"Apa maksudmu!" bentak Jack yang tak mengerti dengan ucapan putranya.
Gustav menghela napas panjang, di sela-sela kekacauannya ia mulai mencoba untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Meskipun pada akhirnya ia akan mendapatkan amarah dari sang ayah.
"Pernikahan kami telah hancur, dan mungkin sebentar lagi kami akan berpisah," ucapnya dengan nada yang sedikit berat.
Seketika tamparan dari sang Ayah berhasil membuatnya meringis, namun itu tidak sebanding dengan sakitnya hati Grace saat ini. Ia memang pantas mendapatkan tamparan bahkan berkali-kali lipat.
"Bisa bisanya kau mengatakan hal yang sangat aku benci! Otakmu dimana? Dia sedang mengandung anakmu, cucuku itu cucuku!" Sambil menunjuk dadanya dengan amarah yang menggebu-gebu, Jack sungguh dibuat tak percaya dengan apa yang putranya katakan.
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Jack yang sedikit menurunkan intonasi bicaranya, meskipun kecewa ia juga berhak tahu alasan apa yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah.
"Aku yang salah, membuatnya terluka," ucapnya yang tak sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Tidak usah bertele-tele!" Seketika Jack menggebrak meja dengan kasar, sungguh ia geram dengan jawaban putranya yang tidak langsung pada intinya.
"Aku…. Aku… sudah mengkhianati kepercayaannya, Clara, dia hamil anakku." Seketika air matanya mengalir begitu saja.
Seketika tamparan bertubi-tubi dari sang ayah pun berhasil mendarat di pipinya, ia sama sekali tak mengaduh, seolah pasrah menerima amukan sang ayah.Sementara ibunya yang mendengar pernyataan pahit itu hanya memegangi dadanya yang terasa sesak. Sungguh ia tak menyangka dengan apa yang ia dengar, putra yang ia besarkan dengan baik dan ia ajarkan tentang segala kebaikan, justru kini tengah mengecewakannya. Menyakiti wanita yang sangat ia sayangi selama ini, bahkan sedang mengandung cucunya, cucu pertama yang sebentar lagi hadir, namun harapan itu telah dipatahkan oleh putranya sendiri. Seolah ia telah gagal dalam mendidik putranya.
Napas Jack tengah memburu, ia begitu marah kecewa kepada putranya yang tidak tahu diri.
"Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya, menikahi wanita berduri itu? Cuh, jangan harap aku merestuinya!" Jack pun meludah, kemudian bergegas pergi meninggalkan Gustav yang menunduk tak berkutik. Hatinya sangat kecewa, marah? Jelas saja.
Kemudian Gustav menatap ke arah sang ibu. Terlihat diraut wajahnya yang keriput tersemat kekecewaan yang tak bisa lagi di sembunyikan, air mata yang mengalir pun berhasil menyita perhatian Gustav. Gustav kemudian berdiri dan berjalan mendekati sang ibu.
"Maafkan aku, bu," ucapnya sembari memeluk sang ibu. Rasa bersalah pun semakin menjadi, belum pernah ia mengecewakan sang ibu, tapi hari ini ia benar-benar membuat wanita yang melahirkannya merasakan kekecewaan yang teramat sangat.
Sang ibu hanya diam tak mengatakan sepatah kata, membuat Gustav semakin merasa bersalah. Ternyata bukan hanya Grace yang terluka, kedua orang tuanya pun demikian. Bahkan ia telah menyakiti semua orang yang telah mempercayainya.
"Bu, bagaimana pun juga aku harus bertanggung jawab," ucapnya dengan membenamkan wajahnya dibahu sang ibu.
Ibunya masih saja diam, rasanya enggan untuk berbicara. Ia begitu kecewa dan tak mau ikut campur lebih dalam. Membiarkan sang putra memilih jalan hidupnya, toh suatu saat pasti akan menyadari sendiri akan kesalahannya.
****
Sementara di keheningan malam, Grace masih terbayang bagaimana sakitnya ketika sahabatnya mengucapkan sebuah kejujuran yang menjijikkan. Tak pernah menyangka bahkan tak pernah tersemat di pikirannya jika hal itu akan terjadi. Ia mengusap lembut perutnya yang semakin membesar. Nampak air matanya yang lolos dari kelopak matanya yang sedari tadi ia tahan.
