หน้าหลัก / Romansa / JODOHKU GURU GALAK / 8. Pertemuan di Pintu Gerbang

แชร์

8. Pertemuan di Pintu Gerbang

ผู้เขียน: Elita Lestari
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-13 13:00:00

Adhinata menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Nadira. Rumah besar bergaya kolonial itu tampak megah dengan halaman luas yang dihiasi taman bunga. Akan tetapi, bagi Nadira, rumah itu lebih menyerupai sangkar emas. Tangannya mencengkeram ujung baju dengan gugup, sementara matanya terpaku ke arah pintu gerbang yang tertutup.

"Sudah sampai. Turun," ujar Adhinata dengan nada datar, memutuskan kesunyian yang menggantung di antara mereka.

Namun Nadira tetap diam. Ia menggigiti bibir bawahnya, seperti seseorang yang sedang mempersiapkan mental untuk maju ke medan perang.

Adhinata melirik gadis itu. "Rara, jangan bilang kamu mau tinggal di mobil ini sampai saya selesai mengajar."

Nadira menghela napas panjang, lalu menoleh dengan ekspresi memelas. "Pak, saya takut."

"Takut apa? Kamu tinggal bilang pada ayahmu kalau kamu sudah berpikir ulang. Atau gunakan rencana yang tadi malam kita setujui. Selesai, 'kan?!" balas Adhinata santai, meskipun mat

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทที่เกี่ยวข้อง

  • JODOHKU GURU GALAK   9. Salah Paham

    "Eh, jam Pak Nata kosong!"Seruan Faiz, salah satu murid yang baru saja memasuki kelas, langsung memecah keheningan XI IPS 4. Seketika suasana kelas menjadi riuh. Anak-anak bersorak, sebagian lain sibuk membuka ponsel atau melanjutkan obrolan santai mereka. Ada juga yang berkelompok di belakang dan duduk di lantai, pada mabar.Di barisan tengah, Nadira sedang tertawa kecil bersama teman sebangkunya. Namun, tawa itu terhenti begitu mendengar nama Adhinata. Ekspresinya berubah—dari santai menjadi penuh kekhawatiran."Pak Nata kosong? Tumbenan. Yang bener lo, Iz?" Teman sebangku Nadira, berceletuk tak percaya. Salsa namanya."Seriusan, tadi anak kelas sebelah juga kosong. Tapi pada berisik, sih. Jadi malah diisi sama Pak Widodo. Hahaha ...." Faiz ini ketua kelas, tetapi anaknya woles aja."Aduh-aduh, kesayangan aku kenapa, ya? Kok hari ini nggak ngajar." Salsa mencebik. Gadis ini sangat mengidolakan Adhinata Rahagi."Jad

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • JODOHKU GURU GALAK   10. Dalam Pelukan Hujan

    "Jadi, begini."Pak Widodo memulai dengan suara bergetar, mencoba menahan luapan emosi dan rasa canggung. Tatapannya bergantian antara Adhinata dan Nadira, yang duduk di kursi kayu di hadapannya.Nadira menunduk dalam-dalam, merasa ingin menghilang ke dasar bumi. Sedangkan Adhinata, seperti biasa, duduk dengan ekspresi datar yang sulit ditebak. Namun, ada kilatan kekesalan di matanya, seperti sedang menghitung dosa apa yang membuatnya terjebak dalam situasi ini."Pak Adhinata, saya tahu Bapak ini guru teladan. Tapi saya tidak menyangka Bapak ... ASTAGFIRULLAH!" Pak Widodo menutup wajah dengan kedua tangan, seperti mencegah diri sendiri melihat lebih jauh. "Apa-apaan ini?!""Pak, ini hanya salah paham," ujar Adhinata akhirnya, dengan nada sedingin AC ruang kepala sekolah. "Tidak ada yang seperti Bapak pikirkan."Nadira mengangkat tangan, menyela. "Benar, Pak. Saya cuma ....""CUMA APA, NADIRA?!" Kepala sekolah itu menatap Nadira tajam, lalu m

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-13
  • JODOHKU GURU GALAK   11. Gelap yang Berkisah

