“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya.
Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara.
“Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan.
Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya.
“Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline.
“Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undangan makan malam seperti ini adalah Maya atau David yang merupakan asistenmu,” ucap Aerline.
“Jadi kamu menolak tugas dari atasan?” tanya Joel yang kini mengalihkan pandangannya ke arah Aerline di depannya.
“Um, tidak sih,” jawab Aerline benar-benar terjebak oleh lingkaran ini.
“Kalau begitu, bersiaplah nanti. Pulang dari kantor, kita akan langsung pergi ke undangan makan malam,” ucap Joel.
“Baik, Pak.” Aerline hanya bisa menghela napasnya. “Apa sekarang, aku boleh keluar?”
“Tunggu sebentar, sepertinya kopiku habis. Buatkan lagi,” ucap Joel tersenyum dengan penuh menawan dan Aerline segera memalingkan wajahnya.
‘Apa Joel tidak tahu kalau senyumannya melemahkanku?’ batin Aerline beranjak keluar dari ruangan dengan membawa gelas.
Aerline menyalakan mesin kopi di pantri dan mulai membuat kopi kesukaan Joel di mesin tersebut.
‘Padahal aku ingin menghindarinya, aku tidak ingin pertahanan yang sedang kubangun dengan susah payah ini, runtuh begitu saja. Bagaimana pun, hubungan kami sudah berakhir. Kini dia sudah memiliki tunangan, tidak ada kesempatan lagi untukku,’ batin Aerline yang merasakan sesak di hatinya, menyadari kenyataan yang menyakitkan itu.
Benar, dia selalu ingin berada di samping Joel, tetapi dia sadar posisinya sekarang hanya seorang mantan. Walau kadang dia berharap masih ada kesempatan untuknya, tetapi hal itu terlalu mustahil.
Aerline melihat gelas kopi yang sudah terisi, lalu membawanya dan pergi dari pantri.
“Ini kopinya,” ucap Aerline meletakkan kopi di atas meja Joel.
“Ya, terima kasih.”
Aerline melihat Joel masih sibuk dengan laptopnya, tidak dipungkiri, pesona pria itu sama sekali tidak luntur. Dia masih setampan dulu, garis wajahnya yang tegas, seperti ukiran sempurna yang memukau.
“Kenapa? kamu masih mau di sini?” tanya Joel melihat ke arah Aerline.
“Tidak, aku permisi,” ucapnya keluar dari ruangan itu.
“Wajahmu tegang sekali, apa pak Joel memarahimu?” tanya Maya, saat Aerline sampai di meja kerjanya.
“Um, itu, tidak kok,” jawab Aerline mengambil duduk di mejanya.
“Sudah biasa sih, karyawannya kena tegor atau dimarahi pak Joel,” ucap Maya membuat Aerline terkejut. Dia baru tahu kalau Joel suka memarahi karyawannya.
“Benarkah?” tanya Aerline.
“Iya, dia sering memarahi karyawan kalau hasil pekerjaannya tidak sesuai yang diinginkan pak Joel,” ucap Maya.
“Begitu, ya.” Aerline hanya tersenyum kecil dan mulai fokus pada pekerjaannya, dia sudah tidak ingin mendengar nama Joel lagi.
***
Aerline berjalan mengikut Joel saat mereka sampai di restoran, tempat Joel bertemu dengan kliennya. Seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka pun mengantarkan mereka ke ruang pribadi.
“Selamat datang, Mr. Joel.” Di dalam ruangan itu, sudah ada dua orang pria yang berdiri menyambut kedatangan Joel dan Aerline. “Terima kasih sudah memenuhi undangan saya.”
Joel berjabat tangan dengan mereka berdua. “Wah, siapa wanita cantik ini, apa dia sekretaris baru anda?” tanya pria itu.
“Iya, dia sekretaris saya,” jawab Joel.
“Halo, Nona yang cantik. Perkenalkan nama saya Ian,” ucap Ian mengulurkan tangannya ke arah Aerline.
Aerline pun menyambut uluran tangan pria itu sambil menyebutkan namanya sambil tersenyum. Dia juga berjabatan tangan dengan rekan Ian yang bernama Edmund.
“Namanya cantik, Aerline. Berarti bisa kirim line padamu,” goda Ian dengan kekehannya membuat Aerline tersenyum di sana. Sedangkan Joel sudah merasa kesal melihat Aerline yang digoda oleh dua pria mata keranjang itu.
