Pagi buta Afnan sudah bangun dari tidurnya, ia terlihat sibuk di ruang loundry room.
“Kak Afnan mencuci baju?” sapa Keyra sambil mengusap netranya memastikan jika suaminya sedang mencuci baju.“Iya.. asisten paruh waktu sedang izin tidak masuk, daripada pakaian menumpuk jadi aku cuci, sekalian punyamu juga aku cuci,”“Ih...dibawa ke loundry ‘kan bisa Kak?”“Sekalian olahraga Key, membakar lemak, nanti setelah ini aku akan mengajakmu olahraga, supaya berkeringat sedikit, mau ya Key,” ajak Afnan menatap penuh arti.“Jangan macam-macam ya Kak, ingat ‘kan, perjanjian kita, jangan sentuh aku selama aku tidak menginginkannya.”Afnan tertawa lebar, ”Keyra Aninda, makanya otaknya jangan traveling, cepatlah ganti baju yang sopan, jangan lupa kerudung, aku tunggu kamu di depan!” suruh Afnan, senyum masih mengantung di bibirnya.Keyra memicingkan matanya, tapi ia menuruti kemauan Afnan, tak selang berapa lama, Keyra sudah memakai baju gamis hijau tosca dan kerudung dengan warna senada, gadis yang dulunya sering mengenakan pakaian kurang bahan, sekarang lebih sering mengenakan pakaian tertutup, itu karena isi lemarinya sekarang dipenuhi dengan baju khimar, gamis, kemeja lengan panjang, bawahan rok panjang.Terlihat Afnan juga sudah memakai setelan baju koko warna cokelat.“Kita akan kemana, ini baru pukul 4 pagi Kak, perkebunan masih sepi?”“Kita jalan saja,” balas Afnan.Tidak lama terdengar adzan subuh sudah menggema, terdengar syahdu dan hikmat, Afnan dan Keyra berjalan menyusuri jalan setapak, beberapa karyawan yang tinggal di rumah petak perkebunan juga mulai keluar rumah mereka menuju ke moshola perkebunan.“Kita shalat subuh berjamaah dulu Key,” ajak Afnan sambil menuju ke arah moshola.“Oooo jadi Kak Afnan mengajakku shalat subuh, sekaligus jogging,” gumam Keyra.Afnan menoleh ke arah Keyra dan tersenyum hangat. Kini Keyra berdiri di antara jamaah wanita, berdiri di deretan yang sama, dengan para pekerja perkebunan, terlihat jelas tidak ada yang membedakan mereka, semua terlihat sama, tidak ada istilah majikan dan buruh, atau atasan bawahan mereka sujud dalam ruang dan tempat yang sama. Keyra yang biasa di sanjung dan di hormati ketika berada di kantor Star Supermarket, kini terlihat sama dengan para pegawai suaminya.“Setelah aku shalat berjamaah, aku mengerti bahwa kedudukan kita di mata Sang Pencipta itu sama, aku berdiri sejajar dengan karyawanmu, aku merasa jika diriku ini sama dengan mereka ketika beribadah,” ujar Keyra sambil mensejajarkan langkahnya dengan langkah Afnan“Itulah hikmah jika kita shalat berjamaah Key, kedudukan kita sama dihadapan Allah,” Afnan memberanikan diri menggandeng telapak tangan Keyra, dan anehnya Keyra kali ini tidak menolak, ketika genggaman tangan Afnan terasa hangat, bahkan rasa hangat itu seakan mengalir ke dalam darahnya hingga ke jantung.“Aku akan mengajakmu ke tempat favoritku,” ajak Afnan terus melangkah masuk ke dalam perkebunan.Hingga Afnan menghentikan langkahnya ketika ada sebuah pohon mangga yang berukuran sangat besar, jika dilihat dari ukurannya, pohon itu mungkin sudah berusia puluhan tahun.“Usia pohon ini, hampir seratus tahun Key, masih tetap kokoh berdiri,” ujar AfnanKeyra menatap ke arah pohon. ”Itu rumah pohon Kak, tinggi sekali.”“Yuk kita naik, kamu tidak takut ketinggian ‘kan?”“Aku Keyra Aninda Dinata hoby mendaki gunung, jadi bagiku naik rumah pohon, adalah hal termudah,” cicit Keyra dengan semangat ia menaiki rumah pohon, setinggi10 meter itu.Kedua insan itu kini sudah duduk di sebuah kayu yang kokoh, dari atas pohon, terlihat semburat kuning keemasan mulai muncul di ufuk timur.“Woow indah sekali sunrise di sini kak,” ucap Keyra lirih.Aku sering melihat sunrise, tapi bagiku di sini terlihat sangat cantik,” Keyra terkagum-kagum hingga tak sadar ia menyandarkan kepala di bahu Afnan.