Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 132. Penyelamatan Galasbumi

Share

132. Penyelamatan Galasbumi

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-03 18:37:42

Jagat sudah berdiri di tembok pembatas antara penjara bawah tanah dan ruang isolasi yang lain. Alunan seruling emas masih mendayu menyapa seluruh indera pendengaran prajurit jaga malam itu.

Jagat bergerak senyap masuk ke ruang bawah tanah, untuk sesaat dia berdiri terpaku di dua jalan bercabang.

Kali ini instingnya berkata lorong kirilah tempat yang dia tuju. Maka, segera kakinya melangkah mengikuti insting.

Dan benar, sosok tua berjenggot tergeletak tiada daya dengan ditemani dua pemuda di luar terali besi.

"Pangeran!" Suara kedua pemuda bersamaan saat sosok Jagat berdiri menjulang.

"Bagaimana kabar Paman Galas?"

Kedua pemuda yang diyakini Jagat sebagai perawat sekaligus murid Galasbumi itu saling pandang laku keduanya berpaling pada sosok tubuh Galasbumi.

"Sebelum Pangeran Abimana dan Gusti Ayi Selir datang kondisi guru segar bugar. Namun, setelah mereka menyingkir seperti inilah, Pangeran!"

Jagat diam, tangannya memberi isyarat agar keduanya menepi untuk sesaat. Setelah mere
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   133. Perdebatan

    Angin malam berhembus sedikit berbeda. Udara yang biasanya dingin menjadi panas. Gayatri terlihat gelisah, wanita itu seakan sedang menunggu seseorang. "Sialan, udara cepat sekali berubah. Apa yang akan terjadi esok hari?"Wanita itu hampir semalaman tidak memejamkan mata hingga terdengar suara derap langkah kaki yang bertahap. Dahi Gayatri berkerut. Wanita itu merasakan adanya peristiwa besar yang terjadi di istana. Dia segera berkemas mempersiapkan diri, selanjutnya wanita itu berjalan tergesa di ruang agung. Didorongnya pintu berukir dengan ketinggian lima meter kasar. "Apa yang terjadi, Suamiku?" tanya Gayatri tanpa menunggu waktu. Albara yang sedang duduk di singgasananya bersama sang ratu terlihat murung. "Apa yang kamu lakukan di sana bersama Abimana masa silam?" tanya Albara dingin. Gayatri menatap penuh tanya pada suaminya dan Arsinta bergantian. Dia tidak mengerti arah pertanyaan suaminya. "Kau harusnya sadar diri, Gayatri, ingat kau hanya selir!" geram Arsinta. Gaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Jagat Kelana   134. Abimana Bersuara

    Di saat semua diam, terdengar langkah kaki tergesa. Dari ambang pintu utama terlihat wajah Abimana yang suram. Pria muda itu seakan dipenuhi dengan rasa penasaran dan curiga. Setelah jaraknya dengan kedua pemimpin, Abimana berhenti dan membungkuk memberi hormat. Kemudian tatapannya beralih pada setiap wajah yang ada di dalam ruang agung. "Maafkan jika aku harus datang. Aku rada ada sesuatu yang aku ungkap di sini," kata Abimana. Albara menatap putranya. Ada semburat ragu dengan perkataan Abimana. Baginya pria muda itu masih belum tahu apa yang sedang diperebutkan. "Coba ungkap apa yang Pangeran lihat selama berada di ruang bawah tanah itu!" pinta Sakuntala. Abimana tersenyum pada bawahannya itu. Perlahan dia mulai menceritakan apa yang telah terjadi saat itu hingga dia beranjak pergi. "Jadi, Galasbumi sempat keluar dari teralis besi itu? Lalu bagaimana bisa dia langsung melebur jadi abu?" tanya Sakuntala. Abimana berpaling menatap pada Gayatri, "Mohon Ibu Selir ungkap semua saa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-06
  • Jagat Kelana   135. Mencoba Menawar

