Share

Bab 3 ~ Menjadikannya yang Pertama

“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya.

          Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara.

          “Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan.

          Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya.

          “Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline.

          “Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undangan makan malam seperti ini adalah Maya atau David yang merupakan asistenmu,” ucap Aerline.

          “Jadi kamu menolak tugas dari atasan?” tanya Joel yang kini mengalihkan pandangannya ke arah Aerline di depannya.

          “Um, tidak sih,” jawab Aerline benar-benar terjebak oleh lingkaran ini.

          “Kalau begitu, bersiaplah nanti. Pulang dari kantor, kita akan langsung pergi ke undangan makan malam,” ucap Joel.

          “Baik, Pak.” Aerline hanya bisa menghela napasnya. “Apa sekarang, aku boleh keluar?”

          “Tunggu sebentar, sepertinya kopiku habis. Buatkan lagi,” ucap Joel tersenyum dengan penuh menawan dan Aerline segera memalingkan wajahnya.

          ‘Apa Joel tidak tahu kalau senyumannya melemahkanku?’ batin Aerline beranjak keluar dari ruangan dengan membawa gelas.

          Aerline menyalakan mesin kopi di pantri dan mulai membuat kopi kesukaan Joel di mesin tersebut.

          ‘Padahal aku ingin menghindarinya, aku tidak ingin pertahanan yang sedang kubangun dengan susah payah ini, runtuh begitu saja. Bagaimana pun, hubungan kami sudah berakhir. Kini dia sudah memiliki tunangan, tidak ada kesempatan lagi untukku,’ batin Aerline yang merasakan sesak di hatinya, menyadari kenyataan yang menyakitkan itu.

          Benar, dia selalu ingin berada di samping Joel, tetapi dia sadar posisinya sekarang hanya seorang mantan. Walau kadang dia berharap masih ada kesempatan untuknya, tetapi hal itu terlalu mustahil.

          Aerline melihat gelas kopi yang sudah terisi, lalu membawanya dan pergi dari pantri.

          “Ini kopinya,” ucap Aerline meletakkan kopi di atas meja Joel.

          “Ya, terima kasih.”

          Aerline melihat Joel masih sibuk dengan laptopnya, tidak dipungkiri, pesona pria itu sama sekali tidak luntur. Dia masih setampan dulu, garis wajahnya yang tegas, seperti ukiran sempurna yang memukau.

          “Kenapa? kamu masih mau di sini?” tanya Joel melihat ke arah Aerline.

          “Tidak, aku permisi,” ucapnya keluar dari ruangan itu.

          “Wajahmu tegang sekali, apa pak Joel memarahimu?” tanya Maya, saat Aerline sampai di meja kerjanya.

          “Um, itu, tidak kok,” jawab Aerline mengambil duduk di mejanya.

          “Sudah biasa sih, karyawannya kena tegor atau dimarahi pak Joel,” ucap Maya membuat Aerline terkejut. Dia baru tahu kalau Joel suka memarahi karyawannya.

          “Benarkah?” tanya Aerline.

          “Iya, dia sering memarahi karyawan kalau hasil pekerjaannya tidak sesuai yang diinginkan pak Joel,” ucap Maya.

          “Begitu, ya.” Aerline hanya tersenyum kecil dan mulai fokus pada pekerjaannya, dia sudah tidak ingin mendengar nama Joel lagi.

***

          Aerline berjalan mengikut Joel saat mereka sampai di restoran, tempat Joel bertemu dengan kliennya. Seorang pelayan yang menyambut kedatangan mereka pun mengantarkan mereka ke ruang pribadi.

          “Selamat datang, Mr. Joel.” Di dalam ruangan itu, sudah ada dua orang pria yang berdiri menyambut kedatangan Joel dan Aerline. “Terima kasih sudah memenuhi undangan saya.”

