“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya.
Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara.
“Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan.
Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya.
“Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline.
“Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undangan makan malam seperti ini adalah Maya atau David yang merupakan asistenmu,” ucap Aerline.
“Jadi kamu menolak tugas dari atasan?” tanya Joel yang kini mengalihkan pandangannya ke arah Aerline di depannya.
“Um, tidak sih,” jawab Aerline benar-benar terjebak oleh lingkaran ini.
“Kalau begitu, bersiaplah nanti. Pulang dari kantor, kita akan langsung pergi ke undangan makan malam,” ucap Joel.
“Baik, Pak.” Aerline hanya bisa menghela napasnya. “Apa sekarang, aku boleh keluar?”
“Tunggu sebentar, sepertinya kopiku habis. Buatkan lagi,” ucap Joel tersenyum dengan penuh menawan dan Aerline segera memalingkan wajahnya.
‘Apa Joel tidak tahu kalau senyumannya melemahkanku?’ batin Aerline beranjak keluar dari ruangan dengan membawa gelas.
Aerline menyalakan mesin kopi di pantri dan mulai membuat kopi kesukaan Joel di mesin tersebut.
‘Padahal aku ingin menghindarinya, aku tidak ingin pertahanan yang sedang kubangun dengan susah payah ini, runtuh begitu saja. Bagaimana pun, hubungan kami sudah berakhir. Kini dia sudah memiliki tunangan, tidak ada kesempatan lagi untukku,’ batin Aerline yang merasakan sesak di hatinya, menyadari kenyataan yang menyakitkan itu.
Benar, dia selalu ingin berada di samping Joel, tetapi dia sadar posisinya sekarang hanya seorang mantan. Walau kadang dia berharap masih ada kesempatan untuknya, tetapi hal itu terlalu mustahil.
Aerline melihat gelas kopi yang sudah terisi, lalu membawanya dan pergi dari pantri.
“Ini kopinya,” ucap Aerline meletakkan kopi di atas meja Joel.
“Ya, terima kasih.”
Aerline melihat Joel masih sibuk dengan laptopnya, tidak dipungkiri, pesona pria itu sama sekali tidak luntur. Dia masih setampan dulu, garis wajahnya yang tegas, seperti ukiran sempurna yang memukau.
“Kenapa? kamu masih mau di sini?” tanya Joel melihat ke arah Aerline.
“Tidak, aku permisi,” ucapnya keluar dari ruangan itu.
“Wajahmu tegang sekali, apa pak Joel memarahimu?” tanya Maya, saat Aerline sampai di meja kerjanya.
“Um, itu, tidak kok,” jawab Aerline mengambil duduk di mejanya.
“Sudah biasa sih, karyawannya kena tegor atau dimarahi pak Joel,” ucap Maya membuat Aerline terkejut. Dia baru tahu kalau Joel suka memarahi karyawannya.
“Benarkah?” tanya Aerline.
“Iya, dia sering memarahi karyawan kalau hasil pekerjaannya tidak sesuai yang diinginkan pak Joel,” ucap Maya.
“Begitu, ya.” Aerline hanya tersenyum kecil dan mulai fokus pada pekerjaannya, dia sudah tidak ingin mendengar nama Joel lagi.
***
Aerline berjalan mengikut Joel saat mereka sampai di restoran, tempat Joel bertemu dengan kliennya. Seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka pun mengantarkan mereka ke ruang pribadi.
“Selamat datang, Mr. Joel.” Di dalam ruangan itu, sudah ada dua orang pria yang berdiri menyambut kedatangan Joel dan Aerline. “Terima kasih sudah memenuhi undangan saya.”
Joel berjabat tangan dengan mereka berdua. “Wah, siapa wanita cantik ini, apa dia sekretaris baru anda?” tanya pria itu.
“Iya, dia sekretaris saya,” jawab Joel.
“Halo, Nona yang cantik. Perkenalkan nama saya Ian,” ucap Ian mengulurkan tangannya ke arah Aerline.
