Share

5. Tidak butuh

Sebelumnya Gustav sengaja mengecoh Clara dengan cara masuk ke dalam taksi. Namun siapa sangka ia diam-diam keluar dari taksi itu tapi dari pintu samping yang berbeda dan itu terhalang oleh sebuah pohon sehingga pada waktu ia keluar dari taksi itu tidak terlihat oleh Clara. Ia juga meminta sopir taksi tersebut untuk segera melaju, karena ia tahu jika Clara pasti mengikutinya.

Ia benar-benar dilanda kekhawatiran dan juga rasa bersalah kepada mantan istrinya. Karena kelakuan bejatnya sehingga Grace terpaksa banting tulang. Sungguh rasa pedihnya juga ia rasakan sehingga ia memutuskan untuk kembali menemui mantan istrinya. 

Ia segera berjalan menuju restoran, sebelumnya ia menemui manager restoran tersebut untuk meminta izin bertemu Grace, dan kebetulan manager restoran tersebut merupakan teman lamanya saat mereka duduk di bangku menengah atas. 

Alhasil dengan mudahnya ia menemui Grace yang ketika itu sedang menata piring yang sudah selesai di cucinya. Sungguh ia begitu teriris, hatinya sakit melihat pekerjaan Grace, terlebih Grace sedang mengandung darah dagingnya. Hancur, ia tak kuasa melihat itu semua. Hingga bulir bening tak lagi bisa ia tahan dari kelopak matanya, dan mengalir begitu saja. 

Grace mengetahui kedatangan Gustav. Sungguh rasanya kesal bercampur marah.

"Mau apa lagi?" 

"Maaf mengganggu waktumu, aku hanya ingin memberikan ini. Terimalah," ucapnya sembari memberikan sebuah black card. 

"Tidak perlu," sahutnya dengan ketus. Ia sudah terlanjur sakit hati dengan semua sikap mantan suaminya itu. 

"Terimalah, ini untuk anak kita! Jangan memaksakan kehendak sendiri. Ingat, di dalam perutmu ada darah dagingku! Aku tidak ingin terjadi apa-apa kepada anak kita hanya karena kau terlalu kelelahan!" 

"Lalu yang kau lakukan bersama Clara apa? Ingat! Aku seperti ini juga karenamu! Jadi simpan saja, aku tidak butuh benda itu! Pergilah!

Gustav hanya menghela napas mencoba tidak terpancing. 

"Aku memang salah, Grace. Kau pantas membenci pria brengsek sepertiku. Tapi aku mohon jangan libatkan anak kita, please terimalah ini. Berhentilah bekerja, jangan sampai kau kelelahan dan berimbas ke anak kita. Aku tidak ingin kehilangan anak lagi, terlebih darimu." 

"Kehilangan anak lagi?" Sungguh Grace tak mengerti dengan perkataan Gustav yang baru ia sebutkan.

"Ya, Clara keguguran. Dan aku tidak ingin hal itu terjadi kepada anak kita." 

Grace hanya tersenyum getir mendengarnya. Entah kenapa ia merasa jika semesta menunjukkan kuasanya. Tanpa ia membalas, ternyata semesta berpihak padanya. 

"Maka dari itu, berhentilah bekerja. Kau bisa menggunakan black card ini semaumu. Aku tidak ingin anak kita merasakan kesulitan." 

"Simpan saja untuk istri barumu. Aku tidak butuh itu." 

"Please, Grace! Jangan kolot!" Gustav sudah tak lagi bisa menahan kekesalannya. 

Grace menatap lekat netra Gustav. Ia tak menyangka dengan sikap Gustav yang baru kali ini membentaknya. 

"Maafkan aku," kata Gustav yang seketika tersadar jika ia baru saja membentak Grace. 

"Pergilah," usir Grace dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tapi, Grace." 

"Pergi!" Bentak Grace yang sudah tak bisa lagi menahan gejolak emosi. 

Gustav memandang sayu wajah Grace. Ia tak bisa memaksa lagi keputusan mantan istrinya itu. Terpaksa ia melangkah pergi dengan rasa kecewa yang membuncah. Dadanya luluh lantak, seakan kehancuran memang telah ditetapkan untuknya. 

Grace menangis seorang diri, namun ia buru-buru menyeka air matanya yang tanpa permisi mengalir di pipi mulusnya. Ia tak mau lagi menangisi seorang pengkhianat. 