          Joel berjabat tangan dengan mereka berdua. “Wah, siapa wanita cantik ini, apa dia sekretaris baru anda?” tanya pria itu.

          “Iya, dia sekretaris saya,” jawab Joel.

          “Halo, Nona yang cantik. Perkenalkan nama saya Ian,” ucap Ian mengulurkan tangannya ke arah Aerline.

          Aerline pun menyambut uluran tangan pria itu sambil menyebutkan namanya sambil tersenyum. Dia juga berjabatan tangan dengan rekan Ian yang bernama Edmund.

          “Namanya cantik, Aerline. Berarti bisa kirim line padamu,” goda Ian dengan kekehannya membuat Aerline tersenyum di sana. Sedangkan Joel sudah merasa kesal melihat Aerline yang digoda oleh dua pria mata keranjang itu.

          “Bisa kita mulai membahas kontrak kerjasamanya?” sindir Joel membuat mereka semua diam.

          “Oh, benar. Mari, duduk,” ajak Ian.

          Mereka semua pun menempati kursi di meja bundar itu. Tidak lama berselang, para pelayan memasuki ruangan dengan membawa makanan pesanan mereka. Dan mulai menatanya di atas meja bundar itu.

          Mereka menikmati makanan sambil berbincang ringan mengenai proyek mereka. Ian sangat berterima kasih karena Joel mau bergabung dengan proyek pertamanya itu.

          “Ayo, kita bersulang untuk kesuksesan proyek kita,” ujar Ian mengisi gelas kosong mereka berempat dan semuanya mengangkat gelas berisi wine itu ke udara dan meneguknya perlahan.

          “Wah, Nona Aerline ternyata bisa minum, ya,” ucap Ian saat melihat Aerline sudah meneguk cukup banyak wine nya.

          “Oh, ini rasanya cukup enak,” jawab Aerline tersenyum kecil.

          “Kalau begitu jangan sungkan, saya isi lagi gelasnya.” Ian menuangkan wine dari botol ke minuman Aerline. Saat wanita itu akan meneguknya, tangan Joel menahan gelas tersebut membuat Aerline terkejut.

          “Kamu tidak boleh minum terlalu banyak. Biar aku yang wakilkan,” ucap Joel yang langsung mengambil gelas milik Aerline dan meneguknya hingga tandas.

          “Kalau begitu, saya akan mengisinya lagi,” ujar Ian terus mengisi gelas Joel di sana.

          Aerline melihat ketiga pria itu sudah minum sangat banyak, bahkan menambah botol wine untuk mereka minum bersama. Terlihat ketiganya sudah mabuk, begitu juga dengan Joel, walau pria itu terlihat menahan dirinya dengan masih menunjukkan ekspresi tenang dan tidak banyak bicara seperti biasanya.

          “Apa akhirnya, mereka semua tumbang begini,” keluh Aerline yang sejak tadi hanya diam meneguk jus miliknya, dan dalam hitungan menit, ketiga pria itu sudah tumbang dengan kepala bersandar ke meja.

          Kedua pria tadi sudah dibawa oleh sopirnya, sedangkan Aerline bertugas membawa Joel, karena mereka datang hanya berdua.

          “Astaga, berat sekali,” keluh Aerline memapah Joel menuju parkiran mobil. Aerline sudah memegang kunci mobil Joel dan segera membawa pria itu menuju mobilnya.

          “Ugh, akhirnya,” gumamnya merenggangkan otot lengan dan lehernya saat Joel sudah di dudukkan di dalam mobil. Aerline pun bergegas naik ke dalam mobil dan pergi meninggalkan area restoran.

          "Aku harus mengantarnya ke mana?” gumam Aerline saat dia sudah ada di jalan utama. Aerline sama sekali tidak tahu di mana Joel dan tinggal, dan dia juga tidak mau membawa Joel ke apartemennya.

