“Tunggu, Joel!” Aerline mendorong dada bidang Joel yang sudah membuatnya hampir kehilangan napas. Bisa-bisanya pria itu mencium Aerline dengan brutal.
“Apa yang kamu lakukan?!” tanya Aerline.
Wanita itu memekik kaget saat Joel mengangkat tubuh wanita itu dan mendudukannya di kepala sofa, dengan Joel yang masih berdiri dihadapannya.
“Aku bilang, aku merindukanmu, Arlyn. Apa kamu tidak mengerti?” tanya Joel tersenyum simpul.
“Ah, masakanku!” Aerline melepaskan diri dari Joel dan berlari ke arah pantry. Wanita itu segera mengambil spatula dan mengaduk masakannya di dalam wajan. Syukurlah tidak sampai gosong, dan masakan itu masih bisa di selamatkan.
Aerline mematikan kompor dan hendak mengambil piring, tetapi Joel sudah berdiri di sampingnya dengan sebuah piring di tangan.
“Kamu butuh piring, kan?” tanya Joel menunjukkan piring pada Aerline.
“Oh, ya. Terima kasih,” jawab Aerline menerimanya dan mulai memindahkan masakan ke dalam piring tersebut.
“Aku tidak tau kalau kamu bisa masak,” ucap Joel.
“Aku sudah lama dan mulai terbiasa hidup seorang diri. Jadi, memasak sudah jadi rutinitas sehari-hariku,” jawab Aerline.
“Ya, aku penasaran dengan rasanya. Kuharap seenak yang terlihat,” ucap Joel.
Aerline tidak menjawab. Dia memilih menata masakannya di atas mini bar, dan juga mengambil dua mangkuk nasi untuk mereka berdua. Joel sudah duduk di minibar, kemudian Aerline pun bergabung di samping Joel karena memang mini bar itu hanya bisa digunakan untuk dua orang.
“Bagaimana kamu tau alamat apartemenku?” tanya Aerline.
“Bukankah menemukan alamat seperti ini, bukan hal sulit untukku?” jawab Joel. “Jadi, tidak perlu menanyakan hal yang sudah pasti.”
“Um, ya, kamu benar.”
Mereka pun menikmati makanan dalam diam sam tenang.
“Ngomong-ngomong lima tahun yang lalu, kamu masih membenciku, bahkan menatapku saja tidak mau. Kenapa sekarang kamu bersikap seperti ini padaku?” tanya Aerline merasa penasaran.
“Jadi, sebaiknya aku bersikap seperti itu padamu?” tanya Joel.
“Um, tidak sih. Sepertinya aku lebih suka yang banyak ngomong dibanding yang dingin dan pendiam,” ujar Aerline tanpa sadar membuat Joel mengulum senyumnya.
“Oh, jadi kamu suka aku?” godanya.
“A-apa sih maksudmu. Bukan begitu, aku hanya tidak suka dengan orang yang menjawab singkat, seperti berbicara dengan tembok,” jawab Aerline mengalihkan pandangannya dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Joel tidak berniat untuk membahas yang sudah berlalu. Kemudian, dia pun menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Um ... rasanya tidak buruk. Aku tidak tahu kamu handal memasak,” ujar Joel kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Aerline melihat Joel yang lahap memakan makanannya. Dia pun hanya bisa tersenyum dan bersyukur karena Joel menyukai makanannya.
Setelah selesai makan, Aerline membawa semua cucian kotor ke tempat cucian piring dan mencucinya. Saat sedang mencuci piring, Joel kembali mendekat dan tiba-tiba saja memeluk Aerline dari belakang.
Degh!
“Jo-joel?” gumam Aerline.
“Hmm ... lanjutkan saja aktivitasmu,” bisiknya mencium dan menggigit pelan daun telinga Aerline, meninggalkan getaran asing pada tubuhnya.
“Joel, hentikan. Itu geli,” pinta Aerline tetapi Joel tidak mendengarnya dan malah semakin mengecupi leher jenjang Aerline di sana. Bahkan tanpa permisi, tangannya menyusup masuk ke balik kaos oblong yang dikenakan Aerline.
“Hm ... “ Aerline memejamkan matanya saat merasakan sensasi geli yang cukup membuat jantungnya berdebar dan darahnya berdesir.
