“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya.
“Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran.
“Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya.
Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua.
“Pak-?”
“Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli.
“Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline.
“Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.”
Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa menggetarkan hati Aerline.
“Aku harus pulang dan bersiap untuk pergi ke kantor,” jawab Aerline.
“Kenapa tidak membangunkanku?” tanya Joel. “Apa kamu berharap aku tidak mengingatnya?”
Joel seperti cenayang yang bisa membaca pikiran Aerline. Wanita itu sampai tidak bisa berkata-kata karena ucapan Joel yang tepat sasaran.
“Ini di kantor, tolong jangan seperti ini. Bagaimana kalau ada yang melihat,” ujar Aerline.
“Jadi, aku benar-benar yang pertama untukmu?” tanya Joel.
“Kamu sudah tahu jawabannya,” jawab Aerline.
“Kenapa kamu masih bersikap dingin padaku, padahal kita sudah-“
“Sudah aku katakan, ini di kantor dan anggap hal itu tidak pernah terjadi pada kita, Joel.” Aerline hendak bergerak menghindar, tetapi Joel menahan penggang wanita itu dan menariknya untuk semakin dekat dengannya hingga deru napas pria itu mampu menyapu permukaan kulit wajah Aerline.
“Itu hal yang indah dan aku sangat menikmatinya, aku tidak mungkin melupakannya begitu saja,” bisik Joel membuat Aerline menatap manik mata di depannya hingga jantung itu berdetak sangat cepat. Aerline kembali dibuat membeku, dan tidak bisa bergerak sama sekali. Dia menikmati situasi ini, dia sangat ingin merasakan kembali sentuhan lembut dari pria di depannya.
Joel semakin mendekatkan wajahnya pada Aerline hingga bibir mereka hampir menempel satu sama lain. Tetapi di saat bersamaan, terdengar knop pintu bergerak dan akan dibuka dari luar. Entah kekuatan besar dari mana, Aerline bisa mendorong tubuh Joel hingga pria itu bergerak mundur dua langkah ke belakangnya.
“Apa yang kalian lakukan?” pertanyaan itu membuat Joel dan Aerline menoleh ke sumber suara di mana pintu ruangan sudah terbuka lebar dan berdiri seorang wanita cantik, dengan penampilan cukup glamour dan sosialita. Wanita itu adalah tunangan Joel, Gisela.
“Kenapa kalian diam saja dan terlihat sangat terkejut, memangnya apa yang sedang kalian lakukan?” tanya Gisela melipat kedua tangannya di dada.
Joel yang seakan enggan menjawabnya berlalu pergi menuju kursi kebesarannya di sana.
“Hey kamu, kamu sekretaris baru di sini, kan? apa yang kamu lakukan di sini bersama tunanganku?” tanya Gisela bertanya pada Aerline yang menundukkan pandangannya.
“Saya hanya melaporkan jadwal pak Joel hari ini, tidak ada hal lain selain membicarakan pekerjaan,” jawab Aerline dengan sangat tenang.
Gisela menoleh ke arah Joel dengan tatapan menuntut jawaban yang memuaskan.
“Apa itu benar, Joel?” tanya Gisela.
“Kamu sudah mendengarnya, lalu kenapa kamu masih bertanya!” jawaban Joel yang begitu dingin membuat Gisela memutuskan untuk tidak bertanya lagi.
“Hei, kalau sudah selesai cepat keluar. Apa kamu berniat mengusik waktuku dengan tunanganku?” tanya Gisela dengan angkuh.
“Saya permisi,” ucap Aerline berjalan meninggalkan ruangan itu.
“Apa yang lakukan di sini?” itulah pertanyaan yang dilontarkan Joel sebelum Aerline menutup pintu ruangan dengan rapat. Setelah itu, Aerline tidak tahu lagi apa yang mereka bicarakan.
Aerline memutuskan pergi ke kamar mandi karyawan dan berdiri di depan cermin wastafel. Dia membasuh wajahnya beberapa kali, untuk menyegarkan wajahnya kembali.
“Apa yang sudah kulakukan, kenapa aku diam saja dan kenapa aku tidak menolaknya?” batin Aerline meruntuki dirinya yang bodoh.
Aerline tidak pernah berniat untuk menjadi orang ketiga diantara mereka berdua, tetapi kenapa sangat sulit untuk mengendalikan perasaannya sendiri.
“Aku harus bisa mengendalikan diriku,” gumamnya menatap pantulan dirinya di cermin.