***Satu bulan berlalu, Keyra semakin terbiasa tinggal di vila tengah perkebunan. Siang itu Keyra mengunjungi Praja, ia mendengar dari Mbok Sum, jika Papinya sedang tak enak badan, oleh karena itu sepulang dari kampus, Keyra langsung pulang ke rumah Praja.“Papi,” ucap Keyra lirih seraya duduk di tepi ranjang di samping ayahnya berbaring lemah.“Oh..Keyra, Papi sangat merindukanmu, kamu mulai betah ‘kan tinggal di perkebunan, sudah belajar shalat dan ngaji?” cerca Praja, dengan tatapan sendu.“Belajar sedikit...”Praja tersenyum. ”Tidak apa-apa, nanti juga kamu bisa.” Praja terlihat bangkit dari tidurnya, beralih duduk dengan sandaran tumpukan bantal, dibantu Keyra.” Papi akan berobat ke Singapura. Kamu, Papi tugaskan untuk mengurus Star Supermarket. Minta bantuan Pak Ridwan, Kepala manager kita,” titah Praja.“Jangan pikirkan Star Supermarket, aku akan mengurusnya dengan baik, yang terpenting kesehatan Papi,” jawab Keyra.“Iya, Papi ingin hidup lebih lama lagi, supaya bisa menimang anak-anakmu.”Praja tersenyum bahagia membayangkan mempunyai banyak cucu, tapi sebaliknya Keyra, ia tampak sedih, karena tidak akan bisa mewujudkan keinginan Papinya.“Kenapa diam Key, kamu bahagia ‘kan?”“Bahagia Pi, Keyra sangat bahagia.”Satu minggu berlalu sejak Praja dibawa ke Singapura untuk berobat, Keyra terlihat sibuk di meja kerja Praja, ini kali pertamanya ia bekerja di kantor orang tuanya, arahan dari Pak Ridwan beberapa jam yang lalu cukup membuatnya paham, di dukung pendidikannya di fakultas ekonomi, membuat Keyra cepat memahami dunia bisnis.Tok!..tok..“Masuk,” suruh Keyra pada seseorang di balik pintu.Pintupun terbuka pelan, sosok yang begitu dikenal Keyra, memasuki ruangan sambil melempar senyum.“Apa kabar Key,” sapanya membuat Keyra yang semula menatap laptop beralih ke suara yang sangat tidak asing di telinganya.“Sam... duduklah, satu bulan lebih kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu?”“Iya, dan kamu tampaknya mulai melupakanku, tapi aku akan setia menunggumu Key, ini sudah satu bulan, tinggal dua bulan lagi ‘kan seperti janjimu, kamu dan suamimu itu akan bercerai,” ungkap Samuel.Keyra tiba-tiba tertunduk, bagaimana mungkin ia lupa akan janjinya pada Samuel, lelaki yang sangat ia cintai itu.“Aku masih ingat, tapi sebelum aku resmi bercerai, aku tidak akan bersamamu ataupun laki-laki lain, kamu mengerti ‘kan.”Samuel tersenyum sinis, ”Hanya mengajakmu makan siang Key, mumpung Pak Praja tidak ada di Jakarta, mau ‘kan?”“Keyra menggeleng pelan, “Maaf, aku sudah ada janji makan siang dengan Kak Afnan, atau jika kamu mau, bergabunglah dengan kami.”Samuel tertawa, ”menjadi obat nyamuk kalian, tidak Key, aku hanya ingin makan romantis bersamamu, bagaimana?”“Maaf, aku tidak bisa, kamu tahu, aku sudah mempunyai kesepakatan dengan Kak Afnan, dan aku tidak akan melanggar kesepakatan itu, sekarang keluarlah dari ruanganku, jika tidak ada masalah pekerjaan yang dibicarakan!” nada suara Keyra meninggi.“Key, kamu berubah, bukan Keyra yang 3 tahun ini bersamaku, lihat cara berpakaianmu pun sudah berubah,” cerca Samuel.“Sam, aku tidak butuh komentarmu, pergilah,” usir Keyra sekali lagi.“Kamu mengusirku Key, ingat Key akan janjimu, aku tetap menunggumu.”Samuel, bangkit berdiri dari duduknya, dan berlahan melangah keluar. Keyra menghela napas panjang, ia sendiri juga bingung dengan perasaannya, entah memang hanya ingin mematuhi sebuah kesepakatan, atau karena hatinya telah terikat pada Afnan Noor Malik suaminya.Siang itu Keyra menikmati makan siangnya bersama Afnan, sepasang suami istri itu kini semakin akrab, berbincangan ringan seputar perkebunan, bisnis dan juga agama semakin membuat Keyra nyaman bersama Afnan.“Kak Afnan, kita sudah menikah selama satu bulan, tapi belum pernah sekalipun kakak mengajak aku ke pondok pesantren,” ucap Keyra“Kamu ingin kesana?”