"“Ayo makan, Tri. Kerjaanmu menumpuk. Dari pagi kamu tak istirahat sama sekali." bujuk bu Ratna. Dilihatnya berkali-kali nampak kesedihan di wajah cantik Gayatri. Bahkan bu Ratna sempat membuat lelucon dengan Tanti, namun itu juga tak memberinya waktu untuk keluar dari cemberutnya. Sesekali bu Ratna juga melihat Gayatri ke kamar mandi, entah apa mungkin dia buang air kecil atau apa, sampai bu Ratna khawatir.“Kamu kok bolak balik kamar mandi, Tri, kamu sakit perut t?” tanya bu Ratna. Namun dia juga menjawab tidak. Hanya saja mukanya sering dibasuh dengan air. Bahkan saat sholat dhuhah tadi, dia di dalam kamar lebih lama dari biasanya. Padahal dia selalu bilang malu kalau kelamaan di kamar.“Kalau ghak ada kerjaan kamu bisa tiduran di kamar, Tri.” “Kayak bukan kerja saja, Bu saya ke sini. Malu kalau saya kelamaan di kamar.” katanya suatu hari.Rendra yang datang di belakang, memandangnya dengan peasaan putus asa. Disandarkannya punggungnya seperti biasa di dinding dekat dapur, tempat
Konsep yang diusung Raditya tidak terlalu ribet. Benar katanya, yang penting dia bisa menikah dengan Mustika, pujaan hatinya yang telah lama menunggunya, itu sudah cukup.Walau di hotel termewah di Mojokerto resepsi yang dipilih keluarga Hariwijaya untuk menunjukkan kelasnya, namun acara yang digelar tak sekomplit di perkawinan Nastiti. Raditya dan Mustika hanya menginginkan satu baju slim yang dipadu jas pengantin berwarna krem. Demikian juga dengan terima tamu dan seluruh keluarga, serba krem. Untuk baju Bapak dab kerabat laki-laki juga hanya baju yang tak ribet, setelan basofi krem yang dipadu kopyah hitam dan jarit selutut.Tema juga masih seperti dipernikahan kemarin, yaitu memakai busana muslim seperti yang dipakai pengantin. Hinggah mau tak mau Nastiti dan mamanya mengikuti adat tersebut walau mereka tak biasa memakai jilbab dalam kehidupan sehari-hari, kecuali di saat mereka pergi pengajian, lebaran atau saat acara keagamaan.Pengantin wanita sudah selesai dirias, kini giliran
“Kamu kok di sini ,Mas? Jadi ini kerja lembur yang kamu tuliskan di Wa kemarin?” kata Gayatri begitu melihat Prayogi yang hampir menubruknya setelah dia mengambil makanan untuk bu Ratna.Prayogi keluar keringat panas dingin. Baru saja dia melihat mertuanya yang ternyata keluarga Sasmita. Kini dia bertemu Gayatri di sini.“Maaf, Tri.” katanya dengan serba salah.“Ini adalah keluargaku yang sekarang juga menjadi keluarga Mas Prayogi. Jadi wajar jika dia di sini.”Gayatri terlenguh dengan kata-kata wanita di hadapannya. “Siapa kamu sebenarnya?”“Dyah Ayu Gayatri Hariwijaya, kenapa kamu tak pernah mencurigaiku saat aku mengeja namamu dengar benar saat aku ke rumahmu? Aku adalah Brigita Sasmita Gautama putri dari adik ibumu, Saskia Gautama yang meghabiskan hidupnya di Amerika. Aku bisa faham kamu tak megenaliku, kamu telah pergi dari keluargamu 15 tahun lalu. Aku baru ke Indonesia lima tahun lalu.”Gayatri tersenyum tipis. Ternyata ketegaran yang kemarin dihimpunnya kini luntruh meliha
Gayatri sudah berada di parkiran. Punggung dari tubuh yang atletis karena suka olahraga itu, membelakanginya. Tangannya masih sibuk menggulir handphonenya. Dengan mata yang fokus di sana. Dengan berdebar Gayatri mendekat. Dia selalu saja tak memperdulikan perhatian Rendra yang dinilainya lebay selama ini. Namun belum sampai mendekat, pria itu sudah menyambutnya dengan senyuman.“Ada apa?”“Ghak.” Gayatri malah tersekat dengan kata yang ingin diucapkannya. Jari jemari tangannya meremas-remas tas yang dibawanya.“Kayaknya ada yang mau diomongin.” kata Rendra lalu meletakkan handphone-nya di sakunya kembali. Matanya tak berkedip menatap wanita mungil di depannya yang tampak cantik dengan berdiri menjinjit tas kecilnya dan dengan hak 5cm di sandal beningnya yang dihiasi kertib kecil. Jari kakinya nampak cantik terlihat.“Aku cuma mau mengucapkan,..."“Apa?” tanya Rendra . Namun belum mendapat jawaban Gayatri, dia sudah melihat bu Ratna yang bersama dengan kru lainnya.Rendra mengeluh.