“Aku sangat menyukai aroma tubuhmu,” bisik Joel dengan nada yang semakin membuat Aerline hanyut dalam buaian kenikmatan. Sentuhan dan belaian tangannya yang lembut dan mampu membuat seluruh tubuhnya merinding.
“A-aku masih cuci piring,” gumam Aerline.
“Tinggalkan saja.” Joel menarik tubuh Aerline untuk menghadap ke arahnya. Tatapan mereka terpaut satu sama lain dengan deru napas yang berat. Aerline dapat melihat sorot mata Joel yang berkabut dan terlihat bergairah.
“Aku menginginkanmu, Aerline.” Tanpa menunggu lama, Joel memangku tubuh Aerline dan mendudukkannya di atas minibar. Kini wajah mereka sejajar, dan Joel langsung memangut bibir ranum itu tanpa jeda.
Aerline sendiri hanyut dalam buaian pria itu, dia tidak bisa lagi berpikir logis, dan ingin larut dalam racun yang pasti akan menyesakkannya, hingga membunuhnya secara perlahan. Dia tidak mau banyak berpikir, karena dirinya memang menginginkan Joel. Jauh dari lubuk hati terdalamnya, Aerline benar-benar menginginkan pria itu.
Entah sejak kapan, mereka sudah menanggalkan seluruh pakaian mereka. Aerline hanya bisa mendesah dan melenguh panjang memanggil nama Joel saat pria itu menyentuh, membelai dan memberikan kecupan di setiap inci tubuhnya yang mulus.
Tanpa menunggu lama, mereka pun melakukan pergulatan panas penuh kenikmatan. Keringat sudah bercucuran di tubuh mereka berdua. Deru napas yang memburu, keringat yang bercucuran dan sentuhan kulit yang terasa panas, berhasil membakar gairah mereka berdua. Hanya suara lenguhan panjang yang terdengar di ruangan kosong itu, hingga akhirnya mereka berdua mencapai puncak kepuasan.
***
“Ini kopi untukmu,” ujar Aerline memberikan gelas berisi kopi yang masih mengepulkan asap pada Joel yang duduk santai di atas sofa. Siang tadi, mereka berdua menghabiskan waktu dengan saling memadu kasih dan memuaskan hasrat selama dua kali dan tidur panjang. Kini keduanya sudah bangun saat langit sudah berganti warna jadi gelap.
“Oh ya, terima kasih,” ujar Joel menerima gelas berisi minuman itu dari Aerline. Wanita itu pun duduk di atas sofa, tepat di samping Joel sambil memegang gelas berisi kopi panas miliknya.
“Rasanya tetap sama,” ucap Joel setelah meneguknya sedikit.
“Ya, karena tangan yang membuatnya juga sama,” jawab Aerline tersenyum di sana sambil meneguk pelan kopinya.
Mereka berdua sedang duduk santai sambil menonton acara televisi yang sedang menayangkan film action favorit mereka berdua.
“Akhirnya, hari weekendku dihabiskan bersama dengan pria yang selalu kunantikan kedatangannya setiap saat,” batin Aerline dengan kedua pipinya bersemu merah. Dia merasa kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Dan ada rasa hangat yang mengalir di dalam hatinya yang sudah terlalu lama mendingin.
“Jadi, bagaimana kabar Kakakmu?” tanya Joel membuka suara.
“Bang Kaivan? keadaannya baik, begitu juga dengan Kak Khayra," jawab Aerline.
"Mereka sudah punya anak?" tanya Joel karena dia dan Kaivan sudah tidak bertemu selama lima tahun lamanya, dan dia juga sempat kehilangan kontak dengan mereka, setelah menjalani pengobatan yang cukup lama karena kejadian di masa lalu.
“Ya, anak kembar,” jawab Aerline.
“Wah, anak kembar? Hm ... pasti keduanya mirip Khayra, tidak mungkin mirip Kaivan, apalagi sikapnya,” gurau Joel.
“Kata siapa. Kak Khayra hanya kebagian hamil dan melahirkan saja. Keduanya mirip banget sama Abang,” jawab Aerline. “Bahkan yang perempuan, benar-benar jahil dan gak bisa diem mirip Bang Kaivan.” Aerline tersenyum mengingat kedua ponakannya yang sangat menggemaskan itu.
