Sebelumnya Gustav sengaja mengecoh Clara dengan cara masuk ke dalam taksi. Namun siapa sangka ia diam-diam keluar dari taksi itu tapi dari pintu samping yang berbeda dan itu terhalang oleh sebuah pohon sehingga pada waktu ia keluar dari taksi itu tidak terlihat oleh Clara. Ia juga meminta sopir taksi tersebut untuk segera melaju, karena ia tahu jika Clara pasti mengikutinya.
Ia benar-benar dilanda kekhawatiran dan juga rasa bersalah kepada mantan istrinya. Karena kelakuan bejatnya sehingga Grace terpaksa banting tulang. Sungguh rasa pedihnya juga ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui mantan istrinya.
Ia segera berjalan menuju restoran, sebelumnya ia menemui manager restoran tersebut untuk meminta izin bertemu Grace, dan kebetulan manager restoran tersebut merupakan teman lamanya saat mereka duduk di bangku menengah atas.
Alhasil dengan mudahnya ia menemui Grace yang ketika itu sedang menata piring yang sudah selesai di cucinya. Sungguh ia begitu teriris, hatinya sakit melihat pekerjaan Grace, terlebih Grace sedang mengandung darah dagingnya. Hancur, ia tak kuasa melihat itu semua. Hingga bulir bening tak lagi bisa ia tahan dari kelopak matanya, dan mengalir begitu saja.
Grace mengetahui kedatangan Gustav. Sungguh rasanya kesal bercampur marah.
"Mau apa lagi?"
"Maaf mengganggu waktumu, aku hanya ingin memberikan ini. Terimalah," ucapnya sembari memberikan sebuah black card.
"Tidak perlu," sahutnya dengan ketus. Ia sudah terlanjur sakit hati dengan semua sikap mantan suaminya itu.
"Terimalah, ini untuk anak kita! Jangan memaksakan kehendak sendiri. Ingat, di dalam perutmu ada darah dagingku! Aku tidak ingin terjadi apa-apa kepada anak kita hanya karena kau terlalu kelelahan!"
"Lalu yang kau lakukan bersama Clara apa? Ingat! Aku seperti ini juga karenamu! Jadi simpan saja, aku tidak butuh benda itu! Pergilah!
Gustav hanya menghela napas mencoba tidak terpancing.
"Aku memang salah, Grace. Kau pantas membenci pria brengsek sepertiku. Tapi aku mohon jangan libatkan anak kita, please terimalah ini. Berhentilah bekerja, jangan sampai kau kelelahan dan berimbas ke anak kita. Aku tidak ingin kehilangan anak lagi, terlebih darimu."
"Kehilangan anak lagi?" Sungguh Grace tak mengerti dengan perkataan Gustav yang baru ia sebutkan.
"Ya, Clara keguguran. Dan aku tidak ingin hal itu terjadi kepada anak kita."
Grace hanya tersenyum getir mendengarnya. Entah kenapa ia merasa jika semesta menunjukkan kuasanya. Tanpa ia membalas, ternyata semesta berpihak padanya.
"Maka dari itu, berhentilah bekerja. Kau bisa menggunakan black card ini semaumu. Aku tidak ingin anak kita merasakan kesulitan."
"Simpan saja untuk istri barumu. Aku tidak butuh itu."
"Please, Grace! Jangan kolot!" Gustav sudah tak lagi bisa menahan kekesalannya.
Grace menatap lekat netra Gustav. Ia tak menyangka dengan sikap Gustav yang baru kali ini membentaknya.
"Maafkan aku," kata Gustav yang seketika tersadar jika ia baru saja membentak Grace.
"Pergilah," usir Grace dengan mata yang berkaca-kaca.
"Tapi, Grace."
"Pergi!" Bentak Grace yang sudah tak bisa lagi menahan gejolak emosi.
Gustav memandang sayu wajah Grace. Ia tak bisa memaksa lagi keputusan mantan istrinya itu. Terpaksa ia melangkah pergi dengan rasa kecewa yang membuncah. Dadanya luluh lantak, seakan kehancuran memang telah ditetapkan untuknya.
Grace menangis seorang diri, namun ia buru-buru menyeka air matanya yang tanpa permisi mengalir di pipi mulusnya. Ia tak mau lagi menangisi seorang pengkhianat.
