“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal.
“Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline.
Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya.
“Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul.
“Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan.
Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan.
“Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline.
“Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut.
“Aku tidak tau kalau kamu bisa masak,” ucap Joel.
“Aku sudah lama dan mulai terbiasa hidup seorang diri. Jadi, memasak sudah jadi rutinitas sehari-hariku,” jawab Aerline.
“Ya, aku penasaran dengan rasanya. Kuharap seenak yang terlihat,” ucap Joel.
Aerline tidak menjawab. Dia memilih menata masakannya di atas mini bar, dan juga mengambil dua mangkuk nasi untuk mereka berdua. Joel sudah duduk di minibar, kemudian Aerline pun bergabung di samping Joel karena memang mini bar itu hanya bisa digunakan untuk dua orang.
“Bagaimana kamu tau alamat apartemenku?” tanya Aerline.
“Bukankah menemukan alamat seperti ini, bukan hal sulit untukku?” jawab Joel. “Jadi, tidak perlu menanyakan hal yang sudah pasti.”
“Um, ya, kamu benar.”
Mereka pun menikmati makanan dalam diam sam tenang.
“Ngomong-ngomong lima tahun yang lalu, kamu masih membenciku, bahkan menatapku saja tidak mau. Kenapa sekarang kamu bersikap seperti ini padaku?” tanya Aerline merasa penasaran.
“Jadi, sebaiknya aku bersikap seperti itu padamu?” tanya Joel.
“Um, tidak sih. Sepertinya aku lebih suka yang banyak ngomong dibanding yang dingin dan pendiam,” ujar Aerline tanpa sadar membuat Joel mengulum senyumnya.
“Oh, jadi kamu suka aku?” godanya.
“A-apa sih maksudmu. Bukan begitu, aku hanya tidak suka dengan orang yang menjawab singkat, seperti berbicara dengan tembok,” jawab Aerline mengalihkan pandangannya dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Joel tidak berniat untuk membahas yang sudah berlalu. Kemudian, dia pun menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Um ... rasanya tidak buruk. Aku tidak tahu kamu handal memasak,” ujar Joel kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Aerline melihat Joel yang lahap memakan makanannya. Dia pun hanya bisa tersenyum dan bersyukur karena Joel menyukai makanannya.
Setelah selesai makan, Aerline membawa semua cucian kotor ke tempat cucian piring dan mencucinya. Saat sedang mencuci piring, Joel kembali mendekat dan tiba-tiba saja memeluk Aerline dari belakang.
Degh!
“Jo-joel?” gumam Aerline.
“Hmm ... lanjutkan saja aktivitasmu,” bisiknya mencium dan menggigit pelan daun telinga Aerline, meninggalkan getaran asing pada tubuhnya.
“Joel, hentikan. Itu geli,” pinta Aerline tetapi Joel tidak mendengarnya dan malah semakin mengecupi leher jenjang Aerline di sana. Bahkan tanpa permisi, tangannya menyusup masuk ke balik kaos oblong yang dikenakan Aerline.
“Hm ... “ Aerline memejamkan matanya saat merasakan sensasi geli yang cukup membuat jantungnya berdebar dan darahnya berdesir.
“Aku sangat menyukai aroma tubuhmu,” bisik Joel dengan nada yang semakin membuat Aerline hanyut dalam buaian kenikmatan. Sentuhan dan belaian tangannya yang lembut dan mampu membuat seluruh tubuhnya merinding.
“A-aku masih cuci piring,” gumam Aerline.
“Tinggalkan saja.” Joel menarik tubuh Aerline untuk menghadap ke arahnya. Tatapan mereka terpaut satu sama lain dengan deru napas yang berat. Aerline dapat melihat sorot mata Joel yang berkabut dan terlihat bergairah.
“Aku menginginkanmu, Aerline.” Tanpa menunggu lama, Joel memangku tubuh Aerline dan mendudukkannya di atas minibar. Kini wajah mereka sejajar, dan Joel langsung memangut bibir ranum itu tanpa jeda.