“Ya, sepertinya dia sudah mendapatkan kebahagiaannya,” ucap Joel yang ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Aerline, wanita itu setuju dengan penilaian Joel.
“Dan kamu sendiri, sejak kapan kamu ada di sini?” tanya Joel. “Kamu jelas tahu kalau aku ada di negara ini juga, kan? lalu, kenapa tidak mendatangiku lebih awal?” tanyanya.
“Aku tahu. Aku hanya tidak memiliki alasan untuk menemuimu,” jawab Aerline tersenyum kecil sambil menundukkan tatapannya, menatap air kopi di dalam gelas yang dipegangnya.
“Andai saja aku tahu lebih awal. Mungkin aku akan menemuimu,” ucap Joel. “Menemui orang di masa lalu, apa harus selalu memiliki alasan?”
Pertanyaan Joel tidak bisa dijawab oleh Aerline. Dia mendadak kelu dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya. Karena selama di sini, dia menahan diri untuk tidak mencari tahu informasi maupun keberadaan pria itu. Aerline tidak terlalu percaya diri dan takut, Joel akan kembali bersikap dingin dan mengabaikannya.
***
“Hai,” sapa seseorang mengetuk meja kerja Aerline membuat wanita menengadahkan kepalanya dan kedua matanya melebar di sana. “Leon?” Aerline terkejut saat melihat sosok pria yang dikenalnya berdiri di depannya. “Wah, Lin. Aku pikir tadi bukan kamu, loh. Kamu kerja di sini sekarang?” tanya Leon. “Ya, aku kerja di sini. Oh, ngomong-ngomong kenapa kamu ada di sini?" tanya Aerline. "Sebenarnya, aku juga kerja di sini," kekehnya. “Aku asisten BM Heiner. Kamu baru ya?” tanyanya. “Ya, aku belum ada sebulan sih bekerja di sini. Wah, gak nyangka kita bisa bekera di perusahaan yang sama,” kekehnya. Leon dan Aerline terlihat asyik berbincang, tawa mereka menggema di seluruh ruangan, dan rasanya seperti mereka berada di dunia sendiri. Joel yang memperhatikan dari dalam ruangannya melalui jendela, merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia menyeringai sinis saat melihat Aerline begitu akrab dengan Leon, sementara dirinya
“Apa kamu pernah makan di sini sebelumnya?” tanya Leon. Saat ini, Leon dan Aerline berada di sebuah restoran untuk makan siang bersama. “Belum, sih. Karena aku belum sebulan bekerja di sini. Jadi belum mencoba kuliner di sekitaran sini. Aku hanya pernah mencoba makan di restoran yang ada di seberang kantor.”Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan memberikan dua buku menu ke arah mereka berdua. “Menu makanan di sini semuanya enak. Kamu pasti akan suka,” ucap Leon. Aerline hanya tersenyum kecil. Sebenarnya dia sedang tidak bersemangat setelah melihat Joel bersama wanita lain tadi. Aerline mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Dia membuka buku menu sambil dalam hati berharap menemukan sesuatu yang bisa menghibur hatinya. “Hmm, ada banyak pilihan di sini ya,” ucapnya, berpura-pura memperhatikan menu dengan serius. Leon tersenyum dan melihat ke arah Aerline. “Kalau kamu suka makanan pedas, aku rekomendasikan spaghetti aglio e olio di sini. Rasanya benar-benar
“Bahkan sampai jam segini pun, tidak ada pesan darinya,” gumam Aerline yang termenung di atas sofa yang ada di apartemennya. Wanita itu menatap ke luar jendela yang memperlihatkan suasana kota dengan gedung pencakar langit dan kerlap kerlip lampu di luar jendela apartemen yang indah. Tetapi, keindahan itu sama sekali tidak bisa menghibur hati Aerline yang terus overthinking. Aerline meneguk minuman soda kaleng yang mengandung kadar alkohol sedang. Pikirannya terus tertuju pada Joel, entah pergi ke mana pria itu Tanpa memberi kabar dan memberi pesan pada Aerline. Sebenarnya dia dan wanita itu pergi ke mana, sampai Joel tidak bisa memberikan kabar pada Aerline? Itulah yang terus pemikiran - pemikiran yang terus mengusik pikiran Aerline. Dia mencoba mengalihkan perhatian dari kekhawatiran yang terus menerus mengganggu pikirannya. Dia bangkit dari sofa, menyusuri apartemen yang di dekorasi minimalis, sebelum akhirnya menepuk-nepuk bukunya yang tergeletak di meja. Membaca adalah cara ter