    "Karena saya—"Adhinata menggantungkan kalimatnya, ketika suara seseorang tiba-tiba memecah ketegangan dari arah depan."Non Rara! Non Rara!" Suara lantang itu berasal dari Pak Supri. Sorotan senter yang dibawanya menari-nari di dinding rumah. Langkah tergesa pria paruh baya itu semakin mendekat, hingga akhirnya cahayanya menemukan mereka di dapur."Astaga, Non!" Pak Supri terperangah melihat Nadira duduk di lantai, bersandar pada Adhinata yang memeluknya dengan tubuh separuh basah. Raut wajah Pak Supri langsung berubah marah, salah paham dengan situasi di depannya."Mas! Apa-apaan ini?!" serunya seraya melangkah cepat, berniat menarik Nadira menjauh. Namun, Adhinata segera berbicara sebelum pria itu sempat bertindak."Berhenti di situ, Pak. Pak Supri bisa terluka," ucapnya dengan suara tenang, tetapi tegas.Pak Supri menghentikan langkah dan mengerutkan dahi, bingung. "Luka? Apa maksudnya?" Sorot senternya turun mengikuti arah tatapan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • JODOHKU GURU GALAK   12. Terjebak dalam Perjanjian

    Jam sekolah berjalan seperti biasa, tetapi pikiran Nadira terasa berat sejak pagi. Malam tadi, Adhinata bersikeras pulang sendiri saat listrik akhirnya menyala. Dan itu sudah tengah malam. Adhinata menolak tawaran Pak Supri untuk diantar. Meski Nadira telah memastikan pria itu tiba dengan selamat di rumah, tetap saja dia merasa tidak tenang.Bagaimana tidak? Kaki Adhinata terluka cukup parah, dan dia bahkan tidak membiarkan lukanya dirawat dengan benar.Dasar guru galak keras kepala.Di sekolah, kekhawatiran itu bertambah. Biasanya, Adhinata selalu terlihat sibuk di lorong-lorong atau berinteraksi dengan para guru lain. Namun hari ini, dia seperti menghilang. Tidak ada tanda-tanda kehadirannya."Heh, Ra. Lo kenapa, sih, ngelamun terus? Dari tadi gue ngomong sama angin," protes Salsa diiringi tepukan di bajunya.Nadira tersentak. "Hah? Apa? Lo ngomong apa tadi?"Salsa mendengkus, lalu memasang wajah sok sedih dan melontar kata-kata d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • JODOHKU GURU GALAK   13. Mas Nata and Good Girl

    Selesai latihan renang, Nadira berjalan cepat ke ruang ganti dengan langkah penuh semangat. Hari ini dia punya misi: menghadapi Adhinata. Kalau dibiarkan, pria itu akan terus bersikap dingin seperti patung batu.Setelah berganti baju, Nadira mengabaikan panggilan Salsa yang masih sibuk mengobrol dengan anggota klub renang lainnya. Gadis itu bergegas ke luar gedung olahraga, matanya langsung mencari sosok yang ia kenal di sekitar sekolah.Adhinata tidak akan pulang cepat, pikir Nadira yakin. Pria itu biasanya seperti bayangan, selalu ada di sekitar sekolah meski suasana sudah mulai sepi.Langkahnya terhenti ketika tiba-tiba Regas menghadang. Cowok yang rambutnya masih basah dan saat ini mengenakan jaket dengan logo klub renang SMA Cakrawala itu tersenyum cerah ke arah Nadira."Mau langsung pulang, Ra?" tanya cowok itu."Eh. Iya, Kak," jawab Nadira."Mau gue antar?"Nadira menggeleng dan mengibaskan tangan. "Enggak usah, Kak. Gue dijemp

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • JODOHKU GURU GALAK   14. Rumah Singgah

    Langit sore tampak gelap, mendung tebal menggantung seakan siap menumpahkan hujan. Adhinata menyusuri jalanan dengan tenang, kedua tangannya mantap di kemudi. Di sebelahnya, Nadira duduk santai, matanya berbinar-binar menikmati percakapan yang baru saja dimulai."Bapak ... eh, Mas Nata." Nadira tergagap, langsung memukul pelan dahinya sendiri sambil tertawa. "Aduh, kenapa susah sekali sih membiasakan ini."Adhinata hanya melirik sekilas, menghela napas pendek. "Kamu harus mulai terbiasa. Kamu bilang banyak mata-mata ayah kamu yang entah di mana. Setidaknya panggilan itu akan meyakinkan mereka. Begitu, 'kan, maunya kamu?""Iya, Mas Nata. Kalau mode seperti ini, manggilnya pakai aku-kamu aja, ya." Nadira menekankan setiap katanya, terlihat berusaha keras menahan tawa."Terserah. Tapi ingat," lanjut Adhinata, nada suaranya kembali serius. "Kalau di sekolah, tetap panggil saya Pak Nata. Jangan sampai ada yang curiga.""Siap, Pak Guru." Nadira memberi h

