Di depannya, berdiri seorang pria berkacamata hitam yang terlihat cemas namun berusaha menyembunyikannya. Pria itu adalah mata-mata yang Vincent kirimkan untuk mengawasi setiap pergerakan keluarga Dante."Bagaimana dengan kabar dari desa?" Tanya Vincent dengan nada rendah namun penuh ancaman.Pria itu menundukkan kepala sejenak sebelum berbicara. "Rumah keluarga Dante sudah terbakar sesuai rencana, tapi..." dia ragu sejenak, "...mereka tidak melihat Dante disana, dan keluarga itu selamat dari kebakaran."Mata Vincent menyipit. "Apa maksudmu mereka selamat? Dan bagaimana bisa tidak melihat Dante?" Desaknya dengan nada yang lebih keras, matanya menatap tajam ke arah pria itu."Dan ketika saya menyelidiki plat nomor RV yang digunakan oleh keluarganya, itu terdaftar atas nama Alex Romano," jawab mata-mata itu dengan suara rendah, mengantisipasi kemarahan Vincent. "Dan orang-orang yang berada di dekat keluarga Dante, mereka semua mungkin orang-orangnya Alex Romano, bukan Dante."Vincent me
Saat RV terus melaju di jalanan gelap, meninggalkan desa dan rumah yang masih dilalap api, Dante dan timnya dalam keadaan waspada penuh. Mereka tahu bahwa pengejaran oleh orang-orang Vincent belum selesai. Nexus terus memberikan laporan bahwa para pengejar masih berada di belakang mereka, mendekat dengan cepat. Dante, yang duduk di kursi depan bersama Ace, tahu bahwa mereka tidak bisa melarikan diri selamanya.Namun, Lorenzo telah mempersiapkan segalanya. Tidak lama setelah Dante menerima undangan Lorenzo untuk berlindung di pulau pribadinya, Lorenzo mengirim sekelompok anak buahnya yang terlatih untuk mengeksekusi perintahnya: menghabisi pengejar dan membawa beberapa dari mereka hidup-hidup untuk diinterogasi.Ketika RV masih melaju di jalan pegunungan yang berliku, sekelompok mobil hitam, sekitar selusin mobil SUV, muncul dari arah berlawanan, melaju dengan cepat namun teratur. Anak buah Lorenzo, yang dipimpin oleh Roberto, salah satu orang kepercayaan Lorenzo, bergerak tanpa suar
Setiap gerakannya presisi, seolah-olah dia telah melakukannya ribuan kali. Luca dan Vince yang tadinya skeptis, kini berdiri di sampingnya dengan takjub, memperhatikan bagaimana Dante memimpin di dapur."Wow, kau benar-benar tahu apa yang kau lakukan, Dante," gumam Vince sambil mengangkat alis, terkesan dengan kecepatan Dante memotong dan mengolah bahan-bahan."Kau serius belajar ini kapan?" Tanya Luca sambil tertawa kecil, namun penuh kekaguman.Dante hanya tersenyum tanpa menjawab. Dalam pikirannya, Nexus terus membimbingnya, memberikan informasi yang tepat tentang teknik memanggang daging, memasak sayuran, dan mencampur rempah-rempah dengan sempurna untuk menghasilkan rasa yang seimbang."Kita akan membuat beberapa hidangan," kata Dante dengan tenang. "Mulai dari steak daging sapi panggang dengan saus jamur, sayuran tumis, dan kentang tumbuk yang lembut. Untuk pencuci mulut, kita akan buat panna cotta."Luca dan Vince saling berpandangan, terkejut mendengar menu yang akan dibuat Da
Di dalam menara, AI keamanan Lorenzo terus bekerja 24/7, memantau setiap aktivitas mencurigakan. Bahkan, sistem ini mampu mendeteksi suhu tubuh, memastikan bahwa tidak ada penyusup yang bisa bersembunyi di tengah-tengah hutan atau bangunan di pulau tersebut.Namun, selain keamanannya yang ketat, kemewahan pulau ini yang benar-benar mencuri perhatian.Pulau ini bukan hanya sekedar tempat perlindungan. Pulau Lorenzo adalah surga mewah yang dilengkapi dengan segala fasilitas yang bisa dibayangkan. Begitu Dante dan rombongannya turun dari ferry, mereka segera diantarkan ke villa utama yang berdiri megah di atas bukit. Villa tersebut dibangun dengan arsitektur modern, dinding-dinding kaca besar yang memungkinkan pemandangan laut terbuka terlihat dari setiap sudut. Kolam renang infinity terletak di depan villa, seolah-olah menyatu dengan lautan biru di bawahnya.Lantai-lantai villa terbuat dari marmer Italia yang berkilau, dan interiornya dipenuhi dengan perabotan mahal yang didatangkan la
