หน้าหลัก / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / 1. Guru Galak vs Murid Bengal

แชร์

JODOHKU GURU GALAK
JODOHKU GURU GALAK
ผู้แต่ง: Elita Lestari

1. Guru Galak vs Murid Bengal

ผู้เขียน: Elita Lestari
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-01-23 15:29:34

"Masuk kelas sekarang juga, Rara! Jangan coba-coba membolos lagi, atau saya gantung kamu di tiang bendera."

Seruan bernada tegas itu seketika membuat Nadira menghentikan pergerakan dan spontan melebarkan mata. Menoleh patah-patah ke arah sumber suara, dan memasang cengiran konyol setelahnya.

"Eh, Pak Nata," ucap Nadira canggung.

Gadis yang semula memanjat gerbang belakang sekolah itu pun terpaksa melompat turun, setelah melepas pegangan dari jeruji pagar.

"Halo, Pak. Selamat pagi menjelang siang." Siswi bernama lengkap Nadira Amaya dan akrab dipanggil Rara itu mencoba berkelakar. Tangannya melambai kikuk ke arah sang guru galak. Berakting senatural mungkin agar tak terlihat bersalah.

Pengampu mata pelajaran matematika merangkap guru BK, dan juga wali kelas Nadira—bernama Adhinata Rahagi itu mengangkat sebelah alis mendengar sang murid memberikan reaksi. Wajah anak di depannya ini begitu manis, tetapi tidak dengan kelakuannya yang selalu membuat tekanan darah semakin naik.

"Dalam satu minggu ini, sudah berapa kali kamu membolos? Masih mau menambah poin pelanggaran?" tegur Adhinata. Kedua tangan terlipat di depan dada, masih dengan ekspresi dinginnya.

"Jangan, dong, Pak. Saya tadi sudah izin sama guru piket, mau ada keperluan penting di luar sekolah," sahut Nadira, memelas.

"Kalau sudah izin, kenapa harus manjat pagar?" selidik guru muda yang akrab dipanggil Pak Nata oleh murid-muridnya tersebut.

"Bener kok udah minta izin, tapi ... enggak dikasih, Pak. He he he ...." Nadira menggaruk kepala hingga beberapa helai rambut mencuat ke mana-mana. Cengiran konyol masih terpasang, menampilkan gigi gingsul yang menawan.

Tatapan datar Adhinata masih belum berubah saat dia berkata, "Ikut ke ruangan saya sekarang."

"Loh, kenapa gitu, Pak? Saya mau ada urusan penting ini, Pak." Gadis itu berusaha menolak.

"Saya tidak menerima alasan."

Tahu-tahu pria muda 27 tahun itu sudah menarik lengan siswinya menuju ruang bimbingan.

"Lepasin, Pak. Jangan tarik-tarik gini, saya bisa jalan sendiri." Nadira menahan laju badannya, tetapi tak bisa. Adhinata terlalu kuat. Hingga tubuh sang gadis terseret paksa.

"Pak, tangan saya sakit. Tolong lepasin." Nadira berseru terburu.

Adhinata menghentikan langkah mendadak dan memutar badan secara tiba-tiba, saat mendengar keluhan demikian. Membuat tubuh Nadira terhuyung cepat hingga menubruk dada bidangnya.

Tangan Nata refleks merengkuh tubuh siswi yang hanya setinggi bahunya itu, saat keduanya terhuyung selepas bertubrukan. Posisi mereka kini layaknya sepasang kekasih yang sedang berpelukan.

Keduanya beradu tatap begitu lekat. Lengan Adhinata merengkuh pinggang Nadira, sementara tangan gadis itu berpegangan kuat pada lengan atas gurunya. Suasana sekitar seolah bergerak lambat bak slow motion dalam drama, dan soundtrack romantis pun seakan terdengar.

"Hei, apa-apaan ini? Pak Nata, apa yang Anda lakukan?"

Keduanya gelagapan ketika seruan lantang itu menegur tegas. Merusak momen saja.

Adhinata spontan melepaskan pegangan pada Nadira, membuat gadis itu ambruk ke atas tanah.

