Sofia tertawa kecil, berbicara dengan adik perempuan Dante, sementara ayah dan ibu Dante tampak santai, menikmati hidangan makan malam yang tampak begitu normal dan penuh keakraban.Dante memperhatikan bagaimana Sofia dan keluarganya tampak sangat akrab. Adik perempuannya, yang biasanya sedikit tertutup, kini dengan bebas berbicara dan tertawa bersama Sofia. Dante akhirnya tersenyum kecil, meski pikirannya masih penuh pertanyaan. "Jadi ini kejutan yang Lorenzo maksud," pikirnya.“Nexus, apa Sofia menyadari jika alat penyadap di tubuhnya sudah tidak ada?”“Dia belum tahu,” jawab Nexus.Di balik senyum dan percakapan ringan yang berlangsung di meja, Dante teringat jika dia masih dalam proses penyembuhan. Sambil memegang dada diapun mulai terbatuk-batuk.“Dante, kau baik-baik saja?” Tanya ibunya cemas hingga mengerutkan alis.“Aku baik-baik saja, bu. Hanya sedikit masuk angin. Jadi tidak perlu cemas, setelah istirahat pasti sembuh.”Karena tidak ada kursi lain Dante duduk di sebelah Sof
Bibir Sofia melengkung dalam senyuman kecil yang menggoda. "Aku hanya ingin kita bicara dari hati ke hati," katanya dengan suara lembut. "Kita perlu bicara? Tentang apa?” Dante meraih kedua tangan Sofia yang sejak tadi menyentuh tubuhnya secara sembarangan. Dia merasa tidak nyaman dengan posisinya, namun Sofia duduk di pangkuannya dan menjepit kedua pahanya, jadi tidak ada ruang lagi baginya untuk bisa bergerak.“Bawa aku keluar dari tempat ini.”“Tidak bisa.”“Apa kau ingin aku selamanya disini dan jadi wanitamu? Jika itu maumu, aku tidak keberatan. Tapi aku ingin bertemu dengan keluargaku.”“Bukan itu maksudku.” Dante berusaha tenang dan mengontrol tubuhnya.Karena kedua tangannya di pegang Dante, dia mendorong kedua tangannya ke depan hingga dia bisa menyatukan kedua tangannya di belakang leher Dante, dan bagian depan tubuh mereka menyatu. Membuat air di dalam jacuzzi bergelombang dan tumpah.Dante menyipitkan matanya, merasa ada sesuatu yang lebih dibalik kata-kata Sofia. "Apa ya
Malam itu, Dante menyadari bahwa Sofia adalah lawan yang jauh lebih berbahaya daripada hanya sekadar pertarungan fisik. Dia mampu memanipulasi pikiran, hati, dan situasi untuk selalu memenangkan permainan. Dan meskipun Dante tahu dia harus waspada, dia tidak bisa menahan diri untuk tetap merasa tertarik pada pesona Sofia yang begitu rumit.Sofia, dengan segala kecantikan dan kelicikannya, bukan hanya agen intelijen. Dia adalah seseorang yang memahami cara kerja manusia dengan sangat dalam, dan itu membuatnya sangat berbahaya.***Keesokan paginya. Tubuh telanjang Dante tengkurap ditutupi selimut putih dari pinggang ke bawah. Dia terbangun dari tempat tidurnya, tapi ketika dia menoleh ke samping, Sofia sudah tidak ada di sana. Hanya aroma tubuhnya yang masih bisa tercium dari tempatnya berbaring. Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di kamarnya, menerangi ruangan dengan lembut. Dia mengucek matanya sebentar, merasa ada sesuatu yang berbeda pagi ini. Setelah mandi dan berpakaia
"Dia sedang mencoba menghubungi organisasinya, intelijen tempat dia bekerja," jawab Nexus cepat. "Dia berniat melaporkan semua informasi yang didapat tentang Lorenzo dan organisasinya."Dante merasakan detak jantungnya meningkat. Dia tahu bahwa Sofia memang seorang agen, tetapi dia tidak menyangka Sofia akan mencoba melaporkan semua informasi sekarang, bukankah itu sama saja ingin mencelakainya juga? Setelah semua yang telah mereka lalui bersama. "Apa kau bisa menghentikannya?" Tanya Dante."Aku sudah menyabotase panggilannya," jawab Nexus. "Dia tidak berbicara dengan orang-orang intelijen sebenarnya, tapi dengan suara yang sudah diubah. Dia hanya akan berbicara denganku."Dante tersenyum tipis, merasa lega tetapi juga penasaran bagaimana situasi itu akan berkembang. "Sambungkan aku, biar aku dengar apa yang dia katakan."---Sementara itu, di kamar tidur Sofia, dia duduk di kursi dengan ponsel di tangannya. Wajahnya serius, tatapan matanya tajam seolah-olah sedang mempersiapkan sesua
