“Kemana mereka membawanya, Pak ?”
“Rumah sakit terdekat yang berada 100 meter dari kampus.”Tanpa berpikir panjang, Afnan segera berjalan ke tempat parkir dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, jantungnya berdetak cepat dan terus merapalkan doa-doa, ia begitu khawatir dengan keadaan Keyra.“Ya Allah, semoga Keyra baik-baik saja,” gumamnya. Sambil fokus menyetir.Afnan terus berdoa dan berzikir selama perjalanan, terlihat dengan jelas pria berwajah tampan itu sangat cemas.Sesampainya di rumah sakit, ia segera menuju loby dan menanyakan keberadaan pasien korban kecelakaan.“Oh pasien korban kecelakaan di depan kampus, ada di ruang IGD.”Segera Afnan menuju ruang IGD, sampai disana terlihat dokter sangat serius, ”Siapa keluarga pasien?”“Saya, Pak,” balas Afnan dengan cemas.“Tanda tangani berkas ini, operasi harus segera dilaksanakan, setelah itu kebagian Administrasi!” pinta dokter.Tanpa berpikir panjang, Afnan menandatangani berkas, karena situasi darurat.Lalu Afnan, pergi ke bagian Administrasi dan menyelesaikan pembayaran rumah sakit.Tiba-tiba seorang wanita paruh baya berjalan tergopoh-gopoh.“Dimana anak saya di rawat, pihak kampus memberitahukan, jika anak saya kecelakaan?” tanya seorang wanita sambil terisak menahan tangis.Afnan mengeryitkan dahinya. ”Jadi yang kecelakaan anak ibu? Bukan Keyra?”“Iya anak saya,” jawabnya.“Oh..saya kira istri saya yang kecelakaan, sekarang anak ibu ada di ruang operasi, maaf saya telah menandatangani berkas operasi, karena untuk keselamatan pasien harus dilakukan dangan segera.”“Terima kasih atas bantuanmu anak muda, aku akan mengganti biaya yang telah kamu keluarkan.”“Tidak perlu, ibu tidak usah menggantinya. kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Afnan.Afnan menarik napas lega, setidaknya dugaannya salah, tapi ia juga menertawai dirinya sendiri, kenapa ia begitu cemas dan mengkhawatirkan Keyra seperti orang yang kehilangan akal, tanpa mengecek kebenarannya. Setibanya di halaman parkir kampus, Afnan mencari keberadaan Keyra, dan yang di cemaskannya pun terlihat sedang berdiri di area taman kampus.“Alhamdulillah Key, kamu tidak apa-apa,” ucap Afnan seraya meraih bahu Keyra. Hampir saja Afnan memeluknya, tapi ia sadar, kini beberapa pasang mata memperhatikannya, di antara mereka berbisik-bisik.“Ustadz Afnan, apa hubungan anda dengan mahasiswa baru itu, bukankah dilarang menyentuh wanita yang bukan mahromnya?” tanya seorang mahasiswa dengan geram.“Gadis ini namanya Keyra Aninda Dinata, dia istri saya,” jawab Afnan dengan tegas sambil meraih tangan Keyra dan menggenggamnya erat.“Wah, para mahasiswi banyak yang patah hati dong,” celoteh seorang pemuda, di ikuti tawa pemuda lainnya.Afnan menarik tangan Keyra dan membawanya ke area parkir kampus, lalu masuk ke dalam mobil.“Ihh jangan tarik–tarik dong, Kak,” gerutu Keyra sambil berusaha melepas tangan Afnan.“Masuklah, kita bicara di dalam mobil.”“Ada apa sih, Kak?”“Kamu Key, sudah bikin aku cemas, masih merasa tidak bersalah,” keluh Afnan“Kenapa harus cemas, memangnya kenapa?”