Aerline sendiri hanyut dalam buaian pria itu, dia tidak bisa lagi berpikir logis, dan ingin larut dalam racun yang pasti akan menyesakkannya, hingga membunuhnya secara perlahan. Dia tidak mau banyak berpikir, karena dirinya memang menginginkan Joel. Jauh dari lubuk hati terdalamnya, Aerline benar-benar menginginkan pria itu.
Entah sejak kapan, mereka sudah menanggalkan seluruh pakaian mereka. Aerline hanya bisa mendesah dan melenguh panjang memanggil nama Joel saat pria itu menyentuh, membelai dan memberikan kecupan di setiap inci tubuhnya yang mulus.
Tanpa menunggu lama, mereka pun melakukan pergulatan panas penuh kenikmatan. Keringat sudah bercucuran di tubuh mereka berdua. Deru napas yang memburu, keringat yang bercucuran dan sentuhan kulit yang terasa panas, berhasil membakar gairah mereka berdua. Hanya suara lenguhan panjang yang terdengar di ruangan kosong itu, hingga akhirnya mereka berdua mencapai puncak kepuasan.
***
“Ini kopi untukmu,” ujar Aerline memberikan gelas berisi kopi yang masih mengepulkan asap pada Joel yang duduk santai di atas sofa. Siang tadi, mereka berdua menghabiskan waktu dengan saling memadu kasih dan memuaskan hasrat selama dua kali dan tidur panjang. Kini keduanya sudah bangun saat langit sudah berganti warna jadi gelap.
“Oh ya, terima kasih,” ujar Joel menerima gelas berisi minuman itu dari Aerline. Wanita itu pun duduk di atas sofa, tepat di samping Joel sambil memegang gelas berisi kopi panas miliknya.
“Rasanya tetap sama,” ucap Joel setelah meneguknya sedikit.
“Ya, karena tangan yang membuatnya juga sama,” jawab Aerline tersenyum di sana sambil meneguk pelan kopinya.
Mereka berdua sedang duduk santai sambil menonton acara televisi yang sedang menayangkan film action favorit mereka berdua.
“Akhirnya, hari weekendku dihabiskan bersama dengan pria yang selalu kunantikan kedatangannya setiap saat,” batin Aerline dengan kedua pipinya bersemu merah. Dia merasa kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dan ada rasa hangat yang mengalir di dalam hatinya yang sudah terlalu lama mendingin.
“Jadi, bagaimana kabar Kakakmu?” tanya Joel membuka suara.
“Bang Kaivan? keadaannya baik, begitu juga dengan Kak Khayra," jawab Aerline.
"Mereka sudah punya anak?" tanya Joel karena dia dan Kaivan sudah tidak bertemu selama lima tahun lamanya, dan dia juga sempat kehilangan kontak dengan mereka, setelah menjalani pengobatan yang cukup lama karena kejadian di masa lalu.
“Ya, anak kembar,” jawab Aerline.
“Wah, anak kembar? Hm ... pasti keduanya mirip Khayra, tidak mungkin mirip Kaivan, apalagi sikapnya,” gurau Joel.
“Kata siapa. Kak Khayra hanya kebagian hamil dan melahirkan saja. Keduanya mirip banget sama Abang,” jawab Aerline. “Bahkan yang perempuan, benar-benar jahil dan gak bisa diem mirip Bang Kaivan.” Aerline tersenyum mengingat kedua ponakannya yang sangat menggemaskan itu.
“Ya, sepertinya dia sudah mendapatkan kebahagiaannya,” ucap Joel yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Aerline, wanita itu setuju dengan penilaian Joel.
“Dan kamu sendiri, sejak kapan kamu ada di sini?” tanya Joel. “Kamu jelas tahu kalau aku ada di negara ini juga, kan? lalu, kenapa tidak mendatangiku lebih awal?” tanyanya.