“Uh, sial! Kenapa aku harus minum banyak sekali semalam. Pagi ini, kepalaku rasanya berputar tidak karuan,” keluh Aerline berjalan pelan memasuki lobi kantor.“Hei, Lin.” Sapaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara. “Oh, Leon. Kamu baru datang?” tanya Aerline. “Ya. Kamu kenapa? Wajahmu pucat sekali, apa kamu sakit?” tanya Leon hendak menyentuh kening Aerline, tetapi dengan cepat wanita itu menghindar. “Aku baik-baik saja,” jawab Aerline. “Sebenarnya karena semalam aku minum terlalu banyak.” Aerline hanya menunjukkan cengirannya. “Kenapa kamu mabuk saat hari kerja. Pasti akan terasa menyiksa, apalagi kamu harus bangun pagi dan pergi ke kantor,” ucap Leon. “Entahlah. Semalam aku hanya sedang ingin minum” jawabnya tersenyum kecil. Leon menggelengkan kepalanya, merasa prihatin sekaligus geli dengan sikap Aerline. “Kamu harus lebih bijak, Aerline. Mungkin sebaiknya kamu mencari cara lain untuk bersenang-senang yang tidak melibatkan alkohol,” sarannya.Aerline mengangkat bahu,
Aerline mengikuti Joel bersama Maya memasuki ruang meeting. Di dalam ruangan, semua orang sudah berkumpul, manager divisi hingga branch manager sudah ada di sana. Joel yang merupakan Direktur utama pun menduduki kursi kebesarannya, kemudian Aerline dan Maya yang merupakan sekretaris Joel, memilih duduk di samping Joel. Setelah semua peserta rapat hadir, BM membuka pertemuan dengan senyuman. "Selamat datang semuanya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk berkumpul di sini. Hari ini kita akan membahas beberapa agenda penting terkait laporan per tiga bulan atau triwulan."Maya, yang selalu sigap, menyiapkan catatan dan alat presentasi. Aerline memandang sekeliling ruangan, menyadari bahwa setiap orang tampak antusias tetapi juga sedikit tegang. Dia tahu betapa pentingnya pertemuan ini untuk melihat perkembangan setiap divisi."Pertama-tama, mari kita tinjau hasil dari laporan sebelumnya," lanjut BM. "Saya ingin mendengar pendapat dari masing-masing divisi mengenai pencapaian dan tan
“Pesanlah apa pun yang kamu mau dan suka,” ucap Joel. Saat ini, Joel dan Aerline berada sebuah restoran mewah. Mereka sedang membaca dan melihat daftar menu yang tersedia di sana. “Hmm… Apa, ya?” gumam Aerline berpikir keras. Aerline terlihat bingung, matanya berkeliling membaca semua tulisan di buku menu yang penuh dengan pilihan lezat. Dia kemudian berpaling ke Joel, “Bagaimana kalau kita coba beberapa hidangan? Mungkin kamu bisa merekomendasikan sesuatu?” Joel tersenyum, “Tentu! Aku sangat merekomendasikan steak mereka. Dikenal sangat empuk dan dimasak dengan sempurna. Tapi kalau kamu suka makanan laut, udang panggang mereka juga luar biasa.”Aerline mengangguk, “Steak terdengar menggoda. Tapi aku juga penasaran dengan udang panggang. Mungkin kita bisa pesan keduanya dan berbagi?”“Okay! Kita bisa menambahkan beberapa hidangan pembuka juga. Bagaimana dengan sup krim jamur?” Joel menyarankan.Aerline terlihat semakin bersemangat, “Setuju! Ini akan menjadi makan siang yang luar