“Iya, kapan-kapan ajaklah aku.”“Bagaimana jika akhir pekan ini.”“Okay.”Tanpa mereka sadari sepasang mata nyalang menyaksikan keakraban Afnan dan Keyra, siapa lagi jika bukan Samuel, yang sejak tadi mengikuti Keyra.“Key...Key...ternyata kamu memang berpaling dariku, ingat Key, janjimu harus kamu tepati, dua bulan lagi kamu harus menyerahkan dirimu padaku,” gerutu kesal Samuel.***Akhir pekan tiba, Keyra begitu antusias mengunjungi pondok pesantren dan yayasan panti asuhan milik Afnan, mobil sedan putih milik Keyra melaju sedang menuju sebuah pondok pesantren.Begitu tiba, sejumlah santri sudah menyambut kedatangan mereka, terli
Afnan terkejut, dan sedikit kecewa, melihat kenyataan masa lalu Keyra, ia memang tahu, jika Keyra mempunyai latar belakang kehidupan yang bebas, apalagi sebelum menjadi mualaf, tapi ia tidak menyangka Keyra sudah mengkomsumsi barang haram itu, di saat berusia 16 tahun.Afnan menarik napas dalam, kemudian menutup ponselnya dan di saat bersamaan Keyra sudah ada di depannya.“Kak, kita lanjut ke panti asuhan yuk,” ajak Keyra.“Benar kamu ingin kesana?”“Iya, kenapa?”“Disana hanya ada anak–anak kecil, pasti itu membuatmu bosan.”“Kamu tahu Kak, dulu waktu aku berusia 7 tahun, aku pernah merengek minta adik pada Papi dan Mami, lalu mereka mengajaku ke panti asuan dan melihat beberapa bayi, tapi ketika salah seorang anak kecil disana merebut boneka yang aku bawa, aku membatalkan keinginanku untuk mempunyai adik,” Keyra mengenang itu sambil tertawa kecil.“Kamu tidak suka barangmu diminta oleh orang lain, Key?”“Tentu saja aku tidak suka.”“Bagaimana dengan tiga bulan ke depan, apa kamu
“Memangnya Kak Afnan tidak pernah menjalin persahabatan dengan orang-orang yang bisa disebut menjurus ke hal kriminal?”Afnan menggeleng. ”Sejak kecil aku ada di lingkungan pondok pesantren, dan saat aku usia 19 tahun, aku memperdalam ilmu agama di universitas yang ternama di mesir.”Keyra dalam hati berdecak kagum, adakah orang yang kehidupannya dari kecil hingga dewasa hanya menghabiskan waktunya demi belajar agama?“Dan disaat aku mulai keluar pondok dan belajar di Mesir, aku selalu ingat nasihat Umi, tentang menjalin pertemanan,” jelas Afnan.“Seperti apa?”“Sebagai perumpamaan, berteman dengan penjual minyak wangi akan memberi manfaat padamu, karena kamu akan ikut merasakan bau harum dari minyak wangi itu, tapi jika kamu berteman dengan pande besi, kamu pasti akan terkena percikan dari api itu, pahamkan dengan perumpamaan itu?”Keyra manggut-manggut tanda mengerti. ”Aku paham, jika kita berteman dengan orang baik, kita akan mendapatkan kebaikannya pula, tapi sebaliknya jika kita
Tok!..tok!..“Masuk,” suruh Afnan pada si pengetuk pintu.Pintu pun dibuka pelan, wajah Keyra terlihat sendu, sinar matanya tampak cemas.“Assalamu’alaikum, Key,” sapa Afnan sambil melempar senyum.“Seharusnya aku yang bilang salam dulu ya Kak, sebentar aku ulangi ya..” Keyra tampak canggung, kemudian berucap, ”Assalamu’alaikum, Kak Afnan,” salam Keyra.Afnan tersenyum. ”Waalaikumsalam, silahkan duduk Key”Keyra berjalan pelan, kemudian duduk di sofa depan meja kerja Afnan.“Ini baru jam sebelas.” Afnan sekilas menatap jam yang melingkar di tangannya. “Kamu tidak ke kampus? tidak ke Star Supermarket?” cerca Afnan sembari berjalan ke arah sofa dan duduk di dekat Keyra.“Aku tidak mood mengikuti jam kuliah ataupun kerja, aku ingin bicara dengan Kak Afnan,” mata Keyra memberanikan diri menatap mata Afnan, mata pria yang akhir-akhir ini selalu masuk dalam pikirannya.“Bicaralah, aku siap mendengarkan?”“Hemmm ..” Keyra ragu.“Jika kamu masih ragu, jangan dipaksakan Key.”“Maaf Kak ..aku
