“Bu ... aku pingin ngomong,” sahut Gavin kemudian.
Bu Aminah terkejut dan menghentikan mondar mandirnya. Dia menoleh ke arah Gavin. Gavin tampak tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Bu Aminah. Bu Aminah tampak bingung dengan Gavin kali ini. Tidak biasanya dia melihat Gavin bertampang aneh seperti ini. Wajahnya tampak tersenyum bahagia padahal beberapa hari lalu Yeni, istrinya datang ke rumah dan menceritakan tentang rencana perceraian mereka.
Namun, kali ini tidak terlihat sama sekali raut sedih di wajah Gavin. Pria itu tampak ceria dan semringah. Bu Aminah terdiam saat Gavin sudah berdiri tepat di depannya.
“Bu, aku ingin bicara penting dengan ibu,” lanjut Gavin bersuara.
Bu Aminah termenung menatap Gavin, tampak sekali wajah kebingungan di raut tuanya itu.
“Ada apa sebenarnya, Vin?” tanya Bu Aminah kemudian. Gavin diam tersenyum lagi kemudian sudah mengajak Bu Aminah untuk duduk mendekat ke arah Alya. Untung
Sebelum subuh, Gavin sudah pindah kembali ke kamarnya. Ia tidak mau seisi rumah tahu apa yang dia lakukan dengan Alya sepanjang malam. Mereka belum saatnya untuk mengetahui rahasianya ini. Pukul lima pagi saat Alya terjaga dari tidurnya. Ia melihat sudah tidak ada Gavin di sampingnya. Alya hanya mengulum senyum kemudian sudah bangkit sambil membalut tubuhnya dengan selimut. Usai permainan panas mereka semalam Alya memang kelelahan dan tidak tahu saat Gavin pindah kamar.Alya berjalan dan berdiri terpaku di depan cermin. Sekali lagi ia mengulum senyum saat melihat beberapa tanda merah di tubuhnya peninggalan dari Gavin. Sepertinya hari ini dia harus memakai baju turtle neck lagi. Alya tidak mau membuat semua orang heboh dan bertanda tanya. Usai puas mengamati dirinya, Alya sudah beranjak ke kamar mandi. Ia ingin membantu Bu Aminah menyiapkan sarapan pagi kali ini.Saat Alya turun, tidak terlihat Bu Aminah di dapur. Padahal biasanya Bu Aminah paling rajin menyiapkan sara
Gavin dan Bu Aminah sontak terkejut dengan jawaban Alya. Bu Aminah menoleh ke arahnya tampak kedip sementara Gavin sudah saling beradu mata dengan Alya. Dua insan manusia itu seakan sedang sibuk berdebat antara berkata jujur atau menutupi semua dulu. Gavin benar-benar kebingungan dan tak bisa berkata apa pun.Kemudian tiba-tiba Alya tertawa sehingga membuat suasana tegang di ruangan itu kembali mencair.“Kalian tegang banget menanggapinya. Nama pacarku memang Gavin, Bu. Tapi bukan Gavin yang ini,” ujar Alya sambil menjentik hidung bangir kakaknya. Gavin hanya diam, tersenyum lalu menundukkan kepala.“Kok kamu gak pernah cerita? Kamu bertemu di mana? Teman kuliah?” cercah Bu Aminah kemudian.“Hmm ... sebenarnya kami sudah kenal lama. Dia sudah memendam rasa suka kepadaku selama ini hanya saja dia maju mundur untuk mengatakannya. Lalu saat kami bertemu kembali dia memberanikan diri untuk menembakku dan aku terima. Aku juga suda
Sudah hampir satu jam Gavin hanya diam termenung menatap kosong layar laptopnya yang menyala tanpa melakukan apa-apa. Pembicaraan pagi tadi di rumah Bu Aminah benar-benar sudah menginterupsi pikirannya. Dia sama sekali tidak bisa berkonsentrasi kini.Gavin tahu apa yang dilakukannya ini saling berkesinambungan dan semua yang terlibat di dalamnya salah. Gavin tidak mengelak kalau dirinya juga salah karena telah menduakan Yeni dengan menikahi adik angkatnya sendiri. Tetapi semua yang Gavin lakukan itu juga akibat ulah Yeni.“AGHRR ... .” Gavin menghela napas panjang sambil memukul keningnya. Dia benar-benar tidak bisa berpikir saat ini. Otaknya buntu dan tidak bisa menemukan jalan keluar sama sekali.Jujur rasa cintanya kepada Yeni sudah tidak sebanyak dulu apalagi setelah tahu kenyataan Yeni menduakan cintanya. Hanya Alya yang ada di hatinya dan selalu membuat lekungan indah di wajahnya tercipta. Alya memang cinta pertamanya yang terpaksa harus ia pen
Gavin terdiam di sudut kantin rumah sakit ini, Yeni baru saja ia suruh pulang dan Gavin ingin menjaga Putri sendiri. Yeni menurut dan sudah pulang sejak siang tadi, tetapi dia janji nanti malam akan kembali.Gavin masih duduk termenung di sudut kantin tersebut. Tangannya sibuk mengaduk sendok yang berada di capucino-nya. Memang Gavin selalu seperti itu jika diterpa masalah. Hatinya terlalu rapuh dan selalu tidak tegaan kepada orang yang dia sayangi.“Mas ... .” Sebuah sentuhan tiba-tiba mendarat di bahu Gavin. Gavin menoleh dan tersenyum saat melihat seraut manis sedang tersenyum ke arahnya.“Sini, Babe!” ucap Gavin meminta Alya duduk bersebelahan dengannya. Alya menurut dan duduk di sampingnya. Gavin tersenyum kemudian menyambar tangan Alya dan segera menggenggamnya dengan erat sambil dikecupnya berulang. Alya hanya diam melihatnya. Memang itu kebiasaan kakak angkat sekaligus suaminya jika sedang kacau seperti ini.“Putri ha