Aerline pun menyambut uluran tangan pria itu sambil menyebutkan namanya sambil tersenyum. Dia juga berjabatan tangan dengan rekan Ian yang bernama Edmund.
“Namanya cantik, Aerline. Berarti bisa kirim line padamu,” goda Ian dengan kekehannya membuat Aerline tersenyum di sana. Sedangkan Joel sudah merasa kesal melihat Aerline yang digoda oleh dua pria mata keranjang itu.
“Bisa kita mulai membahas kontrak kerjasamanya?” sindir Joel membuat mereka semua diam.
“Oh, benar. Mari, duduk,” ajak Ian.
Mereka semua pun menempati kursi di meja bundar itu. Tidak lama berselang, para pelayan memasuki ruangan dengan membawa makanan pesanan mereka. Dan mulai menatanya di atas meja bundar itu.
Mereka menikmati makanan sambil berbincang ringan mengenai proyek mereka. Ian sangat berterima kasih karena Joel mau bergabung dengan proyek pertamanya itu.
“Ayo, kita bersulang untuk kesuksesan proyek kita,” ujar Ian mengisi gelas kosong mereka berempat dan semuanya mengangkat gelas berisi wine itu ke udara dan meneguknya perlahan.
“Wah, Nona Aerline ternyata bisa minum, ya,” ucap Ian saat melihat Aerline sudah meneguk cukup banyak wine nya.
“Oh, ini rasanya cukup enak,” jawab Aerline tersenyum kecil.
“Kalau begitu jangan sungkan, saya isi lagi gelasnya.” Ian menuangkan wine dari botol ke minuman Aerline. Saat wanita itu akan meneguknya, tangan Joel menahan gelas tersebut membuat Aerline terkejut.
“Kamu tidak boleh minum terlalu banyak. Biar aku yang wakilkan,” ucap Joel yang langsung mengambil gelas milik Aerline dan meneguknya hingga tandas.
“Kalau begitu, saya akan mengisinya lagi,” ujar Ian terus mengisi gelas Joel di sana.
Aerline melihat ketiga pria itu sudah minum sangat banyak, bahkan menambah botol wine untuk mereka minum bersama. Terlihat ketiganya sudah mabuk, begitu juga dengan Joel, walau pria itu terlihat menahan dirinya dengan masih menunjukkan ekspresi tenang dan tidak banyak bicara seperti biasanya.
“Apa akhirnya, mereka semua tumbang begini,” keluh Aerline yang sejak tadi hanya diam meneguk jus miliknya, dan dalam hitungan menit, ketiga pria itu sudah tumbang dengan kepala bersandar ke meja.
Kedua pria tadi sudah dibawa oleh sopirnya, sedangkan Aerline bertugas membawa Joel, karena mereka datang hanya berdua.
“Astaga, berat sekali,” keluh Aerline memapah Joel menuju parkiran mobil. Aerline sudah memegang kunci mobil Joel dan segera membawa pria itu menuju mobilnya.
“Ugh, akhirnya,” gumamnya merenggangkan otot lengan dan lehernya saat Joel sudah di dudukkan di dalam mobil. Aerline pun bergegas naik ke dalam mobil dan pergi meninggalkan area restoran.
"Aku harus mengantarnya ke mana?” gumam Aerline saat dia sudah ada di jalan utama. Aerline sama sekali tidak tahu di mana Joel dan tinggal, dan dia juga tidak mau membawa Joel ke apartemennya.
“Apa aku tinggalkan dia di kantor saja?” gumamnya. “Tapi, kalau dilihat karyawan lain gimana? Aku nggak mau terlibat skandal dengan bos sendiri.” Aerline menghela napasnya sambil menoleh ke arah Joel yang terlelap di jok sampingnya. Pria itu selalu terlihat menawan dan tampan, bahkan dalam keadaan mabuk berat.
“Kendalikan dirimu, Aer,” gumam Aerline memalingkan wajahnya. Dia harus bisa sadar diri dan menghentikan tindakan juga perasaannya. Joel sudah akan menikah dengan wanita lain, dan Aerline tidak mau jadi orang ketiga di antara mereka.
