Dante mengerutkan kening tidak senang, sambil menatap Sofia dengan hati-hati. "Kau tahu aku tidak suka terlibat dalam urusan pribadi seperti ini, Sofia. Apalagi dengan keluarga besar seperti Rossi. Mereka bukan orang sembarangan."Sofia menatap Dante dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku tahu ini sulit dan penuh resiko, tapi kau satu-satunya yang bisa membantuku. Aku terjebak, Dante. Kau tidak mengerti apa yang sudah kulalui. Aku membutuhkanmu."Dante tetap diam, memikirkan kata-kata Sofia. Bagian dari dirinya masih marah karena Sofia menyembunyikan pernikahannya, tetapi disisi lain, dia tahu bahwa Sofia tidak akan meminta bantuan jika dia tidak benar-benar terdesak.Sofia lebih mendekat, jaraknya hanya beberapa inci dari Dante. "Aku mempercayaimu, Kau satu-satunya yang bisa membuat ini berakhir tanpa membuat hidupku hancur."Dante menatap mata Sofia yang penuh dengan permohonan, tapi juga keputusasaan yang tersembunyi. Dia tahu bahwa Sofia tidak main-main kali ini. Tapi apakah dia bena
"Ya, itulah intinya," kata Nexus. "Dia membutuhkan kekuatan dan pengaruh yang kau miliki untuk menghancurkan keluarga Damian, tapi dia tidak tahu seberapa dalam mereka terlibat dalam jaringan Vincent. Jika kau membiarkan Sofia melanjutkan rencananya tanpa mengetahuinya, kalian berdua bisa terjebak dalam situasi yang lebih buruk."Dante berdiri dari kursinya, melangkah ke jendela dan menatap ke arah laut yang tenang. "Sofia pasti sudah lama merencanakan ini," gumamnya pelan. "Tapi sekarang aku yang memegang semua kartu."Nexus berbicara lagi, suaranya tenang. "Apa yang akan kau lakukan, Dante? Kau bisa membiarkan Sofia melanjutkan rencananya dan memanfaatkannya juga. Atau kau bisa menghadapi kenyataan dan menuntut kebenaran darinya."Dante terdiam sesaat, pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, dia merasa kecewa karena Sofia mencoba memanipulasinya. Tapi disisi lain, dia memahami dorongan Sofia untuk menjadi superhero. Namun, fakta bahwa Sofia tidak tahu siapa sebenarnya yang dia hadapi,
Dante menatapnya sebentar, memikirkan berbagai kemungkinan. "Baik, kita sepakat Sofia," katanya dengan suara rendah. "Aku tidak akan memberitahu Lorenzo. Tapi kau harus bekerja sama denganku, dan kita lakukan ini sesuai caraku."Sofia meletakkan tangannya di lengan Dante, tatapannya seperti kucing kecil yang tidak berdaya. "Terima kasih, Dante. Aku akan melakukan apapun yang kau minta. Tolong, bantu aku keluar dari semua kekacauan ini."Mereka berdiri di tepi kapal, dengan angin laut yang berhembus kencang, membawa harapan dan kekhawatiran mereka ke lautan luas. "Ayo kembali," kata Dante. "Banyak yang harus kita rencanakan."Dante dan Sofia baru saja tiba di Pulau Belladonna, Matahari bersinar cerah, memantulkan cahaya di permukaan laut yang biru jernih, dan angin lembut menyapa wajah mereka saat mereka turun dari yacht mewah yang membawa mereka kembali ke pulau.***Dante berdiri di depan monitor besar yang ada di ruang kerja pribadinya, mata tajamnya menatap layar yang penuh dengan
Namun, di balik kemenangan itu, Dante tahu bahwa permainan ini masih jauh dari selesai. Vincent dan Matteo akan segera sadar bahwa sesuatu tidak beres. Tapi untuk saat ini, Dante bisa menikmati kemenangan besar ini, dan Sofia, yang kini berada di pihaknya, hanya bisa melihat dari samping bagaimana Dante menguasai dunia kriminal dengan cerdas dan licik.***Keesokan harinya, Dante duduk santai di sebuah yacht, menikmati secangkir kopi hangat. Nexus memberitahunya bahwa berita besar sedang mengguncang media nasional. Laptop di depannya menyiarkan berita terbaru, dan Dante memperhatikan dengan seksama saat berita tentang penggerebekan besar-besaran di markas judi online mencuat ke permukaan."BREAKING NEWS: PENGGEREBEKAN JARINGAN JUDI ONLINE BERSKALA INTERNASIONAL!" Judul besar terpampang di layar. "Banyak pelaku ditangkap, termasuk nama-nama besar di dunia bisnis gelap. Salah satu tersangka utama adalah Damian Rossi, yang diketahui memiliki keterlibatan mendalam dalam jaringan tersebut.