“Bisa kita mulai membahas kontrak kerjasamanya?” sindir Joel membuat mereka semua diam.
“Oh, benar. Mari, duduk,” ajak Ian.
Mereka semua pun menempati kursi di meja bundar itu. Tidak lama berselang, para pelayan memasuki ruangan dengan membawa makanan pesanan mereka. Dan mulai menatanya di atas meja bundar itu.
Mereka menikmati makanan sambil berbincang ringan mengenai proyek mereka. Ian sangat berterima kasih karena Joel mau bergabung dengan proyek pertamanya itu.
“Ayo, kita bersulang untuk kesuksesan proyek kita,” ujar Ian mengisi gelas kosong mereka berempat dan semuanya mengangkat gelas berisi wine itu ke udara dan meneguknya perlahan.
“Wah, Nona Aerline ternyata bisa minum, ya,” ucap Ian saat melihat Aerline sudah meneguk cukup banyak wine nya.
“Oh, ini rasanya cukup enak,” jawab Aerline tersenyum kecil.
“Kalau begitu jangan sungkan, saya isi lagi gelasnya.” Ian menuangkan wine dari botol ke minuman Aerline. Saat wanita itu akan meneguknya, tangan Joel menahan gelas tersebut membuat Aerline terkejut.
“Kamu tidak boleh minum terlalu banyak. Biar aku yang wakilkan,” ucap Joel yang langsung mengambil gelas milik Aerline dan meneguknya hingga tandas.
“Kalau begitu, saya akan mengisinya lagi,” ujar Ian terus mengisi gelas Joel di sana.
Aerline melihat ketiga pria itu sudah minum sangat banyak, bahkan menambah botol wine untuk mereka minum bersama. Terlihat ketiganya sudah mabuk, begitu juga dengan Joel, walau pria itu terlihat menahan dirinya dengan masih menunjukkan ekspresi tenang dan tidak banyak bicara seperti biasanya.
“Apa akhirnya, mereka semua tumbang begini,” keluh Aerline yang sejak tadi hanya diam meneguk jus miliknya, dan dalam hitungan menit, ketiga pria itu sudah tumbang dengan kepala bersandar ke meja.
Kedua pria tadi sudah dibawa oleh sopirnya, sedangkan Aerline bertugas membawa Joel, karena mereka datang hanya berdua.
“Astaga, berat sekali,” keluh Aerline memapah Joel menuju parkiran mobil. Aerline sudah memegang kunci mobil Joel dan segera membawa pria itu menuju mobilnya.
“Ugh, akhirnya,” gumamnya merenggangkan otot lengan dan lehernya saat Joel sudah di dudukkan di dalam mobil. Aerline pun bergegas naik ke dalam mobil dan pergi meninggalkan area restoran.
"Aku harus mengantarnya ke mana?” gumam Aerline saat dia sudah ada di jalan utama. Aerline sama sekali tidak tahu di mana Joel dan tinggal, dan dia juga tidak mau membawa Joel ke apartemennya.
“Apa aku tinggalkan dia di kantor saja?” gumamnya. “Tapi, kalau dilihat karyawan lain gimana? Aku nggak mau terlibat skandal dengan bos sendiri.” Aerline menghela napasnya sambil menoleh ke arah Joel yang terlelap di jok sampingnya. Pria itu selalu terlihat menawan dan tampan, bahkan dalam keadaan mabuk berat.
“Kendalikan dirimu, Aer,” gumam Aerline memalingkan wajahnya. Dia harus bisa sadar diri dan menghentikan tindakan juga perasaannya. Joel sudah akan menikah dengan wanita lain, dan Aerline tidak mau jadi orang ketiga di antara mereka.
Aerline langsung memindahkan gigi dan menginjak gas mobilnya. Dia akhirnya membawa Joel ke salah satu hotel, dan akan meninggalkan Joel di sana setelah mengantarkan pria itu ke kamarnya.
“Ugh, berat sekali!” Aerline memapah Joel menuju kamar yang dipesannya setelah mendapatkan kunci.
“Akhirnya .... “ Dia merebahkan tubuh Joel di atas ranjang king size. Aerline berdiri menatap Joel yang terlelap di atas ranjang.