***
Karena ini weekend, Aerline memutuskan untuk fokus istirahat tanpa memikirkan apa pun lagi. Walau sebenarnya, dia merasa tidak tenang dan terus bertanya-tanya apa yang dibicarakan Joel dan tunangannya dua hari yang lalu. Apa kejadian malam itu sudah diketahui Gisela atau belum. Tetapi Aerline berpikir, kalau tunangan Joel sudah tahu, dia pasti akan melabrak Aerline.
“Mungkin tidak ada masalah di antara mereka berdua,” gumam Aerline yang mengingat kembali kejadia dua hari yang lalu.
Setelah bicara berdua, Joel dan Gisela meninggalkan kantor dengan alasan makan siang di luar. Dan setelah itu, sikap Joel tampak biasa saja, seperti biasanya saat sebelum kejadian malam itu. Bahkan, tidak pernah ada pembahasan mengenai hal yang terjadi pada mereka, selain membahas pekerjaan.
“Apa dia ingin melupakannya begitu saja dan menganggap tidak pernah terjadi apa pun? Untuk menjaga perasaan tunangannya?” gumam Aerline menghela napasnya kembali, entah sudah keberapa kalinya dia menghela napas. Situasi seperti ini, benar-benar menyiksa.
“Sebaiknya aku membereskan apartemen dan memasak. Aku akan menghabiskan waktu liburku di kost tanpa memikirkan pria itu,” gumamnya penuh tekad.
Aerline pun mulai membereskan apartemennya dengan telaten. Menyapu hingga mengepelnya hingga bersih. Dia juga menjemur dalamnya dan menjemurnya di jemuran bundar yang ada di beranda apartemen.
“Selesai. Sekarang waktunya masak,” gumam Aerline bergegas ke dapur kecilnya dan membuka kulkas.
Dia mengeluarkan beberapa bahan untuk memasak dan menatanya di atas mini bar.
“Oke, kita mulai.” Dia mengambil celemek dan memakainya setelah menggulung rambutnya ke atas.
Saat sedang memasak sambil memutar musik, Aerline menghentikan gerakan menarinya karena mendengar bel pintu apartemen menyala. Dia pun mengecilkan suara musik dan berjalan ke arah pintu, dia melihat di layar monitor dekat pintu dan betapa terkejutnya dia saat melihat sosok Joel berdiri di balik pintu apartemennya.
"A-apa yang dia lakukan di sini? dan bagaimana dia tau apartemenku?" gumam Aerline sangat terkejut di sana.
Tok! Tok! Tok!
“Buka pintunya, Aerly.”
Aerline juga terkejut saat Joel tiba-tiba saja memanggil nama panggilan saat mereka pacaran delapan tahun yang lalu.
“Aerly, buka pintunya!”
Aerline menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Lalu, dia berjalan ke arah pintu dan membuka pintu apartemennya hingga tatapan mereka bertemu satu sama lain.
Joel melihat Aerline yang berpakaian santai, kaos oblong kebesaran, dengan celana sebatas paha, rambut yang diikat ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan mulus. Terlihat keringat mengalir pelan di garis leher wanita itu, membuat Joel terangsang karena.
“Apa yang kamu lakukan di sini, dan bagaimana kamu bisa tahu apartemenku?” tanya Aerline.
Bukannya menjawab, Joel menerobos masuk dan menutup pintu apartemen. Tanpa kata, pria itu langsung mendorong pelan tubuh Aerline hingga bersandar ke dinding dan Joel langsung mencium bibir ranum milik wanita itu tanpa memberikan jeda untuknya berbicara.
Aerline benar-benar terkejut dengan serangan dadakan dari pria itu, tetapi dia sendiri tidak bisa melawan karena kekuatan mereka berbeda jauh. Ditambah, sentuhan Joel seperti sihir yang bisa melumpuhkan kinerja otot dan pikiran Aerline.
“Aku merindukanmu,” bisik Joel di sana di sela ciuman mereka tanpa ingin melepaskan ciuman itu.
