Setiap gerakannya presisi, seolah-olah dia telah melakukannya ribuan kali. Luca dan Vince yang tadinya skeptis, kini berdiri di sampingnya dengan takjub, memperhatikan bagaimana Dante memimpin di dapur."Wow, kau benar-benar tahu apa yang kau lakukan, Dante," gumam Vince sambil mengangkat alis, terkesan dengan kecepatan Dante memotong dan mengolah bahan-bahan."Kau serius belajar ini kapan?" Tanya Luca sambil tertawa kecil, namun penuh kekaguman.Dante hanya tersenyum tanpa menjawab. Dalam pikirannya, Nexus terus membimbingnya, memberikan informasi yang tepat tentang teknik memanggang daging, memasak sayuran, dan mencampur rempah-rempah dengan sempurna untuk menghasilkan rasa yang seimbang."Kita akan membuat beberapa hidangan," kata Dante dengan tenang. "Mulai dari steak daging sapi panggang dengan saus jamur, sayuran tumis, dan kentang tumbuk yang lembut. Untuk pencuci mulut, kita akan buat panna cotta."Luca dan Vince saling berpandangan, terkejut mendengar menu yang akan dibuat Da
Di dalam menara, AI keamanan Lorenzo terus bekerja 24/7, memantau setiap aktivitas mencurigakan. Bahkan, sistem ini mampu mendeteksi suhu tubuh, memastikan bahwa tidak ada penyusup yang bisa bersembunyi di tengah-tengah hutan atau bangunan di pulau tersebut.Namun, selain keamanannya yang ketat, kemewahan pulau ini yang benar-benar mencuri perhatian.Pulau ini bukan hanya sekedar tempat perlindungan. Pulau Lorenzo adalah surga mewah yang dilengkapi dengan segala fasilitas yang bisa dibayangkan. Begitu Dante dan rombongannya turun dari ferry, mereka segera diantarkan ke villa utama yang berdiri megah di atas bukit. Villa tersebut dibangun dengan arsitektur modern, dinding-dinding kaca besar yang memungkinkan pemandangan laut terbuka terlihat dari setiap sudut. Kolam renang infinity terletak di depan villa, seolah-olah menyatu dengan lautan biru di bawahnya.Lantai-lantai villa terbuat dari marmer Italia yang berkilau, dan interiornya dipenuhi dengan perabotan mahal yang didatangkan la
Roberto segera melangkah maju, mengambil cambuk dari meja terdekat. Tanpa banyak bicara, dia mulai menghujani pukulan keras pada salah satu tahanan. Jeritan mulai terdengar, membuat ruangan itu dipenuhi dengan gema suara kesakitan. Dante, yang berdiri di sudut ruangan, hanya bisa menyaksikan dengan wajah tegang. Meski dia pernah melihat kekerasan, cara Roberto menangani tahanan ini terasa brutal dan dingin. Tapi dia tetap diam, tahu bahwa ini adalah bagian dari dunia yang kini dia masuki."Kalian tidak akan keluar dari sini hidup-hidup jika tidak bicara," ancam Lorenzo, tatapannya tajam.Setelah beberapa menit, salah satu dari tahanan, seorang pria kurus dengan rambut acak-acakan akhirnya tak bisa menahan lagi. "Aku… aku hanya tukang pukul… Aku tidak tahu rencana besar Vincent!" Suaranya gemetar, matanya penuh ketakutan. Lorenzo mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari pria itu. "Apa yang kamu ketahui?"Pria itu gemetar, darah mengalir dari sudut mulutnya. "Aku hanya disuruh meng
Malam itu, Lorenzo dan timnya berangkat menuju wilayah utara di mana organisasi kecil itu berani menentang kekuasaannya. Mereka tiba di sebuah gudang tua di pinggir kota, tempat yang digunakan oleh para pelaku untuk mencuri jalur distribusi Lorenzo. Lampu-lampu gudang redup, dan ada beberapa penjaga di luar, terlihat santai karena tidak menyadari bahaya yang mendekat.Lorenzo melangkah keluar dari mobilnya dengan santai, diikuti oleh timnya. Angin malam berhembus, membawa dingin yang membuat suasana semakin mencekam. Ace memberi isyarat kepada timnya untuk bersiap, sementara Lorenzo berjalan dengan anggun menuju para penjaga yang berdiri di depan pintu.Salah satu penjaga, melihat Lorenzo mendekat, mengangkat tangannya dan berteriak, "Hei! Siapa kalian? Ini wilayah kami!"Lorenzo hanya tersenyum tipis, wajahnya penuh dengan kesombongan dingin. "Wilayahmu? Kalian pikir kalian bisa mencuri dari Sabatini dan lolos begitu saja?"Sebelum penjaga itu sempat menjawab, salah satu anak buah Lo
