“Kamu kenapa, kelihatannya tegang banget. Siapa namamu?” tanya Pak Sandi ke arah Amel.
“Sa-Saya ... saya Amel, Pak,” jawab Amel dengan nada gugup. “Kalian nggak usah tegang, saya nggak gigit,” ucap Pak Sandi sambil tersenyum dan mempersilakan mereka duduk. Amel melirik Tika, Amel berpikir bagaimana bisa orang yang tadi membuat Amel hampir marah ternyata gokil juga. Terus tadi kenapa dia tidak minta maaf, Amel masih saja penasaran, tapi takut untuk bertanya langsung. “Bisa enggak diterima aku kalau aku bahas kejadian tadi, harus benar-benar lupain,” guman Amel dalam hati. “Perkenalkan nama saya Sandi Pratama, panggil aja Sandi, saya yang akan memeriksa kelengkapan berkas lamaran kalian. Sekaligus, saya juga yang akan interview kalian. Sebelumnya di sini saya akan menjelaskan, bahwa setelah ini kalian juga harus mengikuti tes tertulis dan tes praktik lain. Apa kalian siap?” jelas Pak Sandi panjang lebar. “Kami siap,” jawab Amel dan Tika berbarengan. Akhirnya, setelah seharian, selesai juga Amel dan Tika mengikuti semua tes dan interview. Mereka juga sudah langsung mengetahui jika mereka diterima di perusahaan itu, tapi ternyata keinginan mereka pupus, karena mereka tidak ditempatkan di satu lokasi. Perusahaan yang mereka lamar adalah sebuah perusahaan yang memiliki cabang di JABODETABEK. Tika ditempatkan di Bogor, sedangkan Amel di Depok. Mereka sebenarnya merasa kecewa karena tidak bisa bareng, tapi mereka berjanji untuk selalu komunikasi. Satu hari itu sudah berlalu. Hari ini Amel mulai bersiap untuk pergi ke tempat kerja. Amel berangkat lebih awal menggunakan motor, karena Amel yakin jalanan pagi hari pasti macet dan jarak rumah ke lokasi kerja sekitar tiga puluh menit perjalanan. Sepertinya, Amel tiba terlalu pagi, karena terlihat belum banyak orang datang. Amel pun melangkah ke pos satpam untuk bertanya. Setibanya di pos satpam Amel dikejutkan oleh siapa yang ada di dalam pos satpam. Orang itu sedang tertidur sangat pulas. “Ini orang sebenarnya HRD apa satpam, sih? Kok, di mana-mana ada terus,” gumam Amel sendiri dalam hati dengan expresi bingung sambil menggaruk kepala. Dari arah belakang ada yang memegang pundak Amel, sambil berkata, “Mbak, ada yang bisa saya bantu?” ternyata itu pak satpam yang baru datang entah dari mana. Tertulis nama “JOKO PRASETYO” di baju yang dia kenakan. “Oh, maaf, Pak, saya karyawan baru di sini. Apa saya datang terlalu pagi, kelihatannya masih sepi,” tanya Amel ke Pak Joko. “Iya Mbak, jam operasionalnya jam delapan, ini baru jam tujuh. Memang rumah Mbak jauh?” tanya Pak Joko kembali sambil mempersilakan Amel duduk. Amel pun menceritakan jika jarak antara rumahnya memang hanya setengah jam, tapi karena ini hari pertama bekerja dan Amel takut jalanan macet, maka Amel berangkat lebih awal. Akhirnya, Amel memutuskan untuk mengobrol dengan Pak Joko sambil menunggu waktu. Bahkan, tanpa diminta Pak Joko menceritakan Pak Sandi tertidur di pos satpam karena lelah. Dia habis mengantar barang tadi Subuh. Amel yang ingat kalau di dalam masih ada Pak Sandi yang tidur langsung pamit kepada Pak Joko dengan alasan mau merapikan penampilan di kamar mandi. “Silakan, Mbak, kamar mandi tidak jauh dari sini, Mbak lurus saja nanti belok kanan, di situ kamar mandi, Mbak,” jelas Pak Joko sambil tangannya memberikan petunjuk. “Terima kasih, Pak, saya permisi,” ucap Amel tersenyum. Amel buru-buru meninggalkan pos satpam, takut jika Amel