Dante mengerutkan kening tidak senang, sambil menatap Sofia dengan hati-hati. "Kau tahu aku tidak suka terlibat dalam urusan pribadi seperti ini, Sofia. Apalagi dengan keluarga besar seperti Rossi. Mereka bukan orang sembarangan."Sofia menatap Dante dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku tahu ini sulit dan penuh resiko, tapi kau satu-satunya yang bisa membantuku. Aku terjebak, Dante. Kau tidak mengerti apa yang sudah kulalui. Aku membutuhkanmu."Dante tetap diam, memikirkan kata-kata Sofia. Bagian dari dirinya masih marah karena Sofia menyembunyikan pernikahannya, tetapi disisi lain, dia tahu bahwa Sofia tidak akan meminta bantuan jika dia tidak benar-benar terdesak.Sofia lebih mendekat, jaraknya hanya beberapa inci dari Dante. "Aku mempercayaimu, Kau satu-satunya yang bisa membuat ini berakhir tanpa membuat hidupku hancur."Dante menatap mata Sofia yang penuh dengan permohonan, tapi juga keputusasaan yang tersembunyi. Dia tahu bahwa Sofia tidak main-main kali ini. Tapi apakah dia bena
"Ya, itulah intinya," kata Nexus. "Dia membutuhkan kekuatan dan pengaruh yang kau miliki untuk menghancurkan keluarga Damian, tapi dia tidak tahu seberapa dalam mereka terlibat dalam jaringan Vincent. Jika kau membiarkan Sofia melanjutkan rencananya tanpa mengetahuinya, kalian berdua bisa terjebak dalam situasi yang lebih buruk."Dante berdiri dari kursinya, melangkah ke jendela dan menatap ke arah laut yang tenang. "Sofia pasti sudah lama merencanakan ini," gumamnya pelan. "Tapi sekarang aku yang memegang semua kartu."Nexus berbicara lagi, suaranya tenang. "Apa yang akan kau lakukan, Dante? Kau bisa membiarkan Sofia melanjutkan rencananya dan memanfaatkannya juga. Atau kau bisa menghadapi kenyataan dan menuntut kebenaran darinya."Dante terdiam sesaat, pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, dia merasa kecewa karena Sofia mencoba memanipulasinya. Tapi disisi lain, dia memahami dorongan Sofia untuk menjadi superhero. Namun, fakta bahwa Sofia tidak tahu siapa sebenarnya yang dia hadapi,
Dante menatapnya sebentar, memikirkan berbagai kemungkinan. "Baik, kita sepakat Sofia," katanya dengan suara rendah. "Aku tidak akan memberitahu Lorenzo. Tapi kau harus bekerja sama denganku, dan kita lakukan ini sesuai caraku."Sofia meletakkan tangannya di lengan Dante, tatapannya seperti kucing kecil yang tidak berdaya. "Terima kasih, Dante. Aku akan melakukan apapun yang kau minta. Tolong, bantu aku keluar dari semua kekacauan ini."Mereka berdiri di tepi kapal, dengan angin laut yang berhembus kencang, membawa harapan dan kekhawatiran mereka ke lautan luas. "Ayo kembali," kata Dante. "Banyak yang harus kita rencanakan."Dante dan Sofia baru saja tiba di Pulau Belladonna, Matahari bersinar cerah, memantulkan cahaya di permukaan laut yang biru jernih, dan angin lembut menyapa wajah mereka saat mereka turun dari yacht mewah yang membawa mereka kembali ke pulau.***Dante berdiri di depan monitor besar yang ada di ruang kerja pribadinya, mata tajamnya menatap layar yang penuh dengan
Namun, di balik kemenangan itu, Dante tahu bahwa permainan ini masih jauh dari selesai. Vincent dan Matteo akan segera sadar bahwa sesuatu tidak beres. Tapi untuk saat ini, Dante bisa menikmati kemenangan besar ini, dan Sofia, yang kini berada di pihaknya, hanya bisa melihat dari samping bagaimana Dante menguasai dunia kriminal dengan cerdas dan licik.***Keesokan harinya, Dante duduk santai di sebuah yacht, menikmati secangkir kopi hangat. Nexus memberitahunya bahwa berita besar sedang mengguncang media nasional. Laptop di depannya menyiarkan berita terbaru, dan Dante memperhatikan dengan seksama saat berita tentang penggerebekan besar-besaran di markas judi online mencuat ke permukaan."BREAKING NEWS: PENGGEREBEKAN JARINGAN JUDI ONLINE BERSKALA INTERNASIONAL!" Judul besar terpampang di layar. "Banyak pelaku ditangkap, termasuk nama-nama besar di dunia bisnis gelap. Salah satu tersangka utama adalah Damian Rossi, yang diketahui memiliki keterlibatan mendalam dalam jaringan tersebut.