“Bagaimana kabar Papi, sehat?” Keyra menanyakan kabar Papinya lewat sambungan video call.“Sehat sayang,” jawab Praja, yang duduk di atas brankar sebuah kamar rumah sakit.“Tapi wajah Papi terlihat pucat, apa perlu Keyra kesana menemani Papi?”“Tidak perlu sayang, bagaimana kabarmu dan Afnan?” Praja balik bertanya pada Keyra.“Kami baik-baik saja, Keyra sekarang betah Pi, tinggal di vila tengah perkebunan.”“Alhamdulillah, Key. Papi harap kamu dan Afnan dapat terus mempertahankan pernikahan yang di awali perjodohan ini.”Keyra terdiam, tapi senyum kecil terbit di bibir ranumnya. Itulah percakapan terakhir Keyra dengan Praja, karena 5 jam setelah itu, rumah sakit tempat Praja dirawat mengabarkan, jika Praja Dinata meninggal dunia karena gagal jantung.Keyra masih menangis sesenggukan di pojok kamar milik sang ayah, kenangan masih terlihat jelas di setiap sudut kamar itu. Tangis Keyra pecah kembali, ia menenggelamkan kepalanya di antara lututnya, hingga sentuhan tangan membuatnya menen
Sekarang ini keyra sudah berada di ruang meeting, ia duduk di kursi yang telah disiapkan, kursi untuk CEO Star Supermarket. Semua staff sudah duduk di kursi.“Dimana Pak Raka, manager keuangan kita?” tanya Keyra ketika mendapati salah satu staff terpenting tidak ada di kursinya.“Pak Raka, sudah resign tiga minggu yang lalu,” ucap devisi HRD.“Resign, dengan alasan apa?”“Pak Raka mengatakan jika ia dan keluarganya akan kembali ke kampung halaman.”Keyra memicingkan matanya, Pak Raka tergolong karyawan yang paling lama, usianya sudah 55 tahun, ini berarti 5 tahun lagi ia pensiun, kenapa tidak menunggu sampai masa purna tiba, bukankah lebih baik seperti itu? ia akan mendapatkan uang pensiun dari perusahaan.”Semua terdiam, memang sangat di sayangkan kenapa Pak Raka resign dengan alasan yang begitu tidak bisa diterima.“Lalu siapa yang bertangung jawab setelah Pak Raka resign, belum ada penggantinya ‘kan?”“Aku yang bertanggung jawab,” sahut Samuel, dengan tegas.”Dan ini laporan keuan
Afnan meraih ponsel, dari saku celananya, kemudian tampak serius berbicara dengan seseorang di seberang ponsel.“Assalamu’alaikum Pak, Aku ingin, pembanguan proyek pabrik di batalkan, aku membutuhkan dana untuk Star Supermarket, milik istriku.”Afnan menutup ponselnya, dan bernapas lega, rasanya bahagia bisa membuat Keyra bahagia.***Sayup-sayup adzan subuh terdengar, Afnan, perlahan bangkit dari tidurnya, dengan segera ia mengambil wudhu, setelahnya ia melaksanakan shalat, beberapa menit kemudian setelah shalat, Afnan memanjatkan doa pada Sang Maha Pencipta. “Rabbana hab lana min azwajina wa dzurrriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.”“Anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam {pemimpim} bagi orang–orang yang bertaqwa.”Keyra diam-diam mendengar doa yang dipanjatkan oleh suaminya di akhir shalatnya, titik embun menetes di kedua sudut netranya, ia teringat dengan tuduhan Samuel terhadap papinya, bahw
Tiga bulan sudah Keyra dan Afnan menjalani pernikahan yang belum sempurna itu. Siang itu Keyra berada di ruang kerjanya, gadis berusia 20 tahun itu terlihat sibuk di depan laptopnya, angka-angka yang tertera dalam laporan keuangan cukup membuat kepalanya pening. tiba-tiba tanpa mengetuk pintu, Samuel masuk.“Selamat siang Key,” sapa Samuel sambil menutup dan mengunci pintu.“Ketuklah pintu sebelum masuk, dimana adab sopan santunmu,” cicit Keyra.“Jadi sekarang kamu sudah menganggapku pegawai biasa, aku sudah tidak spesial lagi?”“Sam...selain kita rekan kerja, kita tetap berteman, tapi maaf, cara bertemanku denganmu berbeda dengan yang dulu.”“Hah teman? Key, aku selalu menghitung hari demi hari, dan ini sudah 3 bulan pernikahanmu dengan Afnan.” Samuel mendekat ke wajah Keyra, dengan tatapan sinis.”Kamu masih ingat ‘kan, janjimu padaku, aku harap kamu masih mengingatnya!” gertak Samuel dengan kedua tangan mengepal dan di pukulkan di atas meja. Keyra memundurkan kursinya dan menjauh