Pagi sebelum subuh, Yeni sudah bangun. Dia langsung berkutat di dapur memasak aneka macam hidangan. Memang Yeni sengaja memasak banyak karena hendak membawakan sarapan untuk Gavin. Gavin sudah mencabut gugatan cerainya, itu tandanya ia memaafkan Yeni dan memberi Yeni kesempatan sekali lagi. Kali ini Yeni janji tidak akan berbuat kesalahan. Dia tidak mau membuat Gavin terluka lagi.Jam lima pagi semua sudah siap dan Yeni segera berangkat ke rumah sakit. Kali ini dia menggunakan taxi online, mobilnya memang sudah ia kembalikan ke kantor dua hari yang lalu saat mengajukan surat pengunduran diri. Sebenarnya Irwan tidak mau menerimanya, itu adalah hadiah untuknya bukan mobil kantor. Tetapi Yeni sudah membulatkan tekad untuk berubah dan memperbaiki rumah tangganya.Hanya lima belas menit waktu tempuh rumah Gavin dan rumah sakit. Yeni bergegas turun usai menyelesaikan transaksinya. Ia tidak mau Gavin menunggu lama kedatangannya. Yeni berlarian kecil menuju ruangan tempat Putr
“Mas Gavin jahat banget, sih,” gerutu Alya begitu mereka sudah di dalam mobil perjalanan menuju kantor.“Jahat gimana, Babe?” tanya Gavin bingung.“Masak aku mau betulin dasi dilarang, mau ngambilin makan dilarang. Mas Gavin malu punya istri aku?” cerocos Alya dengan wajah cemberut. Gavin tersenyum mendengar omelan Alya.“Sorry, Babe. Aku hanya gak mau Yeni salah paham. Dia belum tahu tentang kita, kalau dia marah-marah dan pengaruhnya gak mau jaga Putri. Aku yang kerepotan, ‘kan?” jelas Gavin kemudian. Alya mendengus kesal sambil melihat ke jalanan di depan yang beranjak ramai.“Lalu kapan Mas Gavin akan memberitahu dia? Mas Gavin jadi cerai, ‘kan?” kembali Alya menanyakan hal yang sangat dihindari Gavin kali ini. Dia tidak menjawab dan pura-pura fokus menatap lalu lintas di depannya. Tetapi sikap Gavin ini malah membuat Alya kesal.Wanita berwajah manis itu tambah memajukan s
“Al, gimana malam penghargaannya? Jadi, gak?” tanya Rendy begitu menyeruak masuk ke dalam ruangan Alya. Alya terdiam sambil melihat Rendy dari sudut matanya.“Ya jadi, Ren. Kapan hari aku sudah memintamu mengurusnya. Aku rasa kamu lebih ahli untuk urusan itu. Kita pakai jasa EO saja biar tidak merepotkan,” ucap Alya kemudian. Rendy tampak manggut-manggut mendengarkan.“Pikirku juga begitu. Hanya aku juga ingin tahu konsep yang kamu inginkan. Kalau menurutku bagaimana kalau kita undang keluarga karyawan juga, biar mereka tahu kinerja keluarganya di sini.”Alya tersenyum sambil menganggukkan kepala, sepertinya dia menyetujui ide Rendy itu.“Sebenarnya aku sudah janjian sama EO jam sebelas, kalau kamu senggang sekalian sama aku ketemuan ama mereka. Jadi kamu bisa mengutarakan idemu,” urai Rendy kemudian. Alya diam sejenak seakan sedang mengingat jadwalnya hari ini kemudian sudah menganggukkan kepala lagi.“Oke, kalau gitu kita berangkat sekarang saja,” tawar Alya. Sontak Rendy tersenyum
“Kok malem banget datangnya, Mas?” tanya Yeni menyapa begitu Gavin masuk ke ruangan rawat inap Putri.Usai makan siang tadi Gavin memang sengaja menghabiskan waktunya berduaan bersama Alya di apartemennya. Dia cemburu gara-gara Alya pergi dengan Rendy tanpa pamit dan Gavin melampiaskan cemburunya dengan meminta jatah ke Alya. Oleh sebab itu Gavin sedikit terlambat kembali ke kantor dan akhirnya terlambat menggantikan Yeni berjaga.“Iya, maaf, Yen. Aku banyak kerjaan tadi. Kamu pasti lelah, ya?” jawab Gavin kemudian. Yeni sebenarnya ingin marah, tetapi dia sudah berusaha sabar dan menekan amarahnya serendah mungkin. Dia ingin memperbaiki hubungannya dengan Gavin oleh sebab itu dia harus sedikit berkorban.“Gak papa kok, Mas. Oh ya, kamu tadi diantar Alya?” lagi Yeni bertanya.“Iya. Alya langsung pulang, dia lelah katanya.”‘Lelah melayani aku sepanjang siang tadi,’ lanjut Gavin dalam hati.Gavin memang sengaja meninggalkan banyak bekas di tubuh Alya dan Alya tidak mungkin ikut datang k
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te