Malam hari, Amel dan Tika sedang mengobrol melalui sambungan telepon. Amel menceritakan jika dirinya bertemu dengan Pak Sandi dan juga menceritakan kejadian tadi. Tika yang mendengar, tertawa mendengar cerita Amel. Amel juga menceritakan pertemuannya dengan Eni yang begitu baik.
Tika juga menceritakan bagaimana hari pertamanya bekerja, dia juga merasa nyaman. Tika mengajak Amel untuk bertemu jika mereka libur. “Eh, Mel, kayaknya benar apa yang Eni bilang. Hati-hati, kalau ketemu Pak Sandi lagi kamu jatuh cinta.” Terdengar suara Ketika tertawa di ujung telepon, lalu telepon mati begitu saja. Amel sengaja mematikan telepon karena mendengar ucapan Tika tadi. Amel menaruh teleponnya dan memutuskan untuk tidur. Keesokan pagi, di perjalanan Amel merasa motor yang dikendarai seperti bergoyang. Amel mengecek dan ternyata ban motornya kurang angin. “Duh, bengkel jauh lagi, olahraga nih pagi-pagi,” gerutu Amel sendiri sambil mendorong motornya. Tapi tiba-tiba, dari arah belakang seakan ada orang yang memanggil Amel, saat Amel lihat ternyata itu Yana, teman kerja Amel. “Bannya bocor, Mel? Aku bantuin dorong, kamu naik motormu biar aku dorong.” Yana menawarkan bantuan kepada Amel. “Makasih, ya, Yan,” jawab Amel dan segera naik ke motor. Ternyata bengkel baru buka dan kebetulan karyawan belum datang. “Maaf, Mbak, karyawan saya belum datang, kalau Mbak buru-buru bisa cari tempat lain,” ucap pemilik bengkel itu kepada Amel. Amel terdiam seperti berpikir, tidak mungkin Amel cari yang lain, bisa nanti kesiangan. Di tengah lamunannya Amel dikagetkan dengan suara Yana. “Tinggal aja motornya, bareng sama aku. Nanti pulangnya aku anterin ke sini,” ajak Yana kepada Amel. “Kalau motornya ditinggal sampai sore enggak apa-apa kan, Pak. Aman ya, Pak?” tanya Yana kepada pemilik bengkel. “Aman, Mas, saya yang jamin. Enggak apa-apa, Mbak, tinggal saja,” ucap pemilik bengkel. “Ayo, enggak usah banyak mikir, nanti telat kita kena hukuman,” ucap Yana sambil menarik tangan Amel. Amel sebenarnya merasa canggung, karena baru kenal Yana, tapi Amel juga enggak mau telat. Sampai di parkiran sudah terlihat agak sepi, mungkin karena hari sudah siang. Karena Amel merasa tak enak jika ada yang melihat, Amel bilang jika dia ingin ke kamar mandi lebih dulu, dengan alasan ingin merapikan penampilannya. “Makasih, ya, Yan. Kamu duluan saja, aku ke kamar mandi dulu,” ucap Amel lalu buru-buru pergi. Belum sempat Yana menjawab Amel sudah berlalu begitu saja. Yana akhirnya melangkah ke ruang karyawan. Amel yang baru selesai dari kamar mandi, sambil menuju ruang karyawan, Amel memikirkan gimana supaya nanti pulang tidak bareng Yana. “Mel, jalan sambil bengong, ada apa?” tanya Eni yang kebetulan papasan di depan pintu masuk ruang karyawan. “Enggak apa-apa, tapi ….” Belum sempat Amel menjawab Pak Zio sudah datang dan menyuruh mereka briefing. *** Hari ini pekerjaan sangat sibuk sampai Amel tidak bisa cerita dengan Eni. Tadinya Amel mau cerita ke Eni. Mungkin Eni ada solusi, tapi karena kerjaan yang menumpuk tidak bisa. “Duh, gimana ini, aku enggak mau bareng Yana,” gumam Amel sendiri. Amel