masih di sana dan Pak Sandi bangun. Rasa kesal Amel saat kejadian di kereta masih ada, seperti tidak bisa dilupakan. Di dalam kamar mandi Amel menatap cermin sambil memikirkan sesuatu, sampai tiba-tiba terdengar suara orang yang mengajaknya berbicara. “Baru lihat, anak baru, ya?” tanya seorang wanita yang saat itu juga sedang berada di depan cermin. “Iya, Kak, saya baru terus kebetulan tadi kepagian,” jawab Amel sambil tersenyum. “Aku Eni, karyawan sini juga, ayo masuk sama aku, sekalian aku tunjukkan ruang atasan,” ajak Eni dengan ramah dan mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Amel pun menjabat tangan Eni dan tersenyum kepadanya, lalu Amel mengikuti Eni di belakangnya. Amel merasa senang karena bisa bertemu Eni dan ada temannya. “Ini ruangan Pak Zio, atasan kita. Sepertinya Pak Zio belum datang, ayo kita ke ruang karyawan, aku kenalin teman yang lain,” ajak Eni menggandeng tangan Amel. Ruang karyawan hanya bersebelahan dengan ruang Pak Zio. Setiba di sana, Eni memperkenalkan Amel kepada karyawan yang sudah datang. Amel merasa senang karena semua terlihat ramah dan baik, tidak seperti apa yang Amel pikirkan sebelumnya. Tiba-tiba dari arah pintu ada seorang yang mengucapkan salam dan meminta mereka semua untuk segera bersiap briefing. Pak Zio menyuruh Amel memperkenalkan diri dan setelah itu menjelaskan kembali peraturan perusahaan. Setelah briefing selesai secara kebetulan Amel ditempatkan satu bagian dengan Eni. Amel diminta kerjasama dengan Eni dan bertanya kepada Eni jika masih belum ada yang tidak paham. “Ayo, kita bareng,” ajak Eni “Iya, Mbak, Ayo,” jawab Amel “Panggil Eni aja, kayaknya kita seumuran,” jawab Eni sambil menggandeng tangan Amel. Amel tersenyum, rasa khawatir Amel dengan hari pertamanya hilang. Amel sekarang merasa jika Amel berada di lingkungan yang orang-orang baik dan juga ramah. Tiba-tiba saat sedang berjalan, Amel seakan menabrak seseorang. “Maaf, saya tidak sengaja, kamu baik-baik saja?” tanya seorang itu sambil mengulurkan tangannya ingin membantu Amel. Saat Amel melihat orang tersebut, Amel kaget. “Kamu lagi, enggak bosen apa jalan nabrak terus,” ucap Amel dengan nada kesal. “Maaf, saya tadi buru-buru,” ungkap Pak Sandi dengan senyum manis. Ya, orang itu ternyata Pak Sandi. Lagi-lagi Amel ketemu Pak Sandi dengan kejadian yang tidak mengenakan. “Kenapa sih harus kaya gini tiap ketemu dia. Coba sekali-kali kejadian romantis gitu,” guman Amel dalam hati. “Mel, kamu baik?” tanya Pak Sandi. “Baik, Pak, saya tidak apa-apa,” jawab Amel nada datar. “Ya, udah, saya pergi dulu ya, sekali lagi maaf,” ucap Pak Sandi lalu meninggalkan mereka. Setelah kepergian Pak Sandi, Eni yang dari tadi memperhatikan Amel, bertanya kepada Amel. Amel menceritakan kejadian di kereta. “Hati-hati, benci jadi cinta, hehe,” ucap Eni tersenyum menggoda kepada Amel. “Apa, sih, kaya nggak ada cowok lain aja,” ungkap Amel. Eni yang mendengar itu tersenyum dan berbisik kepada Amel. “Pokoknya hati-hati, pastikan aku yang jadi orang pertama tahu, ya.” Amel yang mendengar itu hanya terdiam dan mulai melangkah bekerja kembali. Amel tidak memikirkan apa yang Eni ucapkan, karena menurut Amel memang sih Pak Sandi itu tampan, masih muda, tapi kejadian di kereta masih membuat Amel kesal melihat Pak Sandi.Malam hari, Amel dan Tika sedang mengobrol melalui sambungan telepon. Amel menceritakan jika dirinya bertemu dengan Pak Sandi dan juga menceritakan kejadian tadi. Tika yang mendengar, tertawa mendengar cerita Amel. Amel juga menceritakan pertemuannya dengan Eni yang begitu baik.Tika juga menceritakan bagaimana hari pertamanya bekerja, dia juga merasa nyaman. Tika mengajak Amel untuk bertemu jika mereka libur.