"Siapa yang ingin menyakiti hati ibundanya?? Tentu tidak ada bukan?! Begitupun afi"
JALAN BAHAGIA_ __
Ingin rasanya Afi berlari meninggalkan waktu yang menyebalkan ini, duduk diantara kanjeng eyang tercinta dan Ayahanda bukanlah suatu pilihan yang tepat.
Afi tahu hendak dibawa kemana arah obrolan keluarga ini, afi tahu hendak berkata apa eyang ini, afi juga tahu kemana perginya ibunda tercintanya ini mengapa tidak turut hadir dalam sidang hidupnya Afi.
Ah.Ibuku sayang.
Ibu pasti sangat malas mendengarkan petuah eyang yang selalu monoton seperti itu.
"Mau sampai kapan kamu kayak gini nduk cah ayu" Eyang memulai kalimat pembukaan sidang hidupku dengan bahasa yang sangat santun dan lembut, Masya Allah aku terlena.
"Usiamu sudah semakin dewasa, teman-temanmu sudah banyak yang menikah bahkan anak-anak mereka sudah mau SD, kamu kapan? " Aku merasa tidak terkejut dengan pernyataan eyang.
"Minggu depan, orang tua teman eyang akan datang kesini. Ayahmu sudah kenal orangnya, ayahmu setuju" Mutlak eyang
"Eyang, afi masih kuliah" Sanggahku setenang mungkin
"Itu bukan alasan yang mau eyang dengar afizena" Eyang mulai lagi
Aku menghela nafas kasar, sengaja biar eyang tahu bahwasannya idenya itu tidak aku terima.
"Beginilah kalau anak di didik oleh wanita berpendidikan rendah" Sindir eyang pada ibuku yang tengah melintasi ruang tengah tempat kami berkumpul.
Aku melirik ibu sekilas, ibu hanya tersenyum sabar.
Sejujurnya aku sakit melihat ibu diperlukan seperti itu, hati siapa yang ingin menyakiti wanita tanpa sayap ini.
Siapa yang ingin menyakiti hati ibundanya?? Tentu tidak ada bukan?! Begitupun afi.
Jalan Bahagia___
"Berantem lagi sama eyang mbak? " Tanya adik semata wayangku ini.
"Hem" Jawabku tetap merebahkan tubuh ini dikasur kecilku.
"Mau sampai kapan mbak sama eyang akur-akur cakar ayam?" Katanya menyindirku
"Mau sampai kapan juga mbak berusaha tutup mata dengan banyaknya orang yang ingin mendekati mbak?" Katanya lagi, adiku ikut merebahkan tubuhnya disamping ku.
"Mbak belum nikah bukan karena nggak laku, bukan juga karena nggak ada yang mau sama mbak, bukan juga karena mbak terlalu memilih. Tetapi karena mbak terlalu berambisi ingin membuktikan pada eyang bahwasanya embak itu hebat, mampu berdiri sendiri dan kuat" Ku balikan badanku menghadap adiku.
"Menurutmu mbak gitu dek? " Tanyaku sedikit menaikan alis.
Dia mengedik "bukan menurut adek si mbak, tapi menurut gesture dan kerja keras mbak zena"
"Selama ini mbak telalu berambisi untuk sukses diusia muda. Mbak terlalu fokus sama tujuan mbak demi membungkam eyang. Mbak mulai bekerja bagai robot. Seperti tak ada capeknya. Mbak sadar? " Dia melanjutkan lagi "adek tau mbak melakukan semua ini untuk dan demi apa. Tapi apa mbak pernah mikir bahwasanya apa yang mbak lakukan dapat membuat ibu bahagia? Ya! Ibu bahagia dengan semua pencapaian mbak, ayah juga. Adek juga. Eyang juga, tapi eyang tetaplah eyang. Menikah di atas 20 tahu sama halnya dengan membiarkan label prawan tua bersarang di keluarga besarnya" Ku hela nafasku kasar.
"Mbak musti gimana dek? " Aku sedikit frustasi jujur saja.
"Sabar mbak. Saran adek, lusa mbak stay dirumah jangan kabur"
"Jangan bikin ibu sedih, kabur hanya akan membuat ibu semakin salah dimata eyang. Mbak nggak mau begitukan? "
"Uluh.. Uluh... Sok bijak kali adik urang" Kataku hiperbolis.
"Aduhhh.. Sakit ih! " Sungutku sesat setelah bantal yang adik pakai dilempar ke kepalaku, pelakunya langsung kabur.
Jujur saja,
Jauh di dalam lubuk hatiku perasaan sedih dan kecewa itu selalu bersarang.
Adiku benar adanya.
Aku memang belum menikah bukan karena tak ada yang suka melainkan terlalu cuek dan masa bodoh dengan tabiat warga desaku ini.
Aku terlalu fokus pada mimpi dan juga target sukses diusia muda.