“Apa kamu sedang sibuk?” tanya Maya mendekati Aerline. “Tidak terlalu sih. Ada apa?” tanya Aerline. “Aku ingin minta bantuanmu untuk mencari beberapa berkas di ruang arsip. Apa kamu mau bantu?” tanyanya. “Baiklah,” jawab Aerline. Maya tersenyum lega. “Terima kasih, Aerline. Berkas-berkas itu penting, dan aku kesulitan mencarinya sendiri.”Mereka berdua berjalan menuju ruang arsip. Selama perjalanan, Maya menjelaskan jenis berkas yang mereka cari. “Itu berkas terkait proyek yang kita kerjakan bulan lalu. Aku butuh dokumen itu untuk presentasi minggu depan.”Setibanya di pintu ruang arsip, Aerline membuka pintu dan mereka melangkah masuk ke dalam ruangan yang dipenuhi rak-rak berkas. “Wow, ini banyak sekali berkasnya. Dari mana kita mulai?” tanya Aerline sambil melihat sekeliling.“Kita bisa mulai dari rak sebelah kanan. Biasanya berkas proyek kita disimpan di sana,” jawab Maya. Aerline mengangguk dan mulai menarik berkas-berkas dari rak tersebut. Mereka membolak-balik dokumen, me
“Lin, ini beberapa berkas yang harus kamu pelajari untuk mendampingi Tuan Joel melakukan bisnis di luar kota,” ucap Maya menunjukkan email berisik dokumen yang sudah disiapkannya. Beberapa menit lalu, Joel mengadakan briefing bersama dengan tim sekretarisnya, karena ada perjalanan bisnis ke luar kota untuk meninjau proyek. Kepergiannya itu bisa memakan waktu tiga sampai lima hari, tergantung situasi di sana. Dan biasanya, Joel akan memilih Erdan yang merupakan sekretaris pria satu-satunya di sana untuk menemaninya kalau ada pekerjaan di luar kota. Tetapi, kali ini Joel memilih Aerline untuk menemaninya dengan alasan, bagian dari training Aerline yang merupakan karyawan baru. Semua orang memahami itu tanpa menaruh kecurigaan. Tetapi, Aerline mengerti alasan kenapa Joel ingin pergi bersamanya. Itu karena dia ingin berduaan dengan Aerline selama di sana. “Terima kasih, Maya,” jawab Aerline sambil membuka file dokumen tersebut. “Oh iya, apakah ada hal khusus yang perlu aku perhatikan?”
“Lin?” Lyman masuk ke dalam ruang rawat Aerline. “Bang?” jawab Aerline melihat ke arah Lyman. Lyman berjalan mendekati Aerline yang duduk terbaring di atas ranjang rumah sakit. “Kenapa malam itu tidak tunggu Abang sih?” tanya Lyman terlihat begitu khawatir. “Aku baik-baik saja, Bang,” ujar Aerline di sana. “Kamu itu,” ucap Lyman sampai tidak bisa berkata apa-apa. “Syukurlah kalau kamu baik-baik saja. Abang sangat mencemaskanmu, Lin. Semalaman Abang keliling cari kamu,” ucap Lyman. “Maaf, Bang.” “Kalau terjadi sesuatu padamu, bagaimana Abang jelasin ke Kaivan? Kamu berharga untuk keluargamu, Lin. Jangan merasa sendiri, Abang di sini untuk jaga kamu,” ucap Lyman mengusap kepala Aerline dengan lembut.Aerline menunduk, merasa hangat mendengar kata-kata Lyman. Dia tidak menyangka Lyman begitu peduli padanya, bahkan rela mencari dirinya sepanjang malam."Maafkan aku, Bang. Aku nggak bermaksud bikin abang khawat
“Um... “ Aerline perlahan membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan. Dia meringis kecil sambil memegang kepalanya yang terasa berat. Dia menoleh ke arah punggung tangannya yang dipasang infusan di sana. “Apa aku ada di rumah sakit?” gumamnya berusaha mengingat apa yang terjadi. “Kamu sudah siuman, Lin?” pertanyaan itu membuat Aerline menoleh ke sumber suara dan melihat sosok Leon di sana dan terlihat pria itu baru saja terbangun dari tidurnya. “Leon?” tanya Aerline. “Aku melihatmu pingsan dan tergeletak di pinggir jalan. Jadi, aku bawa kamu ke rumah sakit, menurut dokter kamu terkena usus buntu dan harus segera di operasi,” jawab Leon. “Operasi?” Aerline mengernyitkan dahinya. “Ponselmu mati, jadi aku tidak punya pilihan lain selain menandatangani surat persetujuannya. Aku sangat khawatir padamu,” ucap Leon. Aerline tersenyum di sana. “Terima kasih, Leon. Berkatmu, aku bisa selamat,” ujarnya
