Alessandra langsung berdiri, menatap ke arah Dante yang baru saja turun dari yacht bersama Sofia. Ada sedikit kilatan cemburu di matanya saat dia melihat seorang gadis di samping Dante. Tanpa berpikir panjang, dia berlari ke arah Dante dengan langkah cepat, senyumnya lebar seolah-olah tidak ada orang lain di sekitar mereka.Dante, yang terkejut melihat Alessandra berlari ke arahnya, tidak sempat bereaksi. Dalam sekejap, Alessandra sudah berada di depannya dan memeluknya erat. "Dante!" Serunya dengan penuh antusias. Sebelum Dante sempat mengatakan apapun, Alessandra memeluk tubuhnya lebih erat dan, dengan gerakan cepat, mencium bibirnya dengan lembut.Dante tertegun, matanya melebar, dan untuk sesaat dia hanya berdiri membeku di tempat. Ciuman Alessandra datang begitu tiba-tiba sehingga Dante benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Sofia, yang berdiri di sebelah Dante, menyaksikan semuanya dengan wajah yang berubah dingin. Wajah Sofia terlihat kesal, tetapi dia berusaha menyembunyik
Malam itu, Matteo menghubungi Vincent. Angin malam berhembus dingin, dan langit gelap tanpa bintang menambah kesan tegang di sekitar tempat itu. "Kita kehilangan banyak, Vincent," Matteo memulai, suaranya rendah namun penuh kemarahan yang terpendam. "Jaringan judi online kita disita oleh pemerintah. Uang yang selama ini mengalir masuk, hilang begitu saja dalam sekejap."Vincent mengangguk, ekspresinya tetap tenang meskipun jelas bahwa situasi ini membuatnya marah. "Aku tahu," katanya pelan sambil menatap televisi dari balik asap cerutunya. "Tapi yang lebih penting adalah... siapa yang ada di balik semua ini? Ini bukan hanya tindakan pemerintah biasa. Ada seseorang yang menarik tali di belakang layar."Matteo, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Dan aku punya firasat kuat siapa orangnya."Vincent mengangkat alis, sedikit penasaran. "Siapa?"Matteo berjalan mendekat ke meja, menaruh tangannya di atas permukaan kayu kasar itu dengan keras. "Lorenzo Sabatini." Suaranya terdengar berat da
“Tapi kita harus menyelamatkan bisnis Lorenzo terlebih dahulu.”Malam itu, Dante duduk di dalam mobil sedan mewah dengan kaca gelap, yang diparkir agak jauh dari klub malam milik Lorenzo. Mobil itu berada di sudut jalan, cukup jauh dari pandangan langsung, namun dengan posisi yang sempurna untuk mengamati apa yang akan terjadi. Dante, dalam penyamarannya yang cermat, mengenakan wajah buatan hasil kerja Nexus. Wajah barunya membuatnya tidak dikenali oleh siapapun, bahkan oleh anak buah Lorenzo yang mungkin ada di sekitar."Nexi, beri aku kabar terbaru. Apakah polisi sudah mendekat?" Tanya Dante, matanya memandang lurus ke depan, menunggu pertunjukan yang akan segera dimulai."Ya, Dante," jawab Nexus, suaranya terdengar jelas di dalam pikiran Dante. "Serombongan mobil polisi sedang menuju ke arah klub. Penggerebekan akan segera dimulai. Semua sesuai rencana Matteo dan Vincent."Dante tersenyum samar, meskipun di dalam hati dia tahu bahwa permainan ini masih panjang. "Baik. Saat mereka