Tujuanya buat apa? Buat eyang buat ibu. Buat semua hal yang berpotensi membuat ibu sedih..
Aku ingin membungkamnya dengan kesuksesan dan harta yang banyak.
Tapi benar kata adiku..
Semua hal yang berlebih-lebihan tidaklah baik.
Jalan Bahagia____
H-1 lebaran selalu menjadi hari yang paling sibuk untuk kami ah tepatnya keluarga kami dan orang-orang didesa kami.
Para ibu sibuk memasak yang nantinya akan dijadikan hantar-hantaran, sedangkan para ayah sibuk mendekorasi rumah mereka.
Ada yang sibuk menata ruangan rumah, mengecat tembok rumah, memagar halaman rumah.
Membuat dan memasang pernak-pernik lebaranebaran dihalaman rumah.
Membersihkan sarang Laba-laba di langit-langit rumah mereka dan segala-gala aktivitas lainya yang malas ku sebutkan satu persatu.
Kesibukan itu juga tak luput dari arah pandangku..
Ibu yang tengah berkutat didapur nampak kesana kemari menyiapkan segala sesuatunya,
Ayah yang nampak tengah mengecat tembok dengan ditemani oleh alunan suara musik dari tape yang sedang menampilkan penyanyi legendaris yang belum lama ini wafat.
Ayah nampak khusu mengecat, bahkan aku yang sedari tadi menatap aktivitas beliau hanya mendapatkan senyuman kecil.
Dan Adik Ku.
Ah, di mana dia?
"Yah! " Teriaku pada Ayah
Sambil mendongakkan kepala kutanya ayah "adek dimana? kok nggak kelihatan? "
"Dirumah sepupumu mbak" Jawab ayah sedikit mengeraskan suaranya.
"Yah, tape nya dikecilin ya? Biar nggak teriak-teriak" Kataku, ayah mengangguk.
"Mbak ngapain disitu, nanti kecipratan cat loh gamisnya" Kata ayah dengan suara normal
"Mbak lagi jadi mandornya ayah, ya kali aja ayah ngecat nya nggak rapi" Bercandaku yang dibarengi dengan kekehan kecil.
"Hahahaha... Jangan salahin ayah deh kalau gamisnya zenzen kotor"
Ku edarkan pandangan, teras rumah kami nampak asri dengan tanaman bunga mawar, dan kaktus yang tertata rapi.
Kaktus-katus ini milik ibu.
Dan mawar itu milik adek meskipun tetap saja ayah dan ibu yang merawatnya.
"Yah, beneran nih nggak butuh bantuan mbak? Mbak nganggur nih? " Keluhku mulai bosan.
Ayah tertawa renyah "sudah sana bantuin ibu masak, ayah bisa ini"
"Ibunya nggak mau dibantuin yah, kan ayah tau sendiri kalau ibu masak mbak mbantuin malah riweh" Decaku
"Ya kalau gitu mbak sudah duduk aja disitu sambil ngajak liko ngobrol" Canda ayah..
For your information liko itu nama kaktus kesayangan ibu, hadiah dari ayah sewaktu ulang tahun pernikahan merek yang ke berapa ya lupa.
Liko bentuknya lucu, dirinya kecil dan warnanya hijau tua.
Dulu aku dan adek sering banget duduk disini sambil ngajak ngobrol liko.
Menganggap seolah-olah liko ini manusia yang bisa diajak bicara.
"Ih ayah mah ngledek" Sungutku pura-pura
Ayah tertawa, ia mulai menuruni tangga dan segera bergabung n duduk dikursi sebelah ku.
Posisinya aku lesehan dan ayah duduk dikursi sebelah ku persis.
Diusapnya kepalaku sayang "bukannya ayah sama ibu ndak mau dibantuin zenzen, ayah sama ibu kan tau kalau di jogja zenzen itu kerja keras"
"Iya, tapi kalau dirumah kami diperlakukan kayak princess.. Apa-apa dimanjain, diturutin, di bikinin" Sebaliku
"Loh loh... Seharusnya seneng dong. Kok malah sebel"
"Dimana-mana anak kalau disayang-sayang orang tuanya seneng bukan malah sebel. Mbak tuh luar biasa unik memang"
"Nyindir nih??? Ayah nyindir mbak lagi nih" Kataku menatap ayah.
"Ayah nggak papa kalau semisal orang yang eyang kenalin nggak sreg dihati zenzen yah? " Kataku hati-hati.
Ayah tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya "kalau itu yang terbaik buat mbak zenzen dan bikin mbak zenzen bahagia, ayah ndak papa mbak. Ayah ndak maksa maunya mbak zenzen" Kata ayah.
Aku terdiam cukup lama, memikirkan jenis-jenis kemungkinan yang akan terjadi.
Tak sadar, kursi disebelahku telah diduduki ibu.
