Aerline membuka matanya perlahan setelah pergelutan panas di atas ranjang semalam bersama Joel. Wanita itu berangsur bangun dari posisinya dan menoleh ke sampingnya, di mana Joel masih terlelap dengan nyenyaknya. Tubuh mereka berdua sama-sama polos dan hanya tertutupi selimut di sana.
“Jadi, semalam itu nyata, bukan hanya khayalanku,” batin Aerline. "Harusnya aku senang, tapi kenapa hatiku malah terasa begitu sakit?”
Aerline bangkit menuruni ranjang, dengan gerakan perlahan dan menahan rasa ngilu di bagian pangkal pahanya. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi.
Karena kemejanya dirobek oleh Joel, akhirnya Aerline memakai jubah handuk yang ada di sana, dan dia tutupi dengan celana panjang miliknya juga jas kerjanya. Dia memunguti pakaian yang sudah koyak dan memasukannya ke dalam tong sampah di kamar mandi. dia mengambil pakaian milik Joel dan meletakkannya di atas sofa.
Sebelum keluar dari kamar itu, Aerline kembali meneliti seluruh ruangan kamar, memastikan tidak ada hal yang akan membuat Joel curiga dengan aktivitas mereka semalam.
Dengan cepat, Aerline meninggalkan kamar sebelum Joel bangun dari tidurnya.
***
Sesampainya di dalam apartemen miliknya, Aerline merasakan kelegaan saat pintu itu tertutup, seolah dunia luar ditinggalkan sejenak.
Dia melangkah dengan pelan menuju kamar mandi, menyalakan shower, dan membiarkan air dingin mengalir deras mengguyur tubuhnya, meresap ke setiap pori kulitnya yang merasa lelah. Segala kesedihan dan kebahagiaan datang silih berganti dalam pikirannya.
Gambaran demi gambaran semalam yang menyenangkan terbayang jelas, seperti cuplikan film yang terus berulang. Sentuhan panasnya, belaian, kecupan dan momen-momen lainnya yang membuat hatinya berdebar, semua itu terasa hangat dan manis. Namun, tak bisa dipungkiri ada rasa sakit yang mengintimidasi di sudut hatinya. Aerline menggelengkan kepala, seolah bisa menghapus jejak-jejak ingatan yang selalu kembali menyiksanya. Semua ingatan itu, mungkin hanya dirinya yang akan mengingatnya, sementara Joel, mungkin dia tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada mereka.
Betapa menyedihkannya, saat jantungnya berdegup lebih cepat, semakin menginginkan sosok yang seharusnya tak lagi terjangkau. Dia pun terbenam dalam lamunannya, di tengah guyuran air shower yang tidak mampu menetralkan rasa sakit di hatinya.
Setelah merasa lebih baik, Aerline keluar dari kamar mandi dan bersiap untuk pergi kantor, dia membuat sarapan sederhana untuknya, walau sebenarnya dia sedang tak bernafsu, tetapi dia butuh kekuatan untuk berhadapan dengan pria itu lagi.
Setelah bersiap, Aerline pun bergegas menuju ke kantor dengan menggunakan motornya.
"Selamat pagi, Aerline," sapa salah satu rekan kerjanya saat dia sampai di ruangannya.
“Pagi,” jawab Aerline dan mendaratkan bokongnya di kursi kerjanya.
Dia mulai membuka laptopnya dan mengerjakan beberapa pekerjaannya, dia berusaha fokus dan melupakan semua bayangan-bayangan semalam yang cukup mengganggunya.
"Selamat pagi. Pak Joel." mendengar nama itu, Aerline cukup terkejut, dia pikir Joel akan datang lebih siang ke kantor.
Aerline pun bangkit dari duduknya, dengan pandangan tertunduk karena tidak mampu menatap Joel.
“Selamat pagi, Pak Joel,” ujar Aerline menghentikan langkah Joel yang melihat ke arahnya cukup lama.