“Eh, Mel, kayaknya benar apa yang Eni bilang. Hati-hati, kalau ketemu Pak Sandi lagi kamu jatuh cinta.” Terdengar suara Ketika tertawa di ujung telepon, lalu telepon mati begitu saja. Amel sengaja mematikan telepon karena mendengar ucapan Tika tadi. Amel menaruh teleponnya dan memutuskan untuk tidur. Keesokan pagi, di perjalanan Amel merasa motor yang dikendarai seperti bergoyang. Amel mengecek dan ternyata ban motornya kurang angin. “Duh, bengkel jauh lagi, olahraga nih pagi-pagi,” gerutu Amel sendiri sambil mendorong motornya. Tapi tiba-tiba, dari arah belakang seakan ada
Pagi itu, Amel sudah mandi dan sedang merias diri di depan kaca. Amel sedang memikirkan ajakan Ipul. Entah, Amel harus menghubungi Ipul dan bilang setuju atau tidak. Yang membuat Amel bingung, karena Amel melihat kedekatan Ipul dengan Santi. Tapi banyak yang mengatakan Santi bukan pacar Ipul.Saat Amel bengong tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Mel, ada teman yang cariin kamu?” Suara dari balik pintu. “Siapa, Ma?” tanya Amel saat pintu sudah terbuka. Ternyata suara tadi suara Mama Dina, Mamanya Amel. “Pacar kamu kali, Mel. Mama baru lihat sekarang. Ya, udah temuin dulu biar kamu tahu,” jawab Mama Dina lalu meninggalkan Amel."Masa Ipul, tapi tahu rumahku dari mana? Yang tahu rumah ku, kalau enggak Yana ya Gilang. Mereka juga cuma tahu gang aja karena searah sama rumah mereka,” gumam Amel sendirian di dalam kamar. Amel masih memikirkan siapa yang datang. Amel mengecek handphone-nya, tapi tidak ada pesan atau panggilan telepon. Akhirnya, amel keluar kamar dan bertem
Sesudah mengantarkan Amel ke rumah, Ipul langsung pamit pulang. Tapi Ipul tidak langsung pulang, Ipul pergi ke tempat teman-temannya biasa nongkrong. “Lesu banget mukalu, Bro,” sapa Supri kepada Ipul yang baru datang.“Enggak apa-apa, sudah pada lama di sini?” tanya Ipul balik. “Belum, paling baru setengah jam, dari mana?” tanya Yana yang juga ada di sana. “Biasa, habis antar adik les,” jawab Ipul asal. “Adik yang mana, nih?” goda Gilang dan semua temannya tertawa. Ya, di sana ada Supri, Yana, dan juga Gilang yang sedang berkumpul. Mereka berempat memang dekat, sering nongkrong bareng, bahkan kadang sering main futsal juga. Namun, diantara keempat orang itu, Ipul paling dekat dengan Supri. Apa pun keluh kesah Ipul selalu minta solusi Supri. Di tempat lain, Amel yang sudah berada di kamar sedang ngobrol dengan Eni melalui telepon. Amel menceritakan sepanjang hari ini kepada Eni. Banyak juga obrolan lain yang mereka bicarakan. Sebelum menutup telepon Eni menduga jika tadi itu Ipul
Amel berlari ke arah Eni, tanpa di minta Amel langsung menceritakan kejadian tadi bersama Santi kepada Eni. Saat ini, perasaan Amel tidak karuan, Amel memeluk Eni dan tidak lagi bisa bercerita. "Sabar, Mel, Santi emang orangnya gitu, tapi di sini kamu juga enggak rebut Ipul, kan mereka bukan pacar. Sudah tenang aja ya," ucap Eni memberi Amel semangat. "Ayo kita kerja lagi, jodoh nggak usah dipikirin, nanti datang sendiri," ajak Eni dengan senyum manisnya.Amel melangkah mengikuti Eni dari belakang, Amel berharap semua akan baik-baik saja. "Aku nggak cari musuh, tapi kalau aku juga ada rasa sama Ipul, aku juga tidak bisa diam," gumam Amel sendiri. Di kantin Santi masih duduk dan kini malah memesan es teh, saat sedang menikmati esnya Santi kaget ketika ada yang menepuk bahunya. "Eh lu, gue kira siapa, ngapain tepuk-tepuk?" omel Santi ke orang yang menepuk. "Boleh gue duduk dulu nggak?" tanya dia. "Boleh, duduk situ," perintah Santi, "ada perlu sama gue?" lanjut Santi. "Langsung aja