Aerline langsung memindahkan gigi dan menginjak gas mobilnya. Dia akhirnya membawa Joel ke salah satu hotel, dan akan meninggalkan Joel di sana setelah mengantarkan pria itu ke kamarnya.
“Ugh, berat sekali!” Aerline memapah Joel menuju kamar yang dipesannya setelah mendapatkan kunci.
“Akhirnya .... “ Dia merebahkan tubuh Joel di atas ranjang king size. Aerline berdiri menatap Joel yang terlelap di atas ranjang.
Wanita itu melepaskan sepatu yang menempel di kedua kaki Joel beserta kaos kakinya, lalu meletakkannya di dekat pintu. Dia kembali mendekati Joel dan membantu pria itu melepaskan jasnya supaya tidurnya lebih nyaman. Tetapi, tindakannya itu malah menjadi boomerang, Aerline terkejut saat lengannya ditarik oleh Joel dan kini posisi mereka berguling, hingga Aerline berada di bawah kungkungan tubuh pria itu.
Kedua mata pria itu terbuka lebar dan bertemu pandang dengan mata Aerline yang menatapnya dengan tatapan terkejut.
“Pak Joel?”
Ucapan Aerline tertahan saat pria itu semakin mendekatinya dan menyentuh bibirnya yang lembut, menyisirnya dengan lembut. Aerline berusaha mendorong dada bidang pria itu tetapi sangat sulit, bahkan ciumannya mulai merambat ke rahang dan lehernya.
“Tolong hentikan, Pak Joel!” pinta Aerline berusaha keras melepaskan dirinya, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Joel.
Aerline berusaha melawan pertentangan dalam otak dan hatinya, logikanya memintanya menghentikan aktivitas Joel, tetapi, hatinya melemah. Rasa cinta itu masih sangat besar, sampai belaian lembut dan kecupan basah dari pria itu tidak bisa dipungkiri kalau Aerline juga menginginkan pria itu.
“Ugh!” Aerline mengeluarkan lenguhannya saat tangan pria itu mulai menyentuh bagian-bagian sensitifnya. Bahkan kini pakaian bagian atasnya sudah dirobek oleh pria itu dan kecupannya semakin turun ke area sensitifnya.
“Maaf, karena aku lemah,” batin Aerline yang tidak bisa menghentikan dirinya dan juga Joel.
Aerline hanya ingin meluapkan rasa rindu dan perasaannya pada pria itu. Sudah menjadi keinginannya sejak lama, membuat Joel jadi pria pertama baginya. Aerline berpikir karena saat ini Joel sedang mabuk dan tidak dalam keadaan tidak sadar, jadi tidak masalah. Dia berharap, Joel akan melupakannya, dan biarkan malam ini jadi kenangan indah untuk Aerline.
“Ugh, sakit!” keluhnya saat bagian tubuh Joel mulai menerobos dan merobek miliknya hingga terasa begitu menyakitkan, tapi di sisi lain ada sedikit kelegaan di hati Aerline, karena Joel yang pertama untuknya.
“Aku hanya ingin menjadikan malam ini, malam yang indah aku bersamanya. Walau hanya aku yang akan mengingatnya,” batin Aerline, terlihat air mata mengalir dari sudut matanya.
