Share

Rencana Gagal

"Afi yang berencana, dan eyanglah sang penentunya selucu itukah hidup"

_ _ _J A L A N B A H A G I A

Hampir mendekati usia 25 tahun, belum lulus kuliah karena sibuk dengan dunia kecil diotaknya dan seorang entrepreneur muda yang memiliki sifat keras kepala, egois dan pantang menyerah membuat Afizena Ayuningtyas kerap kali mendapatkan wejangan atau nasehat dari Eyang nya yang sangat tinggi menjunjung nilai-nilai budaya Jawanya.

Bukan keinginan Afi untuk menjadi seorang mahasiswa abadi melainkan realita kehidupan memaksanya untuk melakukan hal demikian.

Afi atau nama akrab yang sering ia dengar, merupakan seorang gadis desa dengan keterbatasan ekonomi dan keterikatan adat istiadat yang mengharuskan wanita hanya boleh memiliki satu kodrat yakni "ibu rumah tangga" membuatnya bersikap memberontak bukan dalam konotasi negatif memang tetapi keberontakanya memantik amarah sang eyang hingga akhirnya semaksimal mungkin Afi mewujudkan mimpi-mimpi menjadi sarjana hebat, sukses di usia muda dan memiliki uang yang lebih agar eyangnya tidak dapat seenaknya lagi mengatur-atur hidup kedua orangtuanya dan juga dirinya.

Tetapi, eyang tetaplah eyang.

Dengan segala kekuatan Ekonomi dan label “NINGRAT” membuat Afi lagi-lagi rela kalah dan mengalah. Namun benar kata pepatah, darah lebih kental daripada air hal ini pula lah yang menyebabkan Afi tetap menyayangi dan menghormati Eyangnya itu.

“ Ah. Eyangku sayang, tpi galak” Gumamnya dalam cara temaram lampu kamar.

Sudah bertahun-tahun ia meniti karir di Negri para pelajar, memulai usaha pakain dari nol hingga dapat mencapai titik kesuksesan.

Dari yang awalnya sepetak kamar kost kini ia dapat mendirikan sebuah toko tiga lantai dengan sentuhan warna pastel dan gaya minimalis membuat toko impianya terlihat sangat menawan hati siapa saja yang melewatinya.

Dari segala sesuatu yang ia urus sendiri hingga jumlah karyawan lebih dari sepuluh orang, dan Fitri adalah adik tingkat sekaligus teman satu kost yang ia mintai tolong  sejak awal orderan pertamanya mulai membuncah.

Fitri memang terkesan paling berani dengan Afi, namun ia sangat professional dan sangat loyal terhadap pekerjaan. Fitri selalu dapat diandalkan oleh Afizena.

Namun, konsekuensi atas kesuksesanya daam berkarir harus ia kejar dengan cepat, lulus kuliah dan menikah adalah sebuah momok yang sangat meresahkan hati.

_ _ _ Jalan BahagiA

Afizena POV:

"Katanya nggak mau pulang mbak, kok belum lebaran aja udah siap-siap gini" cibir karyawan kurang ajarku Fitri siapa lagi, saat memergoki aku yang tengah sibuk mengemasi oleh-oleh dan parcel lebaran.

"Mau nggak pulang tapi sayang, ya udahlah pulang aja. Daripada kanjeng eyang yang jemput sendiri karena cucu cantiknya ini nggak pulang. Bisa repot entar" kilahku, Fitri gelengkepala ia hanya tertawa menanggapi.

"Selamat mudik mbak Afi, Selamat mendapatkan siraman rohani seputar pernikahan bwahahahahaha." Katanya lagi sebelum akhirnya berlari meninggalkan aku yang hampir mencekiknya (ah hanya saja itu ilusi) gila saja aku jika beneran mencekik.

"TE HA ER mu tahun ini hangus ya, dasar karyawan badung" teriaku yang hanya dijawab dengan  gelak tawa yang semakin menggelegar, nampak karyawan lain yang memergoki aksi kekanak-kanakan kami hanya menggeleng tak habis pikir. Beginilah sisi lain kami jika sedang berperan bak tikus dan kucing.

"Gak akan bisa mbak Afi, aku tau itu!" Teriaknya lantang penuh percaya diri.

"Sudah ditunggu eyang dirumah nduk, kapan pulang?"