          “Apa aku tinggalkan dia di kantor saja?” gumamnya. “Tapi, kalau dilihat karyawan lain gimana? Aku nggak mau terlibat skandal dengan bos sendiri.” Aerline menghela napasnya sambil menoleh ke arah Joel yang terlelap di jok sampingnya. Pria itu selalu terlihat menawan dan tampan, bahkan dalam keadaan mabuk berat.

          “Kendalikan dirimu, Aer,” gumam Aerline memalingkan wajahnya. Dia harus bisa sadar diri dan menghentikan tindakan juga perasaannya. Joel sudah akan menikah dengan wanita lain, dan Aerline tidak mau jadi orang ketiga di antara mereka.

          Aerline langsung memindahkan gigi dan menginjak gas mobilnya. Dia akhirnya membawa Joel ke salah satu hotel, dan akan meninggalkan Joel di sana setelah mengantarkan pria itu ke kamarnya.

          “Ugh, berat sekali!” Aerline memapah Joel menuju kamar yang dipesannya setelah mendapatkan kunci.

          “Akhirnya .... “ Dia merebahkan tubuh Joel di atas ranjang king size. Aerline berdiri menatap Joel yang terlelap di atas ranjang.

          Wanita itu melepaskan sepatu yang menempel di kedua kaki Joel beserta kaos kakinya, lalu meletakkannya di dekat pintu. Dia kembali mendekati Joel dan membantu pria itu melepaskan jasnya supaya tidurnya lebih nyaman. Tetapi, tindakannya itu malah menjadi boomerang, Aerline terkejut saat lengannya ditarik oleh Joel dan kini posisi mereka berguling, hingga Aerline berada di bawah kungkungan tubuh pria itu.

          Kedua mata pria itu terbuka lebar dan bertemu pandang dengan mata Aerline yang menatapnya dengan tatapan terkejut.

          “Pak Joel?”

          Ucapan Aerline tertahan saat pria itu semakin mendekatinya dan menyentuh bibirnya yang lembut, menyisirnya dengan lembut. Aerline berusaha mendorong dada bidang pria itu tetapi sangat sulit, bahkan ciumannya mulai merambat ke rahang dan lehernya.

          “Tolong hentikan, Pak Joel!” pinta Aerline berusaha keras melepaskan dirinya, tetapi kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan yang dimiliki Joel.

          Aerline berusaha melawan pertentangan dalam otak dan hatinya, logikanya memintanya menghentikan aktivitas Joel, tetapi, hatinya melemah. Rasa cinta itu masih sangat besar, sampai belaian lembut dan kecupan basah dari pria itu tidak bisa dipungkiri kalau Aerline juga menginginkan pria itu.

          “Ugh!” Aerline mengeluarkan lenguhannya saat tangan pria itu mulai menyentuh bagian-bagian sensitifnya. Bahkan kini pakaian bagian atasnya sudah dirobek oleh pria itu dan kecupannya semakin turun ke area sensitifnya.

          “Maaf, karena aku lemah,” batin Aerline yang tidak bisa menghentikan dirinya dan juga Joel.

          Aerline hanya ingin meluapkan rasa rindu dan perasaannya pada pria itu. Sudah menjadi keinginannya sejak lama, membuat Joel jadi pria pertama baginya. Aerline berpikir karena saat ini Joel sedang mabuk dan tidak dalam keadaan tidak sadar, jadi tidak masalah. Dia berharap, Joel akan melupakannya, dan biarkan malam ini jadi kenangan indah untuk Aerline.

          “Ugh, sakit!” keluhnya saat bagian tubuh Joel mulai menerobos dan merobek miliknya hingga terasa begitu menyakitkan, tapi di sisi lain ada sedikit kelegaan di hati Aerline, karena Joel yang pertama untuknya.

          “Aku hanya ingin menjadikan malam ini, malam yang indah aku bersamanya. Walau hanya aku yang akan mengingatnya,” batin Aerline, terlihat air mata mengalir dari sudut matanya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status