Kursi itu tampak biasa, tetapi tali kulit yang dipasang di sandaran tangan dan kaki memberikan gambaran jelas tentang apa yang akan terjadi."Duduk," perintah Lorenzo, dan Roberto serta dua anak buah lainnya memaksa pria itu duduk. Tangan dan kakinya diikat erat, sementara pria itu mulai meronta, wajahnya penuh keringat dan panik. Lorenzo berjalan mengelilingi kursi, seperti seekor predator yang sedang mengepung mangsanya."Kau tahu aturannya," Lorenzo berbisik dengan nada lembut namun berbahaya. "Tidak ada yang mencuri dari Sabatini dan hidup untuk menceritakannya. Tapi... jika kau memberiku informasi yang cukup berguna, aku mungkin akan mempertimbangkan untuk membuat kematianmu lebih cepat."Pria itu hanya menggelengkan kepala lagi, bibirnya bergetar. "Aku... aku tidak tahu apa-apa. Hanya perintah dari atas."Lorenzo memberikan isyarat pada Roberto, dan dalam hitungan detik, pukulan pertama mendarat di tulang rusuk pria itu. Jeritan keras menggema di ruangan itu. Dante tetap berdir
Sofia tertawa kecil, berbicara dengan adik perempuan Dante, sementara ayah dan ibu Dante tampak santai, menikmati hidangan makan malam yang tampak begitu normal dan penuh keakraban.Dante memperhatikan bagaimana Sofia dan keluarganya tampak sangat akrab. Adik perempuannya, yang biasanya sedikit tertutup, kini dengan bebas berbicara dan tertawa bersama Sofia. Dante akhirnya tersenyum kecil, meski pikirannya masih penuh pertanyaan. "Jadi ini kejutan yang Lorenzo maksud," pikirnya.“Nexus, apa Sofia menyadari jika alat penyadap di tubuhnya sudah tidak ada?”“Dia belum tahu,” jawab Nexus.Di balik senyum dan percakapan ringan yang berlangsung di meja, Dante teringat jika dia masih dalam proses penyembuhan. Sambil memegang dada diapun mulai terbatuk-batuk.“Dante, kau baik-baik saja?” Tanya ibunya cemas hingga mengerutkan alis.“Aku baik-baik saja, bu. Hanya sedikit masuk angin. Jadi tidak perlu cemas, setelah istirahat pasti sembuh.”Karena tidak ada kursi lain Dante duduk di sebelah Sof
Bibir Sofia melengkung dalam senyuman kecil yang menggoda. "Aku hanya ingin kita bicara dari hati ke hati," katanya dengan suara lembut. "Kita perlu bicara? Tentang apa?” Dante meraih kedua tangan Sofia yang sejak tadi menyentuh tubuhnya secara sembarangan. Dia merasa tidak nyaman dengan posisinya, namun Sofia duduk di pangkuannya dan menjepit kedua pahanya, jadi tidak ada ruang lagi baginya untuk bisa bergerak.“Bawa aku keluar dari tempat ini.”“Tidak bisa.”“Apa kau ingin aku selamanya disini dan jadi wanitamu? Jika itu maumu, aku tidak keberatan. Tapi aku ingin bertemu dengan keluargaku.”“Bukan itu maksudku.” Dante berusaha tenang dan mengontrol tubuhnya.Karena kedua tangannya di pegang Dante, dia mendorong kedua tangannya ke depan hingga dia bisa menyatukan kedua tangannya di belakang leher Dante, dan bagian depan tubuh mereka menyatu. Membuat air di dalam jacuzzi bergelombang dan tumpah.Dante menyipitkan matanya, merasa ada sesuatu yang lebih dibalik kata-kata Sofia. "Apa ya
Malam itu, Dante menyadari bahwa Sofia adalah lawan yang jauh lebih berbahaya daripada hanya sekadar pertarungan fisik. Dia mampu memanipulasi pikiran, hati, dan situasi untuk selalu memenangkan permainan. Dan meskipun Dante tahu dia harus waspada, dia tidak bisa menahan diri untuk tetap merasa tertarik pada pesona Sofia yang begitu rumit.Sofia, dengan segala kecantikan dan kelicikannya, bukan hanya agen intelijen. Dia adalah seseorang yang memahami cara kerja manusia dengan sangat dalam, dan itu membuatnya sangat berbahaya.***Keesokan paginya. Tubuh telanjang Dante tengkurap ditutupi selimut putih dari pinggang ke bawah. Dia terbangun dari tempat tidurnya, tapi ketika dia menoleh ke samping, Sofia sudah tidak ada di sana. Hanya aroma tubuhnya yang masih bisa tercium dari tempatnya berbaring. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di kamarnya, menerangi ruangan dengan lembut. Dia mengucek matanya sebentar, merasa ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Setelah mandi dan berpakaia