"Akhh!" Rintihan Nadira tidak Nata hiraukan. Guru muda itu sedikit membungkukkan badan, memberi salam sopan pada seseorang yang baru saja menegurnya.

Pak Widodo—sang kepala sekolah—berada tak jauh dari mereka. Berdiri kaku dengan mata melebar, kacamata merosot, mulut menganga, dan ekspresi syok yang membuat wajah tuanya memucat.

"Maaf, Pak. Siswi ini kedapatan mau membolos, jadi sedang saya tertibkan," ujar Nata dengan nada tenang. Ekor matanya melirik ke arah Nadira.

Pandangan sang kepala sekolah beralih pada siswi yang kini sudah berdiri kembali, dan tengah membersihkan rok dari debu yang mengotori.

"Nadira Amaya. Astaga, kamu lagi ternyata. Kenapa suka sekali membuat ulah?" desah kepala sekolah. "Ya sudah Pak Nata, lanjutkan saja menertibkan anak ini. Saya ada rapat di sekolah lain. Saya tidak mau ada anak yang menggunakan seragam sekolah ini berkeliaran di jalan saat jam pelajaran," sambungnya.

"Baik, Pak." Adhinata memberi anggukan.

Setelah kepala sekolah menjauh, Nata menatap sekilas ke arah Nadira. Sekadar memastikan bahwa gadis itu baik saja-saja setelah ia jatuhkan tadi.

Nadira dibuat terkejut saat tiba-tiba Adinata meraih tangannya dan ditarik mendekat. Kali ini gadis tersebut tak memberontak, justru keheranan melihat Adhinata yang mengamati telapak dan pergelangan tangannya dengan serius. Tidak ada luka, hanya sedikit goresan di salah satu telapak tangan. Sepertinya karena tadi tersungkur di atas tanah.

Tanpa kata, Adhinata menatap lekat Nadira, lantas kembali melanjutkan langkah. Sorot matanya mengisyaratkan agar Nadira mengikuti dari belakang. Sang gadis pun tak punya pilihan. Dengan wajah cemberut, bibir manyun, dan langkah menghentak, Nadira pun mengekor sang guru galak.

Beberapa menit berselang, mereka sudah memasuki ruang bimbingan. Adhinata mendudukkan diri di balik meja kerja, sementara Nadira mendaratkan pantat pada sofa hitam di seberang Adhinata berada.

"Siapa yang kasih izin kamu duduk di situ? Ke sini!" Menggunakan dagu, Pak Nata menunjuk kursi di depan mejanya.

Dengan langkah malas, Nadira kali ini mendekat tanpa bantahan. Tas sekolah ia letakkan asal di dekat kaki meja, dan kini ia melirik Pak Nata dengan raut kesal.

"Katanya suruh masuk kelas. Malah diajak ke sini," gerutunya lirih.

"Apa kamu bilang?" Nata bertanya penuh selidik.

"Enggak, Pak. Bukan apa-apa. Ruangan Bapak enak. Adem, ada sofanya, bisalah kerja sambil rebahan." Nadira asal bicara. Cengiran konyol kembali terpampang.

Adhinata menghela napas. Memutar kursi dan tangannya menyalakan komputer di sisi meja. Menunggu beberapa saat, lalu jari-jari panjangnya mengetikkan sesuatu. Setelah itu, muncullah daftar nama-nama siswa beserta poin pelanggaran pada monitor.

"Perhatikan ini." Pria tersebut menunjuk layar, meminta Nadira memperhatikan.

"Enggak kelihatan, Pak. Mata saya buram." Gadis itu beralasan.

Adhinata menyandarkan badan pada punggung kursi. Tak peduli dengan Nadira yang seakan tak menggubris.

"Nama kamu ada di urutan paling atas pada daftar murid yang sering melakukan pelanggaran. Kamu memegang poin tertinggi dalam hal ini," papar sang guru tampan.

"Wah, bakal dapat medali gak, nih?" Nadira menaik-turunkan alis.

