“Jadi kamu sudah lulus S2? Waktu berlalu begitu cepat,” ucap Joel melihat cv milik Aerline.
Wanita itu masih duduk diam berhadapan dengan Joel yang sibuk melihat cv nya. Tatapan matanya terus tertuju pada pria di depannya. Tidak pernah terbayangkan kalau dia akan kembali dengan pria yang sudah membuatnya terluka kemarin.
“Apa semua ini adalah rencanamu?” tanya Aerline membuat Joel mengalihkan pandangannya dari berkas cv di tangannya pada Aerline.
“Apa maksudmu?” tanya Joel menaikkan sebelah alisnya.
“Aku sempat berpikir, kenapa wawancara dan test di perusahaan raksasa seperti Deere GE and Company terkesan mudah. Orang berkata, supaya bisa masuk ke sini, setidaknya harus lulusan terbaik di kampus. Sedangkan aku yang bermodal nekat, bisa dengan mudah lolos di beberapa tahapan. Apa ini perbuatanmu?” tanya Aerline menatap Joel dengan intens.
Sorot mata gadis itu menunjukkan kesedihan mendalam sekaligus kerinduan yang sudah ditahannya selama ini.
“Kenapa aku harus melakukan itu? Ya, aku tahu kamu adalah adik dari temanku, tapi aku tidak pernah memberikan hak istimewa, sekalipun itu padamu,” ucap Joel.
Aerline menundukkan kepalanya, kedua tangannya mengepal kuat. Sekuat tenaga dia menahan gejolak di hatinya, bertatapan dan mendengar suara Joel kembali adalah harapannya selama bertahun-tahun ini. Dia berusaha mencari kabar tentang Joel, tetapi tidak sedikitpun didapatkannya. Sekarang, pria itu berada tepat di depannya, dan bisa dia dengar suaranya yang ngebass, mengobati rasa rindunya selama ini, tetapi di sisi lain hatinya sakit karena sadar pria itu sudah memiliki wanita lain yang akan menikah dengannya.
“Syukurlah,” ucap Aerline terdengar seperti bergumam. Dia tidak sanggup bertatapan dengan pria itu lagi.
“Kurasa tidak ada yang perlu aku tanyakan lagi padamu. Semua sudah ditanyakan oleh pihak HRD, jadi langsung ke intinya saja. Bagian yang kamu lamar sudah diisi, ada bagian yang ingin aku tawarkan untukmu, Ar.” Aerline mengangkat kepalanya dan tatapannya melebar dan kembali terpaut dengan sorot mata tajam di depannya. Ini pertama kalinya pria itu memanggil nama yang merupakan nama panggilan kesayangan.
“Apa kamu bersedia menjadi sekretaris pribadiku? Kebetulan salah satu sekretarisku resign satu minggu yang lalu?” tanya Joel.
“Aku melamar bagian lain, dan tidak memiliki pengalaman di bidang sekretaris,” jawab Aerline.
“Tidak masalah. Aku tahu kamu tidak bodoh. Lagipula kamu menguasai lima bahasa, itu tidak akan menyulitkanmu. Kalau kamu bersedia, maka kamu boleh mulai bekerja besok, tetapi kalau kamu menolak, tidak ada lowongan untukmu di perusahaan ini,” ucap Joel berbicara dengan tenang, tetapi Aerline dapat melihat seringai tipis di bibir pria itu.
‘Apa Joel berusaha menjebakku? Tetapi kalau aku menolak kesempatan ini, ke mana lagi aku harus cari pekerjaan di Negara yang serba mahal ini. Aku tidak mau kembali ke Indonesia,’ batin Aerline menatap Joel di depannya.
‘Bagaimana pun, Joel adalah racun sekaligus penawarnya untukku. Di sisinya aku pasti akan sakit dan terluka, tetapi tanpa dia pun, aku akan semakin terluka. Maka aku akan telan semua kesakitan itu asalkan bisa melihatnya di jarak yang dekat.
“Aku bersedia,” jawab Aerline.
“Bagus,” ucap Joel menyunggingkan senyuman di bibirnya. “Kamu bisa mulai bekerja besok.”
“Baiklah.”
Joel berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Aerline. “Selamat bergabung di Deere Ge and Company, Ar.”
Aerline menatap uluran tangan Joel di depannya. Dia pun bangkit dari duduknya dan menyambut tangan pria itu.
“Terima kasih, Mr. Joelio.”
Aerline mengernyitkan dahinya saat tangannya dipegang dengan cukup kuat oleh Joel. Dia mencoba menarik tangannya tetapi sulit, Joel sepertinya tidak berniat melepaskan pegangan tangannya.