Wanita itu melepaskan sepatu yang menempel di kedua kaki Joel beserta kaos kakinya, lalu meletakkannya di dekat pintu. Dia kembali mendekati Joel dan membantu pria itu melepaskan jasnya supaya tidurnya lebih nyaman. Tetapi, tindakannya itu malah menjadi boomerang, Aerline terkejut saat lengannya ditarik oleh Joel dan kini posisi mereka berguling, hingga Aerline berada di bawah kungkungan tubuh pria itu.
Kedua mata pria itu terbuka lebar dan bertemu pandang dengan mata Aerline yang menatapnya dengan tatapan terkejut.
“Pak Joel?”
Ucapan Aerline tertahan saat pria itu semakin mendekatinya dan menyentuh bibirnya yang lembut, menyisirnya dengan lembut. Aerline berusaha mendorong dada bidang pria itu tetapi sangat sulit, bahkan ciumannya mulai merambat ke rahang dan lehernya.
“Tolong hentikan, Pak Joel!” pinta Aerline berusaha keras melepaskan dirinya, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Joel.
Aerline berusaha melawan pertentangan dalam otak dan hatinya, logikanya memintanya menghentikan aktivitas Joel, tetapi, hatinya melemah. Rasa cinta itu masih sangat besar, sampai belaian lembut dan kecupan basah dari pria itu tidak bisa dipungkiri kalau Aerline juga menginginkan pria itu.
“Ugh!” Aerline mengeluarkan lenguhannya saat tangan pria itu mulai menyentuh bagian-bagian sensitifnya. Bahkan kini pakaian bagian atasnya sudah dirobek oleh pria itu dan kecupannya semakin turun ke area sensitifnya.
“Maaf, karena aku lemah,” batin Aerline yang tidak bisa menghentikan dirinya dan juga Joel.
Aerline hanya ingin meluapkan rasa rindu dan perasaannya pada pria itu. Sudah menjadi keinginannya sejak lama, membuat Joel jadi pria pertama baginya. Aerline berpikir karena saat ini Joel sedang mabuk dan tidak dalam keadaan tidak sadar, jadi tidak masalah. Dia berharap, Joel akan melupakannya, dan biarkan malam ini jadi kenangan indah untuk Aerline.
“Ugh, sakit!” keluhnya saat bagian tubuh Joel mulai menerobos dan merobek miliknya hingga terasa begitu menyakitkan, tapi di sisi lain ada sedikit kelegaan di hati Aerline, karena Joel yang pertama untuknya.
“Aku hanya ingin menjadikan malam ini, malam yang indah aku bersamanya. Walau hanya aku yang akan mengingatnya,” batin Aerline, terlihat air mata mengalir dari sudut matanya.
***
Aerline membuka matanya perlahan setelah pergelutan panas di atas ranjang semalam bersama Joel. Wanita itu berangsur bangun dari posisinya dan menoleh ke sampingnya, di mana Joel masih terlelap dengan nyenyaknya. Tubuh mereka berdua sama-sama polos dan hanya tertutupi selimut di sana. “Jadi, semalam itu nyata, bukan hanya khayalanku,” batin Aerline. "Harusnya aku senang, tapi kenapa hatiku malah terasa begitu sakit?” Aerline bangkit menuruni ranjang, dengan gerakan perlahan dan menahan rasa ngilu di bagian pangkal pahanya. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi. Karena kemejanya dirobek oleh Joel, akhirnya Aerline memakai jubah handuk yang ada di sana, dan dia tutupi dengan celana panjang miliknya juga jas kerjanya. Dia memunguti pakaian yang sudah koyak dan memasukannya ke dalam tong sampah di kamar mandi. dia mengambil pakaian milik Joel dan meletakkannya di atas sofa. Sebelum keluar dari kamar itu, Aerline
“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya. “Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran. “Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya. Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua. “Pak-?” “Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli. “Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline. “Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.” Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa men
“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal. “Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline. Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya. “Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul. “Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan. Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan. “Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline. “Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut. “Aku tidak tau kalau kamu bisa mas