Sungguh rasanya miris, belum juga anak itu lahir. Sang suami sudah meninggalkannya. Entah apa yang harus Grace katakan jika anak itu lahir dan tumbuh semakin besar. Pastinya menanyakan sosok sang ayah. Bagaimana ia akan menjawabnya, sementara ia tak lagi berniat untuk menikah. Rasanya sudah cukup dan tidak ingin lagi mengulang sakit yang sama. Sakit hatinya telah membuatnya trauma.
"Nak, kita berjuang sama-sama ya? Bantu mommy untuk bangkit," ucapnya sembari mengelus perutnya yang sesekali ada pergerakan, seolah anak yang dikandungnya merespon ucapannya.
"Eh kamu tahu nak? Maafkan mommy ya, yang membuat kamu juga ikut sedih," ucapnya tersenyum kala merasakan pergerakan di dalam perutnya.
Sungguh ia masih bersyukur, setidaknya ia tidak sendirian. Masih ada anak yang membuatnya semangat melanjutkan hidupnya.
Kini hari-harinya sudah berbeda, ia mencoba untuk tetap kuat, karena sesungguhnya waktu terus berjalan. Tak mungkin jika ia hanya berjalan di tempat dan meratapi rasa sakitnya sementara mereka yang menyakiti belum tentu memikirkannya, bahkan bisa saja justru bahagia dan menikah tanpa sepengetahuannya. Namun ia menepisnya, tak mau lagi untuk memikirkan dua pengkhianat itu.
*****
"Tuan Jack, tolong restui hubungan kami," ucap Clara saat di dalam ruangan kerja Jack. Ya, Clara merupakan sekretaris Jack.
"Ada banyak sekali tanaman yang saya sukai, namun sayangnya ada juga tanaman yang tidak saya sukai, yaitu tanaman berduri," ucap Jack seraya menyindir Clara.
Mulut Clara seketika terkatup, ia mengerti apa yang dikatakan oleh atasannya yang mana ia sedang disamakan seperti tanaman berduri. Sakit memang, tapi itulah kenyataannya. Tetapi bagaimana pun juga ia sedang mengandung anak dari Gustav, sekaligus calon cucu atasannya.
"Sekalipun kau menikah dengan putraku, tak akan pernah ada secuil pun restu dariku. Karena apa? Karena aku tidak menyukai tanaman berduri. Dan kau bukan hanya tanaman berduri, tapi juga tanaman benalu yang tumbuh liar." Sungguh ucapan Jack membuat hati Clara tersayat, sebegitu hinanya ia di depan calon ayah mertua. Bahkan secara terang-terangan calon ayah mertuanya itu tidak menyukainya.
Clara hanya menghela napas, bagaimanapun juga ia harus memperjuangkan haknya.
"Tapi Tuan, anak ini tidak bersalah. Dan anak ini juga membutuhkan sosok seorang ayah." Clara bahkan rela mengesampingkan harga dirinya demi atasannya merestui pernikahannya bersama Gustav."Kau pikir anak yang dikandung Grace tidak membutuhkan sosok seorang ayah?" Lagi-lagi Clara harus menerima perkataan yang menyakitkan.
Clara sesekali menelan salivanya, ia bahkan tidak tahu lagi harus mengatakan apa, mau memohon seperti apa pun juga tetap saja atasannya tidak akan pernah bisa merestui pernikahannya dengan Gustav.
"Tuan, saya memang pendosa. Tapi tolong restuilah pernikahan kami."
"Kau menyuruhku untuk menusuk besanku dari belakang? Bahkan surat cerai saja Gustav belum menerimanya. Bagaimana mungkin kau mendesak untuk menikah dengan putraku!" Jack semakin marah dan meninggikan suaranya. Mungkin kemarahannya bisa saja terdengar dari luar ruangannya.
Clara yang sedari tadi tersudut dengan semua perkataan calon ayah mertuanya itu pun hanya bisa mengumpat dalam hati. Mirisnya ia bahkan tidak serta merta merasa bersalah apalagi merasa malu.
"Baiklah jika memang anda tidak akan memberikan kami restu, kami tetap akan menikah, meski itu tanpa restu, permisi," tutur Clara tanpa merasa bersalah, kemudian bergegas pergi tanpa menunggu Jack mengatakan sesuatu.
"Bisa-bisanya Gustav memberikanku keturunan dari wanita menjijikkan seperti itu, dimana matanya pada saat itu, ck ck ck," ucap Jack yang menyesalkan kejadian putranya.
