibat luka tembak itu kembali mengusiknya. Lantas membuat Grace mau tidak mau mengikuti perintahnya.Sesampainya di sana, Grace langsung menuju ke private room. Ruangan khusus yang sudah dipesan oleh seseorang yang mengajak Grace bertemu. Grace mengedarkan pandangannya, dan ternyata laki-laki itu sudah berada di sana dengan beberapa pria gagah berwajah menakutkan. Semua terlihat menyeramkan saat itu, termasuk laki-laki itu.Melihat Grace sudah datang, laki-laki itu berdiri dan segera mendekati Grace dengan seringai menakutkan.“Selamat sore, Nyonya Grace,” sapa laki-laki itu.Grace hanya mengangguk, tidak berani menatap langsung wajah pria bengis itu. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa pria itu mengajaknya bertemu, sampai-sampai jika ia tidak datang maka Kenzo aka
Grace sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah langsung disambut oleh sang putra yang kini ditemani oleh seorang suster yang selama ini merawat Kenzo."Mommy," teriak Kenzo yang langsung menyambut kepulangan sang ibu."Hey." Grace pun membalas pelukan Kenzo sembari menciumi wajah sang putra kecilnya."Bagaimana sekolah kamu tadi?" tanya Grace kemudian melepas pelukannya dan berdiri sembari menggandeng tangan kecil sang putra dan berjalan masuk menuju ruang tengah."Seru mom, aku punya teman baru. Aku juga diajari cara membuang sampah sama cara merapikan barang-barang yang berantakan, pokoknya seru deh," cerita Kenzo ketika mengingat kegiatannya saat di sekolah. Grace tersenyum bangga sembari mengusap kepala sang putra kecilnya yang kini semakin pintar dan tambah akal. "Sudah makan?" tanya Grace."Sudah tadi sama sus Liana," sahut Kenzo yang kini meraih pesawat mainannya. Mereka pun duduk di sofa ruang tengah. Kenzo asyik dengan mainannya sementara Grace sibuk melepas sepatu
Lima tahun kemudian.Setelah Gustav di usir dari rumah sakit, semenjak itulah Gustav sama sekali tidak pernah menampakkan diri lagi di hadapan Grace. Kenzo Rayyanza, Grace menamakan putranya dengan nama yang baik seperti harapannya. Kini Grace juga sudah kembali lagi menjadi seorang dokter setelah tiga tahun ia melanjutkan pendidikan S3nya dibantu oleh manager di tempat ia bekerja. "Maaf, jam tugas saya sudah habis dan sebentar lagi akan digantikan oleh dokter lain yang bertugas nanti, tapi tunggu sekitar pukul tujuh malam jika anda bersedia menunggu," kata Grace begitu ramah ketika seorang pasien tiba-tiba masuk ke ruangannya begitu saja, padahal Grace sudah selesai memeriksa dan sudah hampir siap-siap pulang."Kau pikir orang terluka harus menunggu sampai pukul tujuh malam? Sementara sekarang baru pukul tiga sore? Apa kau makan gaji buta! Tidak ada empati terhadap orang yang kesakitan?" bentak laki-laki tersebut yang terlihat kesal dan marah."Maaf. Jadi, apa yang anda keluhkan?"