berjalan ke parkiran dengan memikirkan cara menghindari Yana. Amel ingat sepertinya Eni belum pulang, lebih baik Amel menunggu Eni. Amel duduk di sebuah kursi tidak jauh dari parkiran. Ternyata, yang datang lebih dulu Yana. “Ayo, Mel, aku antar ambil motor,” ajak Yana. “Ehem, maaf, duluan aja, aku nunggu Eni,” jawab Amel sambil berharap jika Yana percaya. “Sama aku aja, kan kita satu arah,” ucap Yana agak memaksa. Amel bingung harus jawab apa, tapi tiba-tiba senyum Amel menggembang. Eni datang dan seakan mengerti apa maksud Amel. “Ayo, Mel, katanya mau ke toko buku,” ajak Eni yang tahu maksud Amel. “Iya, En, Ayo. Maaf, ya, Yan, aku duluan. Terima kasih sudah mau bantuin,” ucap Amel langsung menarik tangan Eni tanpa menunggu jawaban dari Yana. Yana menatap mereka pergi dengan wajah sedikit kecewa. “Gagal mau berdua sama Amel,” gumam Yana. Amel bertanya ke Eni kenapa Eni tahu jika Amel butuh bantuan. Eni menjelaskan jika tadi Eni sempat mendengar percakapan Amel dan Yana. “Emang motormu kemana, Mel?” tanya Eni. “Motorku bocor, sekarang di bengkel, tadi pagi Yana yang tolong aku. Sekarang dia ngajak bareng lagi,” jelas Amel. “Ayo, cepet jalan dulu, En. Yana lihatin tuh, nanti dia curiga,” ajak Amel yang cepat-cepat naik motor Eni. Di perjalanan Eni tanya mau kemana. Akhirnya, Amel meminta tolong diantar ambil motornya dulu. Karena sebenarnya arah rumah Amel dan Eni beda, jadi sebagai ucapan terima kasih Amel mengajak Eni makan bakso. “En, pesen aja terserah kamu, aku yang traktir,” ucap Amel setelah tiba di tukang bakso. “Wah, makasih, Mel. Aku pesen porsi banyak. Haha,” seru Eni. Amel dan Eni menikmati makanan yang mereka pesan sambil ngobrol santai. Amel merasa Eni nyaman diajak cerita. “En, kamu mau jadi teman aku curhat. Rasanya kalau cerita sama kamu, aku nyaman,” ungkap Amel di sela-sela obrolan mereka. “Hehe, kamu bisa saja, Mel. Ya boleh, aku juga senang bisa dengerin kamu cerita.” Amel memeluk Eni, Amel merasa bersyukur bisa bertemu Eni di tempat kerja yang baru. *** Hari demi hari telah berlalu, sudah beberapa bulan Amel kerja. Hubungan persahabatan Amel dan Eni semakin dekat, Amel juga dengan yang lain sudah saling mengenal. Sore itu saat sudah jam pulang, di ruang karyawan, Ipul mendekati Amel dan mengobrol dengan Amel. Obrolan itu terlihat biasa, tapi setelah itu Ipul mengajak Amel jalan-jalan. “Mel, besok hari libur, mau enggak temenin aku jalan-jalan?” tanya Ipul saat itu. “Mau ke mana?” jawab Amel sambil menatap Ipul. “Iya, jalan-jalan saja, mungkin kaya ke taman kota. Emang kamu ada acara?” “Enggak, sih, cuma biasanya aku kalau libur tidur saja, hehe.” Amel menjawab sambil tersenyum. “Daripada tidur, ayolah mau, ya?” bujuk Ipul sedikit memaksa. “Nanti aku beliin es cream, dech, atau kamu mau aku traktir apa, boleh pilih sesukamu, Mel”, lanjut Ipul berharap Amel mau diajak jalan-jalan. “Gimana besok saja ya, nanti aku kabarin, aku duluan ya,” ucap Amel lalu berlalu pergi. “Besok aku jemput jam sembilan, shareloc rumah kamu,” ucap Ipul sebelum Amel pergi. Amel pun berjalan pergi meninggalkan Ipul. Amel juga belum menjawab