***
“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal. “Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline. Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya. “Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul. “Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan. Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan. “Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline. “Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut. “Aku tidak tau kalau kamu bisa mas
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Apa kamu pernah makan di sini sebelumnya?” tanya Leon. Saat ini, Leon dan Aerline berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. “Belum, sih. Karena aku belum sebulan bekerja di sini. Jadi belum mencoba kuliner di sekitaran sini. Aku hanya pernah mencoba makan di restoran yang ada di seberang kantor.”Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan memberikan dua buku menu ke arah mereka berdua. “Menu makanan di sini semuanya enak. Kamu pasti akan suka,” ucap Leon. Aerline hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sedang tidak bersemangat setelah melihat Joel bersama wanita lain tadi. Aerline mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Dia membuka buku menu sambil dalam hati berharap menemukan sesuatu yang bisa menghibur hatinya. “Hmm, ada banyak pilihan di sini ya,” ucapnya, berpura-pura memperhatikan menu dengan serius. Leon tersenyum dan melihat ke arah Aerline. “Kalau kamu suka makanan pedas, aku rekomendasikan spaghetti aglio e olio di sini. Rasanya benar-benar
“Bahkan sampai jam segini pun, tidak ada pesan darinya,” gumam Aerline yang termenung di atas sofa yang ada di apartemennya. Wanita itu menatap ke luar jendela yang memperlihatkan suasana kota dengan gedung pencakar langit dan kerlap kerlip lampu di luar jendela apartemen yang indah. Tetapi, keindahan itu sama sekali tidak bisa menghibur hati Aerline yang terus overthinking. Aerline meneguk minuman soda kaleng yang mengandung kadar alkohol sedang. Pikirannya terus tertuju pada Joel, entah pergi ke mana pria itu Tanpa memberi kabar dan memberi pesan pada Aerline. Sebenarnya dia dan wanita itu pergi ke mana, sampai Joel tidak bisa memberikan kabar pada Aerline? Itulah yang terus pemikiran - pemikiran yang terus mengusik pikiran Aerline. Dia mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang terus menerus mengganggu pikirannya. Dia bangkit dari sofa, menyusuri apartemen yang di dekorasi minimalis, sebelum akhirnya menepuk-nepuk bukunya yang tergeletak di meja. Membaca adalah cara ter
“Uh, sial! Kenapa aku harus minum banyak sekali semalam. Pagi ini, kepalaku rasanya berputar tidak karuan,” keluh Aerline berjalan pelan memasuki lobi kantor.“Hei, Lin.” Sapaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara. “Oh, Leon. Kamu baru datang?” tanya Aerline. “Ya. Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa kamu sakit?” tanya Leon hendak menyentuh kening Aerline, tetapi dengan cepat wanita itu menghindar. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline. “Sebenarnya karena semalam aku minum terlalu banyak.” Aerline hanya menunjukkan cengirannya. “Kenapa kamu mabuk saat hari kerja. Pasti akan terasa menyiksa, apalagi kamu harus bangun pagi dan pergi ke kantor,” ucap Leon. “Entahlah. Semalam aku hanya sedang ingin minum” jawabnya tersenyum kecil. Leon menggelengkan kepalanya, merasa prihatin sekaligus geli dengan sikap Aerline. “Kamu harus lebih bijak, Aerline. Mungkin sebaiknya kamu mencari cara lain untuk bersenang-senang yang tidak melibatkan alkohol,” sarannya.Aerline mengangkat bahu,
Aerline mengikuti Joel bersama Maya memasuki ruang meeting. Di dalam ruangan, semua orang sudah berkumpul, manager divisi hingga branch manager sudah ada di sana. Joel yang merupakan Direktur utama pun menduduki kursi kebesarannya, kemudian Aerline dan Maya yang merupakan sekretaris Joel, memilih duduk di samping Joel. Setelah semua peserta rapat hadir, BM membuka pertemuan dengan senyuman. "Selamat datang semuanya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini. Hari ini kita akan membahas beberapa agenda penting terkait laporan per tiga bulan atau triwulan."Maya, yang selalu sigap, menyiapkan catatan dan alat presentasi. Aerline memandang sekeliling ruangan, menyadari bahwa setiap orang tampak antusias tetapi juga sedikit tegang. Dia tahu betapa pentingnya pertemuan ini untuk melihat perkembangan setiap divisi."Pertama-tama, mari kita tinjau hasil dari laporan sebelumnya," lanjut BM. "Saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing divisi mengenai pencapaian dan tan