“Maaf, bisa tolong lepaskan tanganku?” pinta Aerline.
Joel diam dan menatap Aerline di depannya cukup lama. “Tuan Joelio, tolong lepaskan tanganku!” ucap Aerline sekali lagi dan berhasil menyadarkan keterpakuan Joel.
“Oh, ya.” Tanpa kata maaf, Joel pun melepaskan pegangannya pada Aerlien.
“Kalau begitu, aku pergi sekarang. Permisi,” pamit Aerline membalikkan badannya dan berjalan ke arah pintu.
“Ar?”
Panggilan Joel menghentikan langkah Aerline. Wanita itu pun menoleh ke arah Joel, berusaha menunjukkan ekspresi tenangnya.
“Senang bertemu denganmu lagi.”
Degh!
Melihat senyuman yang terukir di bibir Joel, membuat Aerline segera memalingkan wajahnya dan berlalu pergi. Dia berjalan cepat menuju lift, jantungnya berdebar sangat cepat.
Saat di dalam lift, Aerline berdiri dengan berpegangan tangan ke dinding lift, kedua tangannya bergetar. Bayangan Joel yang tersenyum dan mengatakan kalau dia merasa senang bertemu dengan Aerline membuat pertahanan wanita itu runtuh.
‘Kenapa?’ batinnya Aerline tidak bisa menahan air mata yang mengalir membasahi pipi.
Ini baru pertemuan pertama, Aerline sudah merasa rapuh dan tidak bisa bersikap tegar. Lalu, bagaimana hari-hari selanjutnya harus Aerline lalui?
***
Tiga puluh menit sebelum jam kerja, Aerline sudah sampai di kantor. Dia melihat ruangan Joel masih kosong.
“Permisi, apa anda Aerline?” tanya seorang wanita yang menyapanya terlebih dulu.
“Benar, saya Aerline.”
“Perkenalkan, nama saya Maya. Saya sekretaris Pak Joelio,” ucap wanita cantik bernama Maya.
“Halo,” sapa Aerline.
“Karena anda sudah sampai, simpan saja dulu tas anda di atas meja ini. Lalu ikut saya ke ruang HRD untuk mengambil ID Card,” ucap Maya.
“Baiklah.” Aerline mengikuti Maya menuju ruang HRD untuk mengambil ID Cardnya.
Setelah mengambil ID Card, mereka kembali ke ruangan dan Aerline dapat melihat dari balik jendela ruangan kalau Joel sudah datang. Dan secara bersamaan, Joel pun melihat ke arahnya. Aerline segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Saat itu, Maya menunjukkan meja Aerline, dan entah kebetulan atau tidak. Meja itu berhadapan langsung dengan ruangan Joel, dan mereka bisa saling menatap dari balik jendela.
“Tunggu sebentar, saya dipanggil oleh Pak Joelio,” ucap Maya beranjak pergi menuju ruangan Joel.
Selang beberapa menit, Maya kembali mendekati meja Aerline.
“Aerline, anda dipanggil pak Joel untuk datang ke ruangannya,” ucap Maya.
“Oh, iya.” Aerline beranjak bangun dari duduknya dan pergi ke ruangan Joel.
“Anda memanggil saya, Pak?” tanya Aerline dan Joel tersenyum kecil.
“Tidak perlu berbicara formal denganku. Bicara saja seperti biasa,” ucap Joel.
“Tapi, Pak?”
“Ini perintah. Aku lebih nyaman saat kamu berbicara seperti biasa,” kata Joel tidak mau dibantah.
“Baiklah.” Sekali lagi Aerline mengalah, dia tidak mau berdebat dengan Joel di pagi hari.
“Kenapa kamu memanggilku? Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Aerline.
“Buatkan aku kopi,” perintah Joel.
“Eh?” Aerline terkejut mendengar perintah Joel.
“Kenapa? kamu tidak mau?” tanya Joel.
“Tidak, bukan seperti itu,” ucap Aerline tidak mau Joel salah paham kalau dia menolak keinginannya. “Baiklah, aku akan membuatkan kopi untukmu.”
“Seperti biasa, Ar.” Aerline terdiam sesaat saat mendengar ucapan Joel.
“Baiklah,” jawab Aerline yang mengetahui kopi kesukaan pria itu.
Aerline pergi ke pantry dan membuatkan kopi di mesin kopi. Dia tertegun sesaat, ‘Aku sudah menguatkan tekad untuk tidak terpengaruh oleh Joel. Apa pun itu, aku harus bisa menahan diri dan lebih tegar. Demi masa depanku,’ batin Aerline penuh tekad.