Felipe dipaksa duduk di kursi, sebuah masker oksigen dengan cepat membiusnya. Setelah beberapa saat, wajah Felipe sudah berubah total. Dia kini tampak persis seperti Lorenzo, lengkap dengan bekas luka kecil di wajah yang membuatnya sangat meyakinkan. Dante tersenyum puas, menepuk bahu Felipe yang masih tertidur."Kau akan duduk di belakang kemudi. Tidak ada yang perlu kau lakukan selain diam di sana dan biarkan kami yang mengurus sisanya."—Atas permintaan Dante, Lorenzo menelpon Matteo dan mengajak bertemu di suatu tempat, untuk membicarakan bisnis besar. Matteo yang sedang kesal karena jebakannya untuk Lorenzo gagal, merasa mendapat angin segar, dia langsung menyetujuinya. Dan segera memberitahu hal itu kepada Vincent.Di sebuah jalan sepi di pinggir kota, mobil hitam mewah yang dikendalikan oleh Nexus dari jarak jauh melaju dengan kecepatan sedang. Di dalamnya, Felipe duduk di belakang kemudi, tangan dan kakinya terikat, wajahnya menunjukkan ketakutan mendalam. Wajahnya, yang kin
Penggerebekan yang dilakukan Sofia dan timnya malam itu tidak hanya berakhir di tempat penyekapan tersebut. Setelah ditemukan bukti-bukti kuat tentang perdagangan manusia dan eksploitasi wanita muda secara ilegal, pemerintah segera mengeluarkan perintah penyegelan untuk seluruh tempat hiburan terkait. Gedung-gedung yang sebelumnya selalu ramai oleh pengunjung itu kini berdiri kosong, dikelilingi garis polisi dan papan besar bertuliskan “DISEGEL” yang tertempel di pintu-pintunya.Pemerintah, yang menyadari betapa besar jaringan kejahatan ini, bergerak cepat. Tempat hiburan lain milik Vincent dan Matteo mulai digeledah satu per satu. Dalam waktu singkat, satu demi satu klub dan bar yang mereka miliki diserbu dan digeledah oleh aparat, yang menindak tegas tanpa toleransi. Setiap penggeledahan seolah menjadi petir di siang bolong bagi Vincent dan Matteo. Hampir di setiap tempat, polisi berhasil menemukan bukti-bukti pelanggaran mulai dari obat terlarang, hingga aktivitas ilegal lainnya.
Satu regu tim penyelamat turun ke dasar jurang untuk melakukan evakuasi mobil ‘Lorenzo’ yang terjun bebas dan meledak kemudian terbakar habis.Vincent berdiri di atas tebing lokasi kejadian. Lampu sorot dari kamera berita menerangi wajahnya yang terlihat sangat bangga. Beberapa wartawan berdiri di sekitarnya, mikrofon terangkat, siap mengabadikan setiap kata yang keluar dari mulut pejabat yang dihormati di negara X.Dia memasang wajah serius, lalu melirik kamera seolah berbicara langsung kepada seluruh negeri. "Hadirin sekalian," katanya dengan dramatis, "saya berdiri disini, tempat di mana seorang kriminal besar berbahaya yang menjadi buronan negara, Lorenzo Sabatini, akhirnya menemui ajalnya."Vincent berusaha terlihat seperti seorang pahlawan, berdiri di lokasi yang diklaim sebagai tempat akhir seorang penjahat besar."Jadi benar, Lorenzo sudah mati?" Gumam beberapa orang wartawan dengan penasaran dan saling pandang.Vincent mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka tenang,
Setelah seharian mengajarkan Lorenzo cara merubah wajah menggunakan make-up dan kulit buatan, Dante tiba di villa pribadi Alessandra, di bawah langit oranye yang terlihat hangat yang tenang. Villa terletak di tengah taman yang luas dan indah, dengan deretan pohon palem dan bunga-bunga eksotis menghiasi jalan setapak menuju pintu utama. Sejak pertama kali dia melangkah masuk ke gerbang, Dante sudah merasakan keunikan tempat ini, tidak ada penjaga pria. Semua pengawal Alessandra adalah wanita, masing-masing terlihat tangguh dan berwibawa.Dante berjalan melewati lorong menuju villa utama, dia bisa merasakan tatapan para pengawal wanita yang mengamati setiap langkahnya. Beberapa dari mereka berbisik-bisik, terkesan melihat sosok Dante yang selama ini hanya mereka dengar dari cerita. Dante tersenyum tipis, berjalan lurus tanpa terganggu oleh tatapan mereka. Begitu mendekati pintu utama, seorang pengawal berpenampilan rapi membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan masuk."Nona Alessan