Alessandra langsung berdiri, menatap ke arah Dante yang baru saja turun dari yacht bersama Sofia. Ada sedikit kilatan cemburu di matanya saat dia melihat seorang gadis di samping Dante. Tanpa berpikir panjang, dia berlari ke arah Dante dengan langkah cepat, senyumnya lebar seolah-olah tidak ada orang lain di sekitar mereka.Dante, yang terkejut melihat Alessandra berlari ke arahnya, tidak sempat bereaksi. Dalam sekejap, Alessandra sudah berada di depannya dan memeluknya erat. "Dante!" Serunya dengan penuh antusias. Sebelum Dante sempat mengatakan apapun, Alessandra memeluk tubuhnya lebih erat dan, dengan gerakan cepat, mencium bibirnya dengan lembut.Dante tertegun, matanya melebar, dan untuk sesaat dia hanya berdiri membeku di tempat. Ciuman Alessandra datang begitu tiba-tiba sehingga Dante benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Sofia, yang berdiri di sebelah Dante, menyaksikan semuanya dengan wajah yang berubah dingin. Wajah Sofia terlihat kesal, tetapi dia berusaha menyembunyik
Malam itu, Matteo menghubungi Vincent. Angin malam berhembus dingin, dan langit gelap tanpa bintang menambah kesan tegang di sekitar tempat itu. "Kita kehilangan banyak, Vincent," Matteo memulai, suaranya rendah namun penuh kemarahan yang terpendam. "Jaringan judi online kita disita oleh pemerintah. Uang yang selama ini mengalir masuk, hilang begitu saja dalam sekejap."Vincent mengangguk, ekspresinya tetap tenang meskipun jelas bahwa situasi ini membuatnya marah. "Aku tahu," katanya pelan sambil menatap televisi dari balik asap cerutunya. "Tapi yang lebih penting adalah... siapa yang ada di balik semua ini? Ini bukan hanya tindakan pemerintah biasa. Ada seseorang yang menarik tali di belakang layar."Matteo, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Dan aku punya firasat kuat siapa orangnya."Vincent mengangkat alis, sedikit penasaran. "Siapa?"Matteo berjalan mendekat ke meja, menaruh tangannya di atas permukaan kayu kasar itu dengan keras. "Lorenzo Sabatini." Suaranya terdengar berat da
“Tapi kita harus menyelamatkan bisnis Lorenzo terlebih dahulu.”Malam itu, Dante duduk di dalam mobil sedan mewah dengan kaca gelap, yang diparkir agak jauh dari klub malam milik Lorenzo. Mobil itu berada di sudut jalan, cukup jauh dari pandangan langsung, namun dengan posisi yang sempurna untuk mengamati apa yang akan terjadi. Dante, dalam penyamarannya yang cermat, mengenakan wajah buatan hasil kerja Nexus. Wajah barunya membuatnya tidak dikenali oleh siapapun, bahkan oleh anak buah Lorenzo yang mungkin ada di sekitar."Nexi, beri aku kabar terbaru. Apakah polisi sudah mendekat?" Tanya Dante, matanya memandang lurus ke depan, menunggu pertunjukan yang akan segera dimulai."Ya, Dante," jawab Nexus, suaranya terdengar jelas di dalam pikiran Dante. "Serombongan mobil polisi sedang menuju ke arah klub. Penggerebekan akan segera dimulai. Semua sesuai rencana Matteo dan Vincent."Dante tersenyum samar, meskipun di dalam hati dia tahu bahwa permainan ini masih panjang. "Baik. Saat mereka
Felipe dipaksa duduk di kursi, sebuah masker oksigen dengan cepat membiusnya. Setelah beberapa saat, wajah Felipe sudah berubah total. Dia kini tampak persis seperti Lorenzo, lengkap dengan bekas luka kecil di wajah yang membuatnya sangat meyakinkan. Dante tersenyum puas, menepuk bahu Felipe yang masih tertidur."Kau akan duduk di belakang kemudi. Tidak ada yang perlu kau lakukan selain diam di sana dan biarkan kami yang mengurus sisanya."—Atas permintaan Dante, Lorenzo menelpon Matteo dan mengajak bertemu di suatu tempat, untuk membicarakan bisnis besar. Matteo yang sedang kesal karena jebakannya untuk Lorenzo gagal, merasa mendapat angin segar, dia langsung menyetujuinya. Dan segera memberitahu hal itu kepada Vincent.Di sebuah jalan sepi di pinggir kota, mobil hitam mewah yang dikendalikan oleh Nexus dari jarak jauh melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya, Felipe duduk di belakang kemudi, tangan dan kakinya terikat, wajahnya menunjukkan ketakutan mendalam. Wajahnya, yang kin