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Apa kamu pernah makan di sini sebelumnya?” tanya Leon. Saat ini, Leon dan Aerline berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. “Belum, sih. Karena aku belum sebulan bekerja di sini. Jadi belum mencoba kuliner di sekitaran sini. Aku hanya pernah mencoba makan di restoran yang ada di seberang kantor.”Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan memberikan dua buku menu ke arah mereka berdua. “Menu makanan di sini semuanya enak. Kamu pasti akan suka,” ucap Leon. Aerline hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sedang tidak bersemangat setelah melihat Joel bersama wanita lain tadi. Aerline mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Dia membuka buku menu sambil dalam hati berharap menemukan sesuatu yang bisa menghibur hatinya. “Hmm, ada banyak pilihan di sini ya,” ucapnya, berpura-pura memperhatikan menu dengan serius. Leon tersenyum dan melihat ke arah Aerline. “Kalau kamu suka makanan pedas, aku rekomendasikan spaghetti aglio e olio di sini. Rasanya benar-benar
“Bahkan sampai jam segini pun, tidak ada pesan darinya,” gumam Aerline yang termenung di atas sofa yang ada di apartemennya. Wanita itu menatap ke luar jendela yang memperlihatkan suasana kota dengan gedung pencakar langit dan kerlap kerlip lampu di luar jendela apartemen yang indah. Tetapi, keindahan itu sama sekali tidak bisa menghibur hati Aerline yang terus overthinking. Aerline meneguk minuman soda kaleng yang mengandung kadar alkohol sedang. Pikirannya terus tertuju pada Joel, entah pergi ke mana pria itu Tanpa memberi kabar dan memberi pesan pada Aerline. Sebenarnya dia dan wanita itu pergi ke mana, sampai Joel tidak bisa memberikan kabar pada Aerline? Itulah yang terus pemikiran - pemikiran yang terus mengusik pikiran Aerline. Dia mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang terus menerus mengganggu pikirannya. Dia bangkit dari sofa, menyusuri apartemen yang di dekorasi minimalis, sebelum akhirnya menepuk-nepuk bukunya yang tergeletak di meja. Membaca adalah cara ter
“Uh, sial! Kenapa aku harus minum banyak sekali semalam. Pagi ini, kepalaku rasanya berputar tidak karuan,” keluh Aerline berjalan pelan memasuki lobi kantor.“Hei, Lin.” Sapaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara. “Oh, Leon. Kamu baru datang?” tanya Aerline. “Ya. Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa kamu sakit?” tanya Leon hendak menyentuh kening Aerline, tetapi dengan cepat wanita itu menghindar. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline. “Sebenarnya karena semalam aku minum terlalu banyak.” Aerline hanya menunjukkan cengirannya. “Kenapa kamu mabuk saat hari kerja. Pasti akan terasa menyiksa, apalagi kamu harus bangun pagi dan pergi ke kantor,” ucap Leon. “Entahlah. Semalam aku hanya sedang ingin minum” jawabnya tersenyum kecil. Leon menggelengkan kepalanya, merasa prihatin sekaligus geli dengan sikap Aerline. “Kamu harus lebih bijak, Aerline. Mungkin sebaiknya kamu mencari cara lain untuk bersenang-senang yang tidak melibatkan alkohol,” sarannya.Aerline mengangkat bahu,
Aerline mengikuti Joel bersama Maya memasuki ruang meeting. Di dalam ruangan, semua orang sudah berkumpul, manager divisi hingga branch manager sudah ada di sana. Joel yang merupakan Direktur utama pun menduduki kursi kebesarannya, kemudian Aerline dan Maya yang merupakan sekretaris Joel, memilih duduk di samping Joel. Setelah semua peserta rapat hadir, BM membuka pertemuan dengan senyuman. "Selamat datang semuanya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini. Hari ini kita akan membahas beberapa agenda penting terkait laporan per tiga bulan atau triwulan."Maya, yang selalu sigap, menyiapkan catatan dan alat presentasi. Aerline memandang sekeliling ruangan, menyadari bahwa setiap orang tampak antusias tetapi juga sedikit tegang. Dia tahu betapa pentingnya pertemuan ini untuk melihat perkembangan setiap divisi."Pertama-tama, mari kita tinjau hasil dari laporan sebelumnya," lanjut BM. "Saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing divisi mengenai pencapaian dan tan