    Gayatri berpaling menatap pada suaminya, lalu bibirnya melengkung sempurna. Senyum yang sama saat pertama kali Albara menyentuh tubuhnya. Dengan senyum itu, Gayatri berharap bahwa lelakinya kembali takluk padanya. Namun, amarah masih tersirat di sorot tajam manik mata Albara. Meskipun begitu tidak menyurutkan langkah Gayatri untuk mendekati raja itu. "Berhenti di sana, Gayatri!" hentak Albara kala langkah selirnya makin bergerak maju menyisakan jarak lima depa. "Katakan saja dari sana!"Gayatri seketika menghentikan langkahnya dan menghela napas panjang, lalu bibirnya mengulum senyum dan mulai bergerak lirih, "Bagaimana jika aku minta wilayah selatan sebagai hadiah atas nyawa Galasbumi, Suamiku!""Bangsat, apa ini tujuanmu, Nyai Dewi!" umpat Abimana lantang. Pria muda itu seketika memuncak emosinya. Dia tidak rela jika wilayah selatan yang diinginkan oleh wanita itu. Wilayah yang begitu memendam kisah manis dan pahitnya perjalanan hidupnya. Abimana mengerang tidak terima dan melak

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Jagat Kelana   136. Galasbumi Sekarat

    Keringat dingin keluar dari pelipis Jagat. Pria itu terlihat begitu serius mengobati sakit yang diderita oleh senopati kerajaan. Galasbumi hanya mengulum senyum menatap pada Jagat. "Sudah jangan diteruskan, Pangeran. Tubuh renta ini harus segera meninggalkan dunia fana," kata Galasbumi dengan sedikit terputus. Napas pria tua itu sesekali muncul di permukaan, di lain waktu menghilang. Apa yang terjadi membuat seluruh orang yang hadir di sana menjadi tegang. "Tapi, ibunda ratu masih inginkan kehidupan ada di tubuh Paman," kilah Jagat. "Jangan pedulikan apa yang dititahkan oleh Nyai Ratu, Pangeran. Sumber dayamu lebih berguna untuk masa depan." Usai berkata tatapan Galasbumi beralih pada sosok cantik dan anggun berdiri menatapnya penuh harap. "Ikhlaskan aku pergi Adikku!" pinta Galasbumi bernada sangat rendah. Sebuah permintaan yang hanya bisa didengar oleh Zavia membuat wanita itu membola matanya dengan bibir cemberut. "Tidak, kamu harus sembuh, Ki!" Galasbumi merai

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • Jagat Kelana   137. Gulungan Lontar

    Suasana Padepokan Galuh Wening mulai terlihat sunyi. Beberapa murid lebih memilih berada di dalam bilik masing-masing sesuai pesan Jagat. Bukan karena mereka malas ataupun takut akan suatu hal melainkan mereka diberi tugas untuk semedi. Hampir seluruh murid berada di biliknya hanya sesekali tampak satu atau dua murid yang berkeliling sekitar padepokan. Angin bertiup seperti tidak biasanya, seakan membawa uap air yang begitu dingin membuat kedua pemuda itu menggigil kedinginan. "Malam ini mungkin akan makin dingin, Sobat," kata pemuda kurus. "Huum, seperti yang dikatakan oleh pendekar berkujang itu." "Hust, jangan panggil seperti itu, dia adalah pangeran yang sengaja dihilangkan."Angin makin bertiup kencang hingga sesekali terdengar tawa cekikikan yang berderai menyapa telinga keduanya. Mereka saling tatap penuh tanya, lalu tiba-tiba sebuah anak panah meluncur deras hingga hampir saja menembus jantung si kurus. "Selamet aku isek iso nyingkir," kata kurus sambil menghela napas leg

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10
  • Jagat Kelana   138. Menyusun Sumber Daya Baru