Suasana makan malam di rumah Alfonso terasa hangat, meski hujan deras masih mengguyur di luar. Dante duduk di meja makan, menikmati sup ayam lezat yang membuat perutnya hangat."Dari mana asalmu, Alex?” Tanya Alfonso sambil menyeruput supnya. "Aku... dari kota," jawab Dante singkat. Identitas mereka harus di rahasiakan.Mariana tersenyum kecil, menatap Dante dengan rasa ingin tahu. "Kota itu seperti apa? Aku ingin sekali pergi ke kota, tapi kakek tidak pernah memberikan izin,” katanya pelan. Sebelum Dante menjawab, terdengar ketukan di pintu depan. "Siapa yang datang malam-malam begini?" Gerutu Alfonso sambil bangkit dari kursinya. Dengan kewaspadaan seperti biasa, Alfonso membuka pintu, dan seorang wanita tua berdiri di sana. Tubuhnya basah oleh hujan, rambutnya sedikit acak-acakan, tapi wajahnya terlihat ramah. Dia memegang sebuah keranjang kecil yang tertutup kain, dengan senyuman di wajahnya. "Bukankah aku sudah katakan padamu untuk pulang besok pagi?” Kata Alfonso dengan
Di dalam rumah sederhana namun terasa hangat itu, kakek Alfonso duduk di samping Lorenzo, tangannya yang tua dan berkeriput masih cekatan membalut luka Lorenzo menggunakan kain yang dicelupkan ke dalam ramuan herbal berwarna kehijauan. “Tuan, anda mengerti pengobatan?” Tanya Dante matanya tidak lepas dari berbagai ramuan yang di pegang Alfonso. Dia tidak bisa membiarkan orang yang baru mereka kenal memberikan sembarang obat pada Lorenzo.“Aku tahu sedikit.”Dante duduk di dekat perapian, memperhatikan dengan cemas setiap gerakan kakek. "Lukanya dalam," kata Alfonso tanpa menoleh. "Aku sudah melakukan usaha terbaik dengan memberikan ramuan obat yang aku buat sendiri. Sekarang semua tergantung padanya." Dante mengernyit. "Maksud Anda?"Alfonso menghela napas panjang, lalu menatap Dante dengan tatapan mata yang serius. "Kalau dia bisa melewati malam ini, dia akan selamat. Tapi kalau demamnya semakin parah…" Alfonso menggeleng pelan, tidak meneruskan kalimatnya, namun Dante mengerti
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny
“Kalian menjebak kami!” Teriak Dante kepada pimpinan kelompok pembeli.“Omong kosong! Kami bukan orang serendah itu!” Setelah berkata sebutir peluru dari sniper melubangi tengkoraknya membuatnya tersungkur di depan Dante.Peluru mulai berdesing di udara dari segala arah, menghantam dinding dan barang-barang di dalam gudang. Kelompok lain yang ikut dalam transaksi langsung jadi sasaran utama. Mereka tewas di tempat, satu per satu roboh tanpa sempat melawan. “Sepertinya tempat ini sudah terkepung,” ujar Dante. Dante dan Lorenzo langsung berlindung di balik kotak kayu dan karung besar bersama anak buahnya. "Kita harus keluar dari sini secepatnya jika tidak ingin mati konyol," ujar Lorenzo sambil memasang ekspresi serius. "Aku tahu," jawab Dante, mengambil senjata dan mulai membalas tembakan. Dengan bantuan Nexus yang memberi informasi tentang posisi musuh, Dante dan kelompoknya berhasil menciptakan celah untuk kabur. Mereka keluar dari gudang melalui pintu rahasia yang berada di l
Kesuksesan Alessandra dalam memperkenalkan dan memasarkan obat jenis baru tidak hanya membawa kekayaan bagi Serigala Malam, tetapi juga meningkatkan reputasi mereka.Semua tidak lepas dari peran Dante. Dan Alessandra memuji Dante di depan semua anggota.Hal itu membuat semua anggota semakin menghormati Dante, melihatnya sebagai pemimpin kedua setelah Alessandra. Gosip dengan cepat menyebar. Bahkan organisasi lain mulai memandang Dante dengan rasa kagum dan ketertarikan, berpikir betapa bagusnya jika jenius seperti Dante bergabung dengan mereka. Namun, tidak semua orang memuji Dante. Di La Fortezza, ada satu orang yang merasa terganggu oleh semua pencapaian Dante, Alejandro, kakek Alessandra. Alejandro duduk di balkon pribadinya bersama Jose, mengamati Alessandra dan Dante yang tengah bercanda mesra di taman bawah. Wajahnya yang biasanya angkuh kini terlihat semakin masam. Jose, yang berdiri di belakang Alejandro, memberanikan diri untuk bicara. "Tuan Alejandro, Anda sepertinya ter