***
Aerline membuka matanya perlahan setelah pergelutan panas di atas ranjang semalam bersama Joel. Wanita itu berangsur bangun dari posisinya dan menoleh ke sampingnya, di mana Joel masih terlelap dengan nyenyaknya. Tubuh mereka berdua sama-sama polos dan hanya tertutupi selimut di sana. “Jadi, semalam itu nyata, bukan hanya khayalanku,” batin Aerline. "Harusnya aku senang, tapi kenapa hatiku malah terasa begitu sakit?” Aerline bangkit menuruni ranjang, dengan gerakan perlahan dan menahan rasa ngilu di bagian pangkal pahanya. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi. Karena kemejanya dirobek oleh Joel, akhirnya Aerline memakai jubah handuk yang ada di sana, dan dia tutupi dengan celana panjang miliknya juga jas kerjanya. Dia memunguti pakaian yang sudah koyak dan memasukannya ke dalam tong sampah di kamar mandi. dia mengambil pakaian milik Joel dan meletakkannya di atas sofa. Sebelum keluar dari kamar itu, Aerline
“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya. “Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran. “Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya. Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua. “Pak-?” “Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli. “Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline. “Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.” Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa men
“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal. “Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline. Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya. “Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul. “Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan. Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan. “Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline. “Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut. “Aku tidak tau kalau kamu bisa mas
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Apa kamu pernah makan di sini sebelumnya?” tanya Leon. Saat ini, Leon dan Aerline berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. “Belum, sih. Karena aku belum sebulan bekerja di sini. Jadi belum mencoba kuliner di sekitaran sini. Aku hanya pernah mencoba makan di restoran yang ada di seberang kantor.”Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan memberikan dua buku menu ke arah mereka berdua. “Menu makanan di sini semuanya enak. Kamu pasti akan suka,” ucap Leon. Aerline hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sedang tidak bersemangat setelah melihat Joel bersama wanita lain tadi. Aerline mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Dia membuka buku menu sambil dalam hati berharap menemukan sesuatu yang bisa menghibur hatinya. “Hmm, ada banyak pilihan di sini ya,” ucapnya, berpura-pura memperhatikan menu dengan serius. Leon tersenyum dan melihat ke arah Aerline. “Kalau kamu suka makanan pedas, aku rekomendasikan spaghetti aglio e olio di sini. Rasanya benar-benar
“Bahkan sampai jam segini pun, tidak ada pesan darinya,” gumam Aerline yang termenung di atas sofa yang ada di apartemennya. Wanita itu menatap ke luar jendela yang memperlihatkan suasana kota dengan gedung pencakar langit dan kerlap kerlip lampu di luar jendela apartemen yang indah. Tetapi, keindahan itu sama sekali tidak bisa menghibur hati Aerline yang terus overthinking. Aerline meneguk minuman soda kaleng yang mengandung kadar alkohol sedang. Pikirannya terus tertuju pada Joel, entah pergi ke mana pria itu Tanpa memberi kabar dan memberi pesan pada Aerline. Sebenarnya dia dan wanita itu pergi ke mana, sampai Joel tidak bisa memberikan kabar pada Aerline? Itulah yang terus pemikiran - pemikiran yang terus mengusik pikiran Aerline. Dia mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang terus menerus mengganggu pikirannya. Dia bangkit dari sofa, menyusuri apartemen yang di dekorasi minimalis, sebelum akhirnya menepuk-nepuk bukunya yang tergeletak di meja. Membaca adalah cara ter