Hari perkiraan lahir anak yang di kandung Grace masih sekitar satu bulan lagi, tapi entah kenapa Grace merasakan perutnya begitu sakit. Merasakan mulas yang begitu terasa menyakitkan. Grace meletakkan pisau yang tengah ia gunakan untuk meracik bumbu yang hendak ia masak. Tangannya mengelus perutnya sembari menarik napas lalu membuangnya. Entah ini kontraksi palsu atau memang kontraksi sungguhan yang menandakan akan lahirnya sang buah hati."Sakit," lirihnya sembari menggigit bibir bawahnya. Tidak ada satupun orang yang ada di rumah itu kecuali hanya Grace. Ia hanya bisa merasakan sakit itu seorang diri. Tapi beruntung itu hanya sebentar dan Grace kembali merasakan perutnya kembali normal. Mungkin benar, itu yang dinamakan kontraksi palsu. Grace tersenyum lalu mengelus perutnya kembali dengan penuh rasa haru bahagia. Grace kembali melanjutkan memasaknya. Sedikit santai karena ini hari minggu dan ia tidak berangkat kerja. Ia menikmati hari-harinya seorang diri dengan rasa semangat kar
Sebelumnya Gustav sengaja mengecoh Clara dengan cara masuk ke dalam taksi. Namun siapa sangka ia diam-diam keluar dari taksi itu tapi dari pintu samping yang berbeda dan itu terhalang oleh sebuah pohon sehingga pada waktu ia keluar dari taksi itu tidak terlihat oleh Clara. Ia juga meminta sopir taksi tersebut untuk segera melaju, karena ia tahu jika Clara pasti mengikutinya.Ia benar-benar dilanda kekhawatiran dan juga rasa bersalah kepada mantan istrinya. Karena kelakuan bejatnya sehingga Grace terpaksa banting tulang. Sungguh rasa pedihnya juga ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui mantan istrinya. Ia segera berjalan menuju restoran, sebelumnya ia menemui manager restoran tersebut untuk meminta izin bertemu Grace, dan kebetulan manager restoran tersebut merupakan teman lamanya saat mereka duduk di bangku menengah atas. Alhasil dengan mudahnya ia menemui Grace yang ketika itu sedang menata piring yang sudah selesai di cucinya. Sungguh ia begitu teriris, hatinya sa
Grace kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa, mencoba berdamai dengan keadaan, kini sedikit demi sedikit ia bisa melupakan Gustav dan menerima kehidupan barunya sebagai single parent. Ia tersenyum menatap pantulan cermin yang memperlihatkan perutnya yang semakin membesar dan kurang lebih satu bulan lagi ia akan bertemu makhluk kecil yang kini masih betah berada di kandungannya. Ia tak sabar dengan waktu itu yang sebentar lagi tiba."Terima kasih ya nak, kamu sudah mau bertahan demi mommy," ucapnya tersenyum sembari mengelus perutnya yang sudah membesar.Hari-hari yang ia lalui sangat jauh dari kata bahagia. Ia harus banting tulang untuk mencari uang, mengingat biaya persalinan tidaklah murah. Jadi ia harus bekerja keras dengan cara bekerja di toko laundry, setelah itu menjadi buruh cuci piring di sebuah restoran. Hidupnya begitu miris, namun ia tetap semangat menjalaninya. Demi sang buah hati yang sebentar lagi akan hadir di dunia. Saat ini Grace telah menyelesaikan pekerjaanny
Meski tanpa restu dari kedua orang tuanya, Gustav tetap menikahi Clara. Biar bagaimanapun, ia tetap harus bertanggung jawab meski ia sendiri tidak yakin dengan hatinya. Jangan sampai, dia menyakiti hati dua wanita sekaligus.Kini, Clara juga tak lagi menjadi sekretaris Jack. Setelah dua hari pernikahannya, Gustav memintanya untuk bergabung di perusahaannya, tentunya menjadi sekretaris pribadi suaminya yang kini menjabat sebagai CEO. Clara berdiri menghadap ke arah luar yang berdinding kaca, ia tampak tersenyum menatap kemenangannya. Berhasil menjadi seorang Nyonya Willson adalah harapan yang dari dulu ia nantikan. Namun, sempat sirna oleh Grace karena justru Gustav lebih memilih sahabatnya dibanding dirinya. Tetapi kini ia telah berhasil merebutnya, meskipun ia harus kehilangan harga dirinya. Sayangnya, saat ia sedang menikmati kemenangannya, tiba-tiba perutnya terasa sakit. Ia tampak meringis sembari memegangi perutnya yang terasa semakin bertambah sakit. Beruntung ada satu kary