Roberto segera melangkah maju, mengambil cambuk dari meja terdekat. Tanpa banyak bicara, dia mulai menghujani pukulan keras pada salah satu tahanan. Jeritan mulai terdengar, membuat ruangan itu dipenuhi dengan gema suara kesakitan. Dante, yang berdiri di sudut ruangan, hanya bisa menyaksikan dengan wajah tegang. Meski dia pernah melihat kekerasan, cara Roberto menangani tahanan ini terasa brutal dan dingin. Tapi dia tetap diam, tahu bahwa ini adalah bagian dari dunia yang kini dia masuki."Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup jika tidak bicara," ancam Lorenzo, tatapannya tajam.Setelah beberapa menit, salah satu dari tahanan, seorang pria kurus dengan rambut acak-acakan akhirnya tak bisa menahan lagi. "Aku… aku hanya tukang pukul… Aku tidak tahu rencana besar Vincent!" Suaranya gemetar, matanya penuh ketakutan. Lorenzo mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari pria itu. "Apa yang kamu ketahui?"Pria itu gemetar, darah mengalir dari sudut mulutnya. "Aku hanya disuruh meng
Malam itu, Lorenzo dan timnya berangkat menuju wilayah utara di mana organisasi kecil itu berani menentang kekuasaannya. Mereka tiba di sebuah gudang tua di pinggir kota, tempat yang digunakan oleh para pelaku untuk mencuri jalur distribusi Lorenzo. Lampu-lampu gudang redup, dan ada beberapa penjaga di luar, terlihat santai karena tidak menyadari bahaya yang mendekat.Lorenzo melangkah keluar dari mobilnya dengan santai, diikuti oleh timnya. Angin malam berhembus, membawa dingin yang membuat suasana semakin mencekam. Ace memberi isyarat kepada timnya untuk bersiap, sementara Lorenzo berjalan dengan anggun menuju para penjaga yang berdiri di depan pintu.Salah satu penjaga, melihat Lorenzo mendekat, mengangkat tangannya dan berteriak, "Hei! Siapa kalian? Ini wilayah kami!"Lorenzo hanya tersenyum tipis, wajahnya penuh dengan kesombongan dingin. "Wilayahmu? Kalian pikir kalian bisa mencuri dari Sabatini dan lolos begitu saja?"Sebelum penjaga itu sempat menjawab, salah satu anak buah Lo
Kursi itu tampak biasa, tetapi tali kulit yang dipasang di sandaran tangan dan kaki memberikan gambaran jelas tentang apa yang akan terjadi."Duduk," perintah Lorenzo, dan Roberto serta dua anak buah lainnya memaksa pria itu duduk. Tangan dan kakinya diikat erat, sementara pria itu mulai meronta, wajahnya penuh keringat dan panik. Lorenzo berjalan mengelilingi kursi, seperti seekor predator yang sedang mengepung mangsanya."Kau tahu aturannya," Lorenzo berbisik dengan nada lembut namun berbahaya. "Tidak ada yang mencuri dari Sabatini dan hidup untuk menceritakannya. Tapi... jika kau memberiku informasi yang cukup berguna, aku mungkin akan mempertimbangkan untuk membuat kematianmu lebih cepat."Pria itu hanya menggelengkan kepala lagi, bibirnya bergetar. "Aku... aku tidak tahu apa-apa. Hanya perintah dari atas."Lorenzo memberikan isyarat pada Roberto, dan dalam hitungan detik, pukulan pertama mendarat di tulang rusuk pria itu. Jeritan keras menggema di ruangan itu. Dante tetap berdir
Sofia tertawa kecil, berbicara dengan adik perempuan Dante, sementara ayah dan ibu Dante tampak santai, menikmati hidangan makan malam yang tampak begitu normal dan penuh keakraban.Dante memperhatikan bagaimana Sofia dan keluarganya tampak sangat akrab. Adik perempuannya, yang biasanya sedikit tertutup, kini dengan bebas berbicara dan tertawa bersama Sofia. Dante akhirnya tersenyum kecil, meski pikirannya masih penuh pertanyaan. "Jadi ini kejutan yang Lorenzo maksud," pikirnya.“Nexus, apa Sofia menyadari jika alat penyadap di tubuhnya sudah tidak ada?”“Dia belum tahu,” jawab Nexus.Di balik senyum dan percakapan ringan yang berlangsung di meja, Dante teringat jika dia masih dalam proses penyembuhan. Sambil memegang dada diapun mulai terbatuk-batuk.“Dante, kau baik-baik saja?” Tanya ibunya cemas hingga mengerutkan alis.“Aku baik-baik saja, bu. Hanya sedikit masuk angin. Jadi tidak perlu cemas, setelah istirahat pasti sembuh.”Karena tidak ada kursi lain Dante duduk di sebelah Sof
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny
“Kalian menjebak kami!” Teriak Dante kepada pimpinan kelompok pembeli.“Omong kosong! Kami bukan orang serendah itu!” Setelah berkata sebutir peluru dari sniper melubangi tengkoraknya membuatnya tersungkur di depan Dante.Peluru mulai berdesing di udara dari segala arah, menghantam dinding dan barang-barang di dalam gudang. Kelompok lain yang ikut dalam transaksi langsung jadi sasaran utama. Mereka tewas di tempat, satu per satu roboh tanpa sempat melawan. “Sepertinya tempat ini sudah terkepung,” ujar Dante. Dante dan Lorenzo langsung berlindung di balik kotak kayu dan karung besar bersama anak buahnya. "Kita harus keluar dari sini secepatnya jika tidak ingin mati konyol," ujar Lorenzo sambil memasang ekspresi serius. "Aku tahu," jawab Dante, mengambil senjata dan mulai membalas tembakan. Dengan bantuan Nexus yang memberi informasi tentang posisi musuh, Dante dan kelompoknya berhasil menciptakan celah untuk kabur. Mereka keluar dari gudang melalui pintu rahasia yang berada di l
Kesuksesan Alessandra dalam memperkenalkan dan memasarkan obat jenis baru tidak hanya membawa kekayaan bagi Serigala Malam, tetapi juga meningkatkan reputasi mereka.Semua tidak lepas dari peran Dante. Dan Alessandra memuji Dante di depan semua anggota.Hal itu membuat semua anggota semakin menghormati Dante, melihatnya sebagai pemimpin kedua setelah Alessandra. Gosip dengan cepat menyebar. Bahkan organisasi lain mulai memandang Dante dengan rasa kagum dan ketertarikan, berpikir betapa bagusnya jika jenius seperti Dante bergabung dengan mereka. Namun, tidak semua orang memuji Dante. Di La Fortezza, ada satu orang yang merasa terganggu oleh semua pencapaian Dante, Alejandro, kakek Alessandra. Alejandro duduk di balkon pribadinya bersama Jose, mengamati Alessandra dan Dante yang tengah bercanda mesra di taman bawah. Wajahnya yang biasanya angkuh kini terlihat semakin masam. Jose, yang berdiri di belakang Alejandro, memberanikan diri untuk bicara. "Tuan Alejandro, Anda sepertinya ter
Alessandra tampak terkejut, alisnya naik sedikit. "Kenapa kau tanyakan itu sekarang? Membuat mood-ku menjadi buruk," katanya kesal, melepaskan tangannya dari leher Dante dan menyilangkannya di dada. "Ketua, aku bertanya karena dia belum kembali sejak pulang dari Nepal," jawab Dante dengan singkat, pandangannya tajam. “Jadi kau juga akhirnya mengakui jika kalian pergi bersama ke luar negeri? Hebat sekali, aku menyuruhmu melakukan tugas, tapi kau malah asik bersenang-senang dengan seorang wanita,” ucap Alessandra, dan kali ini suaranya lebih keras dari biasanya.Dante melirik ke sekeliling dimana para pengawal berbaju hitam rapi berdiri, dengan satu isyarat darinya, mereka semua serentak berbalik dan memasang earphone di kedua telinga mereka.“Kami disana untuk melaksanakan tugas darimu…”“Kenapa harus dia? Aku bisa menemanimu.” Alessandra menghela nafas, lalu berenang mundur dengan elegan, menjaga jarak. "Kau tenang saja, gadis kecilmu masih bernafas. Kau beruntung, jika aku seperti
Breaking News siang itu, semua stasiun televisi nasional menyiarkan konferensi pers penting dari sebuah rumah sakit forensik terkemuka. Ruang konferensi di penuhi oleh wartawan dari berbagai media. Kamera terus bergerak mengambil gambar setiap sudut, dan suara klik kamera mendominasi suasana. Di podium utama, seorang juru bicara pemerintah berdiri dengan dokumen tebal di tangannya, siap memberikan pernyataan resmi yang baru saja mereka terima."Setelah melalui serangkaian tes DNA yang dilakukan secara teliti," kata juru bicara itu dengan suara penuh percaya diri, "tim kami dapat mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tubuh yang ditemukan di mobil yang jatuh ke jurang adalah benar milik Lorenzo Sabatini, pemimpin organisasi kriminal Serigala Malam."Ruang konferensi langsung ramai, para wartawan berebut mengajukan pertanyaan. Nama Lorenzo yang selama ini dianggap sebagai bayangan gelap dalam dunia kejahatan kini kembali menjadi berita utama di seluruh negeri. "Apakah ini akhir dari Serigala Ma