jika Amel setuju dengan ajakan Ipul. “Sebenarnya aku suka kamu, Mel, selain kamu cantik, hati kamu juga baik,” gumam Ipul sendiri setelah Amel pergi. Ipul merencanakan mengajak Amel jalan-jalan dan sudah merencanakan sesuatu untuk Amel. “Semoga besok berhasil dan berjalan lancar,” ucap Ipul berharap dan tersenyum lalu dia pun pergi.Pagi itu, Amel sudah mandi dan sedang merias diri di depan kaca. Amel sedang memikirkan ajakan Ipul. Entah, Amel harus menghubungi Ipul dan bilang setuju atau tidak. Yang membuat Amel bingung, karena Amel melihat kedekatan Ipul dengan Santi. Tapi banyak yang mengatakan Santi bukan pacar Ipul.Saat Amel bengong tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Mel, ada teman yang cariin kamu?” Suara dari balik pintu. “Siapa, Ma?” tanya Amel saat pintu sudah terbuka. Ternyata suara tadi suara Mama Dina, Mamanya Amel. “Pacar kamu kali, Mel. Mama baru lihat sekarang. Ya, udah temuin dulu biar kamu tahu,” jawab Mama Dina lalu meninggalkan Amel."Masa Ipul, tapi tahu rumahku dari mana? Yang tahu rumah ku, kalau enggak Yana ya Gilang. Mereka juga cuma tahu gang aja karena searah sama rumah mereka,” gumam Amel sendirian di dalam kamar. Amel masih memikirkan siapa yang datang. Amel mengecek handphone-nya, tapi tidak ada pesan atau panggilan telepon. Akhirnya, amel keluar kamar dan bertem
Sesudah mengantarkan Amel ke rumah, Ipul langsung pamit pulang. Tapi Ipul tidak langsung pulang, Ipul pergi ke tempat teman-temannya biasa nongkrong. “Lesu banget mukalu, Bro,” sapa Supri kepada Ipul yang baru datang.“Enggak apa-apa, sudah pada lama di sini?” tanya Ipul balik. “Belum, paling baru setengah jam, dari mana?” tanya Yana yang juga ada di sana. “Biasa, habis antar adik les,” jawab Ipul asal. “Adik yang mana, nih?” goda Gilang dan semua temannya tertawa. Ya, di sana ada Supri, Yana, dan juga Gilang yang sedang berkumpul. Mereka berempat memang dekat, sering nongkrong bareng, bahkan kadang sering main futsal juga. Namun, diantara keempat orang itu, Ipul paling dekat dengan Supri. Apa pun keluh kesah Ipul selalu minta solusi Supri. Di tempat lain, Amel yang sudah berada di kamar sedang ngobrol dengan Eni melalui telepon. Amel menceritakan sepanjang hari ini kepada Eni. Banyak juga obrolan lain yang mereka bicarakan. Sebelum menutup telepon Eni menduga jika tadi itu Ipul
“Maaf lama ya, Mel?” sapa Tika.“Iya, lumayan, sudah hampir setengah jam aku tunggu kamu,” jawab Amel sedikit emosi. “Maaf, Mel, tadi jalanan macet. Ayo kita berangkat saja, yuk!” ajak Tika menggandeng tangan Amel menuju loket stasiun. Tika, sahabat dekat Amel sejak kecil. Hari ini mereka sudah janjian untuk melamar pekerjaan bareng di Jakarta, tapi karena jalanan macet Tika datang terlambat dan membuat Amel sedikit marah. “Semoga kita bisa keterima dan kerja bareng, ya,” ucap Tika mencairkan suasana karena terlihat Amel diam saja.Amel hanya tersenyum menanggapi ucapan Tika.Ya, Amel dan Tika memang dekat, mereka bersekolah TK dan SD bareng tapi terpisah saat melanjutkan SMP hingga sekarang. Meski begitu, mereka selalu komunikasi dan kini mereka ingin melamar pekerjaan ini karena ingin bareng lagi. “Diinformasikan, hati-hati jalur dua dari arah barat, jalur dua dari arah barat, akan masuk kereta api dengan tujuan akhir Stasiun Jakarta, harap berhati-hati dan tidak melintas di jal