“Lin?” Lyman masuk ke dalam ruang rawat Aerline. “Bang?” jawab Aerline melihat ke arah Lyman. Lyman berjalan mendekati Aerline yang duduk terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Kenapa malam itu tidak tunggu Abang sih?” tanya Lyman terlihat begitu khawatir. “Aku baik-baik saja, Bang,” ujar Aerline di sana. “Kamu itu,” ucap Lyman sampai tidak bisa berkata apa-apa. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Abang sangat mencemaskanmu, Lin. Semalaman Abang keliling cari kamu,” ucap Lyman. “Maaf, Bang.” “Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana Abang jelasin ke Kaivan? Kamu berharga untuk keluargamu, Lin. Jangan merasa sendiri, Abang di sini untuk jaga kamu,” ucap Lyman mengusap kepala Aerline dengan lembut.Aerline menunduk, merasa hangat mendengar kata-kata Lyman. Dia tidak menyangka Lyman begitu peduli padanya, bahkan rela mencari dirinya sepanjang malam."Maafkan aku, Bang. Aku nggak bermaksud bikin abang khawat
“Um... “ Aerline perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Dia meringis kecil sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Dia menoleh ke arah punggung tangannya yang dipasang infusan di sana. “Apa aku ada di rumah sakit?” gumamnya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Kamu sudah siuman, Lin?” pertanyaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara dan melihat sosok Leon di sana dan terlihat pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. “Leon?” tanya Aerline. “Aku melihatmu pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, menurut dokter kamu terkena usus buntu dan harus segera di operasi,” jawab Leon. “Operasi?” Aerline mengernyitkan dahinya. “Ponselmu mati, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat persetujuannya. Aku sangat khawatir padamu,” ucap Leon. Aerline tersenyum di sana. “Terima kasih, Leon. Berkatmu, aku bisa selamat,” ujarnya
“Apa semuanya sudah sesuai?” tanya Aerline pada pelayan di restoran yang sudah dia booking jauh-jauh hari untuk acara ulang tahun Joel. Dia ingin memberikan kejutan spesial untuk Joel. “Semua sudah disiapkan dengan sangat baik, Nona. Kami hanya tinggal menunggu kode dari anda,” ucap pelayan itu. “Baiklah, terima kasih.” Aerline tersenyum lebar di sana. “Kalau begitu, saya permisi,” pamit pelayan tersebut. Aerline merapikan gaun cantik yang dikenakannya. Dia sengaja memakai gaun warna violet, karena menurut Joel, dia selalu cantik kalau memakai warna itu. Wanita itu duduk di kursi sambil melihat jam tangannya. “Masih ada 20 menitan lagi sampai Joel datang. Astaga, aku deg-degan sekali. Semoga saja, acaranya berjalan dengan lancar,” gumam Aerline tersenyum lebar. Dia sengaja membooking area rooftop sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Joel. Dia juga sudah menyiapkan beberapa kejutan kecil, di mana mereka akan memotong kue
“Jangan lupa dengan wine yang akan jadi pelengkap makan malam kita,” ucap Joel.“Aku akan mengambilkan wine kualitas terbaik, sebentar.” Tambah pria itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aerline yang masih menikmati makanannya.Joel kembali beberapa saat kemudian dengan sebotol wine berlabel premium di tangannya. “Ini dia, wine terbaik untuk melengkapi makan malam kita,” ucapnya sambil tersenyum.Aerline menatap botol itu dengan kagum. “Kamu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sempurna, Joel. Aku terkesan.”Joel hanya tersenyum kecil sambil membuka botol wine tersebut dengan anggun. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu menyerahkan salah satunya kepada Aerline. “Untuk malam yang tidak akan pernah kita lupakan.”Aerline menerima gelas itu sambil menatap Joel dengan lembut. “Untuk malam ini, dan untuk kita,” ujarnya sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang.Mereka berdua menyeruput wine itu dengan perlahan, menikmati rasa anggur yang lembut dan kaya. Angin pantai yang sepoi-s
“Wah, apakah ini vila yang kamu maksud?” tanya Aerline saat dia menuruni mobil dan melihat suasana vila di bibir pantai. “Ya, ini adalah vila pribadi. Aku sengaja membookingnya. Jadi, tidak akan ada orang lain lagi selain kita berdua di sini,” ucap Joel memeluk Aerline dari belakang. Wanita itu tersenyum hangat dan memegang tangan Joel yang melingkar di perutnya."Tempat ini indah sekali, Joel," ucap Aerline, memandang hamparan pantai dengan pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari. Suara ombak yang tenang dan angin laut yang sejuk memberikan suasana damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Joel menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di bahu Aerline. "Aku ingin kamu merasa tenang dan melupakan semua beban yang ada," ucapnya lembut.Aerline menolehkan wajahnya sedikit, menatap Joel dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Joel. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini lebih dari cukup."Joel melepaskan pelukan itu perlahan, mengambil tangan Aerline dan membawanya ma