Setelah kembali dari Nepal, Dante dan Sofia tiba di La Fortezza, markas besar organisasi. Begitu turun dari mobil, Sofia langsung disambut oleh beberapa anggota tim elite khusus, yang memintanya untuk menghadap Alessandra di ruang interogasi.Sofia menghela napas, melirik Dante sebelum pergi. "Kita bicara nanti," katanya dengan raut wajah tegang, mencoba tersenyum namun jelas terlihat gugup.Dante menatapnya sejenak, memberi anggukan kecil yang menenangkan. "Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja, Ketua hanya ingin bertanya tentang kegiatanmu di luar selama ini." katanya pelan. Sebelumnya Nexus memberikan informasi tidak ada alat penyadap lain di tubuh Sofia, jadi Dante tidak merasa khawatir.Sofia melangkah pergi, dan Dante berbalik menuju area terlarang, tempat rahasia di La Fortezza yang disiapkan khusus untuk budidaya tanaman. Tempatnya bersebelahan dengan ladang jamur langka. Tidak sembarang orang yang dibolehkan masuk ke area terlarang. Itu sebabnya area terlarang memiliki si
Dante tersenyum kecil, “Berbohong padamu? Mana aku berani… nona intel yang terhormat.”Sofia duduk di pangkuan Dante, mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan curiga. "Lalu… apa yang sebenarnya kau lakukan di sana? Kenapa kau mau mengambil resiko?”Dante tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu seolah-olah itu bukan hal besar. "Aku hanya menjalankan tugas dari Alessandra. Aku tak menyangka tempat itu sudah kacau dan Esteban juga terluka, kami tidak bicara banyak sebelum akhirnya dia tewas.”Sofia tampak tak sepenuhnya yakin, tetapi berusaha menerima jawaban Dante. “Kami mendapat informasi tentang jamur yang digunakan sebagai bahan campuran obat terlarang. Namun semua terbakar habis, tidak ada bukti tersisa.”Dante menggeleng, menatap Sofia dengan tenang. "Sayang sekali."Sofia menghela napas. "Dante, kita bekerja sama," katanya sambil memandang Dante, ekspresi wajahnya mulai melunak. "Aku merasa punya hak untuk tahu segalanya. Kau berhutang padaku untuk apa yang telah kulakukan terakhi
Alessandra memandang serius matanya menunjukkan kekhawatiran. "Dante, apa yang sebenarnya terjadi? Kau bertemu Esteban dimana?"Dante menarik napas panjang, memutar ulang kejadian yang baru saja ia alami. "Aku bertemu Esteban," jawabnya pelan, menatap Alessandra. "Dia terluka parah dan meminta aku membawa koper ini untukmu. Tapi tak lama setelah itu, Matteo dan anak buahnya datang mengejar. Mereka ingin koper ini juga."Alessandra tampak terkejut, ekspresinya berubah menjadi muram. "Matteo... jadi dia menginginkan koper itu juga? Tapi kenapa sampai meledakkan tempat Esteban?"Dante menggeleng pelan, tak sepenuhnya yakin. Namun, di dalam pikirannya, Nexus mulai mengumpulkan informasi, menyaring data yang berhasil ia akses secara diam-diam."Dante," bisik Nexus di dalam benaknya, "ledakan dan pembakaran ini direncanakan oleh Vincent. Dia menginginkan jamur itu lebih dari Matteo. Vincent-lah yang berada di balik semua ini."Dante tersentak mendengar informasi itu, tapi ia berusaha tetap
Dante menatap Alejandro, "Tuan Alejandro, apa yang anda lakukan?”Alejandro terdiam, menatap Jose yang terbaring di tanah dengan lengan penuh darah.Dengan jalan terhuyung yang disengaja, Dante berjalan pergi, meninggalkan Alejandro dalam kebingungan. ***Pagi itu, Alessandra tergesa-gesa memasuki kamar Dante, langsung menarik selimut Dante dengan cepat, membuatnya terbangun dari tidurnya yang lelap. "Dante, bangun! Ini penting!" Serunya sambil menggoyangkan bahu Dante dengan sedikit panik.Dante mengerjap-ngerjapkan mata, masih dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa, Alessandra?" Tanyanya dengan suara berat, sambil memeluk bantalnya kembali."Esteban menelepon," jawab Alessandra cepat. "Dia meminta aku mengirim seseorang yang aku percayai untuk bertemu dengannya. Dia tidak bilang apa-apa, tapi suaranya terdengar tergesa-gesa dan khawatir." Tatapannya serius.Dante langsung terbangun. "Baiklah, aku akan pergi sekarang juga," jawabnya sambil segera bangkit dari tempat tidur dan mulai