Alessandra tampak terkejut, alisnya naik sedikit. "Kenapa kau tanyakan itu sekarang? Membuat mood-ku menjadi buruk," katanya kesal, melepaskan tangannya dari leher Dante dan menyilangkannya di dada. "Ketua, aku bertanya karena dia belum kembali sejak pulang dari Nepal," jawab Dante dengan singkat, pandangannya tajam. “Jadi kau juga akhirnya mengakui jika kalian pergi bersama ke luar negeri? Hebat sekali, aku menyuruhmu melakukan tugas, tapi kau malah asik bersenang-senang dengan seorang wanita,” ucap Alessandra, dan kali ini suaranya lebih keras dari biasanya.Dante melirik ke sekeliling dimana para pengawal berbaju hitam rapi berdiri, dengan satu isyarat darinya, mereka semua serentak berbalik dan memasang earphone di kedua telinga mereka.“Kami disana untuk melaksanakan tugas darimu…”“Kenapa harus dia? Aku bisa menemanimu.” Alessandra menghela nafas, lalu berenang mundur dengan elegan, menjaga jarak. "Kau tenang saja, gadis kecilmu masih bernafas. Kau beruntung, jika aku seperti
Breaking News siang itu, semua stasiun televisi nasional menyiarkan konferensi pers penting dari sebuah rumah sakit forensik terkemuka. Ruang konferensi di penuhi oleh wartawan dari berbagai media. Kamera terus bergerak mengambil gambar setiap sudut, dan suara klik kamera mendominasi suasana. Di podium utama, seorang juru bicara pemerintah berdiri dengan dokumen tebal di tangannya, siap memberikan pernyataan resmi yang baru saja mereka terima."Setelah melalui serangkaian tes DNA yang dilakukan secara teliti," kata juru bicara itu dengan suara penuh percaya diri, "tim kami dapat mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tubuh yang ditemukan di mobil yang jatuh ke jurang adalah benar milik Lorenzo Sabatini, pemimpin organisasi kriminal Serigala Malam."Ruang konferensi langsung ramai, para wartawan berebut mengajukan pertanyaan. Nama Lorenzo yang selama ini dianggap sebagai bayangan gelap dalam dunia kejahatan kini kembali menjadi berita utama di seluruh negeri. "Apakah ini akhir dari Serigala Ma
Setelah kembali dari Nepal, Dante dan Sofia tiba di La Fortezza, markas besar organisasi. Begitu turun dari mobil, Sofia langsung disambut oleh beberapa anggota tim elite khusus, yang memintanya untuk menghadap Alessandra di ruang interogasi.Sofia menghela napas, melirik Dante sebelum pergi. "Kita bicara nanti," katanya dengan raut wajah tegang, mencoba tersenyum namun jelas terlihat gugup.Dante menatapnya sejenak, memberi anggukan kecil yang menenangkan. "Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja, Ketua hanya ingin bertanya tentang kegiatanmu di luar selama ini." katanya pelan. Sebelumnya Nexus memberikan informasi tidak ada alat penyadap lain di tubuh Sofia, jadi Dante tidak merasa khawatir.Sofia melangkah pergi, dan Dante berbalik menuju area terlarang, tempat rahasia di La Fortezza yang disiapkan khusus untuk budidaya tanaman. Tempatnya bersebelahan dengan ladang jamur langka. Tidak sembarang orang yang dibolehkan masuk ke area terlarang. Itu sebabnya area terlarang memiliki si
Dante tersenyum kecil, “Berbohong padamu? Mana aku berani… nona intel yang terhormat.”Sofia duduk di pangkuan Dante, mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan curiga. "Lalu… apa yang sebenarnya kau lakukan di sana? Kenapa kau mau mengambil resiko?”Dante tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu seolah-olah itu bukan hal besar. "Aku hanya menjalankan tugas dari Alessandra. Aku tak menyangka tempat itu sudah kacau dan Esteban juga terluka, kami tidak bicara banyak sebelum akhirnya dia tewas.”Sofia tampak tak sepenuhnya yakin, tetapi berusaha menerima jawaban Dante. “Kami mendapat informasi tentang jamur yang digunakan sebagai bahan campuran obat terlarang. Namun semua terbakar habis, tidak ada bukti tersisa.”Dante menggeleng, menatap Sofia dengan tenang. "Sayang sekali."Sofia menghela napas. "Dante, kita bekerja sama," katanya sambil memandang Dante, ekspresi wajahnya mulai melunak. "Aku merasa punya hak untuk tahu segalanya. Kau berhutang padaku untuk apa yang telah kulakukan terakhi