Gayatri sudah berada di parkiran. Punggung dari tubuh yang atletis karena suka olahraga itu, membelakanginya. Tangannya masih sibuk menggulir handphonenya. Dengan mata yang fokus di sana. Dengan berdebar Gayatri mendekat. Dia selalu saja tak memperdulikan perhatian Rendra yang dinilainya lebay selama ini. Namun belum sampai mendekat, pria itu sudah menyambutnya dengan senyuman.“Ada apa?”“Ghak.” Gayatri malah tersekat dengan kata yang ingin diucapkannya. Jari jemari tangannya meremas-remas tas yang dibawanya.“Kayaknya ada yang mau diomongin.” kata Rendra lalu meletakkan handphone-nya di sakunya kembali. Matanya tak berkedip menatap wanita mungil di depannya yang tampak cantik dengan berdiri menjinjit tas kecilnya dan dengan hak 5cm di sandal beningnya yang dihiasi kertib kecil. Jari kakinya nampak cantik terlihat.“Aku cuma mau mengucapkan,..."“Apa?” tanya Rendra . Namun belum mendapat jawaban Gayatri, dia sudah melihat bu Ratna yang bersama dengan kru lainnya.Rendra mengeluh.
Gayatri bersama Galing dan Galuh meletakkan barang-barangnya yang bertumpuk di beberapa kardus. Setelah Gayatri mendapatkan kunci kos-kosan.“Lumayan bagus kok Bund tempat kost-nya.” kata Galuh dengan berkeliling. Saat masuk terdapat satu ruang kosong, lalu satu kamar, satu kamar mandi dan sebuah dapur. terlihat bersih walau dengan ukuran 5x5m.Gayatri membawa barang-barangnya ke kamar, demikian juga dengan Galing dan Galuh.“Nanti Galih tidur di depan, ya. bunda sama kak Galuh di kamar.”“Iya, masak kamu cowok ikut tidur kita.” kata Galug yang sudah mencoba kasur baru mereka. “Lumayan empuk, Ling.”“Nanti Bunda beli kasur untuk kamu, Ling.” Gayatri meletakkan baju-baju di almari. demikian juga dengan Galuh yang juga tak begitu banyak baju yang dia bawa. Yang lama sudah dia tinggal. Baju Galing juga.Galing merebahkan punggungnya di kasur. “Yang pernting hidup kita setelah ini tenang, Bund. Bunda juga ya, harus selalu bahagia karena hatinya tak tersakiti lagi.”Gayatri mengacak rambut
Hinggah hampir malam, Gayatri dikejutkan dengan ketukan pintu kosnya. Dengan cepat diraihnya jilbab, lalu membuka pintu.“Galuh, apa yang terjadi?” ucapnya cemas begitu melihat kaki Galuh yang diperban.Dengan tertatih Raksa menuntunnya masuk ke dalam kos Gayatri. “Ada tiga orang yang menyerempet Galuh di depan cafe, Mbak.” kata Rendra. “Untunglah Raksa segera berteriak ke dalam saat aku masih di sana. Kami membawanya ke rumah sakit.”“Terimakasih, Mas.” ucap Gayatri lalu merangkul putrinya dengan cemas.“Sudah dapat pertolongan, Bund. Galuh ghak kenapa-napa. Bunda jangan nangis." kata Galuh dengan menyeka airmata Bundanya dengan jarinya.“Untungnya hanya lecet ringan. Saya langsung menarik tangannya saat mengetahui dua pengendara motor lengkap dengan helm berusaha menyerempet. Padahal kami juga tak di jalan, masih di dekat area cafe.”“Sepertinya ada yang berusaha mencelakainya. Setelah ini kita harus lebih berhati-hati.” kata Rendra yang sebelumnya tak ingin mengatakan kekhawatir
Gayatri mengambil satu persatu jarit yang dia letakkan di bak cucian bersih. Tangannya yang telah terbiasa,mengelompokkan jarit itu dengan melihat motifnya. Motif Sidomukti disisihkan, Lalu parang, demikian juga motif Sidoasih. Diletakkannya tangan ke belakang, lalu ditariknya hinggah terasa sampai ke punggung untuk melemaskan ototnya yang kaku dengan setumpuk jarit yang harus diwiru.Bu Ratna menjejeri Gayatri dengan seperti biasa, tiduran dengan bantal kecilnya di samping Gayatri. Memperhatikan Gayatri yang bekerja. Bukan untk mengawasi, hanya untuk memastikan Gayatri tak terlalu ngoyo dalam kerjaaannya.Gayatri melempar senyumnya. Setelah menghabiskan sepotong kue yang disuguhkan bu Ratna dari penjual sayur yang pagi tadi lewat.Bu Ratna masih menelisik Gayatri. Gayatri yang merasa aneh dengan bu Ratna, berusaha bertanya. “Ibu kenapa?”Bu Ratna memiringkan tubuhnya. “Sepertinya tergesa sekali suamimu sampai baru sebulan surat perceraian kamu sudah keluar, Tri.” kata bu Ratna setela