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny
“Kalian menjebak kami!” Teriak Dante kepada pimpinan kelompok pembeli.“Omong kosong! Kami bukan orang serendah itu!” Setelah berkata sebutir peluru dari sniper melubangi tengkoraknya membuatnya tersungkur di depan Dante.Peluru mulai berdesing di udara dari segala arah, menghantam dinding dan barang-barang di dalam gudang. Kelompok lain yang ikut dalam transaksi langsung jadi sasaran utama. Mereka tewas di tempat, satu per satu roboh tanpa sempat melawan. “Sepertinya tempat ini sudah terkepung,” ujar Dante. Dante dan Lorenzo langsung berlindung di balik kotak kayu dan karung besar bersama anak buahnya. "Kita harus keluar dari sini secepatnya jika tidak ingin mati konyol," ujar Lorenzo sambil memasang ekspresi serius. "Aku tahu," jawab Dante, mengambil senjata dan mulai membalas tembakan. Dengan bantuan Nexus yang memberi informasi tentang posisi musuh, Dante dan kelompoknya berhasil menciptakan celah untuk kabur. Mereka keluar dari gudang melalui pintu rahasia yang berada di l
Kesuksesan Alessandra dalam memperkenalkan dan memasarkan obat jenis baru tidak hanya membawa kekayaan bagi Serigala Malam, tetapi juga meningkatkan reputasi mereka.Semua tidak lepas dari peran Dante. Dan Alessandra memuji Dante di depan semua anggota.Hal itu membuat semua anggota semakin menghormati Dante, melihatnya sebagai pemimpin kedua setelah Alessandra. Gosip dengan cepat menyebar. Bahkan organisasi lain mulai memandang Dante dengan rasa kagum dan ketertarikan, berpikir betapa bagusnya jika jenius seperti Dante bergabung dengan mereka. Namun, tidak semua orang memuji Dante. Di La Fortezza, ada satu orang yang merasa terganggu oleh semua pencapaian Dante, Alejandro, kakek Alessandra. Alejandro duduk di balkon pribadinya bersama Jose, mengamati Alessandra dan Dante yang tengah bercanda mesra di taman bawah. Wajahnya yang biasanya angkuh kini terlihat semakin masam. Jose, yang berdiri di belakang Alejandro, memberanikan diri untuk bicara. "Tuan Alejandro, Anda sepertinya ter
Alessandra tampak terkejut, alisnya naik sedikit. "Kenapa kau tanyakan itu sekarang? Membuat mood-ku menjadi buruk," katanya kesal, melepaskan tangannya dari leher Dante dan menyilangkannya di dada. "Ketua, aku bertanya karena dia belum kembali sejak pulang dari Nepal," jawab Dante dengan singkat, pandangannya tajam. “Jadi kau juga akhirnya mengakui jika kalian pergi bersama ke luar negeri? Hebat sekali, aku menyuruhmu melakukan tugas, tapi kau malah asik bersenang-senang dengan seorang wanita,” ucap Alessandra, dan kali ini suaranya lebih keras dari biasanya.Dante melirik ke sekeliling dimana para pengawal berbaju hitam rapi berdiri, dengan satu isyarat darinya, mereka semua serentak berbalik dan memasang earphone di kedua telinga mereka.“Kami disana untuk melaksanakan tugas darimu…”“Kenapa harus dia? Aku bisa menemanimu.” Alessandra menghela nafas, lalu berenang mundur dengan elegan, menjaga jarak. "Kau tenang saja, gadis kecilmu masih bernafas. Kau beruntung, jika aku seperti
Breaking News siang itu, semua stasiun televisi nasional menyiarkan konferensi pers penting dari sebuah rumah sakit forensik terkemuka. Ruang konferensi di penuhi oleh wartawan dari berbagai media. Kamera terus bergerak mengambil gambar setiap sudut, dan suara klik kamera mendominasi suasana. Di podium utama, seorang juru bicara pemerintah berdiri dengan dokumen tebal di tangannya, siap memberikan pernyataan resmi yang baru saja mereka terima."Setelah melalui serangkaian tes DNA yang dilakukan secara teliti," kata juru bicara itu dengan suara penuh percaya diri, "tim kami dapat mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tubuh yang ditemukan di mobil yang jatuh ke jurang adalah benar milik Lorenzo Sabatini, pemimpin organisasi kriminal Serigala Malam."Ruang konferensi langsung ramai, para wartawan berebut mengajukan pertanyaan. Nama Lorenzo yang selama ini dianggap sebagai bayangan gelap dalam dunia kejahatan kini kembali menjadi berita utama di seluruh negeri. "Apakah ini akhir dari Serigala Ma