“Apa semuanya sudah sesuai?” tanya Aerline pada pelayan di restoran yang sudah dia booking jauh-jauh hari untuk acara ulang tahun Joel. Dia ingin memberikan kejutan spesial untuk Joel. “Semua sudah disiapkan dengan sangat baik, Nona. Kami hanya tinggal menunggu kode dari anda,” ucap pelayan itu. “Baiklah, terima kasih.” Aerline tersenyum lebar di sana. “Kalau begitu, saya permisi,” pamit pelayan tersebut. Aerline merapikan gaun cantik yang dikenakannya. Dia sengaja memakai gaun warna violet, karena menurut Joel, dia selalu cantik kalau memakai warna itu. Wanita itu duduk di kursi sambil melihat jam tangannya. “Masih ada 20 menitan lagi sampai Joel datang. Astaga, aku deg-degan sekali. Semoga saja, acaranya berjalan dengan lancar,” gumam Aerline tersenyum lebar. Dia sengaja membooking area rooftop sebuah restoran untuk merayakan ulang tahun Joel. Dia juga sudah menyiapkan beberapa kejutan kecil, di mana mereka akan memotong kue
“Jangan lupa dengan wine yang akan jadi pelengkap makan malam kita,” ucap Joel.“Aku akan mengambilkan wine kualitas terbaik, sebentar.” Tambah pria itu berlalu pergi dari sana meninggalkan Aerline yang masih menikmati makanannya.Joel kembali beberapa saat kemudian dengan sebotol wine berlabel premium di tangannya. “Ini dia, wine terbaik untuk melengkapi makan malam kita,” ucapnya sambil tersenyum.Aerline menatap botol itu dengan kagum. “Kamu benar-benar mempersiapkan semuanya dengan sempurna, Joel. Aku terkesan.”Joel hanya tersenyum kecil sambil membuka botol wine tersebut dengan anggun. Ia menuangkan wine ke dua gelas, lalu menyerahkan salah satunya kepada Aerline. “Untuk malam yang tidak akan pernah kita lupakan.”Aerline menerima gelas itu sambil menatap Joel dengan lembut. “Untuk malam ini, dan untuk kita,” ujarnya sambil mengangkat gelasnya untuk bersulang.Mereka berdua menyeruput wine itu dengan perlahan, menikmati rasa anggur yang lembut dan kaya. Angin pantai yang sepoi-s
“Wah, apakah ini vila yang kamu maksud?” tanya Aerline saat dia menuruni mobil dan melihat suasana vila di bibir pantai. “Ya, ini adalah vila pribadi. Aku sengaja membookingnya. Jadi, tidak akan ada orang lain lagi selain kita berdua di sini,” ucap Joel memeluk Aerline dari belakang. Wanita itu tersenyum hangat dan memegang tangan Joel yang melingkar di perutnya."Tempat ini indah sekali, Joel," ucap Aerline, memandang hamparan pantai dengan pasir putih yang berkilauan diterpa sinar matahari. Suara ombak yang tenang dan angin laut yang sejuk memberikan suasana damai yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Joel menunduk sedikit, menyandarkan dagunya di bahu Aerline. "Aku ingin kamu merasa tenang dan melupakan semua beban yang ada," ucapnya lembut.Aerline menolehkan wajahnya sedikit, menatap Joel dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih, Joel. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Ini lebih dari cukup."Joel melepaskan pelukan itu perlahan, mengambil tangan Aerline dan membawanya ma