Gayatri bersama Galing dan Galuh meletakkan barang-barangnya yang bertumpuk di beberapa kardus. Setelah Gayatri mendapatkan kunci kos-kosan.“Lumayan bagus kok Bund tempat kost-nya.” kata Galuh dengan berkeliling. Saat masuk terdapat satu ruang kosong, lalu satu kamar, satu kamar mandi dan sebuah dapur. terlihat bersih walau dengan ukuran 5x5m.Gayatri membawa barang-barangnya ke kamar, demikian juga dengan Galing dan Galuh.“Nanti Galih tidur di depan, ya. bunda sama kak Galuh di kamar.”“Iya, masak kamu cowok ikut tidur kita.” kata Galug yang sudah mencoba kasur baru mereka. “Lumayan empuk, Ling.”“Nanti Bunda beli kasur untuk kamu, Ling.” Gayatri meletakkan baju-baju di almari. demikian juga dengan Galuh yang juga tak begitu banyak baju yang dia bawa. Yang lama sudah dia tinggal. Baju Galing juga.Galing merebahkan punggungnya di kasur. “Yang pernting hidup kita setelah ini tenang, Bund. Bunda juga ya, harus selalu bahagia karena hatinya tak tersakiti lagi.”Gayatri mengacak rambut
Hinggah hampir malam, Gayatri dikejutkan dengan ketukan pintu kosnya. Dengan cepat diraihnya jilbab, lalu membuka pintu.“Galuh, apa yang terjadi?” ucapnya cemas begitu melihat kaki Galuh yang diperban.Dengan tertatih Raksa menuntunnya masuk ke dalam kos Gayatri. “Ada tiga orang yang menyerempet Galuh di depan cafe, Mbak.” kata Rendra. “Untunglah Raksa segera berteriak ke dalam saat aku masih di sana. Kami membawanya ke rumah sakit.”“Terimakasih, Mas.” ucap Gayatri lalu merangkul putrinya dengan cemas.“Sudah dapat pertolongan, Bund. Galuh ghak kenapa-napa. Bunda jangan nangis." kata Galuh dengan menyeka airmata Bundanya dengan jarinya.“Untungnya hanya lecet ringan. Saya langsung menarik tangannya saat mengetahui dua pengendara motor lengkap dengan helm berusaha menyerempet. Padahal kami juga tak di jalan, masih di dekat area cafe.”“Sepertinya ada yang berusaha mencelakainya. Setelah ini kita harus lebih berhati-hati.” kata Rendra yang sebelumnya tak ingin mengatakan kekhawatir
Gayatri mengambil satu persatu jarit yang dia letakkan di bak cucian bersih. Tangannya yang telah terbiasa,mengelompokkan jarit itu dengan melihat motifnya. Motif Sidomukti disisihkan, Lalu parang, demikian juga motif Sidoasih. Diletakkannya tangan ke belakang, lalu ditariknya hinggah terasa sampai ke punggung untuk melemaskan ototnya yang kaku dengan setumpuk jarit yang harus diwiru.Bu Ratna menjejeri Gayatri dengan seperti biasa, tiduran dengan bantal kecilnya di samping Gayatri. Memperhatikan Gayatri yang bekerja. Bukan untk mengawasi, hanya untuk memastikan Gayatri tak terlalu ngoyo dalam kerjaaannya.Gayatri melempar senyumnya. Setelah menghabiskan sepotong kue yang disuguhkan bu Ratna dari penjual sayur yang pagi tadi lewat.Bu Ratna masih menelisik Gayatri. Gayatri yang merasa aneh dengan bu Ratna, berusaha bertanya. “Ibu kenapa?”Bu Ratna memiringkan tubuhnya. “Sepertinya tergesa sekali suamimu sampai baru sebulan surat perceraian kamu sudah keluar, Tri.” kata bu Ratna setela
Galuh besama Galing sudah melangkah dari gerbang. Entah kenapa hari ini Gayatri telat menjemputnya. “Tidak biasanya Bunda telat, mungkin banyak pekerjaan kali, Ling.” kata Galuh.Raksa yang keluar menghentikan sepeda Vixion-nya. Helm yang dipakainya diturunkan kacanya. “Kenapa, belum dijemput?” tanyanya.Galuh menggeleng. “Ghak tau nih, Bunda kenapa telat. Andai sekolah kita boleh bawa handphone,” sesal Galuh yang menyayangkan pihak sekolah tak memperbolehkan siswanya yang bawa handphone.“Aku sih bisa mengantar, tapi nanti alau bundamu mencari bagaimana?” “Kamu pulang duluh aja deh Sa.”“Iya, nanti kalau kita pulang, Bunda datang jadi bingung dikira kita ngapa-ngapain. Kita sekarang dalam kondisi yang tak nyaman. Kasihan nanti Bunga bingung.” ujar Galing.Raksa turun dari sepedanya, Ikut duduk di bangku depan sekolah mereka. “Aku akan temani kalian. Setidaknya kalau ada apa-apa, kita bisa keroyok bareng-bareng.”“Bener kamu, Sa.”Tiba-tiba sebuah mobil sedan datang. Galing, Galuh
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de