Suasana makan malam di rumah Alfonso terasa hangat, meski hujan deras masih mengguyur di luar. Dante duduk di meja makan, menikmati sup ayam lezat yang membuat perutnya hangat."Dari mana asalmu, Alex?” Tanya Alfonso sambil menyeruput supnya. "Aku... dari kota," jawab Dante singkat. Identitas mereka harus di rahasiakan.Mariana tersenyum kecil, menatap Dante dengan rasa ingin tahu. "Kota itu seperti apa? Aku ingin sekali pergi ke kota, tapi kakek tidak pernah memberikan izin,” katanya pelan. Sebelum Dante menjawab, terdengar ketukan di pintu depan. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Gerutu Alfonso sambil bangkit dari kursinya. Dengan kewaspadaan seperti biasa, Alfonso membuka pintu, dan seorang wanita tua berdiri di sana. Tubuhnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi wajahnya terlihat ramah. Dia memegang sebuah keranjang kecil yang tertutup kain, dengan senyuman di wajahnya. "Bukankah aku sudah katakan padamu untuk pulang besok pagi?” Kata Alfonso dengan
Di dalam rumah sederhana namun terasa hangat itu, kakek Alfonso duduk di samping Lorenzo, tangannya yang tua dan berkeriput masih cekatan membalut luka Lorenzo menggunakan kain yang dicelupkan ke dalam ramuan herbal berwarna kehijauan. “Tuan, anda mengerti pengobatan?” Tanya Dante matanya tidak lepas dari berbagai ramuan yang di pegang Alfonso. Dia tidak bisa membiarkan orang yang baru mereka kenal memberikan sembarang obat pada Lorenzo.“Aku tahu sedikit.”Dante duduk di dekat perapian, memperhatikan dengan cemas setiap gerakan kakek. "Lukanya dalam," kata Alfonso tanpa menoleh. "Aku sudah melakukan usaha terbaik dengan memberikan ramuan obat yang aku buat sendiri. Sekarang semua tergantung padanya." Dante mengernyit. "Maksud Anda?"Alfonso menghela napas panjang, lalu menatap Dante dengan tatapan mata yang serius. "Kalau dia bisa melewati malam ini, dia akan selamat. Tapi kalau demamnya semakin parah…" Alfonso menggeleng pelan, tidak meneruskan kalimatnya, namun Dante mengerti
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny
“Kalian menjebak kami!” Teriak Dante kepada pimpinan kelompok pembeli.“Omong kosong! Kami bukan orang serendah itu!” Setelah berkata sebutir peluru dari sniper melubangi tengkoraknya membuatnya tersungkur di depan Dante.Peluru mulai berdesing di udara dari segala arah, menghantam dinding dan barang-barang di dalam gudang. Kelompok lain yang ikut dalam transaksi langsung jadi sasaran utama. Mereka tewas di tempat, satu per satu roboh tanpa sempat melawan. “Sepertinya tempat ini sudah terkepung,” ujar Dante. Dante dan Lorenzo langsung berlindung di balik kotak kayu dan karung besar bersama anak buahnya. "Kita harus keluar dari sini secepatnya jika tidak ingin mati konyol," ujar Lorenzo sambil memasang ekspresi serius. "Aku tahu," jawab Dante, mengambil senjata dan mulai membalas tembakan. Dengan bantuan Nexus yang memberi informasi tentang posisi musuh, Dante dan kelompoknya berhasil menciptakan celah untuk kabur. Mereka keluar dari gudang melalui pintu rahasia yang berada di l
Kesuksesan Alessandra dalam memperkenalkan dan memasarkan obat jenis baru tidak hanya membawa kekayaan bagi Serigala Malam, tetapi juga meningkatkan reputasi mereka.Semua tidak lepas dari peran Dante. Dan Alessandra memuji Dante di depan semua anggota.Hal itu membuat semua anggota semakin menghormati Dante, melihatnya sebagai pemimpin kedua setelah Alessandra. Gosip dengan cepat menyebar. Bahkan organisasi lain mulai memandang Dante dengan rasa kagum dan ketertarikan, berpikir betapa bagusnya jika jenius seperti Dante bergabung dengan mereka. Namun, tidak semua orang memuji Dante. Di La Fortezza, ada satu orang yang merasa terganggu oleh semua pencapaian Dante, Alejandro, kakek Alessandra. Alejandro duduk di balkon pribadinya bersama Jose, mengamati Alessandra dan Dante yang tengah bercanda mesra di taman bawah. Wajahnya yang biasanya angkuh kini terlihat semakin masam. Jose, yang berdiri di belakang Alejandro, memberanikan diri untuk bicara. "Tuan Alejandro, Anda sepertinya ter