Sebelum berangkat, Amel membaca pesan Ipul sekali lagi, Amel bingung harus datang atau tidak, Amel meletakkan kembali hp di meja rias. "Mau ngapain Ipul ngajak ketemu ya," ucap Amel sendiri di depan cermin sambil membenarkan jilbabnya. Lalu Amel berangkat meraih hp, memasukkannya dalam tas tanpa membalas pesan Ipul. *** Hari itu kerjaan sangat banyak, membuat Ipul sulit untuk bertemu Amel dan menanyakan jawaban pesannya. Amel sangat beruntung karen tidak bertemu Ipul, Eni yang melihat Amel gelisah mendekati Amel. "Mel, kenapa, kelihatan gelisah?" tanya Eni. "En, semalam Ipul kirim pesan, baca sendiri," jawab Amel memberikan hp kepada Eni. Eni yang mengerti maksud pesan itu memberikan saran kepada Amel untuk datang. "Mungkin ada hal penting yang ingin Ipul sampaikan, datang aja, kalau kamu takut mau aku temani?" tawar Eni yang meminta Amel datang. Eni mempunyai firasat jika saat itu Ipul akan menyampaikan hal penting karena jika tidak penting tidak mungkin mengirim pesan se
Amel menutup pintu kamar melangkah pergi, hatinya sudah yakin kalau dia akan datang ke cafe itu, tapi langkahnya terhenti kekita melihat seorang duduk di teras rumahnya. Amel yang masih kaget bengong melihat ke arah seorang itu. "Aku hanya memastikan kamu benar-benar datang, Mel, karena ini adalah salah satu harapan Ipul," jelas seorang itu. "Ya, aku datang, Pri," jawab Amelu Orang itu, Supri. Supri sengaja datang untuk memastikan semua berjalan lancar. Setelah masuk rumah tadi perasaan Supri tidak enak, atas inisiatifnya sendiri Supri datang ke rumah Amel. Beruntung saat Supri pergi Santi sudah duluan pergi. "Ya sudah, aku berangkat dulu, Pri, apa sekalian aja kamu anter aku?" tanya Amel, karena Amel sebenarnya dengan kondisi ini ragu untuk naik motor sendiri. "Yuk aku antar, biar aman," jawab Supri senang hati. *** Di sudut kamar, Santi mundar mandir merasa gelisah, memikirkan apa yang di maksud Supri. Siapa yang datang dan kemana, felling Santi mengatakan jika ini berhubunga
Yana yang baru saja sampai rumah langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ucapan Gilang membuat Yana kwatir. Entah mengapa, saat ini pikiran Yana menuju ke Amel. Yana meraih hp lalu mencoba menghubungi Amel, tapi nomer Amel tidak aktif. "Amel kemana, apa benar Amel lagi berdua sama Ipul, tapi kalau iya kenapa tadi Supri bilang gitu, Supri bohong atau memang tidak tahu," gerutu Yana sendirian. *** Amel mendengarkan semua penjelasan Ipul dengan serius, dia menangkap semua kata yang terucap dari mulut Ipul. "Apa sudah jelas, Mel, atau mau ada yang kamu tanya lagi?" tanya Ipul mengakhiri penjelasan itu dan berharap Amel sudah mengerti. "Sudah cukup," jawab Amel singkat. Ipul merasa bingung dengan reaksi Amel, tapi Ipul kembali menanyakan kepada Amel, apakah Amel bersedia menjadi teman hidupnya. Amel masih saja terdiam mendengar pertanyaan ke dua dari Ipul. "Ya sudah nggak usah di jawab sekarang, Mel, kita nikmatin cemilan lagi yuk," ajak Ipul mencairkan suasana.