Sementara Clara sedari tadi dibuat bingung oleh taksi yang ditumpangi Gustav. Sedari tadi hanya memutari jalan itu. Hingga lima kali ia melewati jalan yang sama, hal itu membuat ia merasa dipermainkan. Lalu dengan kesalnya ia mendahului taksi itu kemudian berhenti mendadak tepat di hadapan taksi yang ditumpangi Gustav. Ia segera turun dari mobilnya lalu menghampiri taksi itu. Ia mengetuk kaca jendela taksi itu dengan penuh emosi.

"Buka!" titahnya dengan amarah yang menggebu.

Sopir taksi itu lantas membuka kaca jendela mobilnya. 

"Ada apa, Nona? Kenapa anda menghalangi jalan saya?" 

"Dimana penumpangmu?" tanya Clara yang terkejut ketika tak mendapati suaminya berada di taksi itu.

"Penumpang? Sedari tadi saya berkeliling mencari penumpang tapi belum dapat," jawabnya bohong.

Clara pun mendengus kesal. Dengan sangat terpaksa ia kembali masuk ke dalam mobilnya. Kali ini ia benar-benar dibuat emosi oleh suaminya. Bisa-bisanya dia dipermainkan seperti itu.

Clara kembali melajukan mobilnya, hari sudah mulai petang dan hatinya bergemuruh tak karuan. Ia merasa tersayat dan terpaksa kembali ke hotel tempat ia dan Gustav menginap. 

Ia memarkirkan mobilnya lalu segera bergegas masuk ke dalam hotel yang sangat terlihat mewah itu. Pikirannya kacau karena tak menemukan keberadaan suaminya. Ia masuk ke dalam kamarnya, lalu segera menyambar botol anggur yang sudah berada di atas nakas. Ia mengambil gelas lalu menuangkan anggur itu ke dalam gelas kristal yang terlihat mewah, ia segera meneguknya seolah rasa haus telah menyiksanya. Berkali-kali ia meneguk anggur itu dan tak berhenti menuang dan meminumnya. Ia benar-benar frustasi. 

Sampai pada akhirnya Gustav kembali dan mengetahui jika Clara telah teler akibat minum terlalu banyak.

 

"Kau sudah kembali?" 

Gustav tak menjawab, justru sibuk melucuti pakaian dan sepatunya.

 

"Kau tidak dengar aku bertanya?" Kini Clara semakin meradang.

"Apa aku harus menjawabnya? Sementara kau sendiri sudah melihatku." Jawaban Gustav sungguh membuat Clara semakin kesal. 

"Berhentilah minum!" bentak Gustav yang merasa jijik akan sikap istrinya.

"Berhentilah peduli dengan Grace!" Clara semakin meracau dan hal itu membuat Gustav menghela nafasnya.

Gustav benar-benar pening dengan segala sikap Clara yang berbanding terbalik dengan Grace. Ia benar-benar menyesal telah melakukan dosa gila itu. Andai waktu bisa di ulang, ia tak akan mungkin melakukan hal yang menjijikkan itu. Namun apalah daya, nasi telah menjadi bubur. Tak bisa lagi ia mengembalikan waktu. Kini ia hanya bisa meratapi kehidupannya yang benar-benar memprihatinkan.

Gustav tak memedulikan ucapan Clara. Ia justru berlalu ke kamar mandi. Mencoba meredakan emosi dengan berendam di bathtub yang berisi air hangat. Ia ingin mengistirahatkan pikirannya yang terlalu pening memikirkan jalan hidupnya yang ia lalui.

Clara berdecak kesal dan membanting botol anggur yang sudah kosong. Ia benar-benar kalut, emosinya sudah tak bisa di tahan lagi. Ia marah dan memaki-maki dengan menyebut nama Grace berkali-kali. 

"Kau benar-benar membuatku naik pitam, Grace! Aku pastikan hidupmu menderita seumur hidup! Kau sudah menghancurkan semuanya. Apa kau puas sekarang!" racau Clara dengan emosi yang meluap. 

Sudah bersusah payah selama ini ia melakukan segala cara, namun tetap saja ia tak bisa mendapatkan hati Gustav seutuhnya. Gustav tetap saja memikirkan Grace padahal jelas-jelas kini dirinya sudah menjadi istrinya Gustav. Hal itu semakin membuat Clara membenci sosok Grace.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status