"Mbak zena ngapain duduk di lantai?" Tanya ibu lembut.
"Mbak zenzen lagi ngobrol sama kaktus nya ibu? " Ibu mencoba bergurau, alih-alih lucu gurauan ibu justru lebih terdengar pilu di hatiku.
Ah, jika saja beban yang ibu tanggung tak seberat itu tentu saja aku pasti akan tertawa mendengar guraunya.
"Biarkan dia bu, mungkin dia kangen bertelepati dengan teman-teman Floranya" Kekeh ayah yang disambut ibu hangat.
"Ya sudah, ibu mau lanjut masak lagi. Awas lo kaktus nya ibu dibikin mati" Ancam ibu pura-pura.
"ih ibu, sama kaktus posesifnya kelewatan" Sungutku pura-pura.
"Cemburu nih, Princess nya" Canda ku.
Jalan Bahagia_ _ _
Di sudut kota yang lain tampak seorang lelaki tampan dan mapan tengah berdiskusi dengan kedua orang tuanya.
"Papah yakin? " Kata seorang lelaki itu.
"Tapi saya masih muda pah, apakah saya mampu mengemban amanah ini? " Tanyanya sekali lagi..
"Maaf, hidupku bukanlah ceritawattpadyang boleh sesuka hati dibuat mengikuti keinginan pembaca. Hidupku biarlah Tuhan yang menentukan lajur ceritanya dan maaf, jika tidak ada kamu didalamnya"Afizena_ _ _ Jalan BahagiaHaidar POV:Haidar Wafa Usamah seorang young entrepreneur, Founder TOR sekaligus guru les dipusat TOR. TOR sendiri merupakan kepanjangan dariTeacher Of the Roadsalah satu startup Indonesia yang saat ini tengah sampai tahan penjajagan. Belum begitu terkenal memang tetapi prospek kiprah kedepanya terlihat sangat menjanjikan. TOR sendiri memang baru berdiri kurang dari 3 tahun dan saat ini TOR masih tertinggal jauh dari kompetitornya, kalian tentu tahu siapa kompetitor TOR yang saat ini tengah naik daun. TOR sadar, TOR memang belum mampu mengajak kolaborasi selebritis. Belum mampu menjadikan salah satu publik figur Pinta
May this beautiful occasion of eid give you all the reasons to make your life even more beautiful. Wishing you a happy Eid day! Eid Mubarak!Semoga hari raya Idul Fitri yang indah ini memberi semua alasan untuk membuat hidup Anda semakin indah. Selamat Hari Raya Idul Fitri! Kami segenap staf toko Yayus.Hijab mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin.___ Afizena“Dek, kartu ucapan seperti ini bagus belum?” Tanya Afi pada adik perempuanaya Avalea, sedangkan yang ditanya nampak diam saja. Afi yang merasakan tidak ada tanda-tanda adiknya merespon kemudian menoleh dan benar saja ia mendapati adiknya tengah manggut-manggut, entah lagu apa yang sedang Ava putar.Headphone ditelinga Ava, ditariknya hingga menimbulkan kegaduhan dan kejengkelan sang empu.“Apa sih mbak?” Tanya Ava kesal, pasalnya lagu kesukaan yang baru saja muncul di branda playlist nya harus terganggu oleh ula
“Tidak semua keputusan membutuhkan persetujuan kedua belah pihak, begitu pula dengan keputusan saya haidar.”AFIZENA- JALAN BAHAGIA---JALAN BAHAGIAAfizena POV:Aku berdiri dibalik tembok penghubung antara ruang tengah dan ruang tamu,jantungku berdetak kencang ketika kudapati ibuku tengah menangis, menahan betapa pedihnya hati beliau saat eyang kembali memaki-maki ibuku. Eyang menyalahkan ibu atas keputusan sepihakku menolak Haidar, “Biyung maafkan Afi” Bisiku pelan.“ANAKMU IKU, WIS NGGAWE AKU ISIN. WIS NGGAWE KALUARGAKU ISIN, KOE LE ORA ISO DIDIK ANAK NGOMONGO!” Maki Eyang, aku menggeleng menyanggah semua makian Eyang. Ini bukan salah ibu, keputusanku menolak Haidar beralasan Eyang. Cukup! Kesalku sembari menahan isak tangis.Ingin rasanya aberlari memeluk ibu dan menyangkal semua perkataan eyang namun niat itu tentu saja ku urungkan