Eni yang sedang menikmati bakso, kaget dengan kehadiran Supri yang tiba-tiba duduk di depannya. "Ada apa, Pri?" tanya Eni dengan expresi kaget. "Mau makan baksolah, lihat kamu sendirian ya udah aku samperin, ganggu?" tanya Supri. "Oh nggak, ya udah duduk aja," jawab Eni. Supri pun memesan bakso dan menikmatinya dengan tenang, sesekali Supri dan Eni mengobrol santai. Ternyata itu memang bakso enak dan murah dekat dengan tempat kerja jadi mereka juga sering makan di sana. Supri dan Eni juga mengobrol tentang hubungan Ipul dan Amel, mereka juga sama-sama mengkhawatirkan hubungan Amel dan Ipul tapi mereka hanya bisa mendo'akan yang terbaik. *** Sementara Ipul merasa kenapa Amel lama sekali di kamar mandi. Ipul melangkah menuju toilet perempuan untuk mencari Amel. Karena kwatir dengan keadaan Amel, Ipul tidak melihat-lihat jalan, tiba-tiba dari arah depan ada seorang wanita yang sedang menelepon menabrak Ipul. "Maaf, saya buru-buru, kamu nggak apa-apa?" tanya wanita itu. "Saya
Tempat Amel bekerja mengadakan acara jalan-jalan ke pantai. Hampir semua ikut acara itu, Ipul tidak mengikuti karena ada acara keluarga. Mereka semua berangkat menggunakan bis kecil, Amel duduk bersebelahan dengan Eni, sementara di kursi sebelah terlihat ada Supri yang duduk bersama Yana.Walaupun saat itu malam hari tapi rasanya tidak ada yang mengantuk, yang ada malah semakin semangat. Suasana di dalam bis terlihat ramai, semua merasa senang, bahkan ada juga yang menyanyi di kursi belakang."Mel, kok diam saja, sekarang waktunya liburan, lupain dulu masalahmu," ucap Eni yang menyemangati Amel. "Iya, Er, kamu benar," jawab Amel tersenyum manis. "Manisnya senyummu, Mel, itu yang buat aku suka," gumam Supri yang melihat Amel tersenyum walau hanya samar karena di bis cukup gelap.Amel memutuskan untuk memejamkan matanya, entah karena Amel terlalu memikirkan atau hanya ilustrasi saja tapi bayangan Santi dan Ipul seakan selalu mengikuti. Sampai akhirnya Eni membangunkan Amel, Eni berka
En, kita ke taman sini dulu ya, ada yang mau aku obrolin, kamu nggak buru-buru kan?" tanya Supri yang saat itu sudah berada di parkiran taman. "Nggak, Pri, emang mau ngobrol apa, soal Ipul sama Amel ya?" tebak Eni. Supri hanya mengangguk lalu melangkah masuk ke taman dan Eni mengikutinya dari belakang. Supri memilih duduk di kursi yang dekat dengan pohon karena merasa sejuk. "Tunggu bentar di sini, jangan kemana-mana," pinta Supri kepada Eni lalu pergi begitu saja tanpa memberikan kesempatan Eni menjawab. *** Sementara Amel masih menikmati makanan yang dia pesan, rasanya masih betah Amel berada di sana. "Mel, sendirian?" sapa seseorang dari belakang Amel. "Bikin kaget aja, Lang, iya tadi ada Eni tapi sudah pulang duluan," jawab Amel menjelaskan. "Boleh aku duduk?" tanya Gilang. Amel mengangguk tanda setuju Gilang duduk di sana. Gilang ternyata juga sudah memesan makanan, tidak sengaja Gilang melihat Amel duduk sendirian. "Kamu kaya ada yang dipikirin, kenapa?" tanya Gil
Ipul dari tadi hanya melihat handphonenya yang berbunyi. Tak ada sedikit niatpun untuk mengangkatnya karena Ipul tahu itu Santi."Mau apa lagi Santi ini, sudah di tolak masih saja berani-beraninya menghubungi," gerutu Ipul sendirian dengan nada kesal. Ipul merasa bingung sebenarnya apa yang Santi mau dari dirinya, bahkan sebelum Amel datang Santi selalu saja mengejar Ipul. Sudah puluhan kali Ipul menolak Santi tapi dia tidak juga mundur. ***Beberapa bulan sudah hubungan Ipul dan Amel berjalan. Mereka menjalani hubungan itu dengan biasa dan sampai saat ini belum ada yang tahu tentang hubungan mereka. Rencana yang sudah Santi buat dengan seseorang tidak menghasilkan apapun, Ipul tetap saja tidak dimiliki Santi. Tapi Santi tak pernah menyerah, bahkan pernah Santi berhasil mengajak Ipul makan bersama saat jam istirahat.***Sore itu, saat jam pulang kerja terlihat Ipul bersama Amel sedang di parkiran motor. Mereka terlihat seperti sedang ada masalah, Amel meninggalkan Ipul begitu saja.