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • JODOHKU GURU GALAK   15. Teguran di Tengah Hujan

    "Sepertinya kamu berencana membunuh saya," ujar Adhinata, suaranya terdengar serak, tetapi diselingi nada sarkasme khasnya. Kembali menyebut dirinya sendiri dengan kata 'saya', padahal beberapa menit yang lalu sudah tak terlalu kaku ketika menggunakan 'aku.'Nadira yang duduk di kursi pengemudi, menoleh cepat. "Apa?! Mas jangan ngomong sembarangan kayak gitu!" Seruan itu keluar dengan nada kesal, tetapi getaran dalam suaranya menunjukkan bahwa ia masih syok dengan apa yang baru saja terjadi.Untung saja dua pengurus rumah singgah tadi dengan sigap memberi bantuan dan berhasil membawa Adhinata kembali ke mobil yang di parkir di halaman depan.Adhinata memejamkan mata sejenak, berusaha mengatur napasnya yang masih berat. "Kenapa kamu menyeret saya ke tempat penuh bulu seperti itu? Kalau saya tidak tahu kamu, saya mungkin mengira ini adalah rencana pembunuhan.""Mas jangan bercanda!" Nadira berteriak kecil, tangannya mencengkeram kemudi begitu kuat hingga bu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-14
  • JODOHKU GURU GALAK   16. Ujian dari Ayah

    Adhinata duduk di ruang tamu dengan posisi tegap, meski tubuhnya terasa lemah. Napasnya masih sedikit berat, tetapi ia berusaha terlihat setenang mungkin. Di depannya, Pak Wirawan menatap tajam, seperti seorang hakim yang siap memberikan vonis. Nadira mengamati dari atas tangga, duduk di anak tangga teratas. Lututnya ditekuk dan tubuhnya bersandar ke railing tangga."Jelaskan," ujar Pak Wirawan lagi, dengan nada lebih tegas. "Apa yang membuat saya harus percaya bahwa kamu pantas menjadi guru—atau lebih buruk lagi, pacar Nadira?"Adhinata menatap pria di depannya tanpa gentar, meski tubuhnya terasa semakin berat. "Pak Wirawan," ia memulai dengan suara yang tenang, "saya memahami kekhawatiran Bapak. Saya mungkin tidak dalam posisi untuk membela diri, tetapi saya rasa, ada hal-hal yang perlu Bapak ketahui."Pak Wirawan mendengkus, mencondongkan tubuh ke depan. "Silakan. Saya mendengarkan.""Saya tidak pernah berniat melibatkan diri dalam kehid

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-15

บทล่าสุด

  • JODOHKU GURU GALAK   120. Romansa di Kapal Pesiar

    Hari berikutnya, Nadira tidak menyangka sang suami memberi kejutan lagi dengan perjalanan menuju pelabuhan Benoa. Adhinata mengajak Nadira naik kapal pesiar mewah yang akan membawa mereka mengarungi lautan selama tujuh hari tujuh malam."Mas?!" Nadira menatap suaminya dengan raut tak percaya.Adhinata tak berbicara. Ia menggenggam tangan Nadira erat saat mereka menaiki tangga menuju dek utama kapal pesiar. Kapal mewah itu bersandar di pelabuhan dengan megah, tampak seperti istana yang mengapung. Cahaya lampu kristal yang memancar dari dalam kapal membuat suasana semakin memukau. Laut di sekeliling mereka memantulkan cahaya bulan yang nyaris penuh, menciptakan pemandangan malam yang sulit dilupakan."Ini serius, Mas? Mas bawa aku naik kapal pesiar?" tanya Nadira sambil menatap suaminya dengan mata berbinar.Adhinata tersenyum kecil. "Kenapa tidak? Ini kan bulan madu kita. Kamu layak mendapatkan yang terbaik, Rara."Nadira tertawa kecil, ma

  • JODOHKU GURU GALAK   119. Pulau Pribadi

    Pagi itu, Nadira terbangun dengan rasa tenang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Cahaya matahari menyusup melalui tirai vila, menerangi kamar yang hangat dan nyaman. Suara debur ombak terdengar jelas, berpadu dengan kicauan burung yang seperti lagu selamat pagi dari alam. Ia membuka mata perlahan, dan menyadari bahwa ia tengah berada dalam pelukan seseorang.Butuh beberapa detik baginya untuk mengingat di mana ia berada. Nadira mendongak, mendapati Adhinata masih tertidur dengan napas teratur dan mendekapnya. Wajah pria itu tampak lebih damai dari biasanya, garis-garis tegas di wajah, kini seolah melunak.Apakah semalam mereka sempat melakukan yang 'iya-iya'?Jawabannya adalah tidak. Adhinata sangat menghormati istrinya. Dia tidak akan lancang jika memang belum diizinkan. Jadi, dia akan bersabar.Nadira menatap suaminya lebih lama, merasa bersyukur atas semua yang telah mereka lalui hingga akhirnya bisa berada di tempat ini. Meski awalnya ti