“Pesanlah apa pun yang kamu mau dan suka,” ucap Joel. Saat ini, Joel dan Aerline berada sebuah restoran mewah. Mereka sedang membaca dan melihat daftar menu yang tersedia di sana. “Hmm… Apa, ya?” gumam Aerline berpikir keras. Aerline terlihat bingung, matanya berkeliling membaca semua tulisan di buku menu yang penuh dengan pilihan lezat. Dia kemudian berpaling ke Joel, “Bagaimana kalau kita coba beberapa hidangan? Mungkin kamu bisa merekomendasikan sesuatu?” Joel tersenyum, “Tentu! Aku sangat merekomendasikan steak mereka. Dikenal sangat empuk dan dimasak dengan sempurna. Tapi kalau kamu suka makanan laut, udang panggang mereka juga luar biasa.”Aerline mengangguk, “Steak terdengar menggoda. Tapi aku juga penasaran dengan udang panggang. Mungkin kita bisa pesan keduanya dan berbagi?”“Okay! Kita bisa menambahkan beberapa hidangan pembuka juga. Bagaimana dengan sup krim jamur?” Joel menyarankan.Aerline terlihat semakin bersemangat, “Setuju! Ini akan menjadi makan siang yang luar
“Apa kamu sedang sibuk?” tanya Maya mendekati Aerline. “Tidak terlalu sih. Ada apa?” tanya Aerline. “Aku ingin minta bantuanmu untuk mencari beberapa berkas di ruang arsip. Apa kamu mau bantu?” tanyanya. “Baiklah,” jawab Aerline. Maya tersenyum lega. “Terima kasih, Aerline. Berkas-berkas itu penting, dan aku kesulitan mencarinya sendiri.”Mereka berdua berjalan menuju ruang arsip. Selama perjalanan, Maya menjelaskan jenis berkas yang mereka cari. “Itu berkas terkait proyek yang kita kerjakan bulan lalu. Aku butuh dokumen itu untuk presentasi minggu depan.”Setibanya di pintu ruang arsip, Aerline membuka pintu dan mereka melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi rak-rak berkas. “Wow, ini banyak sekali berkasnya. Dari mana kita mulai?” tanya Aerline sambil melihat sekeliling.“Kita bisa mulai dari rak sebelah kanan. Biasanya berkas proyek kita disimpan di sana,” jawab Maya. Aerline mengangguk dan mulai menarik berkas-berkas dari rak tersebut. Mereka membolak-balik dokumen, me
Tok! Tok! Tok! Aerline yang sedikit termenung karena perkataan Leon tadi terkejut dengan suara itu. Dia mengangkat kepalanya dan cukup terkejut saat melihat Gisella di sana. “Ah, ada yang bisa saya bantu?” tanya Aerline segera berucap. “Dimana, Joel?” tanya Gisella tanpa basa-basi. “Pak Joel-”“Ada apa kamu datang kemari?” tanya Joel di saat itu, dia muncul dan membuat mereka berdua menoleh ke arah Joel. “Aku ingin bicara denganmu, Joel,” ujar Gisella. “Masuk ke ruanganku,” ujar Joel berlalu pergi dan Gisella mengikutinya. Saat mereka masuk ke dalam ruangan, kaca jendela mereka diburamkan hingga Aerline tidak bisa melihat ke dalam ruangan. Aerline mengalihkan pandangannya dan malah bertemu dengan tatapan Leon yang juga sedang berada di ruangan itu dan menyaksikan hal itu. Aerline yang tidak Ingin dikasihani pun segera memalingkan wajahnya. Dan berusaha fokus dengan pekerjaannya. Di dalam ruangan, Gisella duduk di sofa dan berhadapan dengan Joel. “Kebetulan, ada yang ingin a
“Joel, kita sudah di kantor,” ujar Aerline memperingati pria yang saat ini berjalan di sampingnya sambil menggenggam tangan Aerline menuju lift. “Memangnya kenapa? Aku masih ingin bermesraan denganmu,” ucap Joel dengan santai. Bukan Aerline tidak mau. Dia juga mau, bahkan dia ingin seluruh dunia tau tentang hubungan mereka. Tapi situasinya berbeda, Aerline adalah wanita Selingkuhan Joel. Bagaimanapun, akan terjadi huru-hara kalau sampai hubungan mereka tersebar. “Aku tidak mau ada yang lihat,” protes Aerline. “Tidak ada siapapun di sini. Jadi tenang saja,” ucap Joel tersenyum merekah. Aerline hanya bisa menghela napas panjang sambil melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melintas. Namun, tangannya tetap digenggam erat oleh Joel, seolah pria itu sengaja memperlihatkan betapa ia tidak peduli dengan risiko yang mungkin mereka hadapi."Joel, aku serius. Kalau sampai ada yang melihat, aku yang akan menanggung akibatnya," bisik Aerline dengan nada setengah memohon.Joel