Saat ini Amel sedang berada di sebuah taman yang indah, penuh dengan bunga-bunga mekar yang banyak. "Indah sekali, taman apa ini," gumam Amel sambil terus berjalan, dia melihat sekelilingnya. Amel tersenyum bahahia, tapi tiba-tiba langkahnya berhenti, dia mematung melihat dua orang di depan sana sedang bermesraan. Ingin rasanya Amel menghampiri orang itu tapi kakinya terasa lemas, hingga akhirnya Amel hanya diam mematung menyaksikan pasangan itu berpelukan, hatinya terasa panas, dan sesak. "Tok.. Tok.. Tok.. Mel, buka pintunya, udah sore makan dulu yuk, dari tadi kamu nggak keluar kamar," Suara ketukan pintu dan panggilan itu membuat Amel terbangun. "Iya, Mah, sebentar, aku ketiduran," jawab Amel. "Mama tunggu ya," ucap Mama. Amel terbangun dengan keringatan mengingat kejadian tadi. "Ternyata cuma mimpi tapi mimpi tapi terasa nyata, tadi itu Ipul sama Santi atau cuma bayangan aja," ucap Amel sendirian. Di mimpi tadi yang Amel lihat adalah pacarnya sendiri Ipul, Amel
Eni yang sedang menikmati bakso, kaget dengan kehadiran Supri yang tiba-tiba duduk di depannya. "Ada apa, Pri?" tanya Eni dengan expresi kaget. "Mau makan baksolah, lihat kamu sendirian ya udah aku samperin, ganggu?" tanya Supri. "Oh nggak, ya udah duduk aja," jawab Eni. Supri pun memesan bakso dan menikmatinya dengan tenang, sesekali Supri dan Eni mengobrol santai. Ternyata itu memang bakso enak dan murah dekat dengan tempat kerja jadi mereka juga sering makan di sana. Supri dan Eni juga mengobrol tentang hubungan Ipul dan Amel, mereka juga sama-sama mengkhawatirkan hubungan Amel dan Ipul tapi mereka hanya bisa mendo'akan yang terbaik. *** Sementara Ipul merasa kenapa Amel lama sekali di kamar mandi. Ipul melangkah menuju toilet perempuan untuk mencari Amel. Karena kwatir dengan keadaan Amel, Ipul tidak melihat-lihat jalan, tiba-tiba dari arah depan ada seorang wanita yang sedang menelepon menabrak Ipul. "Maaf, saya buru-buru, kamu nggak apa-apa?" tanya wanita itu. "Saya
Yana yang baru saja sampai rumah langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ucapan Gilang membuat Yana kwatir. Entah mengapa, saat ini pikiran Yana menuju ke Amel. Yana meraih hp lalu mencoba menghubungi Amel, tapi nomer Amel tidak aktif. "Amel kemana, apa benar Amel lagi berdua sama Ipul, tapi kalau iya kenapa tadi Supri bilang gitu, Supri bohong atau memang tidak tahu," gerutu Yana sendirian. *** Amel mendengarkan semua penjelasan Ipul dengan serius, dia menangkap semua kata yang terucap dari mulut Ipul. "Apa sudah jelas, Mel, atau mau ada yang kamu tanya lagi?" tanya Ipul mengakhiri penjelasan itu dan berharap Amel sudah mengerti. "Sudah cukup," jawab Amel singkat. Ipul merasa bingung dengan reaksi Amel, tapi Ipul kembali menanyakan kepada Amel, apakah Amel bersedia menjadi teman hidupnya. Amel masih saja terdiam mendengar pertanyaan ke dua dari Ipul. "Ya sudah nggak usah di jawab sekarang, Mel, kita nikmatin cemilan lagi yuk," ajak Ipul mencairkan suasana.