Sebait pesan masuk, aku tahu pesan itu dari biyung (nama panggilan ibu dari kota Jawa tengah) seketika rasa gemas ini muncul.

Eyangku sayang. Ah lagi-lagi lebaran ku tidak tenang.

"Afi otewe jam 3 sore dari Jogja biyung, tolong bilang ke eyang, eyang pulang aja jangan nungguin afi dirumah. Berat, eyang nggak akan kuat" Kukirimkan balasan ringan kepada ibuku agar ia sedikit dapat bernafas lega. Biyung pasti gelisah sebab eyang ada dirumah kami.

Biyung ini tipikal mantu yang dipandang sebelah mata oleh Eyang, seperti kisah-kisah menantu yang tak direstui dalam sebuah sinetron televise, begitulah nasib biyung yang selalu disembunyikan sangat rapat dari ku dan adikku.

Kau tahu alasanya kenapa? Ya betul, harta.

Bohong apabila sebagian orang berkata didunia ini materi tidak penting, muak rasanya melihat media sosial yang dipenuhi dengan orang-orang kaya yang meromantisasikan kemiskinan tanpa memikirkan bagaimana nasib dan mental simiskin itu.

Tidakah mereka berfikir beberapa point ini?

Pernahkah sebelum ia membuat video bertanya tentang kesedian si miskin untuk disorot kamera? Apalah si miskin tidak malu? Apakah si miskin tidak keberatan?

Mengapa? Mengapa segala aktivitas si kaya dan kebaikan si kaya dalam beribadah dan bersedekah harus di pertontonkan?

“Mbak Lili, tolong potong gaji fitri ya” kataku kepada salah satu adminku yang baru saja lewat.

“Yah nggak bisa gitu dong” Bantah Fitri yang entah darimana munculnya “Mbak Ily, kita kan best friend, yuk nanti saya traktir buka puasa”

“Tidak ikut-ikutan saya, bodoamat” Tolak mbak Lili tak menghiraukan kami dan segera berlalu pergi. Meninggalkan aku dan fitri yang masih saling adu mulut.

***

"Tau jalan pulang rupanya!" Tegur eyang saat kaki kecil ku baru saja menapaki lantai rumah joglo yang telah lama  kurindukan.

Tak ingin berdebat, aku melemparkan senyum termanis sembari berjalan menghampiri eyang, kujabat dan kucium tangan eyang (Istilah Jawanya adalah sungkem).

"Ah Kanjeng eyangku sayang.. ya ingat noh, masa lupa" Jawabku sedikit bercanda, sebetulnya Eyang sangat anti dengan sifat ini, tidak sopan kata beliau.

"Mana calonmu?" Kata eyang to the point, sambil menatap penjuru rungan  mencoba menemukan sosok laki-laki yang barangkali dibawa pulang oleh ku cucu pertamanya ini.

"Masih Jihad eyang" Jawabku sekenanya, sontak mendapatkan jitakan dan pelototan mata tajam.

“Ngawur, anak perempuan kok sembrono”

"Hem, ya owes. Syukurlah. Besok eyang jadi bisa jodohin Kowe (Kamu - dalam bahasa Jawa ngapak) sama anak batire Eyang (Batir = teman - dalam istilah Jawa ngapak)" Titah Eyang yang sangangat mengganggu kepalaku, ah aku mendadak pusing sepertinya.

"Di jodohkan??? Lagi???" Batin ku serasa menjerit dan meronta ingin dibebaskan.

Eyang fikir aku tidak bisa cari jodoh sendiri?

Eyang fikir ini jaman Siti Nurbaya? Eyang fikir perjodohan semacam ini tidak membuatku malu?

Eyangnya benar-benar keterlaluan.

Beliau seharusnya sadar, aku tidak mungkin setuju dengan perjodohan semacam ini, apakah beliau tidak sadar jika perjodohan semacam ini terasa seperti ajang jual beli?

“Mohon maaf eyang, Afi baru sampai. Afi ijin masuk dulu kedalam” Kataku dengan wajah tak suka yang sengaja kutunjukan. Biar saja, biar eyang tahu kalau tindakanya keterlaluan.

“Begitu tuh anakmu” Kata Eyang pada Bapa, “Kalau di didik sama wanita miskin dan lulusan Sd. Pembangkang gedenya. Mau jadi apa dia, sudah segini belum juga nikah,jadi aib saja”

_ _ _ Jalan BahagiA

Bersambung…

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status