“Justru kita harus melakukannya malam ini, dan besok saat kau mengucapkan sumpah setia padaku, itu sebagai pengikat untukmu agar kau selamanya setia hanya padaku.”Dante terdiam, tidak ada alasan untuk melarikan diri, jadi dia hanya pasrah saat Alessandra mulai melumat bibirnya dengan rakus sambil melucuti bajunya satu per satu.Di tengah pemanasan yang semakin liar, Dante berusaha memegang kendali, namun Alessandra menempatkan kembali tubuh Dante di bawahnya.“Tidak sayang, aku adalah calon ketua, jadi aku harus menjadi orang yang memegang kendali. Dan tugasmu hanya patuh.”“Itu besok. Hari ini kau belum menjadi ketua. Jadilah gadis baik, atau lupakan saja, anggap tidak terjadi apapun malam ini.”Alessandra tertawa manja, “Dante kau sangat menggemaskan. Baik, aku akan menjadi gadis baik,” Alessandra membaringkan tubuhnya, “Lakukan apapun yang kau suka, aku tidak akan melawan.”Malam itu, Dante merasa menjadi seorang pria sejati yang memegang kendali penuh pada wanitanya. Dante dan A
Air sungai membawa mereka menjauh dari musuh, tapi arus yang kuat membuat Lorenzo kesulitan menjaga kesadarannya. Luka di pinggangnya membuat tubuhnya semakin lemah, namun ia tetap berusaha berenang, menjaga agar Dante tetap di dekatnya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Dante dengan suara keras, mencoba melawan suara arus. "Jangan pikirkan aku," sahut Lorenzo sambil mengatur napas. "Kita harus keluar dari sini sebelum arus membawa kita terlalu jauh."Tiba-tiba saja terdapat pusaran air yang cukup kuat menyeret tubuh Lorenzo, dan tanpa ampun kepalanya membentur batu hingga tidak sadarkan diri.Dante berusaha sekuat tenaga menahan tubuh Lorenzo agar tidak tertelan pusaran air. Sambil berpegangan pada akar pohon yang menjuntai, dengan sisa tenaga, Dante berenang menuju tepian sungai, mencari tempat yang aman untuk beristirahat. Malam mulai tiba, dan luka di kepala Lorenzo terlihat parah.***Dante memapah Lorenzo, satu tangannya melingkari tubuh Lorenzo yang lemah, sementara tangan lainny
“Kalian menjebak kami!” Teriak Dante kepada pimpinan kelompok pembeli.“Omong kosong! Kami bukan orang serendah itu!” Setelah berkata sebutir peluru dari sniper melubangi tengkoraknya membuatnya tersungkur di depan Dante.Peluru mulai berdesing di udara dari segala arah, menghantam dinding dan barang-barang di dalam gudang. Kelompok lain yang ikut dalam transaksi langsung jadi sasaran utama. Mereka tewas di tempat, satu per satu roboh tanpa sempat melawan. “Sepertinya tempat ini sudah terkepung,” ujar Dante. Dante dan Lorenzo langsung berlindung di balik kotak kayu dan karung besar bersama anak buahnya. "Kita harus keluar dari sini secepatnya jika tidak ingin mati konyol," ujar Lorenzo sambil memasang ekspresi serius. "Aku tahu," jawab Dante, mengambil senjata dan mulai membalas tembakan. Dengan bantuan Nexus yang memberi informasi tentang posisi musuh, Dante dan kelompoknya berhasil menciptakan celah untuk kabur. Mereka keluar dari gudang melalui pintu rahasia yang berada di l