“Aku tahu. Aku hanya tidak memiliki alasan untuk menemuimu,” jawab Aerline tersenyum kecil sambil menundukkan tatapannya, menatap air kopi di dalam gelas yang dipegangnya.
“Andai saja aku tahu lebih awal. Mungkin aku akan menemuimu,” ucap Joel. “Menemui orang di masa lalu, apa harus selalu memiliki alasan?”
Pertanyaan Joel tidak bisa dijawab oleh Aerline. Dia mendadak kelu dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Karena selama di sini, dia menahan diri untuk tidak mencari tahu informasi maupun keberadaan pria itu. Aerline tidak terlalu percaya diri dan takut, Joel akan kembali bersikap dingin dan mengabaikannya.
***
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Apa kamu pernah makan di sini sebelumnya?” tanya Leon. Saat ini, Leon dan Aerline berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. “Belum, sih. Karena aku belum sebulan bekerja di sini. Jadi belum mencoba kuliner di sekitaran sini. Aku hanya pernah mencoba makan di restoran yang ada di seberang kantor.”Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan memberikan dua buku menu ke arah mereka berdua. “Menu makanan di sini semuanya enak. Kamu pasti akan suka,” ucap Leon. Aerline hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sedang tidak bersemangat setelah melihat Joel bersama wanita lain tadi. Aerline mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Dia membuka buku menu sambil dalam hati berharap menemukan sesuatu yang bisa menghibur hatinya. “Hmm, ada banyak pilihan di sini ya,” ucapnya, berpura-pura memperhatikan menu dengan serius. Leon tersenyum dan melihat ke arah Aerline. “Kalau kamu suka makanan pedas, aku rekomendasikan spaghetti aglio e olio di sini. Rasanya benar-benar
“Bahkan sampai jam segini pun, tidak ada pesan darinya,” gumam Aerline yang termenung di atas sofa yang ada di apartemennya. Wanita itu menatap ke luar jendela yang memperlihatkan suasana kota dengan gedung pencakar langit dan kerlap kerlip lampu di luar jendela apartemen yang indah. Tetapi, keindahan itu sama sekali tidak bisa menghibur hati Aerline yang terus overthinking. Aerline meneguk minuman soda kaleng yang mengandung kadar alkohol sedang. Pikirannya terus tertuju pada Joel, entah pergi ke mana pria itu Tanpa memberi kabar dan memberi pesan pada Aerline. Sebenarnya dia dan wanita itu pergi ke mana, sampai Joel tidak bisa memberikan kabar pada Aerline? Itulah yang terus pemikiran - pemikiran yang terus mengusik pikiran Aerline. Dia mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang terus menerus mengganggu pikirannya. Dia bangkit dari sofa, menyusuri apartemen yang di dekorasi minimalis, sebelum akhirnya menepuk-nepuk bukunya yang tergeletak di meja. Membaca adalah cara ter
“Uh, sial! Kenapa aku harus minum banyak sekali semalam. Pagi ini, kepalaku rasanya berputar tidak karuan,” keluh Aerline berjalan pelan memasuki lobi kantor.“Hei, Lin.” Sapaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara. “Oh, Leon. Kamu baru datang?” tanya Aerline. “Ya. Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa kamu sakit?” tanya Leon hendak menyentuh kening Aerline, tetapi dengan cepat wanita itu menghindar. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline. “Sebenarnya karena semalam aku minum terlalu banyak.” Aerline hanya menunjukkan cengirannya. “Kenapa kamu mabuk saat hari kerja. Pasti akan terasa menyiksa, apalagi kamu harus bangun pagi dan pergi ke kantor,” ucap Leon. “Entahlah. Semalam aku hanya sedang ingin minum” jawabnya tersenyum kecil. Leon menggelengkan kepalanya, merasa prihatin sekaligus geli dengan sikap Aerline. “Kamu harus lebih bijak, Aerline. Mungkin sebaiknya kamu mencari cara lain untuk bersenang-senang yang tidak melibatkan alkohol,” sarannya.Aerline mengangkat bahu,