Sementara Clara sedari tadi dibuat bingung oleh taksi yang ditumpangi Gustav. Sedari tadi hanya memutari jalan itu. Hingga lima kali ia melewati jalan yang sama, hal itu membuat ia merasa dipermainkan. Lalu dengan kesalnya ia mendahului taksi itu kemudian berhenti mendadak tepat di hadapan taksi yang ditumpangi Gustav. Ia segera turun dari mobilnya lalu menghampiri taksi itu. Ia mengetuk kaca jendela taksi itu dengan penuh emosi.
"Buka!" titahnya dengan amarah yang menggebu.
Sopir taksi itu lantas membuka kaca jendela mobilnya.
"Ada apa, Nona? Kenapa anda menghalangi jalan saya?"
"Dimana penumpangmu?" tanya Clara yang terkejut ketika tak mendapati suaminya berada di taksi itu.
"Penumpang? Sedari tadi saya berkeliling mencari penumpang tapi belum dapat," jawabnya bohong.
Clara pun mendengus kesal. Dengan sangat terpaksa ia kembali masuk ke dalam mobilnya. Kali ini ia benar-benar dibuat emosi oleh suaminya. Bisa-bisanya dia dipermainkan seperti itu.
Clara kembali melajukan mobilnya, hari sudah mulai petang dan hatinya bergemuruh tak karuan. Ia merasa tersayat dan terpaksa kembali ke hotel tempat ia dan Gustav menginap.
Ia memarkirkan mobilnya lalu segera bergegas masuk ke dalam hotel yang sangat terlihat mewah itu. Pikirannya kacau karena tak menemukan keberadaan suaminya. Ia masuk ke dalam kamarnya, lalu segera menyambar botol anggur yang sudah berada di atas nakas. Ia mengambil gelas lalu menuangkan anggur itu ke dalam gelas kristal yang terlihat mewah, ia segera meneguknya seolah rasa haus telah menyiksanya. Berkali-kali ia meneguk anggur itu dan tak berhenti menuang dan meminumnya. Ia benar-benar frustasi.
Sampai pada akhirnya Gustav kembali dan mengetahui jika Clara telah teler akibat minum terlalu banyak.
"Kau sudah kembali?"Gustav tak menjawab, justru sibuk melucuti pakaian dan sepatunya.
"Kau tidak dengar aku bertanya?" Kini Clara semakin meradang."Apa aku harus menjawabnya? Sementara kau sendiri sudah melihatku." Jawaban Gustav sungguh membuat Clara semakin kesal.
"Berhentilah minum!" bentak Gustav yang merasa jijik akan sikap istrinya.
"Berhentilah peduli dengan Grace!" Clara semakin meracau dan hal itu membuat Gustav menghela nafasnya.
Gustav benar-benar pening dengan segala sikap Clara yang berbanding terbalik dengan Grace. Ia benar-benar menyesal telah melakukan dosa gila itu. Andai waktu bisa di ulang, ia tak akan mungkin melakukan hal yang menjijikkan itu. Namun apalah daya, nasi telah menjadi bubur. Tak bisa lagi ia mengembalikan waktu. Kini ia hanya bisa meratapi kehidupannya yang benar-benar memprihatinkan.
Gustav tak memedulikan ucapan Clara. Ia justru berlalu ke kamar mandi. Mencoba meredakan emosi dengan berendam di bathtub yang berisi air hangat. Ia ingin mengistirahatkan pikirannya yang terlalu pening memikirkan jalan hidupnya yang ia lalui.
Clara berdecak kesal dan membanting botol anggur yang sudah kosong. Ia benar-benar kalut, emosinya sudah tak bisa di tahan lagi. Ia marah dan memaki-maki dengan menyebut nama Grace berkali-kali.
"Kau benar-benar membuatku naik pitam, Grace! Aku pastikan hidupmu menderita seumur hidup! Kau sudah menghancurkan semuanya. Apa kau puas sekarang!" racau Clara dengan emosi yang meluap.
Sudah bersusah payah selama ini ia melakukan segala cara, namun tetap saja ia tak bisa mendapatkan hati Gustav seutuhnya. Gustav tetap saja memikirkan Grace padahal jelas-jelas kini dirinya sudah menjadi istrinya Gustav. Hal itu semakin membuat Clara membenci sosok Grace.
