“Aku mencintaimu. Tinggakan dia, menikahlah denganku.”“Tapi bagaimana dengan anakku?” “Anakmu juga anakku, Mbak,.. memangnya kenapa dengan mereka. Bukankah selama bersama mereka, aku selalu menyayanginya. Apa kamu ragu aku tak bisa menerima mereka?”Gayatri menyandarkan pundaknya yang lelah di bahu Rendra. Dengan lembut Rendra mencium keningnya. Tangannya yang kokoh memeluk pinggangnya.“Mas,.. Mas,…!” "Tri, bangun, Tri. “Mas,… Mas,…!”"Tri, bangun, Tri.Gayatri terkesiap. Dikerjapkannya matanya berkali-kali. Saat dia sudah mendapatkan kesadarannya, dilihatnya tangan kokoh melingkar di pinggangnya. Namun tangan itu keras, tak selembut di mimpinya. Dia membalikkan badan, berusaha melihat pemilik tangan itu, ternyata bukan Rendra. Gayatri memandang Prayogi yang tengah menatapnya dengan tanda tanya besar.“Kamu mimpi apa, Tri sampai memanggil mas, mas berkali-kali?”“E, anu,.. mas, Yah,.. Aku mimpi saat kita masih bersama duluh.” katanya lalu memalingkna wajahnya kembali ke posissi s
Prayogi mendorong Sasmita, bahkan wanita itu hampir terjungkal di lantai saat Prayogi mendorongnya.“Kamu makin melonjat, menuntut yang bukan -bukan.” kata Prayogi lalu mengancingkan bajunya kembali. Hasrat yang tadi menggebu kini hilang seketika mendengar permintaan Sasmita.“Berarti kamu hanya membuatku seperti boneka permainan. Manikmati tubuhku dan semua yang kupunya, tanpa memikirkan masa depan denganku?” Prayogi terlenguh. Dia menjatuhkan dirinya di lantai.“Aku bukan barang permainan Mas yang bisa kamu perlakukan seenakmu. Aku bisa membuat keluargamu sengsara jika kamu hanya mempermainkanku.”“Kamu sejak awal sudah tau aku pria yang sudah beristri. Kamu tau aku memiliki anak-anak yang harus kujaga."“Jadi semua ini karena anakmu semata?” Sasmita mendekati Prayogi yang terduduk di karpet ruangan pribadinya. “Bukan karena kamu masih mencintai wanita itu kan?” tanyanya menyelidik. Sebisa mungkin Prayogi ingin menutupi perasaannya yang masih kuat untuk Gayatri. Dia kini baru sada
"Mbak, maaf, aku datang ke sini.” kata Geisha.“Ya Allah kamu ta, Sha,.. aku ghak bisa lihat kamu, kemarin kamu berjambang, sekarang enggak.” kata Gayatri senag dengan kedatangan adiknya.“Bu, Ini adik saya, Geisha.” kata Gayatri mempertkenalkan adiknya ke bu Ratna yang kebetulan sudah di belakang mereka.Bu Ratna mengangguk dan tersenyum. Demikian juga Geisha. Lalu meninggalkan kakak beradik itu berdua, mungkin ada yang ingin mereka perbincangkan.“Aku mendapat alamat sanggar ini dari Mama. Aku sampai tak sabar ingin ke sini dan bisa menemuimu.” katanya lalu ikut Gayatri duduk di bawah, di karpet tempat Gayatri bekerja. Matanya mengedarkan pandangan ke seluruh almari yang di depannya. “Bukannya kapan hari kamu sudah ke rumah Om Hariwijaya saat Radit menikah?” kata Gayatri.“Itu hanya pulang sementara untuk menghormati perkawinan Radit, Mbak. Aku lalu balik lagi ke rehabilitasi.”“Kamu mau minum dingin apa biasa?” tanya Gayatri lalu meninggalkan Geisha, ke dalam sebentar untuk mengam
“Kak Rendra kenapa bisa bareng kak Alan?” tanya Galuh.“Lho, kita kan sahabat sehati sejiwa. Iya ghak, Lan?” kata Rendra, lalu melirik ke Gayatri yang membuang mukanya jauh ke dasar tambak.“Apa kabar Sha? Sukurlah bisa bertemu di sini. Tentunya kamu sudah sehat.”“Alhamdulillah, Mas. Berkat kunjungan mbak Ayu sama Mas waktu itu, jadi punya semangat hidup.” kata Geisha. “Ayo ambil kursi itu, Mas. Gabung sama kita saja biar rame.”Alan dan Rendra kemudian menata bangku untuk bisa satu meja dengan keluarga Gayatri. Untungnya mereka hanya bertiga, kalau ketambahan satu Prayogi, jelas mereka tak bisa masuk di meja itu, terlebih Rendra yang jelas justru tak nyaman. Kursi Rendra bahkan kini bisa berhadapan dengan Gayatri yang terkesan kikuk diperhatikan terus oleh Rendra . Rendra sejak diberi semangat oleh Galuh memang dia makin berani dengan terus mendekati Gayatri. Termasuk dengan godaannya. Sampai kadang Gayatri dibuat sebel karenanya, walau dia juga menikmatinya.“Bener, bagai pinang di