    "Gunakan apa yang ada pada inti sumber daya Anda, Pangeran Abi!" kata Banyubiru. Abimana seketika ingat bagaimana cara untuk pengaturan napas, dia mulai terfokus dan menata ulang jalan napasnya sesuai runtutan dalam kitab beladiri ala Pandan Alas. Lambat laun jalan napas dan darah mulai tertata hingga fokus Abimana kian terjaga. Meskipun fokusnya terjaga konsentrasi yang mulai goyang. Bayangan tubuh telanjang Gayatri menyapa retinanya. Desah hangat yang lolos dari bibir seksi wanita itu sedikit banyak telah mempengaruhi konsentrasinya hingga perlahan jalan napasnya goyang. "Apapun yang muncul dalam pikiran lebih baik dibuang, Pangeran. Itu adalah aral yang harus Anda taklukkan!" bisik Banyubiru. Abimana kembali menyusun jalan napasnya, dia menutup aura negatif yang memunculkan siluet Gayatri. Dalam pikir dan hatinya, pria itu berusaha memunculkan sosok tiga sahabatnya yang mungkin akan sulit dijumpai lagi. Mengingat hal itu, seketika membuat jiwa Abimana berontak. Hal ini membaw

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-12
  • Jagat Kelana   139. Percobaan

    Ambarawa membawa putranya ke tempat biasa dia adu kenuragan bersama istri. Pandangan Abimana menggelap saat melihat lingkungan sekitar. "Biasakan penglihatanmu, Anakmas!"Abimana mencoba mengikuti semua arahan ayahandanya. Perlahan tapi pasti penglihatannya mulai terbiasa dengan penampakan yang tidak biasa di sekitar. "Bagus, sekarang fokus pada sumber daya yang kamu miliki!" Albara terus memberi arahan pada putranya dalam bertarung yang sesungguhnya. Dia tidak ingin kecolongan saat terjadi perebutan kekuasaan yang mungkin saja akan segera terjadi. "Tahan, jangan sampai kau tergoda!" kata Albara saat sesosok wanita yang mulai membelai punggung Abimana. Saat ini Abimana dibawa oleh Albara di suatu tempat yang banyak terdapat makhluk astral. Berbagai godaan baik secara fisik maupun suara sering terjadi agar fokus putra mahkota terbelah. "Fokus, Abimana!" kata Albara lantang. Lalu dengan gerak cepat Albara menyerang putranya dengan berbagai jurus. Tendangan dan pukulan dilayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Jagat Kelana   140. Akhir Dari Percobaan

    "Ayahanda, bagaimana keadaanmu?" tanya Abimana begitu pedangnya seakan menyentuh daging. Kedua mata Abimana membelalak tajam saat dilihatnya lengan Albara telah tergeletak menggelepar di atas tanah. Melihat hal itu dia maju beberapa langkah untuk melihat lebih dekat. Tangannya maju dan mulai menyentuh meskipun sedikit ragu, dia tetap memberanikan diri. Ujung jari Abimana menekan lengan ayahnya yang terpotong sempurna, lalu kepalanya tengadah menatap wajah Albara yang masih datar dan dingin seolah apa yang terjadi tidak menurunkan sumber daya. "Bagaimana tidak ada rasa dan efeknya, Ayahanda?"Albara mengulum senyum tipis, kemudian dia melirik lengan kirinya yang telah buntung dan darah masih keluar meskipun tidak sederas di awal. Abimana pun mengikuti arah pandang ayahnya, untuk sesaat ada nyeri yang menelusup relung hatinya. Andai itu terjadi padanya mungkin saja darah akan mengucur deras. Namun, apa yang terjadi pada organ tubuh ayahnya sama sekali darah mengucur. Hanya merembes

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-14

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

  • Jagat Kelana   219. S2. Persiapan Galunggung

    Jagat berdiri menatap langit yang masih malu menampakkan sinar mentari. Cuaca hari itu sedikit sendu, seakan membawa angin kesedihan. Roro Wening pun ikut berdiri tetapi dia tidak mengikuti arah pandang suaminya. Wanita nomer satu di Kerajaan Singgalang justru menatap ke arah utara sedangkan suaminya menatap ke arah timur. Dua arah yang berbeda meskipun berjalan pasti tidak akan menemui ujungnya. Keduanya masih diam menatap pada arah tersebut. Angin yang berhembus pun seakan enggan memberi kabar atas cuaca yang tidak bersahabat. "Akankah ada bencana lagi, Suamiku? Ada yang berbeda aroma angin berhembus hari ini," kata Roro Wening. "Sepertinya begitu, Nyai Wening. Semua bisa terjadi yang datang dari berbagai arah." Beberapa saat kemudian, Jagat berbalik melihat sosok istrinya yang sedang hamil lima bulan. Perut Roro Wening sudah terlihat membuncit. Lalu Jagat segera meraih tubuh istrinya dan digendong ala bridal. Dibawanya tubuh sang istri ke dalam sebuah bilik di dekat pendopo.