Aerline mengikuti Joel bersama Maya memasuki ruang meeting. Di dalam ruangan, semua orang sudah berkumpul, manager divisi hingga branch manager sudah ada di sana. Joel yang merupakan Direktur utama pun menduduki kursi kebesarannya, kemudian Aerline dan Maya yang merupakan sekretaris Joel, memilih duduk di samping Joel. Setelah semua peserta rapat hadir, BM membuka pertemuan dengan senyuman. "Selamat datang semuanya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini. Hari ini kita akan membahas beberapa agenda penting terkait laporan per tiga bulan atau triwulan."Maya, yang selalu sigap, menyiapkan catatan dan alat presentasi. Aerline memandang sekeliling ruangan, menyadari bahwa setiap orang tampak antusias tetapi juga sedikit tegang. Dia tahu betapa pentingnya pertemuan ini untuk melihat perkembangan setiap divisi."Pertama-tama, mari kita tinjau hasil dari laporan sebelumnya," lanjut BM. "Saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing divisi mengenai pencapaian dan tan
“Pesanlah apa pun yang kamu mau dan suka,” ucap Joel. Saat ini, Joel dan Aerline berada sebuah restoran mewah. Mereka sedang membaca dan melihat daftar menu yang tersedia di sana. “Hmm… Apa, ya?” gumam Aerline berpikir keras. Aerline terlihat bingung, matanya berkeliling membaca semua tulisan di buku menu yang penuh dengan pilihan lezat. Dia kemudian berpaling ke Joel, “Bagaimana kalau kita coba beberapa hidangan? Mungkin kamu bisa merekomendasikan sesuatu?” Joel tersenyum, “Tentu! Aku sangat merekomendasikan steak mereka. Dikenal sangat empuk dan dimasak dengan sempurna. Tapi kalau kamu suka makanan laut, udang panggang mereka juga luar biasa.”Aerline mengangguk, “Steak terdengar menggoda. Tapi aku juga penasaran dengan udang panggang. Mungkin kita bisa pesan keduanya dan berbagi?”“Okay! Kita bisa menambahkan beberapa hidangan pembuka juga. Bagaimana dengan sup krim jamur?” Joel menyarankan.Aerline terlihat semakin bersemangat, “Setuju! Ini akan menjadi makan siang yang luar
“Apa kamu sedang sibuk?” tanya Maya mendekati Aerline. “Tidak terlalu sih. Ada apa?” tanya Aerline. “Aku ingin minta bantuanmu untuk mencari beberapa berkas di ruang arsip. Apa kamu mau bantu?” tanyanya. “Baiklah,” jawab Aerline. Maya tersenyum lega. “Terima kasih, Aerline. Berkas-berkas itu penting, dan aku kesulitan mencarinya sendiri.”Mereka berdua berjalan menuju ruang arsip. Selama perjalanan, Maya menjelaskan jenis berkas yang mereka cari. “Itu berkas terkait proyek yang kita kerjakan bulan lalu. Aku butuh dokumen itu untuk presentasi minggu depan.”Setibanya di pintu ruang arsip, Aerline membuka pintu dan mereka melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi rak-rak berkas. “Wow, ini banyak sekali berkasnya. Dari mana kita mulai?” tanya Aerline sambil melihat sekeliling.“Kita bisa mulai dari rak sebelah kanan. Biasanya berkas proyek kita disimpan di sana,” jawab Maya. Aerline mengangguk dan mulai menarik berkas-berkas dari rak tersebut. Mereka membolak-balik dokumen, me
“Lin, ini beberapa berkas yang harus kamu pelajari untuk mendampingi Tuan Joel melakukan bisnis di luar kota,” ucap Maya menunjukkan email berisik dokumen yang sudah disiapkannya. Beberapa menit lalu, Joel mengadakan briefing bersama dengan tim sekretarisnya, karena ada perjalanan bisnis ke luar kota untuk meninjau proyek. Kepergiannya itu bisa memakan waktu tiga sampai lima hari, tergantung situasi di sana. Dan biasanya, Joel akan memilih Erdan yang merupakan sekretaris pria satu-satunya di sana untuk menemaninya kalau ada pekerjaan di luar kota. Tetapi, kali ini Joel memilih Aerline untuk menemaninya dengan alasan, bagian dari training Aerline yang merupakan karyawan baru. Semua orang memahami itu tanpa menaruh kecurigaan. Tetapi, Aerline mengerti alasan kenapa Joel ingin pergi bersamanya. Itu karena dia ingin berduaan dengan Aerline selama di sana. “Terima kasih, Maya,” jawab Aerline sambil membuka file dokumen tersebut. “Oh iya, apakah ada hal khusus yang perlu aku perhatikan?”