Setelah kembali dari Nepal, Dante dan Sofia tiba di La Fortezza, markas besar organisasi. Begitu turun dari mobil, Sofia langsung disambut oleh beberapa anggota tim elite khusus, yang memintanya untuk menghadap Alessandra di ruang interogasi.Sofia menghela napas, melirik Dante sebelum pergi. "Kita bicara nanti," katanya dengan raut wajah tegang, mencoba tersenyum namun jelas terlihat gugup.Dante menatapnya sejenak, memberi anggukan kecil yang menenangkan. "Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja, Ketua hanya ingin bertanya tentang kegiatanmu di luar selama ini." katanya pelan. Sebelumnya Nexus memberikan informasi tidak ada alat penyadap lain di tubuh Sofia, jadi Dante tidak merasa khawatir.Sofia melangkah pergi, dan Dante berbalik menuju area terlarang, tempat rahasia di La Fortezza yang disiapkan khusus untuk budidaya tanaman. Tempatnya bersebelahan dengan ladang jamur langka. Tidak sembarang orang yang dibolehkan masuk ke area terlarang. Itu sebabnya area terlarang memiliki si
Dante tersenyum kecil, “Berbohong padamu? Mana aku berani… nona intel yang terhormat.”Sofia duduk di pangkuan Dante, mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan curiga. "Lalu… apa yang sebenarnya kau lakukan di sana? Kenapa kau mau mengambil resiko?”Dante tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu seolah-olah itu bukan hal besar. "Aku hanya menjalankan tugas dari Alessandra. Aku tak menyangka tempat itu sudah kacau dan Esteban juga terluka, kami tidak bicara banyak sebelum akhirnya dia tewas.”Sofia tampak tak sepenuhnya yakin, tetapi berusaha menerima jawaban Dante. “Kami mendapat informasi tentang jamur yang digunakan sebagai bahan campuran obat terlarang. Namun semua terbakar habis, tidak ada bukti tersisa.”Dante menggeleng, menatap Sofia dengan tenang. "Sayang sekali."Sofia menghela napas. "Dante, kita bekerja sama," katanya sambil memandang Dante, ekspresi wajahnya mulai melunak. "Aku merasa punya hak untuk tahu segalanya. Kau berhutang padaku untuk apa yang telah kulakukan terakhi
Alessandra memandang serius matanya menunjukkan kekhawatiran. "Dante, apa yang sebenarnya terjadi? Kau bertemu Esteban dimana?"Dante menarik napas panjang, memutar ulang kejadian yang baru saja ia alami. "Aku bertemu Esteban," jawabnya pelan, menatap Alessandra. "Dia terluka parah dan meminta aku membawa koper ini untukmu. Tapi tak lama setelah itu, Matteo dan anak buahnya datang mengejar. Mereka ingin koper ini juga."Alessandra tampak terkejut, ekspresinya berubah menjadi muram. "Matteo... jadi dia menginginkan koper itu juga? Tapi kenapa sampai meledakkan tempat Esteban?"Dante menggeleng pelan, tak sepenuhnya yakin. Namun, di dalam pikirannya, Nexus mulai mengumpulkan informasi, menyaring data yang berhasil ia akses secara diam-diam."Dante," bisik Nexus di dalam benaknya, "ledakan dan pembakaran ini direncanakan oleh Vincent. Dia menginginkan jamur itu lebih dari Matteo. Vincent-lah yang berada di balik semua ini."Dante tersentak mendengar informasi itu, tapi ia berusaha tetap
Dante menatap Alejandro, "Tuan Alejandro, apa yang anda lakukan?”Alejandro terdiam, menatap Jose yang terbaring di tanah dengan lengan penuh darah.Dengan jalan terhuyung yang disengaja, Dante berjalan pergi, meninggalkan Alejandro dalam kebingungan. ***Pagi itu, Alessandra tergesa-gesa memasuki kamar Dante, langsung menarik selimut Dante dengan cepat, membuatnya terbangun dari tidurnya yang lelap. "Dante, bangun! Ini penting!" Serunya sambil menggoyangkan bahu Dante dengan sedikit panik.Dante mengerjap-ngerjapkan mata, masih dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa, Alessandra?" Tanyanya dengan suara berat, sambil memeluk bantalnya kembali."Esteban menelepon," jawab Alessandra cepat. "Dia meminta aku mengirim seseorang yang aku percayai untuk bertemu dengannya. Dia tidak bilang apa-apa, tapi suaranya terdengar tergesa-gesa dan khawatir." Tatapannya serius.Dante langsung terbangun. "Baiklah, aku akan pergi sekarang juga," jawabnya sambil segera bangkit dari tempat tidur dan mulai