Meski tanpa restu dari kedua orang tuanya, Gustav tetap menikahi Clara. Biar bagaimanapun, ia tetap harus bertanggung jawab meski ia sendiri tidak yakin dengan hatinya. Jangan sampai, dia menyakiti hati dua wanita sekaligus.Kini, Clara juga tak lagi menjadi sekretaris Jack. Setelah dua hari pernikahannya, Gustav memintanya untuk bergabung di perusahaannya, tentunya menjadi sekretaris pribadi suaminya yang kini menjabat sebagai CEO. Clara berdiri menghadap ke arah luar yang berdinding kaca, ia tampak tersenyum menatap kemenangannya. Berhasil menjadi seorang Nyonya Willson adalah harapan yang dari dulu ia nantikan. Namun, sempat sirna oleh Grace karena justru Gustav lebih memilih sahabatnya dibanding dirinya. Tetapi kini ia telah berhasil merebutnya, meskipun ia harus kehilangan harga dirinya. Sayangnya, saat ia sedang menikmati kemenangannya, tiba-tiba perutnya terasa sakit. Ia tampak meringis sembari memegangi perutnya yang terasa semakin bertambah sakit. Beruntung ada satu kary
Grace kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa, mencoba berdamai dengan keadaan, kini sedikit demi sedikit ia bisa melupakan Gustav dan menerima kehidupan barunya sebagai single parent. Ia tersenyum menatap pantulan cermin yang memperlihatkan perutnya yang semakin membesar dan kurang lebih satu bulan lagi ia akan bertemu makhluk kecil yang kini masih betah berada di kandungannya. Ia tak sabar dengan waktu itu yang sebentar lagi tiba."Terima kasih ya nak, kamu sudah mau bertahan demi mommy," ucapnya tersenyum sembari mengelus perutnya yang sudah membesar.Hari-hari yang ia lalui sangat jauh dari kata bahagia. Ia harus banting tulang untuk mencari uang, mengingat biaya persalinan tidaklah murah. Jadi ia harus bekerja keras dengan cara bekerja di toko laundry, setelah itu menjadi buruh cuci piring di sebuah restoran. Hidupnya begitu miris, namun ia tetap semangat menjalaninya. Demi sang buah hati yang sebentar lagi akan hadir di dunia. Saat ini Grace telah menyelesaikan pekerjaanny
Sebelumnya Gustav sengaja mengecoh Clara dengan cara masuk ke dalam taksi. Namun siapa sangka ia diam-diam keluar dari taksi itu tapi dari pintu samping yang berbeda dan itu terhalang oleh sebuah pohon sehingga pada waktu ia keluar dari taksi itu tidak terlihat oleh Clara. Ia juga meminta sopir taksi tersebut untuk segera melaju, karena ia tahu jika Clara pasti mengikutinya.Ia benar-benar dilanda kekhawatiran dan juga rasa bersalah kepada mantan istrinya. Karena kelakuan bejatnya sehingga Grace terpaksa banting tulang. Sungguh rasa pedihnya juga ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui mantan istrinya. Ia segera berjalan menuju restoran, sebelumnya ia menemui manager restoran tersebut untuk meminta izin bertemu Grace, dan kebetulan manager restoran tersebut merupakan teman lamanya saat mereka duduk di bangku menengah atas. Alhasil dengan mudahnya ia menemui Grace yang ketika itu sedang menata piring yang sudah selesai di cucinya. Sungguh ia begitu teriris, hatinya sa
Hari perkiraan lahir anak yang di kandung Grace masih sekitar satu bulan lagi, tapi entah kenapa Grace merasakan perutnya begitu sakit. Merasakan mulas yang begitu terasa menyakitkan. Grace meletakkan pisau yang tengah ia gunakan untuk meracik bumbu yang hendak ia masak. Tangannya mengelus perutnya sembari menarik napas lalu membuangnya. Entah ini kontraksi palsu atau memang kontraksi sungguhan yang menandakan akan lahirnya sang buah hati."Sakit," lirihnya sembari menggigit bibir bawahnya. Tidak ada satupun orang yang ada di rumah itu kecuali hanya Grace. Ia hanya bisa merasakan sakit itu seorang diri. Tapi beruntung itu hanya sebentar dan Grace kembali merasakan perutnya kembali normal. Mungkin benar, itu yang dinamakan kontraksi palsu. Grace tersenyum lalu mengelus perutnya kembali dengan penuh rasa haru bahagia. Grace kembali melanjutkan memasaknya. Sedikit santai karena ini hari minggu dan ia tidak berangkat kerja. Ia menikmati hari-harinya seorang diri dengan rasa semangat kar
Lima tahun kemudian.Setelah Gustav di usir dari rumah sakit, semenjak itulah Gustav sama sekali tidak pernah menampakkan diri lagi di hadapan Grace. Kenzo Rayyanza, Grace menamakan putranya dengan nama yang baik seperti harapannya. Kini Grace juga sudah kembali lagi menjadi seorang dokter setelah tiga tahun ia melanjutkan pendidikan S3nya dibantu oleh manager di tempat ia bekerja. "Maaf, jam tugas saya sudah habis dan sebentar lagi akan digantikan oleh dokter lain yang bertugas nanti, tapi tunggu sekitar pukul tujuh malam jika anda bersedia menunggu," kata Grace begitu ramah ketika seorang pasien tiba-tiba masuk ke ruangannya begitu saja, padahal Grace sudah selesai memeriksa dan sudah hampir siap-siap pulang."Kau pikir orang terluka harus menunggu sampai pukul tujuh malam? Sementara sekarang baru pukul tiga sore? Apa kau makan gaji buta! Tidak ada empati terhadap orang yang kesakitan?" bentak laki-laki tersebut yang terlihat kesal dan marah."Maaf. Jadi, apa yang anda keluhkan?"