Tok! Tok! Tok! Aerline yang sedikit termenung karena perkataan Leon tadi terkejut dengan suara itu. Dia mengangkat kepalanya dan cukup terkejut saat melihat Gisella di sana. “Ah, ada yang bisa saya bantu?” tanya Aerline segera berucap. “Dimana, Joel?” tanya Gisella tanpa basa-basi. “Pak Joel-”“Ada apa kamu datang kemari?” tanya Joel di saat itu, dia muncul dan membuat mereka berdua menoleh ke arah Joel. “Aku ingin bicara denganmu, Joel,” ujar Gisella. “Masuk ke ruanganku,” ujar Joel berlalu pergi dan Gisella mengikutinya. Saat mereka masuk ke dalam ruangan, kaca jendela mereka diburamkan hingga Aerline tidak bisa melihat ke dalam ruangan. Aerline mengalihkan pandangannya dan malah bertemu dengan tatapan Leon yang juga sedang berada di ruangan itu dan menyaksikan hal itu. Aerline yang tidak Ingin dikasihani pun segera memalingkan wajahnya. Dan berusaha fokus dengan pekerjaannya. Di dalam ruangan, Gisella duduk di sofa dan berhadapan dengan Joel. “Kebetulan, ada yang ingin a
“Joel, kita sudah di kantor,” ujar Aerline memperingati pria yang saat ini berjalan di sampingnya sambil menggenggam tangan Aerline menuju lift. “Memangnya kenapa? Aku masih ingin bermesraan denganmu,” ucap Joel dengan santai. Bukan Aerline tidak mau. Dia juga mau, bahkan dia ingin seluruh dunia tau tentang hubungan mereka. Tapi situasinya berbeda, Aerline adalah wanita Selingkuhan Joel. Bagaimanapun, akan terjadi huru-hara kalau sampai hubungan mereka tersebar. “Aku tidak mau ada yang lihat,” protes Aerline. “Tidak ada siapapun di sini. Jadi tenang saja,” ucap Joel tersenyum merekah. Aerline hanya bisa menghela napas panjang sambil melirik ke sekeliling, memastikan tidak ada orang yang melintas. Namun, tangannya tetap digenggam erat oleh Joel, seolah pria itu sengaja memperlihatkan betapa ia tidak peduli dengan risiko yang mungkin mereka hadapi."Joel, aku serius. Kalau sampai ada yang melihat, aku yang akan menanggung akibatnya," bisik Aerline dengan nada setengah memohon.Joel
Aerline membuka matanya saat cahaya matahari menerobos masuk ke celah jendela kamar. Wanita itu menyadari kalau dia sedang tidur dalam dekapan hangat Joel. Aerline tidak sangka, semalam mereka tidak melakukan apa pun selain tidur bersama. Joel terlihat berusaha menahan dirinya. Padahal awalnya, Aerline berpikir, Joel hanya ingin melakukan hubungan intim dengannya. Tetapi ternyata diluar dugaan, pria itu tidak melakukan apapun, selain tidur dengan memeluk Aerline. Aerline menghela napas pelan, mencoba memahami perasaannya sendiri. Ia merasa canggung, namun sekaligus terenyuh dengan sikap Joel semalam. Pria itu benar-benar telah berubah, setidaknya untuk kali ini, dia membuktikan bahwa tindakannya sejalan dengan ucapannya.Aerline menggerakkan tubuhnya perlahan, berusaha tidak membangunkan Joel. Namun, gerakan kecilnya membuat pria itu menggeliat pelan. Mata Joel perlahan terbuka, dan senyuman lembut langsung menghiasi wajahnya saat ia melihat Aerline.“Pagi, Sayang,” bisik Joel denga