"Jangan bercanda, Rara. Ini perkara serius." Adinata menegur tegas.

Siswi di depannya terdiam dan manggut-manggut, sembari mengedipkan mata lucu. Sok lugu.

"Ditambah upaya membolos kamu hari ini, seharusnya sanki yang kamu dapat akan lebih berat. Saya punya wewenang untuk memanggil orang tuamu agar datang ke sekolah."

"Orang tua saya sibuk, gak akan sempat datang, Pak. Langsung jatuhin skorsing aja deh." Nadira menyambar.

"Itu mau kamu, 'kan? Bilang saja malas sekolah," tukas Adhinata.

"Bapak tahu aja." Nadira genit. Menggigit bibir dan memajukan badan.

Sang pria berdeham melihat tingkah murid nakalnya, dan segera mengalihkan pandang setelah meneguk ludah susah payah.

"Jangan pasang wajah seperti itu di depan saya." Nata memperingatkan.

"Kenapa? Bapak tergoda, ya?" ledek Nadira.

"Poin pelanggaran saya tambah karena kamu berusaha merayu guru." Nata mengetikkan pelanggaran baru pada kolom nama Nadira dan poin tambahan pun menyusul.

"Hei, itu gak masuk dalam kategori pelanggaran, ya. Bapak gak bisa seenaknya." Nadira mengulurkan tangan melintasi meja, menarik lengan sang guru agar tak melanjutkan ketikan, tetapi terlambat. Nata sudah memperbarui catatannya.

"Saya bisa." Nata menatap Nadira tajam. "Tapi karena kamu gagal membolos hari ini, saya tidak akan memanggil orang tuamu."

"Hhh ... bagus deh kalau begitu." Nadira menghela napas lega.

"Sebagai gantinya, saya sudah siapkan hukuman lainnya."

"Hukuman apa, sih, Pak? Saya pasrah aja deh suruh masuk kelas. Dengerin guru sambil ngantuk-ngantuk gak masalah," sambar si gadis belia.

"Tidak sesederhana itu. Kamu harus membersihkan toilet di seluruh gedung sekolah. Termasuk toilet guru dan staff tata usaha," ucap Nata penuh penekanan.

Nadira melongo di tempat. "Yang bener aja, Pak? Bisa gempor saya."

"Saya tidak menerima bantahan." Nata beranjak meninggalkan kursinya.

"Gak mau ah. Jangan ya, pliss. Saya tuh jijik kalau disuruh ngerjain yang kayak gituan." Nadira ikut berdiri, mendekat ke arah sang guru yang berada di samping meja.

"Kerjakan, atau saya bawa kamu ke tengah lapangan." Suara rendah Adhinata ditambah tatapan lekatnya membuat merinding sekujur badan.

"Ke tengah lapangan suruh hormat bendera?" terka Nadira.

Salah satu sudut bibir Adhinata terangkat. Menampilkan smirk misterius yang lagi-lagi membuat bulu roma meremang. Dia tarik tubuh Nadira mendekat, seraya melontar kalimat yang membuat gadis itu terhenyak.

"Bukan. Tapi, untuk saya cium di hadapan seluruh warga sekolah. Jadi, pilih mana?"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • JODOHKU GURU GALAK   2. Sebuah Kejutan

    Waktu menunjukkan pukul 16.00 dan Nadira menyeret langkah menjauhi gerbang sekolah. Seluruh tubuhnya terasa lelah, setelah hampir seharian penuh menjalankan hukuman. Untung ada petugas kebersihan sekolah yang datang membantunya.Alhamdulillah.Ya, akhirnya gadis tujuh belas tahun itu memilih untuk membersihkan seluruh toilet daripada dicium sama si guru galak itu di hadapan seluruh warga sekolah."Kayaknya Pak Nata udah gak waras," gumamnya sepanjang jalan. Gadis itu geleng-geleng kepala dengan perilaku gurunya."Kasihan. Kelamaan ngejomlo sepertinya. Sampai nekat mau nyium murid sebagai pelampiasan." Nadira bahkan bergidik ngeri membayangkan tingkah Adhinata.Kaki Nadira sudah pegal, tetapi dia belum juga mendapatkan tumpangan. Mau naik kendaraan umum pun harus jalan kurang lebih seratus meter untuk tiba di tepian jalan raya.Biasanya Pak Supri—sang sopir pribadi—yang menjemputnya. Namun, karena rencana membolos siang tadi, dia pun sudah mewanti-wanti Pak Supri untuk tidak usah menca

