“Kenapa berkata seperti itu, Bu? Apakah karena saya memang tak bisa apa-apa?”“Bukan, bukan karena itu. Aku kan sudah tau kamu, Tri sebelum terima kamu sebagai pegawaiku. Tapi ini karena yang menikah nanti adalah adik dari pengantin yang kemarin. Kamu ingat kan dia punya adik laki-laki?” Gayatri mengangguk. Bagaimana mungkin dia melupakan sepupunya, Raditya?“Ceritanya kan adiknya ini berhubungan sudah lama dengan seorang cewek dari Mojokerto, karna kakaknya belum menikah, keluarga besarnya tak memperbolehkan Raditya ini menikah. Makanya setelah Nastiti menikah, dia juga langsung dinikahkan, lawong umurnya juga sudah 30 tahun. Cuma karna jarak yang dekat dengan pernikahan kemarin, acaranya ditaruh di Mojokerto, di gedung Serba Guna, bagaimanapun mereka kan juga keluarga pengusaha, sama dengan pak Hariwijaya. Namun karena nanti akan mnempati rumah di mempelai putra, jadinya nikahnya di rumah mempelai pria, di rumah kemarin itu.” panjang lebar bu Ratna mengatakan itu.“Lalu kenapa Ibu
“Benar kan kamu Dyah Ayu Gayatri Hariwijaya?”Gayatri terdiam. “Dari kemarin Nastiti sudah bilang ke saya, kamu mirip dengan Ayu, tapi saya tidak melihat mbak Ayu membuka masker jadi saya ghak yakin. Sekarang saya sudah yakin, mbak pasti mbak Ayu.” kata Radit menghampiri Gayatri.“Maaf, Mas. Anda salah orang.” kata Gayatri. “Banyak orang mirip di dunia ini.” katanya lalu beranjak pergi ke belakang. Gayatri tidak ingin mengatakan siapa dirinya selain kepada mamanya. Dia takut terjadi apa-apa dengan keluarganya mengingat apa yang dia dengar kemarin. Orang kaya bisa melakukan apa saja, walau dia tau, Nastiti dan Raditya terlihat baik dari duluh. Demikian juga om-nya yang membuat dirinya merasa tak yakin, siapa orang baik, siapa yang tidak. Biarlah menjadi orang biasa seperti ini yang penting kehidupannya, termasuk kehidupan anaknya tidak dalam bahaya.Raditya nampak kecewa. Dia merasa yakin bahwa wanita itu adalah Dyah Ayu. “Siapa nama mbak itu, Bu? Dia kerja di sini?"Bu Ratna gelaga
“Mbak, awas!”Gayatri meninggalkan sepedanya lalu berlari ke tepi. Mobil yang hampir bertumbrukan dengannya berhenti.“Maaf, Pak.” kata Rendra dengan mengatupkan kedua tangannya, meminta maaf kepada pemilik mobil. “Lain kali suruh anaknya hati-hati, Pak kalau belajar sepeda.” katanya sambil berlalu.“Sialan!” rutuk Rendra. “Maaf, Mas,… sepedanya!” kata Gayatri bingung melihat sepeda yang jungkir balik“Kamu tidak apa-apa?” tanya Rendra berusaha menelisik Gayatri. “Ini, minumlah!” Rendra mengambil air mineral gelas yang dia taruh di sepedanya dan memberikannya ke Gayatri. “Tanganmu lecet, Mbak. Mana lagi yang sakit?" Setelah menandaskan minumnya, Gayatri menggeleng. “Hanya kaget, Mas. Cuma tangan sama lutut kayaknya yang perih.”“Syukurlah!” kata Rendra dengan terus memandangi Gayatri. Baru kali ini dia berada dalam ketakutan yang luar biasa, takut jika terjadi sesuatu dengan wanita yang kini di dekatnya. Andai dia tak takut dosa, akan dipeluknya Gayatri erat-erat.“Sepedanya, Mas.