“Mau makan di rumah atau makan di luar?” tanya Joel. “Karena masih sore, kita maka di rumah aja,” ujar Aerline. “Okey. Kalau gitu, kita belanja bahannya dulu. Kebetulan, aku belum belanja bahan masakan,” ucap Joel. “Okay.”Joel menyetir mobilnya menuju salah satu swalayan untuk membeli bahan masakan. Di swalayan, mereka berdua berjalan santai menyusuri lorong-lorong penuh dengan barang kebutuhan. Aerline melihat deretan bahan masakan di kanan kirinya, sementara Joel mendorong keranjang belanja.“Apa yang mau dimasak nanti?” tanya Joel sambil menatap beberapa sayuran segar yang tersusun rapi di rak.“Mungkin pasta dengan saus creamy atau sup ayam, gimana menurutmu?” Aerline bertanya balik sambil memilih tomat yang masih segar.“Pasta sounds good. Tapi tambahin salad biar lebih seimbang,” usul Joel sambil mengambil sekantong lettuce dan wortel.Aerline tersenyum, “Oke, setuju. Jangan lupa beli keju parmesan sama susu untuk sausnya.”Mereka melanjutkan belanja dengan suasana santai,
“Sebenarnya apa yang tadi dimaksud Leon, ya. Dia tidak melihat dan mendengar apa pun, kan?” batin Aerline merasa terusik dengan apa yang dikatakan Leon tadi. “Sudahlah, mungkin hanya salah paham. Sebaiknya aku kembali fokus bekerja,” gumamnya mulai fokus menatap layar laptop di depannya. Aerline berusaha mengalihkan pikirannya dari ucapan Leon yang menggantung dan penuh tanda tanya. Namun, rasa penasaran tetap membayang di benaknya, membuatnya sulit benar-benar fokus. Dia mengetik beberapa baris dokumen di laptopnya, tapi pikirannya terus berputar pada kemungkinan-kemungkinan yang dimaksud Leon.“Apa dia mendengar sesuatu waktu aku bicara dengan Joel tadi? Atau… apa mungkin dia benar-benar tahu?” Aerline bergumam pelan, menggigit bibir bawahnya dengan cemas. Dia merasa bahwa Leon bukan tipe orang yang bicara sembarangan. Jika dia mengatakan sesuatu, pasti ada alasan di baliknya.Namun, Aerline menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran-pikiran itu. "Fokus, Aerl
“Jadi, aku sebrengsek itu di matamu?” Aerline terkejut saat mendengar bisikan seseorang di belakangnya. Dia langsung membalikkan badannya dan melihat Joel berdiri di belakangnya. “Joel? Apa yang kamu lakukan di sini? Pergilah, nanti ada yang lihat. Kita lagi ada di kantor,” ujar Aerline melihat kanan dan kiri dengan khawatir. “Kenapa begitu gelisah? Memangnya kenapa kalau ketahuan?” goda Joel. “Apa kamu akan memakiku lagi?” Aerline merasa tubuhnya membeku, otaknya berputar cepat mencoba mencari alasan atau cara untuk keluar dari situasi ini. "Joel, aku nggak bermaksud... Maksudku, voice note itu... Aku... Aku mabuk waktu itu!" katanya terbata-bata, wajahnya memerah.Joel menyeringai kecil, tangannya dimasukkan ke saku celananya dengan santai. "Oh, jadi kalau mabuk, semua hal yang kamu sembunyikan keluar begitu saja, ya?" tanyanya dengan nada yang menggoda namun matanya tajam mengamati reaksi Aerline.Aerline menelan ludah, hatinya semakin kalut.
