Share

BAB 3: Ternyata Bukan Pria Biasa

“Silahkan Nyonya, duduklah, sebentar lagi minuman akan segera diantar,” ujar security.

Keyra hanya mengangguk, ia masih shock dengan kenyataan tentang pria yang menikahinya, dugaanya selama ini salah. Wajah rupawan yang terlihat sempurna dengan kulit putih bersih, hidung mancung dan alis tebal, adalah pahatan sang pencipta yang sangat sempurna. Ditambah lagi dugaan jika pria pilihan Papinya adalah pria miskin yang tak berguna juga salah.

“Assalamu’alikum Non,” sapaan wanita tua tiba-tiba terdengar, membuat Keyra langsung menoleh ke arah suara.

“Iya, ibu siapa?”

“Saya Ratmi, pengasuh Gus Afnan sejak kecil. Tadi Gus Afnan meminta saya untuk menemani Non Keyra.” Wanita tua itu berjalan dan duduk di gazebo, sambil menaruh nampan makanan yang berisi makanan kecil dan minuman dingin.

“Ayo Non, jangan dipandang saja, cicipi, ini buatan Mbok sendiri.”

“Siapa sebenarnya Kak Afnan Mbok. Tolong ceritakan pada saya?” tanya Keyra begitu sangat penasaran.

Dari tadi pagi saat membuka matanya hingga saat ini, kejutan-kejutan selalu ia temui tentang sosok Afnan Noor Malik.

Wanita berkebaya khas jawa itu tersenyum hangat, mendengar pertanyaan Keyra.

“Jadi... Non Keyra belum tahu sosok pria yang menikahi Nona?”

Keyra menggeleng. ”Papi yang memutuskan segalanya, dan aku harus mengikuti keinginan Papi,” balas Keyra sambil tangannya meraih jus mangga di atas nampan.

“Keputusanmu sudah benar, Non Keyra. Menikah dengan Gus Afnan adalah suatu keberuntungan bagi seorang wanita. Banyak gadis yang mendambakan menikahi Gus Afnan. Tapi ketika perjodohan datang dari Pak Praja, Gus Afnan langsung menerimanya,” jawab Mbok Ratmi.

“Mbok, belum menjawab pertanyaanku, siapa Kak Afnan?” Keyra mengulangi pertanyaan, kali ini dengan penekanan kata.

Wanita yang berusia 6o tahun itu, kembali tersenyum. ”Afnan Noor Malik, adalah cucu dari Kiai Damar Jati, putra dari Kyai Sastra Diningrat dan Ibu Nyai Rumini mereka adalah pendiri pondok pesantren Amanah.”

“Lalu dimana kedua orang tuanya?”

“Mereka sudah meninggal satu tahun yang lalu, tewas dalam kecelakaan pesawat. Sayang, Gus Afnan, tidak berkenan untuk menjadi pimpinan pondok, dan akhirnya diserahkah pada saudara sepupunya.

Keyra tampak berpikir, suaminya adalah pria tampan dan sekaligus kaya-raya, tapi lagi-lagi Keyra mendesah dalam hati Kaya dan tampan, sempurna, tapi aku tidak merasakan cinta padanya.

“Non Keyra dan Gus Afnan akan tinggal di vila perkebunan ‘kan?”

“Vila perkebunan?”

“Iya Vila, tadi Mbok sudah memerintahkan beberapa pegawai untuk membersihkan rumah utama, makanya Gus Afnan tidak langsung membawa Non Keyra kesana.”

“Oh..” Keyra terbengong dan hanya bisa ber ‘oh’ ria, mendengarkan satu kejutan lagi.

Sebuah mobil jeep terbuka berhenti didepan gazebo, terlihat Afnan ada di atas sana di balik kemudi, kemudian ia turun dan mendekati ke arah gazebo.

“Terima kasih Mbok, mau menemani Keyra. Dan sekarang aku akan mengajak Kerya berkeliling perkebunan,ucap Afnan, seraya tersenyum.

“Iya Gus, sama-sama, Mbok akan siapkan makan siang dulu, “pamit wanita tua itu.

Keyra menatap dalam pria yang masih berdiri di depannya.

“Kenapa Kak Afnan tidak memberitahukan padaku, jika perkebunan ini adalah milikmu?”

“Kamu tidak bertanya ’kan, siapa pemilik perkebunan ini, seingatku kamu bertanya apa aku bekerja disini? Iya ‘kan Key.”

“Ah... Kak Afnan pandai ngeles..” balas Keyra sambil bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Afnan.

“Ayolah ajak aku berkeliling kebun, tapi jangan anggap aku akan terpikat olehmu, waktu kita hanya 3 bulan sebagai sepasang suami istri, dan itu hanya membuat Papiku tenang dan tentunya bahagia.”

“Baik Key , aku mengerti, tapi jika dalam waktu 3 bulan kamu berubah pikiran, aku juga siap menerima keputusanmu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi 3 bulan ke depan ‘kan?”

Tanpa menjawab, Keyra langsung naik di atas jeep terbuka, kemudian disusul Afnan. Mobil pun mulai bergerak pelan, menyusuri jalanan setapak, sepanjang perjalanan mata Keyra dimanjakan dengan pemandangan yang menyejukan, aneka pohon buah-buahan berjajar rapi sesuai jenis buahnya ada pohon mangga, kelengkeng, pepaya dan masih banyak lainnya.

“Luas sekali perkebunan ini. Hemmm dijual dimana buah-buahan ini?”