“Kamu kenapa, kelihatannya tegang banget. Siapa namamu?” tanya Pak Sandi ke arah Amel.“Sa-Saya ... saya Amel, Pak,” jawab Amel dengan nada gugup. “Kalian nggak usah tegang, saya nggak gigit,” ucap Pak Sandi sambil tersenyum dan mempersilakan mereka duduk.Amel melirik Tika, Amel berpikir bagaimana bisa orang yang tadi membuat Amel hampir marah ternyata gokil juga. Terus tadi kenapa dia tidak minta maaf, Amel masih saja penasaran, tapi takut untuk bertanya langsung.“Bisa enggak diterima aku kalau aku bahas kejadian tadi, harus benar-benar lupain,” guman Amel dalam hati.“Perkenalkan nama saya Sandi Pratama, panggil aja Sandi, saya yang akan memeriksa kelengkapan berkas lamaran kalian. Sekaligus, saya juga yang akan interview kalian. Sebelumnya di sini saya akan menjelaskan, bahwa setelah ini kalian juga harus mengikuti tes tertulis dan tes praktik lain. Apa kalian siap?” jelas Pak Sandi panjang lebar. “Kami siap,” jawab Amel dan Tika berbarengan.Akhirnya, setelah seharian, selesai
Sesudah mengantarkan Amel ke rumah, Ipul langsung pamit pulang. Tapi Ipul tidak langsung pulang, Ipul pergi ke tempat teman-temannya biasa nongkrong. “Lesu banget mukalu, Bro,” sapa Supri kepada Ipul yang baru datang.“Enggak apa-apa, sudah pada lama di sini?” tanya Ipul balik. “Belum, paling baru setengah jam, dari mana?” tanya Yana yang juga ada di sana. “Biasa, habis antar adik les,” jawab Ipul asal. “Adik yang mana, nih?” goda Gilang dan semua temannya tertawa. Ya, di sana ada Supri, Yana, dan juga Gilang yang sedang berkumpul. Mereka berempat memang dekat, sering nongkrong bareng, bahkan kadang sering main futsal juga. Namun, diantara keempat orang itu, Ipul paling dekat dengan Supri. Apa pun keluh kesah Ipul selalu minta solusi Supri. Di tempat lain, Amel yang sudah berada di kamar sedang ngobrol dengan Eni melalui telepon. Amel menceritakan sepanjang hari ini kepada Eni. Banyak juga obrolan lain yang mereka bicarakan. Sebelum menutup telepon Eni menduga jika tadi itu Ipul
Pagi itu, Amel sudah mandi dan sedang merias diri di depan kaca. Amel sedang memikirkan ajakan Ipul. Entah, Amel harus menghubungi Ipul dan bilang setuju atau tidak. Yang membuat Amel bingung, karena Amel melihat kedekatan Ipul dengan Santi. Tapi banyak yang mengatakan Santi bukan pacar Ipul.Saat Amel bengong tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. “Mel, ada teman yang cariin kamu?” Suara dari balik pintu. “Siapa, Ma?” tanya Amel saat pintu sudah terbuka. Ternyata suara tadi suara Mama Dina, Mamanya Amel. “Pacar kamu kali, Mel. Mama baru lihat sekarang. Ya, udah temuin dulu biar kamu tahu,” jawab Mama Dina lalu meninggalkan Amel."Masa Ipul, tapi tahu rumahku dari mana? Yang tahu rumah ku, kalau enggak Yana ya Gilang. Mereka juga cuma tahu gang aja karena searah sama rumah mereka,” gumam Amel sendirian di dalam kamar. Amel masih memikirkan siapa yang datang. Amel mengecek handphone-nya, tapi tidak ada pesan atau panggilan telepon. Akhirnya, amel keluar kamar dan bertem