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-23
  • JODOHKU GURU GALAK   3. Dijodohkan

    Nadira dibuat keheranan. Begitu ia selesai mandi, Mbok Ras sudah berada di kamarnya. Wanita yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu tengah menyiapkan pakaian dan peralatan makeup."Simbok ngapain?" tanya Nadira yang tubuhnya sudah terbalut kaus putih dan celana pendek sebatas paha. Rambut basahnya meneteskan air ke pundak. Kaki yang masih banyak air meninggalkan jejak licin di lantai kamar. Mbok Ras geleng-geleng kepala melihatnya."Rambutnya dipakein handuk dulu, dong, Nduk. Kakinya juga kenapa ndak keset dulu itu. Jadi basah ke mana-mana. Licin. Kalau kepleset kepiye, jal?" tegur si wanita paruh baya, dengan logat Jawa yang kental."Hehehe ... buru-buru, Mbok. Tadi Ayah minta Rara cepet-cepet," sahut si majikan kecil sambil nyengir."Iya, tapi tetep kudu hati-hati. Sini dibantu sama Simbok." Pemilik nama lengkap Rasmiyati itu meraih lengan Nadira. Menarik gadis tersebut untuk duduk di tepi ranjang.Nadira tak membantah. Tak ada kecanggungan, karena memang sudah biasa. Sejak

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-23
  • JODOHKU GURU GALAK   4. Ruang Putih dan Percakapan Tak Terduga

    Cahaya putih menyilaukan mata Nadira yang perlahan terbuka. Pandangan buram, seperti ada selubung kabut yang menutupinya. Tubuh gadis itu terasa lemas, dan denyut pelan di pelipis membuat setiap gerakan kecil menjadi menyakitkan. Sensasi kebas di punggung tangan kiri, memaksanya menoleh dengan susah payah. Sebuah jarum infus menancap di kulitnya, dengan cairan bening yang mengalir lambat.Udara ruangan terasa steril, bercampur dengan aroma khas obat-obatan. "Aku di mana?" Nadira mendesis lirih."Di klinik." Suara rendah dan tenang itu terdengar.Suara itu ... Nadira mengenalnya. Ia memutar kepala ke arah sumber suara, lalu mendapati sosok pria berperawakan tegap dengan wajah datar. Berdiri bersandar pada dinding ruangan, dengan kedua tangan terlipat di dada."Pak Nata?" Nadira sedikit terperanjat melihat gurunya—yang malam ini tampil dengan style berbeda. Layaknya anak muda pada umumnya. Mengenakan celana jeans, dan hoodie abu-abu membalut badan.Pria itu menegakkan badan, ekspresinya

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-23
  • JODOHKU GURU GALAK   5. Kesanggupan dan Perjanjian

    Malam kian beranjak saat Adhinata memarkir mobilnya di depan rumah kecil bergaya minimalis. Ia turun lebih dulu, kemudian membuka pintu penumpang dengan gerakan yang tegas."Turun," katanya tanpa basa-basi.Nadira melirik pria itu dengan ragu. Lantas pandangannya beralih ke arah sebuah rumah di depannya. Saat ini, mobil terparkir di halaman yang tak terlalu luas, tetapi cukup lega. Tubuhnya sudah lebih baik sekarang, setelah menghabiskan satu kantong infus di klinik tadi. Dokter telah mengatakan tidak perlu rawat inap, tetapi Nadira tidak mau pulang.Jujur, suasana sangat canggung sekarang sejak terakhir percakapan. Bukan hanya perkara permintaan Nadira yang ingin menjadikan Adhinata pacar, tetapi juga karena Nadira yang menolak pulang ke rumahnya sendiri setelah dokter menyatakan dia tidak perlu dirawat.Nadira menautkan jemarinya. Gelisah. "Anu, Pak—""Saya bilang turun. Jangan bikin saya bicara dua kali." Suara Adhinata tetap tenang, tapi ada sesuatu yang membuat Nadira tak ingin m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • JODOHKU GURU GALAK   6. Bermalam

    Adhinata duduk di sofa, setelah tadi pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Tangan kiri memegang ponsel, sementara tangan kanannya menggulung lengan baju hingga siku. Wajahnya yang tadi tampak lelah, kini sedikit lebih segar. Ia melirik Nadira, yang masih memegang sendok dengan ekspresi kebingungan. Tidak fokus, jadi makannya lama."Sudah selesai makan? Kalau sudah, pergi tidur. Kamar di sebelah kanan," kata Nata, nada suaranya terdengar seperti perintah biasa.Nadira menoleh, tak segera merespon. Matanya memperhatikan Adhinata yang terlihat begitu santai. "Kamar? Maksud Bapak, saya tidur di kamar Bapak?"Adhinata mengangguk ringan. "Ya. Kamu tidur di kamar. Saya di sofa. Jangan berpikir kita akan tidur bersama."Mata Nadira membesar, dan menggeleng cepat. "Enggaklah."Kemudian gadis itu melirik sofa kecil di belakangnya. "Tapi, sofanya kecil, Pak. Bapak bakal pegel tidur di sini.""Itu urusan saya," balas Adhinata singkat. Ia meletakkan ponselnya di meja. "Saya sudah menghubu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-12
  • JODOHKU GURU GALAK   7. Sarapan Rahasia

    "Cepat sarapan."Suara berat Adhinata memecah kesunyian pagi di rumah kecilnya. Nadira yang baru keluar dari kamar, masih mengenakan kaos kebesaran milik Adhinata dan celana training hitam yang semalam, menoleh ke arahnya.Di dapur itu, ada seperti meja bar yang tak terlalu panjang, dan dua kursi tinggi. Dua mangkuk bubur ayam berjejer rapi. Aroma gurih kaldu langsung menyeruak, menggoda perut Nadira yang sedang didemo oleh para cacing.Ya, Nadira sudah lapar lagi."Bubur ayam?" Nadira melangkah mendekat, menarik kursi dan duduk."Bapak masak sendiri?" tanyanya pada Adhinata yang tengah membuat kopi.Pria itu mendengkus pendek. "Kalau iya?""Wah, hebat juga ya. Tapi kayaknya ini beli, deh. Plastiknya aja masih ada, tuh," jawab Nadira ceplas-ceplos, menunjuk plastik bekas bubur di sudut konter dapur.Adhinata mengangkat alis, memutar badan lalu meletakkan kopi ke atas meja. Pria itu pun menarik kursi. Membuat jarak, dan duduk di

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • JODOHKU GURU GALAK   8. Pertemuan di Pintu Gerbang

    Adhinata menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Nadira. Rumah besar bergaya kolonial itu tampak megah dengan halaman luas yang dihiasi taman bunga. Akan tetapi, bagi Nadira, rumah itu lebih menyerupai sangkar emas. Tangannya mencengkeram ujung baju dengan gugup, sementara matanya terpaku ke arah pintu gerbang yang tertutup."Sudah sampai. Turun," ujar Adhinata dengan nada datar, memutuskan kesunyian yang menggantung di antara mereka.Namun Nadira tetap diam. Ia menggigiti bibir bawahnya, seperti seseorang yang sedang mempersiapkan mental untuk maju ke medan perang.Adhinata melirik gadis itu. "Rara, jangan bilang kamu mau tinggal di mobil ini sampai saya selesai mengajar."Nadira menghela napas panjang, lalu menoleh dengan ekspresi memelas. "Pak, saya takut.""Takut apa? Kamu tinggal bilang pada ayahmu kalau kamu sudah berpikir ulang. Atau gunakan rencana yang tadi malam kita setujui. Selesai, 'kan?!" balas Adhinata santai, meskipun mat

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • JODOHKU GURU GALAK   9. Salah Paham

    "Eh, jam Pak Nata kosong!"Seruan Faiz, salah satu murid yang baru saja memasuki kelas, langsung memecah keheningan XI IPS 4. Seketika suasana kelas menjadi riuh. Anak-anak bersorak, sebagian lain sibuk membuka ponsel atau melanjutkan obrolan santai mereka. Ada juga yang berkelompok di belakang dan duduk di lantai, pada mabar.Di barisan tengah, Nadira sedang tertawa kecil bersama teman sebangkunya. Namun, tawa itu terhenti begitu mendengar nama Adhinata. Ekspresinya berubah—dari santai menjadi penuh kekhawatiran."Pak Nata kosong? Tumbenan. Yang bener lo, Iz?" Teman sebangku Nadira, berceletuk tak percaya. Salsa namanya."Seriusan, tadi anak kelas sebelah juga kosong. Tapi pada berisik, sih. Jadi malah diisi sama Pak Widodo. Hahaha ...." Faiz ini ketua kelas, tetapi anaknya woles aja."Aduh-aduh, kesayangan aku kenapa, ya? Kok hari ini nggak ngajar." Salsa mencebik. Gadis ini sangat mengidolakan Adhinata Rahagi."Jad

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13

บทล่าสุด

  • JODOHKU GURU GALAK   120. Romansa di Kapal Pesiar

    Hari berikutnya, Nadira tidak menyangka sang suami memberi kejutan lagi dengan perjalanan menuju pelabuhan Benoa. Adhinata mengajak Nadira naik kapal pesiar mewah yang akan membawa mereka mengarungi lautan selama tujuh hari tujuh malam."Mas?!" Nadira menatap suaminya dengan raut tak percaya.Adhinata tak berbicara. Ia menggenggam tangan Nadira erat saat mereka menaiki tangga menuju dek utama kapal pesiar. Kapal mewah itu bersandar di pelabuhan dengan megah, tampak seperti istana yang mengapung. Cahaya lampu kristal yang memancar dari dalam kapal membuat suasana semakin memukau. Laut di sekeliling mereka memantulkan cahaya bulan yang nyaris penuh, menciptakan pemandangan malam yang sulit dilupakan."Ini serius, Mas? Mas bawa aku naik kapal pesiar?" tanya Nadira sambil menatap suaminya dengan mata berbinar.Adhinata tersenyum kecil. "Kenapa tidak? Ini kan bulan madu kita. Kamu layak mendapatkan yang terbaik, Rara."Nadira tertawa kecil, ma

  • JODOHKU GURU GALAK   119. Pulau Pribadi

    Pagi itu, Nadira terbangun dengan rasa tenang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai vila, menerangi kamar yang hangat dan nyaman. Suara debur ombak terdengar jelas, berpadu dengan kicauan burung yang seperti lagu selamat pagi dari alam. Ia membuka mata perlahan, dan menyadari bahwa ia tengah berada dalam pelukan seseorang.Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat di mana ia berada. Nadira mendongak, mendapati Adhinata masih tertidur dengan napas teratur dan mendekapnya. Wajah pria itu tampak lebih damai dari biasanya, garis-garis tegas di wajah, kini seolah melunak.Apakah semalam mereka sempat melakukan yang 'iya-iya'?Jawabannya adalah tidak. Adhinata sangat menghormati istrinya. Dia tidak akan lancang jika memang belum diizinkan. Jadi, dia akan bersabar.Nadira menatap suaminya lebih lama, merasa bersyukur atas semua yang telah mereka lalui hingga akhirnya bisa berada di tempat ini. Meski awalnya ti

  • JODOHKU GURU GALAK   118. Bulan Madu

    Langit sore mulai merona jingga ketika Nadira mengikuti langkah Adhinata dengan penuh kebingungan. Pria itu menggenggam tangannya erat, membawanya menjauh dari keramaian rombongan SMA Cakrawala. Angin lembut menyapu wajah Nadira dan membawa aroma damai, tetapi rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya terlalu kuat untuk menikmati suasana sekitar. Beberapa kali, Nadira menoleh ke belakang."Mas, ini kita mau ke mana? Rombongan udah mau berangkat itu," tanya Nadira akhirnya, suaranya penuh keingintahuan.Adhinata tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, menyunggingkan senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya. Nadira terpaksa menurut, meskipun hatinya dipenuhi berbagai spekulasi.Setelah beberapa saat, mereka berhenti di dekat sebuah mobil SUV hitam yang diparkir cukup jauh dari bus rombongan. Seorang pria berseragam rapi berdiri di samping kendaraan, dan segera membuka pintu penumpang begitu melihat mereka mendekat."Silakan, Tuan. Semu

  • JODOHKU GURU GALAK   117. Kita Belum Selesai

    Tur akhirnya mencapai penghujung. Semua lokasi tujuan telah dikunjungi, meninggalkan lelah bercampur puas di wajah para siswa dan guru. Saat ini, mereka berkumpul di sebuah restoran, menikmati makan bersama terakhir, sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Terlalu lambat untuk disebut makan siang, dan terlalu awal untuk disebut makan malam, karena hari sudah cukup sore, saat mereka meninggalkan Desa Penglipuran.Meja-meja dipenuhi siswa yang bercanda riang. Tawa mereka sesekali pecah, terutama dari kelompok XI IPS 4, yang dikenal paling ramai. Beberapa guru, termasuk Adhinata, duduk sedikit terpisah, membentuk kelompok kecil di pojok ruangan.Di meja lainnya, Nadira terlihat duduk bersama teman-temannya, celana longgar warna krem yang membalut kakinya membuatnya tampak lebih santai meski gerakannya tetap hati-hati karena lututnya masih terluka."Celana lo baru, ya, Ra?" tanya salah seorang teman cewek, yang duduk di sebelahnya, bernama Intan. Gadis itu mena

  • JODOHKU GURU GALAK   116. Terpaksa Membongkar Rahasia

    Ketukan keras di pintu bilik membuat Adhinata dan Nadira sontak menoleh. Nadira yang masih duduk dan hanya mengenakan celana short, langsung gugup. Sementara Adhinata berdiri dengan ekspresi datar, namun ada sedikit kekesalan di wajahnya. Dengan gerakan tegas, ia menutup paha sang istri menggunakan jaketnya yang semula dipakai Nadira."Pak Nata! Saya tahu Anda di dalam! Jelaskan apa yang Anda lakukan!" Suara Pak Widodo menggema, terdengar tegang dan penuh kecurigaan.Adhinata menghela napas panjang, mencoba mengontrol emosinya. Dengan langkah santai, ia membuka pintu, memperlihatkan Pak Widodo yang sudah berdiri dengan wajah merah padam, sambil berkacak pinggang."Ada apa, Pak?" tanya Adhinata."Ada apa, ada apa?! Saya yang harusnya bertanya. Apa yang Anda lakukan di dalam?" Pak Widodo menunjuk ke arah bilik dengan gestur dramatis. Kacamata yang melorot ke ujung hidungnya semakin memperkuat ekspresi penuh amarah itu.Adhinata melirik Nadi

  • JODOHKU GURU GALAK   115. Ketegangan di Balik Bilik

    Adhinata membawa Nadira ke pos kesehatan tanpa memedulikan tatapan bingung dan bisik-bisik siswa serta guru lain. Tubuh gadis itu terasa ringan di pelukannya, tetapi kegelisahan di wajah Nadira membuat langkah Adhinata sedikit tergesa.Sesampainya di pos kesehatan, seorang petugas mendekat. "Loh, ada yang terluka? Mari saya bantu."Adhinata menggeleng halus. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa menanganinya sendiri.""Menangani sendiri? Tapi—""Saya bertanggung jawab penuh atas dia, murid saya. Terima kasih untuk tawaran bantuannya, tapi biar saya saja," ujar Adhinata dengan nada tegas, membuat petugas itu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengalah."Baiklah. Kalau begitu, biliknya di sana. Di dalam juga sudah ada peralatan dan obat-obatan lengkap. Kalau butuh apa-apa, panggil saya saja, Pak," ujar si petugas.Adhinata mengangguk dan membawa Nadira masuk ke bilik, membiarkan pintu tertutup rapat. Ia mendudukkan Nadira di kursi, lalu ber

  • JODOHKU GURU GALAK   114. Terpisah Membuat Resah

    "Nadira!"Panggilan itu datang dari Faiz, si ketua kelas. Nadira menoleh, dan melihat Faiz melambai di tengah keramaian Desa Penglipuran yang penuh wisatawan.Ya, destinasi terakhir mereka hari ini adalah Desa Penglipuran, desa adat yang terkenal karena keindahan dan kerapian rumah-rumahnya.Desa adat itu memang memukau. Jalan berbatu membelah rumah-rumah tradisional dengan atap rumbia yang seragam. Bunga-bunga warna-warni bermekaran di sepanjang tepi jalan, membuat suasana terasa damai dan indah.Nadira langsung terpikat begitu melihat jalan berbatu yang bersih dengan deretan rumah tradisional yang seragam di kedua sisi tersebut. Tak sadar, dia sampai berhenti dan terpisah dari kelompoknya tadi. Untung saja Faiz memanggil.Nadira berjalan cepat, mendekat ke Faiz yang berdiri bersama beberapa teman mereka di sana, juga guru pendamping pengganti Adhinata—tidak main-main bahkan sang kepala sekolah sendiri yang mengambil alih tugas Pak Nata.

  • JODOHKU GURU GALAK   113. Nyaris Kebablasan

    Rombongan SMA Cakrawala tiba di Bali Bird Park sekitar pukul 09.00 pagi, saat embun di daun-daun masih segar dihembus angin pagi Gianyar. Suara kicauan burung menyambut mereka di gerbang masuk, memadukan semarak warna bulu-bulu cerah dengan aroma dedaunan basah. Murid-murid berlarian kecil, terpesona dengan burung merak yang melenggang anggun di pelataran taman.Nadira berjalan sedikit di belakang Adhinata, matanya terus sibuk mengamati sekitar. Selain Salsa, dia memang tak begitu dekat dengan teman lain di kelas. Wajar jika kini setelah Salsa pindah sekolah, dia lebih sering sendirian.Langkah Nadira terhenti saat melihat burung kakaktua putih dengan paruh melengkung berdiri tenang di atas sebuah batang pohon kecil."Pak Nata, lihat itu!" Nadira menunjuk penuh semangat, seperti anak kecil yang baru menemukan mainan kesukaannya. Lupa, bahwa sekarang dia sudah menjadi istri dari laki-laki di depannya itu.Adhinata mengikuti arah telunjuknya, lalu t

  • JODOHKU GURU GALAK   112. Momen Manis di Tengah Keramaian

    "Mas Nata?"Suara Nadira terdengar pelan saat ia membuka mata dan mendapati tempat tidur di sisi sebelahnya kosong. Ia mengerjap beberapa kali, lalu duduk sambil mengucek matanya. Perasaan sedikit hampa menyelip di dadanya karena sang suami tidak ada di sisi. Namun, sebelum pikirannya melayang jauh, ponselnya berbunyi.Ia mengangkatnya tanpa melihat layar, mengenali nama sang penelepon dari nada dering khusus. "Mas Nata?" sapanya, suaranya masih serak karena baru bangun tidur."Sudah bangun?" Suara Adhinata terdengar di ujung sana, hangat dan rendah seperti biasa."Iya. Mas di mana?" Nadira bertanya, lalu melihat jam di ponselnya. Masih pukul enam pagi, tapi Adhinata sudah entah di mana."Sedang kumpul dengan guru-guru pendamping. Kita harus segera berangkat ke destinasi terakhir hari ini," jawab Adhinata. "Kamu sudah mandi?"Nadira terkekeh kecil. "Baru bangun, Mas. Mana sempat mandi. Mas Nata, sih, gak bangunin aku sekalian tad

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status