  • JODOHKU GURU GALAK   118. Bulan Madu

    Langit sore mulai merona jingga ketika Nadira mengikuti langkah Adhinata dengan penuh kebingungan. Pria itu menggenggam tangannya erat, membawanya menjauh dari keramaian rombongan SMA Cakrawala. Angin lembut menyapu wajah Nadira dan membawa aroma damai, tetapi rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya terlalu kuat untuk menikmati suasana sekitar. Beberapa kali, Nadira menoleh ke belakang."Mas, ini kita mau ke mana? Rombongan udah mau berangkat itu," tanya Nadira akhirnya, suaranya penuh keingintahuan.Adhinata tidak langsung menjawab. Ia hanya menoleh sebentar, menyunggingkan senyum tipis, lalu melanjutkan langkahnya. Nadira terpaksa menurut, meskipun hatinya dipenuhi berbagai spekulasi.Setelah beberapa saat, mereka berhenti di dekat sebuah mobil SUV hitam yang diparkir cukup jauh dari bus rombongan. Seorang pria berseragam rapi berdiri di samping kendaraan, dan segera membuka pintu penumpang begitu melihat mereka mendekat."Silakan, Tuan. Semu

  • JODOHKU GURU GALAK   117. Kita Belum Selesai

    Tur akhirnya mencapai penghujung. Semua lokasi tujuan telah dikunjungi, meninggalkan lelah bercampur puas di wajah para siswa dan guru. Saat ini, mereka berkumpul di sebuah restoran, menikmati makan bersama terakhir, sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Terlalu lambat untuk disebut makan siang, dan terlalu awal untuk disebut makan malam, karena hari sudah cukup sore, saat mereka meninggalkan Desa Penglipuran.Meja-meja dipenuhi siswa yang bercanda riang. Tawa mereka sesekali pecah, terutama dari kelompok XI IPS 4, yang dikenal paling ramai. Beberapa guru, termasuk Adhinata, duduk sedikit terpisah, membentuk kelompok kecil di pojok ruangan.Di meja lainnya, Nadira terlihat duduk bersama teman-temannya, celana longgar warna krem yang membalut kakinya membuatnya tampak lebih santai meski gerakannya tetap hati-hati karena lututnya masih terluka."Celana lo baru, ya, Ra?" tanya salah seorang teman cewek, yang duduk di sebelahnya, bernama Intan. Gadis itu mena

  • JODOHKU GURU GALAK   116. Terpaksa Membongkar Rahasia

    Ketukan keras di pintu bilik membuat Adhinata dan Nadira sontak menoleh. Nadira yang masih duduk dan hanya mengenakan celana short, langsung gugup. Sementara Adhinata berdiri dengan ekspresi datar, namun ada sedikit kekesalan di wajahnya. Dengan gerakan tegas, ia menutup paha sang istri menggunakan jaketnya yang semula dipakai Nadira."Pak Nata! Saya tahu Anda di dalam! Jelaskan apa yang Anda lakukan!" Suara Pak Widodo menggema, terdengar tegang dan penuh kecurigaan.Adhinata menghela napas panjang, mencoba mengontrol emosinya. Dengan langkah santai, ia membuka pintu, memperlihatkan Pak Widodo yang sudah berdiri dengan wajah merah padam, sambil berkacak pinggang."Ada apa, Pak?" tanya Adhinata."Ada apa, ada apa?! Saya yang harusnya bertanya. Apa yang Anda lakukan di dalam?" Pak Widodo menunjuk ke arah bilik dengan gestur dramatis. Kacamata yang melorot ke ujung hidungnya semakin memperkuat ekspresi penuh amarah itu.Adhinata melirik Nadi