“Di banyak supermarket, salah satunya Star Supermarket milik Papi Praja, dan untuk buah kualitas rendah akan dibawa ke pasar tradisional.”

“Oh, jadi kamu bekerjasama dengan Star Supermaket, aku jadi mengerti kenapa Papi sangat menyukaimu.“ Mata Keyra melirik ke arah Afnan.

”Itu Papi lho ya, bukan aku,”sambungnya lagi.

Afnan tertawa kecil, mendengar ucapan Keyra.

“Kenapa Key, apa aku kurang tampan dan kaya?”

“Cinta, itu yang kurang dalam hubungan kita Kak. Aku tidak bisa bersama pria yang tidak aku cintai.”

“Cinta, jangan terlena dengan cinta. Dan cintamu pada seseorang jangan melebihi cintamu pada Allah.”

“Heumm aku tidak paham dengan apa yang Kakak katakan, jadi janganlah berkata hal-hal yang tidak aku pahami.”

“Suatu saat kamu akan paham. Kita turun disini dulu, aku akan perkenalkan dirimu pada seseorang,” ajak Afnan, sambil menghentikan laju mobilnya menuju sebuah bangunan panjang sederhana mirip seperti sekolahan, tapi hanya ada beberapa kelas saja, sederhana tapi telihat bersih dan rapi, di depannya banyak tanaman bunga yang warna–warni.

Setelah turun dari mobil, Afnan dan Keyra berjalan di salah satu ruangan.

“Assalamu’alikum,” sapa salam Afnan bediri di depan pintu.

“Waalaikumsalam,” ucap seseorang dengan suara yang lembut dan terasa menenangkan.

“Gus Afnan,” wajah gadis itu berseri, ketika tatapannya bertemu Afnan.

“Bagaimana kabarmu Latisha, aku mendengar dari beberapa pegawai, katanya kamu sudah kembali kesini dan mengajar anak-anak.”

“Iya Gus, baru kemarin aku datang.” Lathisa memindai matanya ke arah Keyra yang sejak tadi berdiri disamping Afnan.

“Oh ya Tisha, kenalkan ini Keyra, istriku.” Afnan memperkenalkan Keyra.

Keyra tersenyum dan mengulurkan tangannya, dalam hati Keyra terkagum dengan gadis di depannya, sangat cantik, balutan baju khimar warna cokelat beserta hijabnya tidak mengurangi kecantikan wanita itu, meskipun tubuhya hampir tertutup.

“Aku Latisha, aku membantu Gus Afnan mengajar anak-anak yang putus sekolah dan orang tuanya bekerja di perkebunan ini,” ungkap Lathisa.

“Jadi Kak Afnan juga mengajar disini?”

“Iya, tapi lebih banyak Lathisa mengurusi sekolah kecil ini, aku hanya sangat menyayangkan anak-anak usia sekolah dipaksa orang tuanya untuk membantu mencari nafkah, sebenarnya setelah mereka belajar mereka bisa mengerjakan pekerjaan ringan di perkebunan.”

“Sempat-sempatnya Ya, Kak Afnan mengajar sambil mengurus perkebunan,” sela Keyra.

“Bukannya sempat Key, tapi sayang jika ilmu tidak dimanfaatkan,” balas Afnan.

“Betul Key, karena amal yang tidak akan terputus saat kita meninggal nanti salah satunya adalah ilmu yang bermanfaat, untuk semua orang,” timpal Latisha.

Keyra hanya tersenyum. ”Kak, aku sudah lapar, bisakah kita makan siang dulu.”

“Baiklah, kita kembali ke rumah perkebunan, ayo Tisha, kamu juga harus ikut, sudah selesai ‘kan perkerjaanmu?”

“Sudah Gus, aku juga kangen dengan masakan Mbok Ratmi.”

Ketiganya berjalan menuju mobil, tidak lama kemudian mobil melaju menuju sebuah rumah yang berada di tengah perkebunan. Perbincangan hangat dan ringan mewarnai perjalanan mereka, sesekali Afnan menyapa para pegawai perkebuan yang berpapasan di jalan setapak.

Afnan terlihat sangat ramah dan tetap santun pada para pegawainya, tidak sekalipun terlihat keangkuhan dan kesombongan pada dirinya.

Mobil memasuki pintu gerbang vila, terlihat vila minimalis berlantai dua, walaupun tak sebesar rumah Praja, tapi Keyra sangat terpesona, dengan halaman vila yang dipenuhi aneka bunga, hamparan bunga mawar dengan warna–warni terlihat seperti permadani.

“Wow indah sekali taman bunga itu Kak?” ujar Keyra sambil telunjuknya menunjuk taman bunga mawar dan tulip.

“Itu yang menanam Almarhumah Umi, beliau sangat menyukai bunga mawar,” jawab Afnan.

“Jadi kangen sama Umi Rukmini,” sela Latisha.

“Kamu juga dekat dengan orang tua Kak Afnan, Tisha?”

“Tentu saja sangat dekat, sejak berusia 8 tahun aku sudah mondok di pesanteren Amanah, milik orang tua Gus Afnan.”

“Tisha, juga santri kesayangan Umi dan Abi. Bahkan rasa sayangnya melebihi rasa sayangnya padaku,” timpal Afnan.

Tiba-tiba hati Keyra terasa perih, entah apa yang dirasakan kini, melihat keakraban Latisha dan Afnan, kenapa membuatnya tidak suka.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status