"“Ayo makan, Tri. Kerjaanmu menumpuk. Dari pagi kamu tak istirahat sama sekali." bujuk bu Ratna. Dilihatnya berkali-kali nampak kesedihan di wajah cantik Gayatri. Bahkan bu Ratna sempat membuat lelucon dengan Tanti, namun itu juga tak memberinya waktu untuk keluar dari cemberutnya. Sesekali bu Ratna juga melihat Gayatri ke kamar mandi, entah apa mungkin dia buang air kecil atau apa, sampai bu Ratna khawatir.“Kamu kok bolak balik kamar mandi, Tri, kamu sakit perut t?” tanya bu Ratna. Namun dia juga menjawab tidak. Hanya saja mukanya sering dibasuh dengan air. Bahkan saat sholat dhuhah tadi, dia di dalam kamar lebih lama dari biasanya. Padahal dia selalu bilang malu kalau kelamaan di kamar.“Kalau ghak ada kerjaan kamu bisa tiduran di kamar, Tri.” “Kayak bukan kerja saja, Bu saya ke sini. Malu kalau saya kelamaan di kamar.” katanya suatu hari.Rendra yang datang di belakang, memandangnya dengan peasaan putus asa. Disandarkannya punggungnya seperti biasa di dinding dekat dapur, tempat
Konsep yang diusung Raditya tidak terlalu ribet. Benar katanya, yang penting dia bisa menikah dengan Mustika, pujaan hatinya yang telah lama menunggunya, itu sudah cukup.Walau di hotel termewah di Mojokerto resepsi yang dipilih keluarga Hariwijaya untuk menunjukkan kelasnya, namun acara yang digelar tak sekomplit di perkawinan Nastiti. Raditya dan Mustika hanya menginginkan satu baju slim yang dipadu jas pengantin berwarna krem. Demikian juga dengan terima tamu dan seluruh keluarga, serba krem. Untuk baju Bapak dab kerabat laki-laki juga hanya baju yang tak ribet, setelan basofi krem yang dipadu kopyah hitam dan jarit selutut.Tema juga masih seperti dipernikahan kemarin, yaitu memakai busana muslim seperti yang dipakai pengantin. Hinggah mau tak mau Nastiti dan mamanya mengikuti adat tersebut walau mereka tak biasa memakai jilbab dalam kehidupan sehari-hari, kecuali di saat mereka pergi pengajian, lebaran atau saat acara keagamaan.Pengantin wanita sudah selesai dirias, kini giliran
“Kamu kok di sini ,Mas? Jadi ini kerja lembur yang kamu tuliskan di Wa kemarin?” kata Gayatri begitu melihat Prayogi yang hampir menubruknya setelah dia mengambil makanan untuk bu Ratna.Prayogi keluar keringat panas dingin. Baru saja dia melihat mertuanya yang ternyata keluarga Sasmita. Kini dia bertemu Gayatri di sini.“Maaf, Tri.” katanya dengan serba salah.“Ini adalah keluargaku yang sekarang juga menjadi keluarga Mas Prayogi. Jadi wajar jika dia di sini.”Gayatri terlenguh dengan kata-kata wanita di hadapannya. “Siapa kamu sebenarnya?”“Dyah Ayu Gayatri Hariwijaya, kenapa kamu tak pernah mencurigaiku saat aku mengeja namamu dengar benar saat aku ke rumahmu? Aku adalah Brigita Sasmita Gautama putri dari adik ibumu, Saskia Gautama yang meghabiskan hidupnya di Amerika. Aku bisa faham kamu tak megenaliku, kamu telah pergi dari keluargamu 15 tahun lalu. Aku baru ke Indonesia lima tahun lalu.”Gayatri tersenyum tipis. Ternyata ketegaran yang kemarin dihimpunnya kini luntruh meliha
Gayatri sudah berada di parkiran. Punggung dari tubuh yang atletis karena suka olahraga itu, membelakanginya. Tangannya masih sibuk menggulir handphonenya. Dengan mata yang fokus di sana. Dengan berdebar Gayatri mendekat. Dia selalu saja tak memperdulikan perhatian Rendra yang dinilainya lebay selama ini. Namun belum sampai mendekat, pria itu sudah menyambutnya dengan senyuman.“Ada apa?”“Ghak.” Gayatri malah tersekat dengan kata yang ingin diucapkannya. Jari jemari tangannya meremas-remas tas yang dibawanya.“Kayaknya ada yang mau diomongin.” kata Rendra lalu meletakkan handphone-nya di sakunya kembali. Matanya tak berkedip menatap wanita mungil di depannya yang tampak cantik dengan berdiri menjinjit tas kecilnya dan dengan hak 5cm di sandal beningnya yang dihiasi kertib kecil. Jari kakinya nampak cantik terlihat.“Aku cuma mau mengucapkan,..."“Apa?” tanya Rendra . Namun belum mendapat jawaban Gayatri, dia sudah melihat bu Ratna yang bersama dengan kru lainnya.Rendra mengeluh.
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de