"Nih Lo ngerjain semua kerjaan gue," pelayan tersebut menjatuhkan ember dan juga pel lantai di hadapanku."Lo bersihkan semua ruangan ini sebelum tamu PIP datang. Paham?!""Apa Lo gak salah?! Teras ruangan ini luas mana bisa gue ngepel buru-buru. Mana di rumah udah lama pula gue kagak ngepel. Sial banget sih hidup," keluhku terpaksa mau melaksanakan apa yang diperintahkan oleh pelayan itu.Aku menghela nafas yang terasa sesak di dada. Ku lihat dari ujung ke ujung ruangan ini memang cukup luas, mana bisa aku membereskan semua ini sendiri. Akan tetapi apalah daya, terpaksa tanganku mengulur untuk mengambil ember serta pel lantai.Rasanya pengen nangis mata ini, namun nyatanya nangis tak akan menyelesaikan masalah. Gini amat hidup, kenyangnya bareng sama Haris tapi capeknya aku juga yang harus nanggung, ah menyebalkan. Mana cilokku belum habis lagi, belum sempat ku jual, kalau Emak tau bisa habis aku di marahin nanti.Sedangkan ngepel disini mana beres 1 atau 2 jam.Setelah beberapa saat
"Ya ampun Dian kamu jam segini baru pulang?! Jam berapa ini sudah hampir tengah malam begini. Cewek dagang sampe jam segini!" gerutu Mak Jamilah ketika aku baru juga memarkirkan gerobak di halaman rumah.Sudah biasa aku selalu di gerutu kalau saja pulang terlalu malam-malam begini. Padahal 'kan cuma dagang, apalagi kalau seandainya hanya main-main biasa."Iya nih Mak cilok rada susah habisnya," jawabku sambil mencium tangan yang telah keriput itu.Walaupun bawel dan juga suka ceplas ceplos celetukannya tapi hanya dia yang bisa mengerti akan keadaan aku. Hanya nenek tua itu harta satu-satu yang berharga yang kumiliki di dunia ini. Entah apa jadinya kalau tanpanya."Lo masuk sekarang kita makan bareng sama Bu Janita di dalem," ajak Emak."Apa Bu Janita Mak?!""Iya Bu Janita dia kesini mau…""Mau apa?"Mau main saja sama Emak mau curhat katanya."Emang Mak Mamah Dedeh gitu mau curhat. Kalau Mamah Dedeh ia pantas, curhat dong mah, kalau sama Emak sama curhat dong Mak Jamilah, 'kan gak ena
"Rindu, kamu tau tidak kalau malam ini adalah malam yang palih indah untukku, malam yang selalu akan aku ingat di sepanjang masa, kamu tau gak kenapa?" ucap Rojali sambil mencuil dagu Rindu, wanita yang amat di cintainya itu, walaupun Rindu bersetatus istrii dari pengusaha tapi Rojali masih tetap mengejar wanita ini. Jika saja suaminya mengetahui mungkin geruji besi menjadi miliknya saat itu juga."Kenapa sayang?" tanyanya sambil menebar senyuman membuat Rojali dak-dik-duk tak karuan."Karena ratuku kini berada di hadapanku menemani malam yang sunyi serta kegelapan malam ini. Aku berharap selamanya kita selalu begini, selalu bersama walaupun status kamu saat ini menjadi istri orang, rasanya begitu mengiris hati, namun walaupun begitu aku akan tetap bejuang memperjuangkan orang yang sangat aku cintai," ungkap Jali penuh kasih sayang.Pria tampan ini amat mencinta wanita yang bernama Rindu, padahal dulu Rindu berkhianat demi lebih memilih pengusaha kaya raya itu.Rojali beranjak dari du
Rindu yang menyaksikan serta mendengar ancaman Ibu dari Bu Janita begitu terlonjak kaget. Ia meneguk air liurnya secara susah payah."Yakin kamu mau hidup dimulai dari nol lagi, dengan menjalani hidup tanpa uang dan mobil juga fasilitas lainnya?" Rindu begitu tercengang tatkala melihat pria yang masih terpaku di hadapannya."Iya Rindu, semua ini aku lakukan demi hanya untuk selalu bisa hidup bersamamu. Aku janji aku akan membantu agar kamu bercerai dengan suamimu yang tidak romantis itu, dia juga jelek dan tua lebih baik aku," celoteh Jali mengunggulkan dirinya sendiri.Tiba-tiba benda pipih yang berada di dalam tas yang dibawa Rindu berdering. Rindu merogoh benda pipih itu dan sekelebat melihat siapa yang menghubunginya, yang ternyata adalah suaminya."Siapa yang menghubungimu itu?" tanya Jali terheran tatkala melihat reaksi wajah Rindu yang berubah gelisah."Mas Anto, mungkin aku harus pulang sekarang Mas, aku takut nanti dia tau kalau aku sedang bersamamu. Maaf malam ini aku tidak