“Uh, sial! Kenapa aku harus minum banyak sekali semalam. Pagi ini, kepalaku rasanya berputar tidak karuan,” keluh Aerline berjalan pelan memasuki lobi kantor.“Hei, Lin.” Sapaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara. “Oh, Leon. Kamu baru datang?” tanya Aerline. “Ya. Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa kamu sakit?” tanya Leon hendak menyentuh kening Aerline, tetapi dengan cepat wanita itu menghindar. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline. “Sebenarnya karena semalam aku minum terlalu banyak.” Aerline hanya menunjukkan cengirannya. “Kenapa kamu mabuk saat hari kerja. Pasti akan terasa menyiksa, apalagi kamu harus bangun pagi dan pergi ke kantor,” ucap Leon. “Entahlah. Semalam aku hanya sedang ingin minum” jawabnya tersenyum kecil. Leon menggelengkan kepalanya, merasa prihatin sekaligus geli dengan sikap Aerline. “Kamu harus lebih bijak, Aerline. Mungkin sebaiknya kamu mencari cara lain untuk bersenang-senang yang tidak melibatkan alkohol,” sarannya.Aerline mengangkat bahu,
Aerline mengikuti Joel bersama Maya memasuki ruang meeting. Di dalam ruangan, semua orang sudah berkumpul, manager divisi hingga branch manager sudah ada di sana. Joel yang merupakan Direktur utama pun menduduki kursi kebesarannya, kemudian Aerline dan Maya yang merupakan sekretaris Joel, memilih duduk di samping Joel. Setelah semua peserta rapat hadir, BM membuka pertemuan dengan senyuman. "Selamat datang semuanya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini. Hari ini kita akan membahas beberapa agenda penting terkait laporan per tiga bulan atau triwulan."Maya, yang selalu sigap, menyiapkan catatan dan alat presentasi. Aerline memandang sekeliling ruangan, menyadari bahwa setiap orang tampak antusias tetapi juga sedikit tegang. Dia tahu betapa pentingnya pertemuan ini untuk melihat perkembangan setiap divisi."Pertama-tama, mari kita tinjau hasil dari laporan sebelumnya," lanjut BM. "Saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing divisi mengenai pencapaian dan tan
“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Saya, batalkan pembeliannya,” ujar Gisella yang bergegas pergi dari sana meninggalkan Kyle. Pelayan di sana dibuat terkejut dan hanya bisa melihat kepergian Gisella. “Nona Gisella, tunggu! Apa anda sangat handal menghindar? Bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di malam itu,” ujar Kyle masih mengejar Gisella. “Apa yang harus aku pertanggungjawabankan? Itu terjadi, karena kita sama-sama mabuk,” ujar Gisella masih terus berjalan cepat, berharap Kyle pergi. Kyle menghentikan langkahnya dan menatap punggung Gisella dengan tatapan tajam. “Kamu pikir itu alasan yang cukup? Mengabaikan semuanya hanya karena kita mabuk?”Gisella menghentikan langkahnya, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Kyle. “Lalu apa yang kamu mau dariku, Tuan Kyle? Penyesalan? Permintaan maaf? Atau... tanggung jawab seperti yang kamu katakan?” tanya Gisella dengan kesal. Kyle mendekat, nadanya berubah lebih lembut. “Aku hanya ingin kita bicara, Nona. Bukan seperti ini, terus menghindar
“Hei, Lin. Ada apa denganmu? kedua matamu sembab, apa kamu habis menangis?” tanya Agnes. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline di sana. “Aku hanya merasa sedih saja.” “Apa kamu ada masalah? katakanlah, jangan memendamnya sendiri,” ucap Agnes. “Bukan hal besar. Hanya merasa kecewa karena orang yang sangat kupercaya membohongiku,” ucap Aerline.Agnes menatap Aerline dengan penuh perhatian. Ia bisa melihat dengan jelas bahwa ada sesuatu yang mengganggu temannya. Meski Aerline mencoba tersenyum, matanya yang sembab dan wajah yang tampak lelah mengkhianati perasaan yang sebenarnya."Lin, kamu tahu kan aku selalu ada buat kamu? Kalau kamu mau cerita, aku siap mendengarkan," ujar Agnes lembut, mencoba membuat Aerline merasa nyaman.Aerline menghela napas panjang, pandangannya menerawang ke arah jendela. "Bukan hal besar, Agnes. Aku hanya... kecewa," ucapnya dengan nada datar, meskipun rasa sakit di hatinya terdengar jelas dalam suaranya.Agnes mengerutkan alis. "K