“Kamu masih marah padaku?” tanya Joel mendekati Aerline yang masih kerja di meja kerjanya. Hari sudah malam, semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu. Sedangkan Aerline harus lembur karena sempat tidak masuk, membuat pekerjaannya cukup menumpuk. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan menatap Joel di depannya. "Aku tidak marah padamu, Joel,” jawab Aerline. “Aku paham posisimu, dan aku coba mengerti.” “Tapi kamu terus menghindariku seharian ini, apa kamu akan terus bersikap begitu? Padahal aku sangat merindukanmu,” ujar Joel yang duduk dihadapan Aerline sambil memegang tangan wanita itu. “Akhir-akhir ini, hubungan kita semakin renggang dan jauh, aku sangat merindukanmu.” Joel tersenyum di sana.Aerline menarik tangannya perlahan dari genggaman Joel, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia menatap Joel dengan sorot mata yang bercampur antara lelah dan keraguan.“Joel, aku tidak menghindarimu,” ucapnya pelan, suaranya terdengar
“Aerline… “Semua rekan kerjanya kembali menyambut kedatangannya di kantor setelah tidak masuk kerja selama tiga hari. “Kamu baik-baik saja, Lin?” tanya Lita. “Kamu sakit apa sebenarnya? Kami khawatir banget, tau.” Kali ini Agnes yang berbicara. “Sakit asam lambung,” jawab Aerline tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia sakit Gerd. Aerline berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang tampak benar-benar khawatir. “Maaf ya, bikin kalian khawatir. Aku sudah lebih baik sekarang,” katanya sambil menepuk bahu Lita dengan lembut.“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Lin,” ujar Maya dengan nada penuh perhatian.“Iya, jangan terlalu memaksakan diri di kantor,” tambah Agnes, menatap Aerline dengan pandangan serius.Aerline mengangguk kecil. “Aku akan lebih hati-hati. Terima kasih sudah peduli,” jawabnya tulus. Meski mencoba terdengar ringan, hatinya sedikit berat karena tahu mereka tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ia alami belakangan ini.“Ngomong-ngomong, Leon nyariin kamu tadi pagi,”
Gisela sedang duduk di atas kursi roda, Joel mendorong kursi rodanya berjalan-jalan ke taman rumah sakit. “Kenapa sih, masih ngurusin aku? Kamu gak paham, seberapa susuahnya aku menahan diri untuk tidak terbawa perasaan dengan aktingmu itu.” keluh Gisela. Joel masih diam membisu di sana, dia hanya bisa menghela napasnya. “Mata-mata Ayahmu ada di mana-mana,” ucapnya. “Aku ingin kamu tahan sebentar saja, karena situasi ini pun tidak menyenangkan bagiku. Aku ingin memastikan orang-orang yang kucintai aman, maka aku tidak akan mengganggumu lagi,” ujar Joel berkata dengan kejamnya membuat Gisela terdiam, hatinya sakit bukan main mendengar perkataan kasar Joel di sana. Dia tahu, semua ini hanya akting saja, dia juga tahu kalau Joel tidak bersungguh-sungguh padanya. Tapi dengan bodohnya, dia masih tetap berharap dan terbawa perasaan oleh perhatian Joel yang tidak nyata itu. Gisela bodoh, saat berkenalan dengan Joel dan sikapnya yang kadang baik padanya
Dor! “Tidak!” Aerline terperanjat bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah dan keringat sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Dia melihat sekeliling ruangan, ternyata dia tertidur di sofa ruang tengah apartemennya. Cahaya matahari sudah menerobos masuk ke celah jendela apartemennya. “Ternyata hanya mimpi,” gumamnya masih mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.Aerline memegangi dadanya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti dia benar-benar terperangkap dalam kegelapan yang menyesakkan. Dia memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat apa yang baru saja dialaminya dalam tidur.Gambaran teror yang menakutkan, sampai muncul sosok berjubah hitam yang ingin membunuhnya. Mimpi itu membawa rasa sakit yang sulit dijelaskan, seolah-olah itu adalah cerminan dari semua yang mungkin akan terjadi padanya.Aerline menghela napas panjang, lalu bangkit perlahan dari sofa. Dia berjalan ke dapur untuk meng