“Aku kira kamu yang mengalami kecelakaan di depan kampus, jadi aku pergi ke rumah sakit.”“Ha...ha...jadi Kak Afnan pergi ke rumah sakit, gara-gara mencemaskan aku?”“Kok malah ketawa sih Key!” suara Afnan sedikit meninggi dan menatap tajam Keyra. ”Aku kira kamu marah, kenapa berlari kencang waktu aku berbicara, kamu marah ‘kan?” cerca Afnan“Aku berlari kencang keluar auditorium, itu karena aku sudah kebelet, Kak. Aku menahannya dari waktu kakak memberi ceramah,” keluh Keyra sambil tersenyum.“Astagfirulllah, Key...”***Di vila sudah tampak ramai, hari menjelang sore. Acara syukuran segera akan di mulai. Di dalam kamar Keyra terlihat manyun, ia menatap baju gamis warna putih gading yang diberikan Afnan padanya, dipantaskannya baju itu di tubuhnya.“Kamu harus memakainya, karena ini acara pengajian, dan banyak anak-anak pondok pesantren yang hadir,” suruh Afnan yang berdiri di belakang Keyra, terlihat pantulan wajah suaminya yang sudah mengenakan baju koko warna senada dengan gamis yang masih di pegang Keyra.“Baik, aku akan memakainya. Keluar sana, aku mau ganti baju!” perintah Keyra.Tanpa menjawab, Afnan melangkah keluar kamar. Lalu Keyra pun mulai mengganti bajunya dengan gamis, serta kerudung warna yang sama. Ia melihat pantulan wajahnya di cermin, dipolesnya bedak tipis di wajahnya dan lipstik warna pink lembut di bibirnya, riasan yang natural, tapi tetap membuat Keyra terlihat sangat cantik.Tok!..tok!... terdengar pintu di ketuk pelan, Keyra menuju pintu membuka pintu kamarnya.“Papi,” seru Keyra sambil memeluk Pak Praja yang berdiri di ambang pintu dengan senyum semringah.“Kamu cantik sekali Key,” puji sang ayah kepada putrinya yang kali ini berpenampilan berbeda dari biasanya.“Terpaksa Pi, aku pakai baju seperti ini, Kak Afnan yang menyuruh,” gerutu Keyra seraya menggandeng Papinya dan mengajaknya ke dalam kamar.Kini keduanya duduk di sofa.“Mula-mula terpaksa, tapi suatu saat kamu akan sadar, bahwa cara berpakaian seperti inilah yang benar.”“Cukup Pi, aku sudah banyak mendengar ceramah dari kak Afnan, jangan di tambah lagi,” keluh Keyra.”Sekarang kita bahas tentang tanah 1000 meter yang Papi hibahkan pada Kak Afnan.”Praja hanya tersenyum, wajah rentanya masih terlihat tenang, ketika Keyra mencercanya. ”Bukan pada Afnan, tapi pada pondok pesantren Amanah,” jelas Praja.“Sama saja Papi,” protes Keyra, wajah gadis belia itu tampak kesal.“Tidak sama. Lagi pula Afnan juga tidak membutuhkan tanah 1000 meter, dia sudah punya perkebunan seluas ini. dan jangan cemaskan soal tanah, masih ada 4000 meter itu untukmu.”“Heummm,” desah pelan Keyra.“Hayo, ke bawah, acara akan segera di mulai,” ajak Praja.Keduanya melangkah turun ke lantai bawah. Mata Keyra tertuju pada Lathisa yang mengenakan gamis dengan warna putih gading model hampir sama denganya.“Bagaimana Key, kamu suka dengan gamis yang aku pilihkan untukmu, aku sengaja memilih warna yang sama untuk kita bertiga, baguskan,” celoteh Lathisa.“Hemmm bagus sih, tapi aku kurang suka dengan warna putih gading , lain kali, jangan pilihkan aku baju, kamu pilih bajumu sendiri,” balas Keyra.