***
“Ar, malam nanti, kamu temani aku memenuhi undangan makan malam dengan klien,” ucap Joel dengan perhatian terus tertuju pada layar laptopnya. Di depannya Aerline berdiri dengan sabar. Sejak tadi, Joel memanggilnya dan baru kali ini dia membuka suara. “Kenapa harus aku?” tanya Aerline sedikit keberatan. Sudah dua minggu dia bekerja di sini, dan Joel seakan terus menguji dirinya. Sekuat tenaga Aerline menjauhi pria itu dan fokus pada pekerjaan yang diberikan Maya. Tetapi Joel terus meminta Aerline yang mengerjakan tugas yang diberikannya, lebih tepatnya bukan pekerjaan melainkan melayani Joel dengan pekerjaan sepele. Seperti membuat kopi, merapikan berkas di ruangan Joel, meminta Aerline merapikan berkas di ruangan Joel dan semua pekerjaan itu benar-benar menyiksa dirinya. “Kenapa? kamu menolak perintahku?” tanya Joel seperti biasa menggunakan kalimat itu untuk menekan Aerline. “Bukankah yang biasa menemani kamu meeting di luar dan undan
Aerline membuka matanya perlahan setelah pergelutan panas di atas ranjang semalam bersama Joel. Wanita itu berangsur bangun dari posisinya dan menoleh ke sampingnya, di mana Joel masih terlelap dengan nyenyaknya. Tubuh mereka berdua sama-sama polos dan hanya tertutupi selimut di sana. “Jadi, semalam itu nyata, bukan hanya khayalanku,” batin Aerline. "Harusnya aku senang, tapi kenapa hatiku malah terasa begitu sakit?” Aerline bangkit menuruni ranjang, dengan gerakan perlahan dan menahan rasa ngilu di bagian pangkal pahanya. Dia memunguti pakaian yang berserakan di lantai dan bergegas ke kamar mandi. Karena kemejanya dirobek oleh Joel, akhirnya Aerline memakai jubah handuk yang ada di sana, dan dia tutupi dengan celana panjang miliknya juga jas kerjanya. Dia memunguti pakaian yang sudah koyak dan memasukannya ke dalam tong sampah di kamar mandi. dia mengambil pakaian milik Joel dan meletakkannya di atas sofa. Sebelum keluar dari kamar itu, Aerline
“A-apa maksud anda?” tanya Aerline memalingkan wajahnya. “Apa kamu pikir aku tidak akan mengingatnya karena aku sedang mabuk?” tanya Joel tepat sasaran. “Kalaupun kamu mengingatnya, lalu kenapa? Anggap saja tidak pernah terjadi apa pun pada kita,” jawab Aerline mendorong pelan dada bidang Joel untuk bisa melepaskan dirinya. Tetapi dugaan Aerline salah, Joel malah semakin merapatkan tubuh mereka berdua. “Pak-?” “Panggil namaku seperti semalam, panggil aku, Joel,” bisiknya tepat di daun telinga Aerline, membuat wanita itu merasa geli. “Tolong lepaskan aku, masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan,” ujar Aerline. “Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kenapa kamu kabur dan meninggalkanku sendiri di sana?” tanya Joel. “Aku sangat khawatir saat tidak menemukanmu di manapun, aku khawatir kamu terluka.” Joel menatap Aerline dengan tatapan lebih lembut, dan tidak bisa dipungkiri kalau hal itu bisa men
“Aerline, kamu tolong wakilkan Kakak untuk memenuhi undangan pertunangan Joel.” Dan di sinilah gadis itu berada, di acara pertunangan mantan kekasih yang masih sangat dicintainya. Aerline memilih tempat duduk yang cukup jauh dari altar dan cukup tersembunyi. Di depan sana, dia bisa melihat dengan jelas pria yang selalu dirindukannya selama lima tahun ini sedang menyematkan cincin di jari manis wanita lain. Sekuat tenaga Aerline menahan tubuhnya yang bergetar, deru nafas yang berat dan sesak di dadanya. Dia merasa sesuatu yang besar sedang menghantam dadanya dengan sangat keras. Kedua matanya sudah memerah menahan air mata yang siap tumpah ruah membasahi pipi. ‘Kenapa? sampai akhirpun, aku tetap tidak bisa melupakan kamu, Joel. Dan aku pikir dengan melihatmu sekarang bersanding dengan wanita lain, aku bisa lebih ikhlas melepaskanmu. Tapi kenapa? rasanya sesakit ini?’ batin Aerline di mana air matanya luruh membasahi pipi setelah dia tahan sejak tadi.