Aerline membuka matanya saat cahaya matahari menerobos masuk ke celah jendela kamar. Wanita itu menyadari kalau dia sedang tidur dalam dekapan hangat Joel. Aerline tidak sangka, semalam mereka tidak melakukan apa pun selain tidur bersama. Joel terlihat berusaha menahan dirinya. Padahal awalnya, Aerline berpikir, Joel hanya ingin melakukan hubungan intim dengannya. Tetapi ternyata diluar dugaan, pria itu tidak melakukan apapun, selain tidur dengan memeluk Aerline. Aerline menghela napas pelan, mencoba memahami perasaannya sendiri. Ia merasa canggung, namun sekaligus terenyuh dengan sikap Joel semalam. Pria itu benar-benar telah berubah, setidaknya untuk kali ini, dia membuktikan bahwa tindakannya sejalan dengan ucapannya.Aerline menggerakkan tubuhnya perlahan, berusaha tidak membangunkan Joel. Namun, gerakan kecilnya membuat pria itu menggeliat pelan. Mata Joel perlahan terbuka, dan senyuman lembut langsung menghiasi wajahnya saat ia melihat Aerline.“Pagi, Sayang,” bisik Joel denga
“Mau makan di rumah atau makan di luar?” tanya Joel. “Karena masih sore, kita maka di rumah aja,” ujar Aerline. “Okey. Kalau gitu, kita belanja bahannya dulu. Kebetulan, aku belum belanja bahan masakan,” ucap Joel. “Okay.”Joel menyetir mobilnya menuju salah satu swalayan untuk membeli bahan masakan. Di swalayan, mereka berdua berjalan santai menyusuri lorong-lorong penuh dengan barang kebutuhan. Aerline melihat deretan bahan masakan di kanan kirinya, sementara Joel mendorong keranjang belanja.“Apa yang mau dimasak nanti?” tanya Joel sambil menatap beberapa sayuran segar yang tersusun rapi di rak.“Mungkin pasta dengan saus creamy atau sup ayam, gimana menurutmu?” Aerline bertanya balik sambil memilih tomat yang masih segar.“Pasta sounds good. Tapi tambahin salad biar lebih seimbang,” usul Joel sambil mengambil sekantong lettuce dan wortel.Aerline tersenyum, “Oke, setuju. Jangan lupa beli keju parmesan sama susu untuk sausnya.”Mereka melanjutkan belanja dengan suasana santai,
“Sebenarnya apa yang tadi dimaksud Leon, ya. Dia tidak melihat dan mendengar apa pun, kan?” batin Aerline merasa terusik dengan apa yang dikatakan Leon tadi. “Sudahlah, mungkin hanya salah paham. Sebaiknya aku kembali fokus bekerja,” gumamnya mulai fokus menatap layar laptop di depannya. Aerline berusaha mengalihkan pikirannya dari ucapan Leon yang menggantung dan penuh tanda tanya. Namun, rasa penasaran tetap membayang di benaknya, membuatnya sulit benar-benar fokus. Dia mengetik beberapa baris dokumen di laptopnya, tapi pikirannya terus berputar pada kemungkinan-kemungkinan yang dimaksud Leon.“Apa dia mendengar sesuatu waktu aku bicara dengan Joel tadi? Atau… apa mungkin dia benar-benar tahu?” Aerline bergumam pelan, menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Dia merasa bahwa Leon bukan tipe orang yang bicara sembarangan. Jika dia mengatakan sesuatu, pasti ada alasan di baliknya.Namun, Aerline menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Fokus, Aerl
“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Saya, batalkan pembeliannya,” ujar Gisella yang bergegas pergi dari sana meninggalkan Kyle. Pelayan di sana dibuat terkejut dan hanya bisa melihat kepergian Gisella. “Nona Gisella, tunggu! Apa anda sangat handal menghindar? Bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di malam itu,” ujar Kyle masih mengejar Gisella. “Apa yang harus aku pertanggungjawabankan? Itu terjadi, karena kita sama-sama mabuk,” ujar Gisella masih terus berjalan cepat, berharap Kyle pergi. Kyle menghentikan langkahnya dan menatap punggung Gisella dengan tatapan tajam. “Kamu pikir itu alasan yang cukup? Mengabaikan semuanya hanya karena kita mabuk?”Gisella menghentikan langkahnya, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Kyle. “Lalu apa yang kamu mau dariku, Tuan Kyle? Penyesalan? Permintaan maaf? Atau... tanggung jawab seperti yang kamu katakan?” tanya Gisella dengan kesal. Kyle mendekat, nadanya berubah lebih lembut. “Aku hanya ingin kita bicara, Nona. Bukan seperti ini, terus menghindar