"Emak gak usah jodohin Dian sama Rojali lagi, sekarang Dian udah punya pacar Mak, kaya lagi. Pokoknya emak pasti suka sama pacar yang satu ini? Udah ganteng, matanya sipit, hidungnya juga mancung. Emak akan terkesima jika melihat wajahnya secara langsung, pokoknya mantu idaman banget Mak," Suaraku begitu lantang, sambil memberikan senyuman pada Emak tatkala mengutarakan isi hati ini.Ku lihat emak yang kala itu sedang memotong kangkung untuk dioseng nampak mencibirkan bibirnya."Siape pacar Lo? Palingan si Udin tukang sosis bakar itu, dia duda anak dua Dian. Emang Lo mau ngurusin anaknya yang masih bayi itu, kalau emak mah ogah bingit. Malas semalas-malasnya," dengus Emak sambil mendelikan mata.Aku segera menghampiri emak sambil mendongakkan tubuh, "Ih apaan sih Emak, kok malah jadi sama Mang Udin sih. Ogah banget, Udin memang ganteng tapi aku tidak tertarik sama sekali. Pokoknya bukan Udin,"gerutuku sambil mencebirkan bibir."Lalu siapa kalau bukan si Udin … Apa jangan-jangan Subarj
[Aku tunggu di tempat biasa.] pesan tersebut dari Haris.Pria itu pasti saat ini sedang menunggu, sedangkan aku bingung mau pilih baju yang mana? Semua bajuku rata-rata hanya kemeja dan kaos oblong dan celana jeans yang sobek. Setalah aku mencari kesana kemari aku bingung harus pakai baju yang mana.Sejenak aku duduk sambil mengetik pesan untuk membalas pesan dari Haris.[Iya sayang tunggu saja disitu, sebentar lagi aku kesana,] balasku secepat mungkin.Dari pada kelamaan nunggu, yasudahlah aku bangkit dan pasrah untuk memilih baju yang biasa aku pakai. Jujur saja 3 tahun sudah setelah kematian suamiku, aku sudah tidak pernah membeli baju, merubah fashion dan juga kecantikan. Aku malas sekali kalau harus membeli itu atau memakai itu semua.Kalau memang Haris cinta, seharusnya dia menerima aku apa adanya dan menghargai semua yang aku pakai juga yang ku miliki.Setengah jam berlalu akhirnya aku telah usai memakai kemeja yang menurutku bagus dan juga celana jeans sobek di lutut seperti bi
"Kalau gak salah itukan mobil Mama, kata Mama kemarin lagi di service. Tapi kok sekarang sudah ada disini," gumam Rojali ketika hendak lewat, tak sengaja melihat mobil sang Mama sudah terparkir di depan butik mewah.Jali celingukan mencari Mamanya. Kalau saja benar di dalam mobil itu adalah sang Mama maka Jali akan bersembunyi sambil mengintai.Tak lama kemudian seorang pria turun di mobil mewah tersebut, membuat mata Jali membeliak seketika."Bukannya itu pacar Mama, lelaki si benalu itu ngapain disini?! Jangan-jangan bersama Mama lagi?" gumam Jali dari kejauhan memperhatikan kediaman Haris yang sedang duduk santai di depan mobil mewah milik Mama Jali.Ada rasa kesal yang menyeruak dalam benar Jali tatkala melihat kesal kediaman Haris yang duduk santai sedang menunggu seseorang."Mumpung Mama tidak ada, mungkin satu tonjokan untuk benalu itu boleh juga," ucap Jali sambil menghampiri kediaman Haris.Jali begitu kesal dengan sikap pria yang umurnya tidak jauh dari Rojali, firasatnya be
"Kamu pesen apa?" tanyaku ketika Haris masih sibuk dengan ponsel yang saat ini di genggamannya, yang entah sedang apa."Apa aja yang kamu pesen, aku mau. Intinya samakan saja, dan gak usah nanya lagi," sahut Haris begitu jutek, mata amat Pokja pada layar ponsel di sertai jarinya yang begitu lincah bergoyang menyentuh layar."Ya sudah deh kalau terserah aku, berarti kamu ngikut ya." Akhirnya aku memesan makanan yang aku suka, perut ini telah berbunyi-bunyi juga, sudah tidak tahan ingin segera di isi dengan beberapa makanan enak."Sayang mau aku suapin?" tanyaku pada Haris, "Aaaaa," Tanganku mulai mengulur pada mulut Haris.Ketika Haris membuka mulut, sendok yang ku ulurkan itu, ku tarik kembali. Niat hati hanya ingin bercanda agar Haris tidak terlalu jutek padaku.Brak!Namun, bukannya Haris tertawa dengan canda yang ku lakukan, tapi bahkan pria itu terlihat emosi sampai tangannya menggebrak meja, hingga semau mata pengunjung berpusat pada meja yang aku dan Haris tempati."Kamu jangan