Hari perkiraan lahir anak yang di kandung Grace masih sekitar satu bulan lagi, tapi entah kenapa Grace merasakan perutnya begitu sakit. Merasakan mulas yang begitu terasa menyakitkan. Grace meletakkan pisau yang tengah ia gunakan untuk meracik bumbu yang hendak ia masak. Tangannya mengelus perutnya sembari menarik napas lalu membuangnya. Entah ini kontraksi palsu atau memang kontraksi sungguhan yang menandakan akan lahirnya sang buah hati."Sakit," lirihnya sembari menggigit bibir bawahnya. Tidak ada satupun orang yang ada di rumah itu kecuali hanya Grace. Ia hanya bisa merasakan sakit itu seorang diri. Tapi beruntung itu hanya sebentar dan Grace kembali merasakan perutnya kembali normal. Mungkin benar, itu yang dinamakan kontraksi palsu. Grace tersenyum lalu mengelus perutnya kembali dengan penuh rasa haru bahagia. Grace kembali melanjutkan memasaknya. Sedikit santai karena ini hari minggu dan ia tidak berangkat kerja. Ia menikmati hari-harinya seorang diri dengan rasa semangat kar
Lima tahun kemudian.Setelah Gustav di usir dari rumah sakit, semenjak itulah Gustav sama sekali tidak pernah menampakkan diri lagi di hadapan Grace. Kenzo Rayyanza, Grace menamakan putranya dengan nama yang baik seperti harapannya. Kini Grace juga sudah kembali lagi menjadi seorang dokter setelah tiga tahun ia melanjutkan pendidikan S3nya dibantu oleh manager di tempat ia bekerja. "Maaf, jam tugas saya sudah habis dan sebentar lagi akan digantikan oleh dokter lain yang bertugas nanti, tapi tunggu sekitar pukul tujuh malam jika anda bersedia menunggu," kata Grace begitu ramah ketika seorang pasien tiba-tiba masuk ke ruangannya begitu saja, padahal Grace sudah selesai memeriksa dan sudah hampir siap-siap pulang."Kau pikir orang terluka harus menunggu sampai pukul tujuh malam? Sementara sekarang baru pukul tiga sore? Apa kau makan gaji buta! Tidak ada empati terhadap orang yang kesakitan?" bentak laki-laki tersebut yang terlihat kesal dan marah."Maaf. Jadi, apa yang anda keluhkan?"
Grace sudah kembali ke rumahnya, sesampainya di rumah langsung disambut oleh sang putra yang kini ditemani oleh seorang suster yang selama ini merawat Kenzo."Mommy," teriak Kenzo yang langsung menyambut kepulangan sang ibu."Hey." Grace pun membalas pelukan Kenzo sembari menciumi wajah sang putra kecilnya."Bagaimana sekolah kamu tadi?" tanya Grace kemudian melepas pelukannya dan berdiri sembari menggandeng tangan kecil sang putra dan berjalan masuk menuju ruang tengah."Seru mom, aku punya teman baru. Aku juga diajari cara membuang sampah sama cara merapikan barang-barang yang berantakan, pokoknya seru deh," cerita Kenzo ketika mengingat kegiatannya saat di sekolah. Grace tersenyum bangga sembari mengusap kepala sang putra kecilnya yang kini semakin pintar dan tambah akal. "Sudah makan?" tanya Grace."Sudah tadi sama sus Liana," sahut Kenzo yang kini meraih pesawat mainannya. Mereka pun duduk di sofa ruang tengah. Kenzo asyik dengan mainannya sementara Grace sibuk melepas sepatu
Sore hari sepulang dari kerja, Grace langsung menuju ke sebuah restoran yang sedikit jauh dari kota. Restoran mewah yang ada di sebuah hotel bintang lima di kawasan puncak. Hal itu dikarenakan laki-laki yang sempat ia obati akibat luka tembak itu kembali mengusiknya. Lantas membuat Grace mau tidak mau mengikuti perintahnya.Sesampainya di sana, Grace langsung menuju ke private room. Ruangan khusus yang sudah dipesan oleh seseorang yang mengajak Grace bertemu. Grace mengedarkan pandangannya, dan ternyata laki-laki itu sudah berada di sana dengan beberapa pria gagah berwajah menakutkan. Semua terlihat menyeramkan saat itu, termasuk laki-laki itu.Melihat Grace sudah datang, laki-laki itu berdiri dan segera mendekati Grace dengan seringai menakutkan.“Selamat sore, Nyonya Grace,” sapa laki-laki itu.Grace hanya mengangguk, tidak berani menatap langsung wajah pria bengis itu. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa pria itu mengajaknya bertemu, sampai-sampai jika ia tidak datang maka Kenzo aka