Aerline membuka laptopnya, jemarinya dengan cekatan mengetikkan beberapa dokumen yang perlu disiapkan untuk meeting Joel bersama Manager. Tatapannya fokus, sesekali dia memeriksa ulang setiap detail untuk memastikan semuanya sempurna. Setelah selesai, dia menekan tombol *print* dan mendengar suara lembut printer yang mulai bekerja.Tumpukan kertas hasil cetakan segera ia ambil, lalu ia beranjak dari kursinya. Langkah Aerline terarah menuju ruang fotokopi, sebuah ruangan kecil yang terletak di sisi kosong dekat gudang kantor. Suasana di sana terasa sepi, hanya terdengar bunyi halus pendingin ruangan dan deru mesin penghancur kertas yang baru saja digunakan oleh seseorang.Aerline menyalakan mesin fotokopi dan mulai menggandakan dokumen-dokumen yang tadi diprint. Sambil menunggu, pikirannya sedikit melayang ke kejadian saat Joel bersama Gisella yang tampak serasi. Hal itu, seakan membuat Aerline sadar, kalau Joel lebih cocok dengannya dibanding dengan Aerline. “Apa kamu akan terus men
“Kamu yakin akan masuk kerja?” tanya Freyya saat Aerline sudah bersiap dengan setelan kerjanya. Dia memakai pakaian milik Freyya yang memang seukuran dengannya.“Ya, aku akan masuk kerja. Gimana pun, aku tidak bisa terus menerus menghindar. Aku harus menghadapinya,” ujar Aerline. “Baiklah, kalau memang sudah merasa lebih baik,” ujar Freyya. “Ya, seharian kemarin aku sudah menenangkan diri. Dan kurasa, aku akan bisa dan sanggup menghadapinya sekarang,” ujar Aerline. “Apa rencanamu selanjutnya? Apa kamu akan kembali tinggal bersamanya?” tanya Freyya. “Tidak. Aku sudah pernah memutuskan kalau aku hanya tinggal di sana selama tiga hari. Lalu pindah ke sini,” ucap Aerline. “Ya, lebih baik begitu. Setidaknya, menjaga jaraklah, supaya Joel bisa lebih melihatmu,” ujar Freyya membuat Aerline terdiam. “Sarapan dulu sebelum berangkat. Aku sudah membuatkan roti panggang isi,” ujar Freyya. Mereka pun berjalan menuju mini bar dan duduk berhadapan. Aerline melihat piring berisi roti panggang
Tok! tok! tok!“Ya, sebentar,” jawab Freyya berjalan membuka pintu apartemennya. Dia cukup terkejut melihat siapa yang berdiri di depan pintu.“Lin?” panggil Freyya.Aerline berjalan mendekati Freyya dan memeluk sahabatnya dengan perasaan sakit bukan main. Walau dia sadar, hal ini pasti terjadi, tetapi entah kenapa rasanya jauh lebih sakit dari yang dibayangkan.Freyya yang mengetahui apa yang terjadi, hanya diam dan mengelus punggung Aerline dengan lembut di sana.“Kita masuk, ya,” ucap Fretta membuat Aerline menganggukkan kepalanya.Freyya menutup pintu perlahan setelah Aerline masuk ke apartemennya. Ruangan itu hangat, namun suasana yang dibawa Aerline terasa berat, seolah setiap langkahnya meninggalkan jejak kesedihan. Freyya memandu Aerline menuju sofa di ruang tengah. “Duduklah dulu,” ujar Freyya lembut, sambil menuangkan segelas air untuk Aerline. Dia meletakkannya di meja dan duduk di sebelah sahabatnya.Aerline menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi matanya
“Mereka benar-benar pasangan yang serasi, ya,” ucap Agnes menatap ke arah Joel dan Gisella yang sedang menyapa tuan rumah di sana. Aeline beggerak menjauh dari kerumunan sambil mengambil satu gelas sampanye. Dia memilih di sudut ruangan yang cukup sepi. “Dia datang ke sini dengan tunangannya. Bahkan memakai dasi senada, padahal tadi Aerline menyarankan warna dasi lain pada Joel. Kalau dia memang akan datang bersama tunangannya, lalu kenapa harus berbohong padaku?” batin Aerline. Ini adalah balasan yang harus diterima Aerline. Cepat atau lambat, dia akan mengalami hal ini dan menyadari posisinya. Bagaimana pun, Aerline hanya wanita simpanan Joel yang tidak akan pernah terlihat sampai kapanpun juga. Aerline meneguk sampanye dalam diam, merasakan cairan itu mengalir melewati tenggorokannya seperti pengingat pahit akan kenyataan. Pandangannya tak bisa lepas dari Joel dan Gisella, yang tampak sempurna dalam balutan pakaian senada. Joel sedang berbincang dengan para tamu, sementara Gisel