“Maaf key...” Lathisa merasa tidak enak dengan nada bicara Keyra yang ketus. Para tamu sudah berdatangan, kebanyakan dari mereka yang datang adalah anak-anak usia sekolah. Para santriawan dan santriwati mulai melantunkan ayat suci dan bersholawat. Doa dipanjatkan untuk pernikahan Afnan dan Keyra. Sekitar dua jam acara sudah selasai, dilanjutkan shalat magrib berjamaah. Lalu dilanjutkan makan malam.“Keyra , Afnan,” panggil Praja pada putri dan menantunya.“Iya Papi,” jawab Keyra seraya mendekat Papinya diikuti Afnan.“Papi juga ingin mengadakan pesta resepsi pernikahan untuk kalian, bagaimana, kalian setuju ‘kan?”“Tidak Pi, aku tidak mau ada pesta resepsi, iya ‘kan Kak Afnan, kamu tidak menyukai pesta resepsi yang meriah ‘kan?” ucap Keyra menatap lekat Afnan.“Iya Pak Praja, acara syukuran ini saya rasa sudah cukup,” balas Afnan.“Baiklah, aku hanya mengikuti kemauan kalian, jadi uang yang sudah aku siapkan untuk pesta, aku sumbangkan ke Yayasan Panti Asuhan Amanah milikmu Afnan.”“Apa! Kak Afnan punya Yayasan Panti Asuhan juga?”“Iya, kamu belum cerita pada Keyra, Afnan,” Praja menjawab pertanyaan Keyra sekaligus bertanya pada Afnan.Afnan hanya tersenyum, sedangkan Keyra sekali lagi dibuat terkejut, ternyata suaminya bukan pria biasa.Pagi buta Afnan sudah bangun dari tidurnya, ia terlihat sibuk di ruang loundry room.“Kak Afnan mencuci baju?” sapa Keyra sambil mengusap netranya memastikan jika suaminya sedang mencuci baju.“Iya.. asisten paruh waktu sedang izin tidak masuk, daripada pakaian menumpuk jadi aku cuci, sekalian punyamu juga aku cuci,”“Ih...dibawa ke loundry ‘kan bisa Kak?”“Sekalian olahraga Key, membakar lemak, nanti setelah ini aku akan mengajakmu olahraga, supaya berkeringat sedikit, mau ya Key,” ajak Afnan menatap penuh arti.“Jangan macam-macam ya Kak, ingat ‘kan, perjanjian kita, jangan sentuh aku selama aku tidak menginginkannya.”Afnan tertawa lebar, ”Keyra Aninda, makanya otaknya jangan traveling, cepatlah ganti baju yang sopan, jangan lupa kerudung, aku tunggu kamu di depan!” suruh Afnan, senyum masih mengantung di bibirnya.Keyra memicingkan matanya, tapi ia menuruti kemauan Afnan, tak selang berapa lama, Keyra sudah memakai baju gamis hijau tosca dan kerudung dengan warna senada, gadis ya
Siang itu Keyra menikmati makan siangnya bersama Afnan, sepasang suami istri itu kini semakin akrab, berbincangan ringan seputar perkebunan, bisnis dan juga agama semakin membuat Keyra nyaman bersama Afnan.“Kak Afnan, kita sudah menikah selama satu bulan, tapi belum pernah sekalipun kakak mengajak aku ke pondok pesantren,” ucap Keyra“Kamu ingin kesana?”“Iya, kapan-kapan ajaklah aku.”“Bagaimana jika akhir pekan ini.”“Okay.”Tanpa mereka sadari sepasang mata nyalang menyaksikan keakraban Afnan dan Keyra, siapa lagi jika bukan Samuel, yang sejak tadi mengikuti Keyra.“Key...Key...ternyata kamu memang berpaling dariku, ingat Key, janjimu harus kamu tepati, dua bulan lagi kamu harus menyerahkan dirimu padaku,” gerutu kesal Samuel.***Akhir pekan tiba, Keyra begitu antusias mengunjungi pondok pesantren dan yayasan panti asuhan milik Afnan, mobil sedan putih milik Keyra melaju sedang menuju sebuah pondok pesantren.Begitu tiba, sejumlah santri sudah menyambut kedatangan mereka, terli