Malam hari, Amel dan Tika sedang mengobrol melalui sambungan telepon. Amel menceritakan jika dirinya bertemu dengan Pak Sandi dan juga menceritakan kejadian tadi. Tika yang mendengar, tertawa mendengar cerita Amel. Amel juga menceritakan pertemuannya dengan Eni yang begitu baik.Tika juga menceritakan bagaimana hari pertamanya bekerja, dia juga merasa nyaman. Tika mengajak Amel untuk bertemu jika mereka libur.“Eh, Mel, kayaknya benar apa yang Eni bilang. Hati-hati, kalau ketemu Pak Sandi lagi kamu jatuh cinta.” Terdengar suara Ketika tertawa di ujung telepon, lalu telepon mati begitu saja. Amel sengaja mematikan telepon karena mendengar ucapan Tika tadi. Amel menaruh teleponnya dan memutuskan untuk tidur. Keesokan pagi, di perjalanan Amel merasa motor yang dikendarai seperti bergoyang. Amel mengecek dan ternyata ban motornya kurang angin. “Duh, bengkel jauh lagi, olahraga nih pagi-pagi,” gerutu Amel sendiri sambil mendorong motornya. Tapi tiba-tiba, dari arah belakang seakan ada
“Kamu kenapa, kelihatannya tegang banget. Siapa namamu?” tanya Pak Sandi ke arah Amel.“Sa-Saya ... saya Amel, Pak,” jawab Amel dengan nada gugup. “Kalian nggak usah tegang, saya nggak gigit,” ucap Pak Sandi sambil tersenyum dan mempersilakan mereka duduk.Amel melirik Tika, Amel berpikir bagaimana bisa orang yang tadi membuat Amel hampir marah ternyata gokil juga. Terus tadi kenapa dia tidak minta maaf, Amel masih saja penasaran, tapi takut untuk bertanya langsung.“Bisa enggak diterima aku kalau aku bahas kejadian tadi, harus benar-benar lupain,” guman Amel dalam hati.“Perkenalkan nama saya Sandi Pratama, panggil aja Sandi, saya yang akan memeriksa kelengkapan berkas lamaran kalian. Sekaligus, saya juga yang akan interview kalian. Sebelumnya di sini saya akan menjelaskan, bahwa setelah ini kalian juga harus mengikuti tes tertulis dan tes praktik lain. Apa kalian siap?” jelas Pak Sandi panjang lebar. “Kami siap,” jawab Amel dan Tika berbarengan.Akhirnya, setelah seharian, selesai
“Maaf lama ya, Mel?” sapa Tika.“Iya, lumayan, sudah hampir setengah jam aku tunggu kamu,” jawab Amel sedikit emosi. “Maaf, Mel, tadi jalanan macet. Ayo kita berangkat saja, yuk!” ajak Tika menggandeng tangan Amel menuju loket stasiun. Tika, sahabat dekat Amel sejak kecil. Hari ini mereka sudah janjian untuk melamar pekerjaan bareng di Jakarta, tapi karena jalanan macet Tika datang terlambat dan membuat Amel sedikit marah. “Semoga kita bisa keterima dan kerja bareng, ya,” ucap Tika mencairkan suasana karena terlihat Amel diam saja.Amel hanya tersenyum menanggapi ucapan Tika.Ya, Amel dan Tika memang dekat, mereka bersekolah TK dan SD bareng tapi terpisah saat melanjutkan SMP hingga sekarang. Meski begitu, mereka selalu komunikasi dan kini mereka ingin melamar pekerjaan ini karena ingin bareng lagi. “Diinformasikan, hati-hati jalur dua dari arah barat, jalur dua dari arah barat, akan masuk kereta api dengan tujuan akhir Stasiun Jakarta, harap berhati-hati dan tidak melintas di jal