Galuh besama Galing sudah melangkah dari gerbang. Entah kenapa hari ini Gayatri telat menjemputnya. “Tidak biasanya Bunda telat, mungkin banyak pekerjaan kali, Ling.” kata Galuh.Raksa yang keluar menghentikan sepeda Vixion-nya. Helm yang dipakainya diturunkan kacanya. “Kenapa, belum dijemput?” tanyanya.Galuh menggeleng. “Ghak tau nih, Bunda kenapa telat. Andai sekolah kita boleh bawa handphone,” sesal Galuh yang menyayangkan pihak sekolah tak memperbolehkan siswanya yang bawa handphone.“Aku sih bisa mengantar, tapi nanti alau bundamu mencari bagaimana?” “Kamu pulang duluh aja deh Sa.”“Iya, nanti kalau kita pulang, Bunda datang jadi bingung dikira kita ngapa-ngapain. Kita sekarang dalam kondisi yang tak nyaman. Kasihan nanti Bunga bingung.” ujar Galing.Raksa turun dari sepedanya, Ikut duduk di bangku depan sekolah mereka. “Aku akan temani kalian. Setidaknya kalau ada apa-apa, kita bisa keroyok bareng-bareng.”“Bener kamu, Sa.”Tiba-tiba sebuah mobil sedan datang. Galing, Galuh
Prayogi yang datang, segera menarik tangan Sasmita untuk ke dalam.“Apaan sih, Mas,… kamu kok ghak sabaran banget. Baru juga semalam gak pulang, kamu sudah tak tahan menarikku.”Prayogi menatap Sasmita yang tengah memamerkan senyumnya dengan menggoda.“Apa yang telah kau lakukan dengan mengirim surat cerai ke Gayatri?”Sasmita menghela nafas. Didudukkannya dirinya di pangkuan Prayogi. Sambil menciumi lelaki itu, dia merajuk.“Bagaimana kita bisa menikah kalau kamu masih resmi menjadi suaminya. Setelah beres, tuh, kamu bisa lihat, pernikahan kita juga tinggal menunggu hari.”Prayogi mengangkat Sasmita dari pangkuannya. dia melototkan matanya. “Apa maksudmu?”“Setengah bulan lagi pernikahan kita diresmikan di KUA.”Sasmita lalu menggenggam tangan Prayogi erat sebelum lelaki itu mengeluarkan amarahnya. Dia kini paham betul bagaimana harus memperlakukan Prayogi. “Kamu tau ghak, aku belum pernah jatuh cinta seperti ini. Terlebih harus berkomitmen dengan pernikahan. Tapi berkat dirimu, aku
Subuh subuh. Mobil Rendra sudah terparkir di depan kos Gayatri. Gayatri dan Galing pun tampak sudah menunggu kedatangannya.Rendra turun dan membukakan pintu untuk Gayatri. Sedangkan Galing sudah masuk ke belakang. Terlihat mata Gaytri bengkak karena semalaman mengangis dan tak dapat memejamkan matanya. Rendra emnatapnya dengan menggelengkan kepalanya iba. Jangankan Gaytri yang ibunya. Dia saja juga sulit memejamkan matanya. Dia takut terjadi apa-apa dengan Galuh. Bagaimanapun dia seorang wanita.“Kita mau ke mana?” tanyya Rendra ke Gayatri.“Aku masih berfikir kita kembali menyusuri gudang itu. Bagaimanapun Galuh menjatuhkan gelangnya di tikungan itu. Pasti itu tanda yang dia berikan.”Sementar di suatu tempat.“Cantik juga cewek ini, Bos.” seorang yang bertubuh dempal, mencolek wajah Galuh dengan tangannya. Galuh meludahi wajahnya.“Kurang ajar kamu.” bentak pria itu dengan mengangkat tangannya hendak menampar wajah Galuh. Namun ditangkis oleh kawannya. “Kamu kan sudah tau, Terluka
“Apa? Galuh diculik?” “Jangan pura-pura tidak tau kamu.” cerca Gayatri. Rendra berusaha meredam emosi Gayatri dengan meraih tangannya, menyuruhnya berhenti menuduh sembarang orang."Mbak, sabar. Kita ghak bisa menuduh sembarang orang begitu saja. Kita harus mengumoulkan bukti.“Mas, tolong jelaskan, ini ada apa? kenapa mbak Ayu tiba-tiba saja menuduh saya menculik anaknya?” tanya Raditya ke Rendra.“Kami mencari Galuh dari kemarin malam. Sampai hari ini. Kemungkinan diculik seseorang. Untungnya Geisha sudah menemukannya.”Raditya mendekati Gayatri dan menatap wanita yang kini penuh curiga menatapnya. “Saya tidak mengerti sama sekali dengan semua kejadian ini, Mbak.”“Keluargamu telah membalikkan aset keluarga kita. Aku pernah mendengar om Hari membicarakan kekhawatirannya jika kami kembali. Dan sekarang, kamu tiba-tiba saja di sini, di lokasi di mana tadi anakku ditemukan Geisha dibawa penculik ke sini. Mau bukti apa lagi kamu?” ujar Gayatri sambil mendorong tubuh Raditya hinggah mu