Alessandra tampak terkejut, alisnya naik sedikit. "Kenapa kau tanyakan itu sekarang? Membuat mood-ku menjadi buruk," katanya kesal, melepaskan tangannya dari leher Dante dan menyilangkannya di dada. "Ketua, aku bertanya karena dia belum kembali sejak pulang dari Nepal," jawab Dante dengan singkat, pandangannya tajam. “Jadi kau juga akhirnya mengakui jika kalian pergi bersama ke luar negeri? Hebat sekali, aku menyuruhmu melakukan tugas, tapi kau malah asik bersenang-senang dengan seorang wanita,” ucap Alessandra, dan kali ini suaranya lebih keras dari biasanya.Dante melirik ke sekeliling dimana para pengawal berbaju hitam rapi berdiri, dengan satu isyarat darinya, mereka semua serentak berbalik dan memasang earphone di kedua telinga mereka.“Kami disana untuk melaksanakan tugas darimu…”“Kenapa harus dia? Aku bisa menemanimu.” Alessandra menghela nafas, lalu berenang mundur dengan elegan, menjaga jarak. "Kau tenang saja, gadis kecilmu masih bernafas. Kau beruntung, jika aku seperti
Breaking News siang itu, semua stasiun televisi nasional menyiarkan konferensi pers penting dari sebuah rumah sakit forensik terkemuka. Ruang konferensi di penuhi oleh wartawan dari berbagai media. Kamera terus bergerak mengambil gambar setiap sudut, dan suara klik kamera mendominasi suasana. Di podium utama, seorang juru bicara pemerintah berdiri dengan dokumen tebal di tangannya, siap memberikan pernyataan resmi yang baru saja mereka terima."Setelah melalui serangkaian tes DNA yang dilakukan secara teliti," kata juru bicara itu dengan suara penuh percaya diri, "tim kami dapat mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tubuh yang ditemukan di mobil yang jatuh ke jurang adalah benar milik Lorenzo Sabatini, pemimpin organisasi kriminal Serigala Malam."Ruang konferensi langsung ramai, para wartawan berebut mengajukan pertanyaan. Nama Lorenzo yang selama ini dianggap sebagai bayangan gelap dalam dunia kejahatan kini kembali menjadi berita utama di seluruh negeri. "Apakah ini akhir dari Serigala Ma
Setelah kembali dari Nepal, Dante dan Sofia tiba di La Fortezza, markas besar organisasi. Begitu turun dari mobil, Sofia langsung disambut oleh beberapa anggota tim elite khusus, yang memintanya untuk menghadap Alessandra di ruang interogasi.Sofia menghela napas, melirik Dante sebelum pergi. "Kita bicara nanti," katanya dengan raut wajah tegang, mencoba tersenyum namun jelas terlihat gugup.Dante menatapnya sejenak, memberi anggukan kecil yang menenangkan. "Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja, Ketua hanya ingin bertanya tentang kegiatanmu di luar selama ini." katanya pelan. Sebelumnya Nexus memberikan informasi tidak ada alat penyadap lain di tubuh Sofia, jadi Dante tidak merasa khawatir.Sofia melangkah pergi, dan Dante berbalik menuju area terlarang, tempat rahasia di La Fortezza yang disiapkan khusus untuk budidaya tanaman. Tempatnya bersebelahan dengan ladang jamur langka. Tidak sembarang orang yang dibolehkan masuk ke area terlarang. Itu sebabnya area terlarang memiliki si
Dante tersenyum kecil, “Berbohong padamu? Mana aku berani… nona intel yang terhormat.”Sofia duduk di pangkuan Dante, mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan curiga. "Lalu… apa yang sebenarnya kau lakukan di sana? Kenapa kau mau mengambil resiko?”Dante tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu seolah-olah itu bukan hal besar. "Aku hanya menjalankan tugas dari Alessandra. Aku tak menyangka tempat itu sudah kacau dan Esteban juga terluka, kami tidak bicara banyak sebelum akhirnya dia tewas.”Sofia tampak tak sepenuhnya yakin, tetapi berusaha menerima jawaban Dante. “Kami mendapat informasi tentang jamur yang digunakan sebagai bahan campuran obat terlarang. Namun semua terbakar habis, tidak ada bukti tersisa.”Dante menggeleng, menatap Sofia dengan tenang. "Sayang sekali."Sofia menghela napas. "Dante, kita bekerja sama," katanya sambil memandang Dante, ekspresi wajahnya mulai melunak. "Aku merasa punya hak untuk tahu segalanya. Kau berhutang padaku untuk apa yang telah kulakukan terakhi