  • Jagat Kelana   218. S2. Jiwa Yang Sepi

    Jagat terus melangkah tanpa menoleh ke setiap pintu paviliun milik selir-selirnya. Dia terus melangkah hingga sampai di pendopo sunyi tempat biasa dia bermeditasi. Jagat berdiri menatap hamparan tanah hijau dalam gelita malam. Bibirnya tertutup rapat tetapi pikirannya melayang tak tentu arah. Dia mencari alasan mengapa istri gaibnya begitu ingin menjauh kembali setelah sekian lama tak berjumpa dalam dunia nyata. "Mungkin saat ini wanitamu itu sedang ada masalah lagi di Kerajaan gaib miliknya, Pangeran." Suara tua yang sudah lama tidak terdengar di telinga Jagat. "Ki, akhirnya kamu muncul juga setelah lama kita tidak berbincang." "Saya sedang meditasi, Pangeran. Bukankah selama saya pergi semua masih bisa terkendali secara fisik dan rohani?"Jagat menghela napas panjang dan berat. Apalagi sejak kepergian Ki Cadek beberapa waktu lalu setelah kembalinya Ashita, Jagat sering di uji gairah yang sulit terkendali. Dia sadar bahwa selama ini gairahnya seringkali tidak mendapat tempat yan

  • Jagat Kelana   217. S2. Kekosongan Jiwa

    Jagat masih diam menatap wajah istrinya, dia seakan tidak pernah puas bila memandang wajah Akshita. Meskipun ada banyak wanita yang selalu menemani perjalanan hidupnya tetap Akshita yang menjadi penghias mimpinya. "Apakah masih kurang apa yang aku beri padamu selama ini, Aks. Hingga kau harus pergi lagi?"Akshita mengurai pelukan suaminya, lalu dia berjalan menuju ke tengah taman. Dia berdiri di tengah dengan kepala mendongak ke atas melihat pada sinar bulan yang malu. Jagat berjalan mendekat, dia mengikuti arah pandang istrinya. Namun, dia tidak menemukan sesuatu hal yang menarik di atas sana. Kedua tangannya kembali meriah pinggang istrinya dan mendekap erat. "Aku sulit untuk melupakan semua tentangmu meskipun sudah ada beberapa selir yang hangatkan ranjangku, Aks. Pesonamu tidak tergantikan," bisik Jagat diujung telinga Akshita. Wanita itu meletakkan kepalanya pada bahu Jagat dengan pandangan masih ke atas. Bibir tipisnya mengembang dengan mengeluarkan suara yang sangat rendah,

  • Jagat Kelana   216. S2. Menolak

    Akshita masih menatap wajah Jagat dengan lembut, kedua tangannya melingkar di leher kekar itu. Napasnya yang harum telah menyapa kulit leher Jagat. Sentuhan yang lama tidak menyapa kini mulai membangkitkan hasrat terpendam. Semilir angin telah mengganggu jiwa Jagat, dia tidak bisa menolak pesona sang dewi. Akshita masih mengumbar senyum manisnya dengan jari jemari berjalan naik turun di sepanjang leher kekasihnya. Jagat mulai bergolak, jakunnya naik turun dengan cepat membuat senyum Akshita makin memabukkan. "Bukan tidak rela, Kang. Tetapi lebih ingin memiliki seutuhnya semua milikmu termasuk jiwamu."Jagat bergerak merapatkan tubuhnya hingga membuat Akshita terduduk di pinggiran kolam. Selendang merah yang membungkus dadanya berkibar bersentuhan dengan angin hingga menampilkan tulang selangka yang indah. Jagat sudah tidak tahan lagi, maka dia menundukkan kepalanya dan melabuhkan kecupan ringan pada tulang selangka itu. Kecupan yang lembut dan penuh kasih belum mampu membangkitkan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status