Amel menutup pintu kamar melangkah pergi, hatinya sudah yakin kalau dia akan datang ke cafe itu, tapi langkahnya terhenti kekita melihat seorang duduk di teras rumahnya. Amel yang masih kaget bengong melihat ke arah seorang itu. "Aku hanya memastikan kamu benar-benar datang, Mel, karena ini adalah salah satu harapan Ipul," jelas seorang itu. "Ya, aku datang, Pri," jawab Amelu Orang itu, Supri. Supri sengaja datang untuk memastikan semua berjalan lancar. Setelah masuk rumah tadi perasaan Supri tidak enak, atas inisiatifnya sendiri Supri datang ke rumah Amel. Beruntung saat Supri pergi Santi sudah duluan pergi. "Ya sudah, aku berangkat dulu, Pri, apa sekalian aja kamu anter aku?" tanya Amel, karena Amel sebenarnya dengan kondisi ini ragu untuk naik motor sendiri. "Yuk aku antar, biar aman," jawab Supri senang hati. *** Di sudut kamar, Santi mundar mandir merasa gelisah, memikirkan apa yang di maksud Supri. Siapa yang datang dan kemana, felling Santi mengatakan jika ini berhubunga
Sebelum berangkat, Amel membaca pesan Ipul sekali lagi, Amel bingung harus datang atau tidak, Amel meletakkan kembali hp di meja rias. "Mau ngapain Ipul ngajak ketemu ya," ucap Amel sendiri di depan cermin sambil membenarkan jilbabnya. Lalu Amel berangkat meraih hp, memasukkannya dalam tas tanpa membalas pesan Ipul. *** Hari itu kerjaan sangat banyak, membuat Ipul sulit untuk bertemu Amel dan menanyakan jawaban pesannya. Amel sangat beruntung karen tidak bertemu Ipul, Eni yang melihat Amel gelisah mendekati Amel. "Mel, kenapa, kelihatan gelisah?" tanya Eni. "En, semalam Ipul kirim pesan, baca sendiri," jawab Amel memberikan hp kepada Eni. Eni yang mengerti maksud pesan itu memberikan saran kepada Amel untuk datang. "Mungkin ada hal penting yang ingin Ipul sampaikan, datang aja, kalau kamu takut mau aku temani?" tawar Eni yang meminta Amel datang. Eni mempunyai firasat jika saat itu Ipul akan menyampaikan hal penting karena jika tidak penting tidak mungkin mengirim pesan se
Amel berlari ke arah Eni, tanpa di minta Amel langsung menceritakan kejadian tadi bersama Santi kepada Eni. Saat ini, perasaan Amel tidak karuan, Amel memeluk Eni dan tidak lagi bisa bercerita. "Sabar, Mel, Santi emang orangnya gitu, tapi di sini kamu juga enggak rebut Ipul, kan mereka bukan pacar. Sudah tenang aja ya," ucap Eni memberi Amel semangat. "Ayo kita kerja lagi, jodoh nggak usah dipikirin, nanti datang sendiri," ajak Eni dengan senyum manisnya.Amel melangkah mengikuti Eni dari belakang, Amel berharap semua akan baik-baik saja. "Aku nggak cari musuh, tapi kalau aku juga ada rasa sama Ipul, aku juga tidak bisa diam," gumam Amel sendiri. Di kantin Santi masih duduk dan kini malah memesan es teh, saat sedang menikmati esnya Santi kaget ketika ada yang menepuk bahunya. "Eh lu, gue kira siapa, ngapain tepuk-tepuk?" omel Santi ke orang yang menepuk. "Boleh gue duduk dulu nggak?" tanya dia. "Boleh, duduk situ," perintah Santi, "ada perlu sama gue?" lanjut Santi. "Langsung aja