“Seseorang kebanyakan terlalu fokus pada hasil, sering kali melupakan proses.Padahal kegagalan atau kesuksesan seseorang tak pernal luput dari bagaimana kita menjaga keberlangsungan proses”(Afizena- JALAN BAHAGIA)**Afizena POV:“Kenapa murung Za?” Tanyaku saat mendapati Zahra sahabatku tengah termenung sembari menatap sebuah bidang kanfas, di permukaanya tampak sebuah goresan pola gaun pengantin yang nampak siap untuk diberi warna.“Bagus, ini kalau diwarnai pasti makin bagus,, wahhh nggak sabar pengen liat hasilnya Za!”Kata ku sembari menatap takjub pada setiap detail gambar yang ada dalam kain kanfas tersebut. Sedari dulu Zahra memang sangat pandai dalam membuat gambar dan bagian kesenian yang lain. Orang tua yang selalu mendukung dan menyemangati Zahra membuat aku merasa sedikit iri.Cita-citanya sewaktu kecil untuk menjadi
“Tampan itu hanyalah persoalan sudut pandang, menurutmu tampan belum tentu menurut orang lain juga. Kita boleh berpendapat tapi kita juga harus ingat,kalau pendapat kita nggak sesuai dengan orang lain, ya kita harus legowo, ya kali maksa.”Afizena- JALAN BAHAGIA**Menyerah dengan betapa keras kepalanya Afizena, Bara akhirnya menawarkan sebuah usulan yang akhirnya disepakati oleh kedua wanita itu.Afizena dan Zahra akhirnya di ijinkan menaiki mobil Bara, Afizena yang menyetir sebab Zahra tidak terlalu berani menyetir mobil orang, sedangkan Bara yang menaiki motor mereka. Motor itu lalu di derek oleh mobil Bara, pelan tapi pasti akhirnya kedua kendaraan itu melaju dengan kecepatan sedang.Zahra yang khawatir berulang kali menoleh ke belakang, memastikan keadaan Bara dan motornya baik-baik saja.“Tenang bisa kali ZA, nggak usah ngeliatin belakang, nanti mabok loh”
“Tawanya seorang yang ceria dan konyol,nyatanya mengandung 1001 cerita kepedihan yang tak pernah ingin diperlihatkan. Zen, terimakasih ya sudah selalu kuat setiap saat.”Zahra – JALAN BAHAGIA***“Sudah enakan?” Tanya Zahra Pada sahabatnya, Afizena. Afizena yang tengah merapikan pasminanya menoleh, ia tersenyum lalu mengangguk disertai dengan cengiran jail.“Idiihhhhh,,, AHAHAHAHAH lucu deh muka mu Za. Ahh.. Payah banget sih kamu Za. Tadi kan aku Cuma bercanda, mau ngetes aja sih gimana reaksi kamu kalau aku marah. Ahahahah kocak kamu, lemah. Gitu aja khawatir.” Ledek Afizena. Ia yang telah selesai mengenakan jilbab lalu bergegas keluar dari musola.“Duluan aja, aku mau pakai sepatu dulu” Kata
Ada begitu banyak pertanyaan yang hadir didalam benakku, pertanyaan tentang mengapa, apa dan bagaimana seolah selalu saja menjadi momok dalam keseharianku.Di tambah, stereotype masyarakat tentang peranan perempuan didalam rumah tangga pun menjadi salah satu hal yang saya pikirkan berulang kali. Pun mimpi dalam berkarir dan menempuh pendidikan, dalam pandangan masyarakat desa yang masih sangat homogeny wanita dengan mimpi tinggi dan pendidikan bagus, karir cemerlang menjadi terkesan sangat tabu dan tidak pada kodratnya. Bagi masyarakat desa mimpi seperti ini terkesan sangat tidak penting, jika wanita tetap bersikukuh umtuk mengejar dan mewujudkan cita-citanya harus berani menanggung stigma masyarakat.“Bu, bolehkah saya merantau ke kota? Ijinkan saya meminta restu ibu dan bapa” Secarik kertas terselip dibawah tudung saji plastic berwarna ungu.Seorang wanita paruh baya yang pertama kali menemukan surat itu han
"Afi yang berencana, dan eyanglah sang penentunya selucu itukah hidup" _ _ _J A L A N B A H A G I A Hampir mendekati usia 25 tahun, belum lulus kuliah karena sibuk dengan dunia kecil diotaknya dan seorang entrepreneur muda yang memiliki sifat keras kepala, egois dan pantang menyerah membuat Afizena Ayuningtyas kerap kali mendapatkan wejangan atau nasehat dari Eyang nya yang sangat tinggi menjunjung nilai-nilai budaya Jawanya. Bukan keinginan Afi untuk menjadi seorang mahasiswa abadi melainkan realita kehidupan memaksanya untuk melakukan hal demikian. Afi atau nama akrab yang sering ia dengar, merupakan seorang gadis desa dengan keterbatasan ekonomi dan keterikatan adat istiadat yang mengharuskan wanita hanya boleh memiliki satu kodrat yakni "ibu rumah tangga"membuatnya bersikap memberontak bukan dalam konotasi negatif memang tetapi keberontakanya memantik amarah sang eyang hing