Afnan terkejut, dan sedikit kecewa, melihat kenyataan masa lalu Keyra, ia memang tahu, jika Keyra mempunyai latar belakang kehidupan yang bebas, apalagi sebelum menjadi mualaf, tapi ia tidak menyangka Keyra sudah mengkomsumsi barang haram itu, di saat berusia 16 tahun.Afnan menarik napas dalam, kemudian menutup ponselnya dan di saat bersamaan Keyra sudah ada di depannya.“Kak, kita lanjut ke panti asuhan yuk,” ajak Keyra.“Benar kamu ingin kesana?”“Iya, kenapa?”“Disana hanya ada anak–anak kecil, pasti itu membuatmu bosan.”“Kamu tahu Kak, dulu waktu aku berusia 7 tahun, aku pernah merengek minta adik pada Papi dan Mami, lalu mereka mengajaku ke panti asuan dan melihat beberapa bayi, tapi ketika salah seorang anak kecil disana merebut boneka yang aku bawa, aku membatalkan keinginanku untuk mempunyai adik,” Keyra mengenang itu sambil tertawa kecil.“Kamu tidak suka barangmu diminta oleh orang lain, Key?”“Tentu saja aku tidak suka.”“Bagaimana dengan tiga bulan ke depan, apa kamu
“Memangnya Kak Afnan tidak pernah menjalin persahabatan dengan orang-orang yang bisa disebut menjurus ke hal kriminal?”Afnan menggeleng. ”Sejak kecil aku ada di lingkungan pondok pesantren, dan saat aku usia 19 tahun, aku memperdalam ilmu agama di universitas yang ternama di mesir.”Keyra dalam hati berdecak kagum, adakah orang yang kehidupannya dari kecil hingga dewasa hanya menghabiskan waktunya demi belajar agama?“Dan disaat aku mulai keluar pondok dan belajar di Mesir, aku selalu ingat nasihat Umi, tentang menjalin pertemanan,” jelas Afnan.“Seperti apa?”“Sebagai perumpamaan, berteman dengan penjual minyak wangi akan memberi manfaat padamu, karena kamu akan ikut merasakan bau harum dari minyak wangi itu, tapi jika kamu berteman dengan pande besi, kamu pasti akan terkena percikan dari api itu, pahamkan dengan perumpamaan itu?”Keyra manggut-manggut tanda mengerti. ”Aku paham, jika kita berteman dengan orang baik, kita akan mendapatkan kebaikannya pula, tapi sebaliknya jika kita
Tok!..tok!..“Masuk,” suruh Afnan pada si pengetuk pintu.Pintu pun dibuka pelan, wajah Keyra terlihat sendu, sinar matanya tampak cemas.“Assalamu’alaikum, Key,” sapa Afnan sambil melempar senyum.“Seharusnya aku yang bilang salam dulu ya Kak, sebentar aku ulangi ya..” Keyra tampak canggung, kemudian berucap, ”Assalamu’alaikum, Kak Afnan,” salam Keyra.Afnan tersenyum. ”Waalaikumsalam, silahkan duduk Key”Keyra berjalan pelan, kemudian duduk di sofa depan meja kerja Afnan.“Ini baru jam sebelas.” Afnan sekilas menatap jam yang melingkar di tangannya. “Kamu tidak ke kampus? tidak ke Star Supermarket?” cerca Afnan sembari berjalan ke arah sofa dan duduk di dekat Keyra.“Aku tidak mood mengikuti jam kuliah ataupun kerja, aku ingin bicara dengan Kak Afnan,” mata Keyra memberanikan diri menatap mata Afnan, mata pria yang akhir-akhir ini selalu masuk dalam pikirannya.“Bicaralah, aku siap mendengarkan?”“Hemmm ..” Keyra ragu.“Jika kamu masih ragu, jangan dipaksakan Key.”“Maaf Kak ..aku