“Aerline, ke ruangan saya,” perintah Joel yang sudah berlalu masuk ke dalam ruangannya.
“Ke-kenapa dia memintaku masuk ke ruangannya? Di-dia tidak mungkin mengingat kejadian semalam, kan?” batin Aerline. “Mungkin saja, itu karena aku meninggalkannya di hotel. Mungkin, dia ingin menanyakan hal itu.”
Setelah berusaha mengendalikan jantungnya yang berdebar kencang, Aerline pun berjalan menuju ke ruangan Joel.
“Ada apa, Pak?” tanya Aerline yang sudah berada di ruangan Joel.
Pria itu berdiri dengan posisi memunggunginya. Lalu, Joel membalikkan badannya ke arah Aerline, dan melangkahkan kaki panjangnya mendekati Aerline.
Wanita itu terkejut saat Joel mendorong pelan tubuhnya hingga punggungnya menyentuh dinding di belakangnya. Joel mengungkung tubuh Aerline di sana. Tatapan mereka terpaut satu sama lain, sorot mata tajam Joel, membuat jantung Aerline berdebar sangat cepat di sana. Wanita itu benar-benar gugup sekaligus bingung.
“A-apa yang-“
“Kenapa kamu pergi setelah kita melakukannya? Apa kamu tidak menyukainya?” tanya Joel terlihat marah sekaligus tersinggung di sana.
Degh!
***
“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya. “Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran. “Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya. Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua. “Pak-?” “Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli. “Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline. “Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.” Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa men
“Aerline, kamu tolong wakilkan Kakak untuk memenuhi undangan pertunangan Joel.” Dan di sinilah gadis itu berada, di acara pertunangan mantan kekasih yang masih sangat dicintainya. Aerline memilih tempat duduk yang cukup jauh dari altar dan cukup tersembunyi. Di depan sana, dia bisa melihat dengan jelas pria yang selalu dirindukannya selama lima tahun ini sedang menyematkan cincin di jari manis wanita lain. Sekuat tenaga Aerline menahan tubuhnya yang bergetar, deru nafas yang berat dan sesak di dadanya. Dia merasa sesuatu yang besar sedang menghantam dadanya dengan sangat keras. Kedua matanya sudah memerah menahan air mata yang siap tumpah ruah membasahi pipi. ‘Kenapa? sampai akhirpun, aku tetap tidak bisa melupakan kamu, Joel. Dan aku pikir dengan melihatmu sekarang bersanding dengan wanita lain, aku bisa lebih ikhlas melepaskanmu. Tapi kenapa? rasanya sesakit ini?’ batin Aerline di mana air matanya luruh membasahi pipi setelah dia tahan sejak tadi.
“Jadi kamu sudah lulus S2? Waktu berlalu begitu cepat,” ucap Joel melihat cv milik Aerline. Wanita itu masih duduk diam berhadapan dengan Joel yang sibuk melihat cv nya. Tatapan matanya terus tertuju pada pria di depannya. Tidak pernah terbayangkan kalau dia akan kembali dengan pria yang sudah membuatnya terluka kemarin. “Apa semua ini adalah rencanamu?” tanya Aerline membuat Joel mengalihkan pandangannya dari berkas cv di tangannya pada Aerline. “Apa maksudmu?” tanya Joel menaikkan sebelah alisnya. “Aku sempat berpikir, kenapa wawancara dan test di perusahaan raksasa seperti Deere GE and Company terkesan mudah. Orang berkata, supaya bisa masuk ke sini, setidaknya harus lulusan terbaik di kampus. Sedangkan aku yang bermodal nekat, bisa dengan mudah lolos di beberapa tahapan. Apa ini perbuatanmu?” tanya Aerline menatap Joel dengan intens. Sorot mata gadis itu menunjukkan kesedihan mendalam sekaligus kerinduan yang sudah ditaha
“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya. Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara. “Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan. Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya. “Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline. “Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undan