Hati Grace semakin bergemuruh. Merasakan kesal serta amarah yang memuncak. Bagaimana bisa Clara dengan entengnya hendak mengambil Kenzo darinya. Apa dia tidak memiliki muka? Guztav sudah dirampas, dan sekarang Kenzo? Tidak, Grace tidak akan pernah mengizinkannya.“Apa kamu gila! Apa belum puas kamu rampas Gustav dari aku? Dan membuatku menderita selama ini karena perbuatan kamu? Sekarang kamu mengambil anakku? Siapa kamu?” bentak Grace yang tak peduli jika Clara dulu pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Baginya, kini Clara merupakan iblis yang berwujud manusia.Clara hanya tersenyum angkuh. “Karena kau sudah membuatku muak, Grace. Kau sudah membuatku benci! Kenapa kau tidak mati saja. Selama kau masih hidup, kau akan tetap selalu menjadi benalu!” bentak Clara yang tak kalah sengit.“Benalu? Kamu bilang aku benalu? Apa kamu tidak memiliki kaca? Aku bahkan sudah pergi jauh dari kalian dan sama sekali tidak peduli akan hidup kalian. Lalu dimana letaknya aku bisa dikatakan se
"Calon daddy?" tanya Kenzo yang memperlihatkan raut kepolosannya.Mike langsung mengangguk, berbeda dengan Grace yang tampak menggigit bibir bawahnya. Merasa kesal dan marah akan sikap Mike yang begitu keterlaluan.Grace segera berjongkok di hadapan sang putra kecilnya. Ia tersenyum sembari mengusap lengan Kenzo dengan pelan."Nak, kamu masuk dulu, ya. Minta sus Liana untuk menemanimu tidur, okay?" Grace mencoba membujuk Kenzo untuk segera pergi meninggalkan dirinya dan Mike. Supaya ia bisa segera mengusir Mike dari rumahnya. Ia sudah tidak tahan akan Mike yang sangat menyebalkan."Tidak mau! Aku ingin berkenalan sama calon daddy aku! Aku ingin bermain sama dia, boleh ya?" Kenzo justru menolak perintah Grace. Hal itu membuat Mike semakin terkekeh merasa menang. Sementara Grace merasa geram dan ingin sekali memaki Mike detik itu juga.Grace berdiri dengan raut kesal. Lalu membiarkan Kenzo bermain dengan Mike meskipun dengan keterpaksaan."Tapi sebentar saja," ucap Grace dengan raut ket
Di restoran, Grace sedang berbincang dan asik melempar canda dengan sahabatnya. Sesekali, bahkan sahabatnya itu menggoda Grace yang kini tengah mengandung lima bulan. "Lihatlah dia selalu berlari seperti itu," ucap Grace tiba-tiba begitu melihat Gustav, sang suami, sedang berlari menuju tempat mereka.Grace akhirnya melambaikan tangannya ke arah sang suami. Anehnya, Gustav yang melihatnya dari kejauhan justru terlihat panik. Pria itu tampak merogoh saku celananya, lalu meraih gawainya seperti hendak menghubungi seseorang. Ponsel Grace yang ia letakkan di atas meja di hadapannya pun bergetar, Grace tersenyum lembut dan hendak meraihnya. Sayangnya, tangan Clara--sang sahabat--rupanya lebih dulu meraihnya. Grace terkejut. Namun, itu tak lama. Dalam persahabatan mereka yang tanpa privasi itu, sudah biasa untuk saling memegang barang-barang penting mereka. Seketika, Grace pun tersenyum. Namun, Clara berbeda. Perempuan itu terlihat sangat serius. Tidak ada secuil pun senyuman yang t
"Apa maksudmu!" bentak Jack yang tak mengerti dengan ucapan putranya. Gustav menghela napas panjang, di sela-sela kekacauannya ia mulai mencoba untuk menceritakan apa yang telah terjadi. Meskipun pada akhirnya ia akan mendapatkan amarah dari sang ayah. "Pernikahan kami telah hancur, dan mungkin sebentar lagi kami akan berpisah," ucapnya dengan nada yang sedikit berat.Seketika tamparan dari sang Ayah berhasil membuatnya meringis, namun itu tidak sebanding dengan sakitnya hati Grace saat ini. Ia memang pantas mendapatkan tamparan bahkan berkali-kali lipat. "Bisa bisanya kau mengatakan hal yang sangat aku benci! Otakmu dimana? Dia sedang mengandung anakmu, cucuku itu cucuku!" Sambil menunjuk dadanya dengan amarah yang menggebu-gebu, Jack sungguh dibuat tak percaya dengan apa yang putranya katakan. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi," ucap Jack yang sedikit menurunkan intonasi bicaranya, meskipun kecewa ia juga berhak tahu alasan apa yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah.