Share

Bab 2 ~ Jadi Sekretaris Mantan Kekasih

          “Jadi kamu sudah lulus S2? Waktu berlalu begitu cepat,” ucap Joel melihat cv milik Aerline.

          Wanita itu masih duduk diam berhadapan dengan Joel yang sibuk melihat cv nya. Tatapan matanya terus tertuju pada pria di depannya. Tidak pernah terbayangkan kalau dia akan kembali dengan pria yang sudah membuatnya terluka kemarin.

          “Apa semua ini adalah rencanamu?” tanya Aerline membuat Joel mengalihkan pandangannya dari berkas cv di tangannya pada Aerline.

          “Apa maksudmu?” tanya Joel menaikkan sebelah alisnya.

          “Aku sempat berpikir, kenapa wawancara dan test di perusahaan raksasa seperti Deere GE and Company terkesan mudah. Orang berkata, supaya bisa masuk ke sini, setidaknya harus lulusan terbaik di kampus. Sedangkan aku yang bermodal nekat, bisa dengan mudah lolos di beberapa tahapan. Apa ini perbuatanmu?” tanya Aerline menatap Joel dengan intens.

          Sorot mata gadis itu menunjukkan kesedihan mendalam sekaligus kerinduan yang sudah ditahannya selama ini.

          “Kenapa aku harus melakukan itu? Ya, aku tahu kamu adalah adik dari temanku, tapi aku tidak pernah memberikan hak istimewa, sekalipun itu padamu,” ucap Joel.

          Aerline menundukkan kepalanya, kedua tangannya mengepal kuat. Sekuat tenaga dia menahan gejolak di hatinya, bertatapan dan mendengar suara Joel kembali adalah harapannya selama bertahun-tahun ini. Dia berusaha mencari kabar tentang Joel, tetapi tidak sedikitpun didapatkannya. Sekarang, pria itu berada tepat di depannya, dan bisa dia dengar suaranya yang ngebass, mengobati rasa rindunya selama ini, tetapi di sisi lain hatinya sakit karena sadar pria itu sudah memiliki wanita lain yang akan menikah dengannya.

          “Syukurlah,” ucap Aerline terdengar seperti bergumam. Dia tidak sanggup bertatapan dengan pria itu lagi.

          “Kurasa tidak ada yang perlu aku tanyakan lagi padamu. Semua sudah ditanyakan oleh pihak HRD, jadi langsung ke intinya saja. Bagian yang kamu lamar sudah diisi, ada bagian yang ingin aku tawarkan untukmu, Ar.” Aerline mengangkat kepalanya dan tatapannya melebar dan kembali terpaut dengan sorot mata tajam di depannya. Ini pertama kalinya pria itu memanggil nama yang merupakan nama panggilan kesayangan.

          “Apa kamu bersedia menjadi sekretaris pribadiku? Kebetulan salah satu sekretarisku resign satu minggu yang lalu?” tanya Joel.

          “Aku melamar bagian lain, dan tidak memiliki pengalaman di bidang sekretaris,” jawab Aerline.

          “Tidak masalah. Aku tahu kamu tidak bodoh. Lagipula kamu menguasai lima bahasa, itu tidak akan menyulitkanmu. Kalau kamu bersedia, maka kamu boleh mulai bekerja besok, tetapi kalau kamu menolak, tidak ada lowongan untukmu di perusahaan ini,” ucap Joel berbicara dengan tenang, tetapi Aerline dapat melihat seringai tipis di bibir pria itu.

          ‘Apa Joel berusaha menjebakku? Tetapi kalau aku menolak kesempatan ini, ke mana lagi aku harus cari pekerjaan di Negara yang serba mahal ini. Aku tidak mau kembali ke Indonesia,’ batin Aerline menatap Joel di depannya.

          ‘Bagaimana pun, Joel adalah racun sekaligus penawarnya untukku. Di sisinya aku pasti akan sakit dan terluka, tetapi tanpa dia pun, aku akan semakin terluka. Maka aku akan telan semua kesakitan itu asalkan bisa melihatnya di jarak yang dekat.

          “Aku bersedia,” jawab Aerline.

          “Bagus,” ucap Joel menyunggingkan senyuman di bibirnya. “Kamu bisa mulai bekerja besok.”

          “Baiklah.”

          Joel berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya pada Aerline. “Selamat bergabung di Deere Ge and Company, Ar.”

          Aerline menatap uluran tangan Joel di depannya. Dia pun bangkit dari duduknya dan menyambut tangan pria itu.

          “Terima kasih, Mr. Joelio.”

          Aerline mengernyitkan dahinya saat tangannya dipegang dengan cukup kuat oleh Joel. Dia mencoba menarik tangannya tetapi sulit, Joel sepertinya tidak berniat melepaskan pegangan tangannya.

          “Maaf, bisa tolong lepaskan tanganku?” pinta Aerline.

          Joel diam dan menatap Aerline di depannya cukup lama. “Tuan Joelio, tolong lepaskan tanganku!” ucap Aerline sekali lagi dan berhasil menyadarkan keterpakuan Joel.

          “Oh, ya.” Tanpa kata maaf, Joel pun melepaskan pegangannya pada Aerlien.

          “Kalau begitu, aku pergi sekarang. Permisi,” pamit Aerline membalikkan badannya dan berjalan ke arah pintu.

          “Ar?”

          Panggilan Joel menghentikan langkah Aerline. Wanita itu pun menoleh ke arah Joel, berusaha menunjukkan ekspresi tenangnya.

          “Senang bertemu denganmu lagi.”

          Degh!

          Melihat senyuman yang terukir di bibir Joel, membuat Aerline segera memalingkan wajahnya dan berlalu pergi. Dia berjalan cepat menuju lift, jantungnya berdebar sangat cepat.

          Saat di dalam lift, Aerline berdiri dengan berpegangan tangan ke dinding lift, kedua tangannya bergetar. Bayangan Joel yang tersenyum dan mengatakan kalau dia merasa senang bertemu dengan Aerline membuat pertahanan wanita itu runtuh.

          ‘Kenapa?’ batinnya Aerline tidak bisa menahan air mata yang mengalir membasahi pipi.

          Ini baru pertemuan pertama, Aerline sudah merasa rapuh dan tidak bisa bersikap tegar. Lalu, bagaimana hari-hari selanjutnya harus Aerline lalui?

***

          Tiga puluh menit sebelum jam kerja, Aerline sudah sampai di kantor. Dia melihat ruangan Joel masih kosong.

          “Permisi, apa anda Aerline?” tanya seorang wanita yang menyapanya terlebih dulu.

          “Benar, saya Aerline.”

          “Perkenalkan, nama saya Maya. Saya sekretaris Pak Joelio,” ucap wanita cantik bernama Maya.

          “Halo,” sapa Aerline.

          “Karena anda sudah sampai, simpan saja dulu tas anda di atas meja ini. Lalu ikut saya ke ruang HRD untuk mengambil ID Card,” ucap Maya.

          “Baiklah.” Aerline mengikuti Maya menuju ruang HRD untuk mengambil ID Cardnya.

          Setelah mengambil ID Card, mereka kembali ke ruangan dan Aerline dapat melihat dari balik jendela ruangan kalau Joel sudah datang. Dan secara bersamaan, Joel pun melihat ke arahnya. Aerline segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Saat itu, Maya menunjukkan meja Aerline, dan entah kebetulan atau tidak. Meja itu berhadapan langsung dengan ruangan Joel, dan mereka bisa saling menatap dari balik jendela.

          “Tunggu sebentar, saya dipanggil oleh Pak Joelio,” ucap Maya beranjak pergi menuju ruangan Joel.

          Selang beberapa menit, Maya kembali mendekati meja Aerline.

          “Aerline, anda dipanggil pak Joel untuk datang ke ruangannya,” ucap Maya.

          “Oh, iya.” Aerline beranjak bangun dari duduknya dan pergi ke ruangan Joel.

          “Anda memanggil saya, Pak?” tanya Aerline dan Joel tersenyum kecil.

          “Tidak perlu berbicara formal denganku. Bicara saja seperti biasa,” ucap Joel.

          “Tapi, Pak?”

          “Ini perintah. Aku lebih nyaman saat kamu berbicara seperti biasa,” kata Joel tidak mau dibantah.

          “Baiklah.” Sekali lagi Aerline mengalah, dia tidak mau berdebat dengan Joel di pagi hari.

          “Kenapa kamu memanggilku? Apa kamu butuh sesuatu?” tanya Aerline.

          “Buatkan aku kopi,” perintah Joel.

          “Eh?” Aerline terkejut mendengar perintah Joel.

          “Kenapa? kamu tidak mau?” tanya Joel.

          “Tidak, bukan seperti itu,” ucap Aerline tidak mau Joel salah paham kalau dia menolak keinginannya. “Baiklah, aku akan membuatkan kopi untukmu.”

          “Seperti biasa, Ar.” Aerline terdiam sesaat saat mendengar ucapan Joel.

          “Baiklah,” jawab Aerline yang mengetahui kopi kesukaan pria itu.

          Aerline pergi ke pantry dan membuatkan kopi di mesin kopi. Dia tertegun sesaat, ‘Aku sudah menguatkan tekad untuk tidak terpengaruh oleh Joel. Apa pun itu, aku harus bisa menahan diri dan lebih tegar. Demi masa depanku,’ batin Aerline penuh tekad.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status