“Apa yang kamu lakukan di rumahku?” tanya Joel merasa kesal karena kehadiran Bailee di sana. Ibu tiri Joel itu berjalan masuk dengan langkah angkuh memasuki rumah Joel. “Apa seperti itu, kamu menyapa ibumu?” tanya Bailee. Joel menatap Bailee dengan sinis. “Kalau tidak ada hal penting. Keluar!” usir Joel tanpa belas kasih. “Kamu selalu saja bersikap dingin padaku, Joel. Padahal dulu kita sangat dekat,” ujarnya dengan seringai. “Keluar!” usir Joel. “Ada jadwal untuk bertemu wedding organizer dan persiapan foto pra wedding dengan Gisella. Luangkanlah waktumu,” ujar Bailee. “Aku sibuk!”“Sibuk berkencan maksudmu?” ujar Bailee tersenyum meremehkan Joel. Bailee mengayunkan kakinya dengan santai, duduk di sofa ruang tamu Joel seolah rumah itu miliknya. Wajahnya tidak menunjukkan rasa terganggu oleh sikap dingin putra tirinya.“Kamu memang keras kepala seperti ayahmu,” kata Bailee dengan nada menyindir. “Tapi ingat, Joel, pernikahanmu dengan Gisella ini bukan hanya untukmu. Ini tenta
“Baru pulang?” tanya Freyya yang ternyata sedang sibuk di dapur saat Aerline sampai di apartemen. “Ya. Apa yang sedang kamu lakukan, Frey?” tanya Aerline berjalan perlahan mendekati dapur. “Aku sedang menghancurkan dapur. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang memasak!” ucap Freyya dengan mendengus. Aerline terkekeh di sana. “Sensi amat, Bu… ““Pergilah mandi, aku akan siapkan makan malam untuk kita berdua,” ujar Freyya. “Oke.”Aerline tersenyum kecil mendengar jawaban Freyya yang ketus tapi hangat. Freyya selalu seperti itu, penuh kehebohan tapi diam-diam peduli. Langkah Aerline melambat sejenak saat melihat kekacauan di dapur, tepung yang tumpah, beberapa alat masak berserakan, dan aroma masakan yang entah berhasil atau gagal tercium samar-samar.“Jangan terlalu lama mandinya, nanti makan malamnya dingin!” seru Freyya dari dapur sambil mengaduk sesuatu di wajan.Aerline hanya mengangguk sambil melangkah ke kamar mandi. Setelah hari yang panjang dan emosional, suara dan kehadiran
“Saya, batalkan pembeliannya,” ujar Gisella yang bergegas pergi dari sana meninggalkan Kyle. Pelayan di sana dibuat terkejut dan hanya bisa melihat kepergian Gisella. “Nona Gisella, tunggu! Apa anda sangat handal menghindar? Bahkan tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di malam itu,” ujar Kyle masih mengejar Gisella. “Apa yang harus aku pertanggungjawabankan? Itu terjadi, karena kita sama-sama mabuk,” ujar Gisella masih terus berjalan cepat, berharap Kyle pergi. Kyle menghentikan langkahnya dan menatap punggung Gisella dengan tatapan tajam. “Kamu pikir itu alasan yang cukup? Mengabaikan semuanya hanya karena kita mabuk?”Gisella menghentikan langkahnya, menghela napas panjang sebelum berbalik menghadap Kyle. “Lalu apa yang kamu mau dariku, Tuan Kyle? Penyesalan? Permintaan maaf? Atau... tanggung jawab seperti yang kamu katakan?” tanya Gisella dengan kesal. Kyle mendekat, nadanya berubah lebih lembut. “Aku hanya ingin kita bicara, Nona. Bukan seperti ini, terus menghindar