Kesuksesan Alessandra dalam memperkenalkan dan memasarkan obat jenis baru tidak hanya membawa kekayaan bagi Serigala Malam, tetapi juga meningkatkan reputasi mereka.Semua tidak lepas dari peran Dante. Dan Alessandra memuji Dante di depan semua anggota.Hal itu membuat semua anggota semakin menghormati Dante, melihatnya sebagai pemimpin kedua setelah Alessandra. Gosip dengan cepat menyebar. Bahkan organisasi lain mulai memandang Dante dengan rasa kagum dan ketertarikan, berpikir betapa bagusnya jika jenius seperti Dante bergabung dengan mereka. Namun, tidak semua orang memuji Dante. Di La Fortezza, ada satu orang yang merasa terganggu oleh semua pencapaian Dante, Alejandro, kakek Alessandra. Alejandro duduk di balkon pribadinya bersama Jose, mengamati Alessandra dan Dante yang tengah bercanda mesra di taman bawah. Wajahnya yang biasanya angkuh kini terlihat semakin masam. Jose, yang berdiri di belakang Alejandro, memberanikan diri untuk bicara. "Tuan Alejandro, Anda sepertinya ter
Alessandra tampak terkejut, alisnya naik sedikit. "Kenapa kau tanyakan itu sekarang? Membuat mood-ku menjadi buruk," katanya kesal, melepaskan tangannya dari leher Dante dan menyilangkannya di dada. "Ketua, aku bertanya karena dia belum kembali sejak pulang dari Nepal," jawab Dante dengan singkat, pandangannya tajam. “Jadi kau juga akhirnya mengakui jika kalian pergi bersama ke luar negeri? Hebat sekali, aku menyuruhmu melakukan tugas, tapi kau malah asik bersenang-senang dengan seorang wanita,” ucap Alessandra, dan kali ini suaranya lebih keras dari biasanya.Dante melirik ke sekeliling dimana para pengawal berbaju hitam rapi berdiri, dengan satu isyarat darinya, mereka semua serentak berbalik dan memasang earphone di kedua telinga mereka.“Kami disana untuk melaksanakan tugas darimu…”“Kenapa harus dia? Aku bisa menemanimu.” Alessandra menghela nafas, lalu berenang mundur dengan elegan, menjaga jarak. "Kau tenang saja, gadis kecilmu masih bernafas. Kau beruntung, jika aku seperti
Breaking News siang itu, semua stasiun televisi nasional menyiarkan konferensi pers penting dari sebuah rumah sakit forensik terkemuka. Ruang konferensi di penuhi oleh wartawan dari berbagai media. Kamera terus bergerak mengambil gambar setiap sudut, dan suara klik kamera mendominasi suasana. Di podium utama, seorang juru bicara pemerintah berdiri dengan dokumen tebal di tangannya, siap memberikan pernyataan resmi yang baru saja mereka terima."Setelah melalui serangkaian tes DNA yang dilakukan secara teliti," kata juru bicara itu dengan suara penuh percaya diri, "tim kami dapat mengonfirmasi bahwa sisa-sisa tubuh yang ditemukan di mobil yang jatuh ke jurang adalah benar milik Lorenzo Sabatini, pemimpin organisasi kriminal Serigala Malam."Ruang konferensi langsung ramai, para wartawan berebut mengajukan pertanyaan. Nama Lorenzo yang selama ini dianggap sebagai bayangan gelap dalam dunia kejahatan kini kembali menjadi berita utama di seluruh negeri. "Apakah ini akhir dari Serigala Ma
Setelah kembali dari Nepal, Dante dan Sofia tiba di La Fortezza, markas besar organisasi. Begitu turun dari mobil, Sofia langsung disambut oleh beberapa anggota tim elite khusus, yang memintanya untuk menghadap Alessandra di ruang interogasi.Sofia menghela napas, melirik Dante sebelum pergi. "Kita bicara nanti," katanya dengan raut wajah tegang, mencoba tersenyum namun jelas terlihat gugup.Dante menatapnya sejenak, memberi anggukan kecil yang menenangkan. "Jangan khawatir. Kamu akan baik-baik saja, Ketua hanya ingin bertanya tentang kegiatanmu di luar selama ini." katanya pelan. Sebelumnya Nexus memberikan informasi tidak ada alat penyadap lain di tubuh Sofia, jadi Dante tidak merasa khawatir.Sofia melangkah pergi, dan Dante berbalik menuju area terlarang, tempat rahasia di La Fortezza yang disiapkan khusus untuk budidaya tanaman. Tempatnya bersebelahan dengan ladang jamur langka. Tidak sembarang orang yang dibolehkan masuk ke area terlarang. Itu sebabnya area terlarang memiliki si