“Kamu masih marah padaku?” tanya Joel mendekati Aerline yang masih kerja di meja kerjanya. Hari sudah malam, semua rekan kerjanya sudah pulang lebih dulu. Sedangkan Aerline harus lembur karena sempat tidak masuk, membuat pekerjaannya cukup menumpuk. Wanita itu menengadahkan kepalanya dan menatap Joel di depannya. "Aku tidak marah padamu, Joel,” jawab Aerline. “Aku paham posisimu, dan aku coba mengerti.” “Tapi kamu terus menghindariku seharian ini, apa kamu akan terus bersikap begitu? Padahal aku sangat merindukanmu,” ujar Joel yang duduk dihadapan Aerline sambil memegang tangan wanita itu. “Akhir-akhir ini, hubungan kita semakin renggang dan jauh, aku sangat merindukanmu.” Joel tersenyum di sana.Aerline menarik tangannya perlahan dari genggaman Joel, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia menatap Joel dengan sorot mata yang bercampur antara lelah dan keraguan.“Joel, aku tidak menghindarimu,” ucapnya pelan, suaranya terdengar
“Aerline… “Semua rekan kerjanya kembali menyambut kedatangannya di kantor setelah tidak masuk kerja selama tiga hari. “Kamu baik-baik saja, Lin?” tanya Lita. “Kamu sakit apa sebenarnya? Kami khawatir banget, tau.” Kali ini Agnes yang berbicara. “Sakit asam lambung,” jawab Aerline tidak mengatakan yang sebenarnya kalau dia sakit Gerd. Aerline berusaha tersenyum pada rekan-rekannya yang tampak benar-benar khawatir. “Maaf ya, bikin kalian khawatir. Aku sudah lebih baik sekarang,” katanya sambil menepuk bahu Lita dengan lembut.“Kamu harus lebih jaga kesehatan, Lin,” ujar Maya dengan nada penuh perhatian.“Iya, jangan terlalu memaksakan diri di kantor,” tambah Agnes, menatap Aerline dengan pandangan serius.Aerline mengangguk kecil. “Aku akan lebih hati-hati. Terima kasih sudah peduli,” jawabnya tulus. Meski mencoba terdengar ringan, hatinya sedikit berat karena tahu mereka tidak mengetahui sepenuhnya apa yang ia alami belakangan ini.“Ngomong-ngomong, Leon nyariin kamu tadi pagi,”
Gisela sedang duduk di atas kursi roda, Joel mendorong kursi rodanya berjalan-jalan ke taman rumah sakit. “Kenapa sih, masih ngurusin aku? Kamu gak paham, seberapa susuahnya aku menahan diri untuk tidak terbawa perasaan dengan aktingmu itu.” keluh Gisela. Joel masih diam membisu di sana, dia hanya bisa menghela napasnya. “Mata-mata Ayahmu ada di mana-mana,” ucapnya. “Aku ingin kamu tahan sebentar saja, karena situasi ini pun tidak menyenangkan bagiku. Aku ingin memastikan orang-orang yang kucintai aman, maka aku tidak akan mengganggumu lagi,” ujar Joel berkata dengan kejamnya membuat Gisela terdiam, hatinya sakit bukan main mendengar perkataan kasar Joel di sana. Dia tahu, semua ini hanya akting saja, dia juga tahu kalau Joel tidak bersungguh-sungguh padanya. Tapi dengan bodohnya, dia masih tetap berharap dan terbawa perasaan oleh perhatian Joel yang tidak nyata itu. Gisela bodoh, saat berkenalan dengan Joel dan sikapnya yang kadang baik padanya
Dor! “Tidak!” Aerline terperanjat bangun dari tidurnya. Nafasnya terengah dan keringat sudah membanjiri seluruh tubuhnya. Dia melihat sekeliling ruangan, ternyata dia tertidur di sofa ruang tengah apartemennya. Cahaya matahari sudah menerobos masuk ke celah jendela apartemennya. “Ternyata hanya mimpi,” gumamnya masih mencoba mengatur napasnya yang terengah-engah.Aerline memegangi dadanya, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar kencang. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti dia benar-benar terperangkap dalam kegelapan yang menyesakkan. Dia memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat apa yang baru saja dialaminya dalam tidur.Gambaran teror yang menakutkan, sampai muncul sosok berjubah hitam yang ingin membunuhnya. Mimpi itu membawa rasa sakit yang sulit dijelaskan, seolah-olah itu adalah cerminan dari semua yang mungkin akan terjadi padanya.Aerline menghela napas panjang, lalu bangkit perlahan dari sofa. Dia berjalan ke dapur untuk meng