“Bagaimana kabar Papi, sehat?” Keyra menanyakan kabar Papinya lewat sambungan video call.“Sehat sayang,” jawab Praja, yang duduk di atas brankar sebuah kamar rumah sakit.“Tapi wajah Papi terlihat pucat, apa perlu Keyra kesana menemani Papi?”“Tidak perlu sayang, bagaimana kabarmu dan Afnan?” Praja balik bertanya pada Keyra.“Kami baik-baik saja, Keyra sekarang betah Pi, tinggal di vila tengah perkebunan.”“Alhamdulillah, Key. Papi harap kamu dan Afnan dapat terus mempertahankan pernikahan yang di awali perjodohan ini.”Keyra terdiam, tapi senyum kecil terbit di bibir ranumnya. Itulah percakapan terakhir Keyra dengan Praja, karena 5 jam setelah itu, rumah sakit tempat Praja dirawat mengabarkan, jika Praja Dinata meninggal dunia karena gagal jantung.Keyra masih menangis sesenggukan di pojok kamar milik sang ayah, kenangan masih terlihat jelas di setiap sudut kamar itu. Tangis Keyra pecah kembali, ia menenggelamkan kepalanya di antara lututnya, hingga sentuhan tangan membuatnya menen
Sekarang ini keyra sudah berada di ruang meeting, ia duduk di kursi yang telah disiapkan, kursi untuk CEO Star Supermarket. Semua staff sudah duduk di kursi.“Dimana Pak Raka, manager keuangan kita?” tanya Keyra ketika mendapati salah satu staff terpenting tidak ada di kursinya.“Pak Raka, sudah resign tiga minggu yang lalu,” ucap devisi HRD.“Resign, dengan alasan apa?”“Pak Raka mengatakan jika ia dan keluarganya akan kembali ke kampung halaman.”Keyra memicingkan matanya, Pak Raka tergolong karyawan yang paling lama, usianya sudah 55 tahun, ini berarti 5 tahun lagi ia pensiun, kenapa tidak menunggu sampai masa purna tiba, bukankah lebih baik seperti itu? ia akan mendapatkan uang pensiun dari perusahaan.”Semua terdiam, memang sangat di sayangkan kenapa Pak Raka resign dengan alasan yang begitu tidak bisa diterima.“Lalu siapa yang bertangung jawab setelah Pak Raka resign, belum ada penggantinya ‘kan?”“Aku yang bertanggung jawab,” sahut Samuel, dengan tegas.”Dan ini laporan keuan
Afnan meraih ponsel, dari saku celananya, kemudian tampak serius berbicara dengan seseorang di seberang ponsel.“Assalamu’alaikum Pak, Aku ingin, pembanguan proyek pabrik di batalkan, aku membutuhkan dana untuk Star Supermarket, milik istriku.”Afnan menutup ponselnya, dan bernapas lega, rasanya bahagia bisa membuat Keyra bahagia.***Sayup-sayup adzan subuh terdengar, Afnan, perlahan bangkit dari tidurnya, dengan segera ia mengambil wudhu, setelahnya ia melaksanakan shalat, beberapa menit kemudian setelah shalat, Afnan memanjatkan doa pada Sang Maha Pencipta. “Rabbana hab lana min azwajina wa dzurrriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.”“Anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati dan jadikanlah kami imam {pemimpim} bagi orang–orang yang bertaqwa.”Keyra diam-diam mendengar doa yang dipanjatkan oleh suaminya di akhir shalatnya, titik embun menetes di kedua sudut netranya, ia teringat dengan tuduhan Samuel terhadap papinya, bahw