Grace sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah langsung disambut oleh sang putra yang kini ditemani oleh seorang suster yang selama ini merawat Kenzo."Mommy," teriak Kenzo yang langsung menyambut kepulangan sang ibu."Hey." Grace pun membalas pelukan Kenzo sembari menciumi wajah sang putra kecilnya."Bagaimana sekolah kamu tadi?" tanya Grace kemudian melepas pelukannya dan berdiri sembari menggandeng tangan kecil sang putra dan berjalan masuk menuju ruang tengah."Seru mom, aku punya teman baru. Aku juga diajari cara membuang sampah sama cara merapikan barang-barang yang berantakan, pokoknya seru deh," cerita Kenzo ketika mengingat kegiatannya saat di sekolah. Grace tersenyum bangga sembari mengusap kepala sang putra kecilnya yang kini semakin pintar dan tambah akal. "Sudah makan?" tanya Grace."Sudah tadi sama sus Liana," sahut Kenzo yang kini meraih pesawat mainannya. Mereka pun duduk di sofa ruang tengah. Kenzo asyik dengan mainannya sementara Grace sibuk melepas sepatu
Sore hari sepulang dari kerja, Grace langsung menuju ke sebuah restoran yang sedikit jauh dari kota. Restoran mewah yang ada di sebuah hotel bintang lima di kawasan puncak. Hal itu dikarenakan laki-laki yang sempat ia obati akibat luka tembak itu kembali mengusiknya. Lantas membuat Grace mau tidak mau mengikuti perintahnya.Sesampainya di sana, Grace langsung menuju ke private room. Ruangan khusus yang sudah dipesan oleh seseorang yang mengajak Grace bertemu. Grace mengedarkan pandangannya, dan ternyata laki-laki itu sudah berada di sana dengan beberapa pria gagah berwajah menakutkan. Semua terlihat menyeramkan saat itu, termasuk laki-laki itu.Melihat Grace sudah datang, laki-laki itu berdiri dan segera mendekati Grace dengan seringai menakutkan.“Selamat sore, Nyonya Grace,” sapa laki-laki itu.Grace hanya mengangguk, tidak berani menatap langsung wajah pria bengis itu. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa pria itu mengajaknya bertemu, sampai-sampai jika ia tidak datang maka Kenzo aka
Hati Grace semakin bergemuruh. Merasakan kesal serta amarah yang memuncak. Bagaimana bisa Clara dengan entengnya hendak mengambil Kenzo darinya. Apa dia tidak memiliki muka? Guztav sudah dirampas, dan sekarang Kenzo? Tidak, Grace tidak akan pernah mengizinkannya.“Apa kamu gila! Apa belum puas kamu rampas Gustav dari aku? Dan membuatku menderita selama ini karena perbuatan kamu? Sekarang kamu mengambil anakku? Siapa kamu?” bentak Grace yang tak peduli jika Clara dulu pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Baginya, kini Clara merupakan iblis yang berwujud manusia.Clara hanya tersenyum angkuh. “Karena kau sudah membuatku muak, Grace. Kau sudah membuatku benci! Kenapa kau tidak mati saja. Selama kau masih hidup, kau akan tetap selalu menjadi benalu!” bentak Clara yang tak kalah sengit.“Benalu? Kamu bilang aku benalu? Apa kamu tidak memiliki kaca? Aku bahkan sudah pergi jauh dari kalian dan sama sekali tidak peduli akan hidup kalian. Lalu dimana letaknya aku bisa dikatakan se