  • JODOHKU GURU GALAK   115. Ketegangan di Balik Bilik

    Adhinata membawa Nadira ke pos kesehatan tanpa memedulikan tatapan bingung dan bisik-bisik siswa serta guru lain. Tubuh gadis itu terasa ringan di pelukannya, tetapi kegelisahan di wajah Nadira membuat langkah Adhinata sedikit tergesa.Sesampainya di pos kesehatan, seorang petugas mendekat. "Loh, ada yang terluka? Mari saya bantu."Adhinata menggeleng halus. "Tidak perlu, Pak. Saya bisa menanganinya sendiri.""Menangani sendiri? Tapi—""Saya bertanggung jawab penuh atas dia, murid saya. Terima kasih untuk tawaran bantuannya, tapi biar saya saja," ujar Adhinata dengan nada tegas, membuat petugas itu ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengalah."Baiklah. Kalau begitu, biliknya di sana. Di dalam juga sudah ada peralatan dan obat-obatan lengkap. Kalau butuh apa-apa, panggil saya saja, Pak," ujar si petugas.Adhinata mengangguk dan membawa Nadira masuk ke bilik, membiarkan pintu tertutup rapat. Ia mendudukkan Nadira di kursi, lalu ber

  • JODOHKU GURU GALAK   114. Terpisah Membuat Resah

    "Nadira!"Panggilan itu datang dari Faiz, si ketua kelas. Nadira menoleh, dan melihat Faiz melambai di tengah keramaian Desa Penglipuran yang penuh wisatawan.Ya, destinasi terakhir mereka hari ini adalah Desa Penglipuran, desa adat yang terkenal karena keindahan dan kerapian rumah-rumahnya.Desa adat itu memang memukau. Jalan berbatu membelah rumah-rumah tradisional dengan atap rumbia yang seragam. Bunga-bunga warna-warni bermekaran di sepanjang tepi jalan, membuat suasana terasa damai dan indah.Nadira langsung terpikat begitu melihat jalan berbatu yang bersih dengan deretan rumah tradisional yang seragam di kedua sisi tersebut. Tak sadar, dia sampai berhenti dan terpisah dari kelompoknya tadi. Untung saja Faiz memanggil.Nadira berjalan cepat, mendekat ke Faiz yang berdiri bersama beberapa teman mereka di sana, juga guru pendamping pengganti Adhinata—tidak main-main bahkan sang kepala sekolah sendiri yang mengambil alih tugas Pak Nata.

  • JODOHKU GURU GALAK   113. Nyaris Kebablasan

    Rombongan SMA Cakrawala tiba di Bali Bird Park sekitar pukul 09.00 pagi, saat embun di daun-daun masih segar dihembus angin pagi Gianyar. Suara kicauan burung menyambut mereka di gerbang masuk, memadukan semarak warna bulu-bulu cerah dengan aroma dedaunan basah. Murid-murid berlarian kecil, terpesona dengan burung merak yang melenggang anggun di pelataran taman.Nadira berjalan sedikit di belakang Adhinata, matanya terus sibuk mengamati sekitar. Selain Salsa, dia memang tak begitu dekat dengan teman lain di kelas. Wajar jika kini setelah Salsa pindah sekolah, dia lebih sering sendirian.Langkah Nadira terhenti saat melihat burung kakaktua putih dengan paruh melengkung berdiri tenang di atas sebuah batang pohon kecil."Pak Nata, lihat itu!" Nadira menunjuk penuh semangat, seperti anak kecil yang baru menemukan mainan kesukaannya. Lupa, bahwa sekarang dia sudah menjadi istri dari laki-laki di depannya itu.Adhinata mengikuti arah telunjuknya, lalu t

  • JODOHKU GURU GALAK   112. Momen Manis di Tengah Keramaian

    "Mas Nata?"Suara Nadira terdengar pelan saat ia membuka mata dan mendapati tempat tidur di sisi sebelahnya kosong. Ia mengerjap beberapa kali, lalu duduk sambil mengucek matanya. Perasaan sedikit hampa menyelip di dadanya karena sang suami tidak ada di sisi. Namun, sebelum pikirannya melayang jauh, ponselnya berbunyi.Ia mengangkatnya tanpa melihat layar, mengenali nama sang penelepon dari nada dering khusus. "Mas Nata?" sapanya, suaranya masih serak karena baru bangun tidur."Sudah bangun?" Suara Adhinata terdengar di ujung sana, hangat dan rendah seperti biasa."Iya. Mas di mana?" Nadira bertanya, lalu melihat jam di ponselnya. Masih pukul enam pagi, tapi Adhinata sudah entah di mana."Sedang kumpul dengan guru-guru pendamping. Kita harus segera berangkat ke destinasi terakhir hari ini," jawab Adhinata. "Kamu sudah mandi?"Nadira terkekeh kecil. "Baru bangun, Mas. Mana sempat mandi. Mas Nata, sih, gak bangunin aku sekalian tad

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status