Gayatri melototkan matanya. “Galuh, Ayah kamu masih hidup.”“Emang kenapa kalau hidup? Hidup dia sudah terbagi untuk orang lain Bunda. Sebagai sesama wanita Galuh tidak ihlas harkat dan martabat wanita dilecehkan oleh seorang laki-laki.”“Apaan sih Kak? Aku kan lelaki, emang apa sih yang dibisikkan kak Galuh?”“Aku nyuruh Bunda menerima cinta kak Rendra daripada dibohongi Ayah terus.”Galing terlongo. “Bund, emang keluarga kita sudah tak mungkin bersama lagi ya?” tanyanya sedih. Bagaimanapun dia juga merasa sakit hati mendengar perkataan wanita yang pernah datang ke sini mencari ayahnya, namun di lubuk hatinya dia masih tak rela jika terjadi perpisahan dalam keluarganya. Dia ingat teman sekelasnya yang terombang-ambing tak tentu arah setelah perceraian keluarganya.“Sudahlah, Nak,.. ayahmu sudah berjanji kepada bunda akan meninggalkan wanita itu. Kita lihat nanti, mudah-mudahan benar.” kata Gayatri. “Sekarang, kita ghak usah bahas ayahmu lagi. Bunda dapat rizki dari bu Ratna, sementar
Subuh-subuh, sesuai permintaan Gayatri, mobil Rendra sudah tiba di depan rumah Gayatri. Kedua anaknya juga amat senang karena mereka sudah lama tak pergi jalan-jalan.“Kamu di depan ya sama saya.” kata Rendra menunjuk ke Galing.Galing memandang Rendra. “Saya, Kak?” “Iya, siapa namamu?” “Galing, Kak.”Gayatri tersenyum. Untunglah Rendra sendiri yang menyuruh Galing di depan. Padahal dari tadi dia juga berpikiran untuk seperti itu.“Ini kenapa sih, kok subuh -subuh banget perginya?” kata Rendra seteah melajukan mobilnya. “Aku sampai ghak tidur lagi setelah subuhan. Padahal biasanya aku tiduran sampai siang kalau hari libur begini.”“Maaf, sudah merepotkan. ” kata Gayatri menunduk. Dia tau Rendra menatapnya dari kaca mobilnya. Tiap melihat lelaki itu, Gayatri merasa tak tenang.“Kemarin lusa saat mas Rendra ngantar aku, aku sudah diceramahi tetangga sebelahku, katanya aku jangan selingkuh sama kamu.”Rendra terkekeh. “Emang kita kelihatan kayak orang selingkuh? Yang bener saja tetang
“Itu, Pak, mereka.” kata Rendra menunjukkan telunjuknya ke arah Gayatri dan Galuh.“Ini juga cucu Yangti?” tanya Garnis haru lalu memeluk Galuh erat. Galuh mendongakkan wajahnya. Memandang wanita cantik yang lebih tinggi sedikit darinya. Lalu dia memandang lelaki berkepala sedikit pelontos dan bertubuh pendek.“Aku Yangkung, Nak. Sini peluk Yangkung.” katanya dengan mata mengaca. Lalu merangkul Galuh.“Kami sudah mau pulang, Ma.” kata Gayatri. “ini diantar sama mas Rendra, kalau lama-lama di sini, ghak enak juga.”“Ghak usah ghak enak sama aku. Aku free kok hari ini.” kata Rendra. “Kalian puasin ketemuannya.”“Tadi mama juga kaget, setahu mama Prayogi duluh tinggi kurus, juga sawo matang, ini kok beda. Terus Papa yang ngomong, kayak dia pernah lihat dia di perkawinan, baru deh dia bilang kalau dia memang petugas KUA yang jadi penghulu. Baru Mama keingat kalau dia di perkawinan Nastiti.”“Dia keponakan bu Ratna tempat Ayu kerja.” kata Gayatri memandang Rendra yang tak lepas memandangn
“Tri, kamu yakin ikut?” tanya bu Ratna yang telah membawa seragam untuk Gayatri. Habis subuh Gayatri memang sudah ke tempat bu Ratna, dia telah bisa walau dengan pelan, mengendarai Beat ayng diberikan Rendra untuk dipakai belajar duluh. Untungnya rumah Gayatri masih sekomplek walau agak jauh, bisa lewat perumahan, bukan jalan raya yang banyak kendaraan.“Jangan takut, Bu. Gayatri bisa menjaga diri.” kata Gayatri mantap. Lalu mengganti bajunya di ruang yang kini dikhususkan oleh bu Ratna untuk dirinya.Seluruh pakain yang mau dipakai sudah disiapkan Gayatri dari kemarin di mobil yang biasa untuk menganggkut mereka. Tinggal menunggu yang lainnya datang dan juga menunggu pak Supri yang menyupiri.“Jangan lupa mengambil melatinya di kulkas, Tri.” kata bu Ratna begitu semua telah siap berangkat.Lagi-lagi, Rendra seperti tak jemuh mengamati Gayatri dari atas balkomnya. Ketegaran waita itu makin membuatnya terpikat. Entah kenapa juga Gayatri tak pernah tak melihat ke sana, seperti saat data
“Bukan begitu, Yah.” kata Gayatri yang tiba-tiba saja risih dengan perlakuan suaminya.Prayogi makin mendekati Gayatri yang duduk di tepi ranjang. Bagaimanapun juga dia merindukan kehangatan Gayatri. Baginya Gayatri dan Sasmita adalah sosok yang berbeda, terlebih urusan ranjang. Setelah beberapa hari dia mengenal permainan panas Sasmita, dia masih merindukan sikap malu-malu Gayatri.“Aku sudah berusaha minta maaf, Tri. Kalau kamu masih belum siap menerimaku, ya, tidak apa-apa.” kata Prayogi dengan menghentikan aksinya."Bukan begitu, Yah. Katamu kamu sudah membuang wanita itu dalam hidupmu, Lalu aku harus bagaiman lagi kalau tidak menerimamu?' kata Gayatri dengan membiarkan Prayogi melanjutkan aksinya. Namun lagi-lagi dia merasakan hambarnya sentuhan Prayogi, bahkan sampai Prayogi menikmati tubuhnya pun, dia tak merasakan apapun, selain kepedihan. Jauh dari kenikmatan yang duluh selalu dia rasakan. Bukan kepedihan karena merasa dihianati lagi seperti yang duluh dia rasakan, tapi
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de