Dante tersenyum kecil, “Berbohong padamu? Mana aku berani… nona intel yang terhormat.”Sofia duduk di pangkuan Dante, mengangkat alis, menatapnya dengan tatapan curiga. "Lalu… apa yang sebenarnya kau lakukan di sana? Kenapa kau mau mengambil resiko?”Dante tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu seolah-olah itu bukan hal besar. "Aku hanya menjalankan tugas dari Alessandra. Aku tak menyangka tempat itu sudah kacau dan Esteban juga terluka, kami tidak bicara banyak sebelum akhirnya dia tewas.”Sofia tampak tak sepenuhnya yakin, tetapi berusaha menerima jawaban Dante. “Kami mendapat informasi tentang jamur yang digunakan sebagai bahan campuran obat terlarang. Namun semua terbakar habis, tidak ada bukti tersisa.”Dante menggeleng, menatap Sofia dengan tenang. "Sayang sekali."Sofia menghela napas. "Dante, kita bekerja sama," katanya sambil memandang Dante, ekspresi wajahnya mulai melunak. "Aku merasa punya hak untuk tahu segalanya. Kau berhutang padaku untuk apa yang telah kulakukan terakhi
Alessandra memandang serius matanya menunjukkan kekhawatiran. "Dante, apa yang sebenarnya terjadi? Kau bertemu Esteban dimana?"Dante menarik napas panjang, memutar ulang kejadian yang baru saja ia alami. "Aku bertemu Esteban," jawabnya pelan, menatap Alessandra. "Dia terluka parah dan meminta aku membawa koper ini untukmu. Tapi tak lama setelah itu, Matteo dan anak buahnya datang mengejar. Mereka ingin koper ini juga."Alessandra tampak terkejut, ekspresinya berubah menjadi muram. "Matteo... jadi dia menginginkan koper itu juga? Tapi kenapa sampai meledakkan tempat Esteban?"Dante menggeleng pelan, tak sepenuhnya yakin. Namun, di dalam pikirannya, Nexus mulai mengumpulkan informasi, menyaring data yang berhasil ia akses secara diam-diam."Dante," bisik Nexus di dalam benaknya, "ledakan dan pembakaran ini direncanakan oleh Vincent. Dia menginginkan jamur itu lebih dari Matteo. Vincent-lah yang berada di balik semua ini."Dante tersentak mendengar informasi itu, tapi ia berusaha tetap
Dante menatap Alejandro, "Tuan Alejandro, apa yang anda lakukan?”Alejandro terdiam, menatap Jose yang terbaring di tanah dengan lengan penuh darah.Dengan jalan terhuyung yang disengaja, Dante berjalan pergi, meninggalkan Alejandro dalam kebingungan. ***Pagi itu, Alessandra tergesa-gesa memasuki kamar Dante, langsung menarik selimut Dante dengan cepat, membuatnya terbangun dari tidurnya yang lelap. "Dante, bangun! Ini penting!" Serunya sambil menggoyangkan bahu Dante dengan sedikit panik.Dante mengerjap-ngerjapkan mata, masih dalam keadaan setengah sadar. "Ada apa, Alessandra?" Tanyanya dengan suara berat, sambil memeluk bantalnya kembali."Esteban menelepon," jawab Alessandra cepat. "Dia meminta aku mengirim seseorang yang aku percayai untuk bertemu dengannya. Dia tidak bilang apa-apa, tapi suaranya terdengar tergesa-gesa dan khawatir." Tatapannya serius.Dante langsung terbangun. "Baiklah, aku akan pergi sekarang juga," jawabnya sambil segera bangkit dari tempat tidur dan mulai