[Aku tunggu di tempat biasa.] pesan tersebut dari Haris.Pria itu pasti saat ini sedang menunggu, sedangkan aku bingung mau pilih baju yang mana? Semua bajuku rata-rata hanya kemeja dan kaos oblong dan celana jeans yang sobek. Setalah aku mencari kesana kemari aku bingung harus pakai baju yang mana.Sejenak aku duduk sambil mengetik pesan untuk membalas pesan dari Haris.[Iya sayang tunggu saja disitu, sebentar lagi aku kesana,] balasku secepat mungkin.Dari pada kelamaan nunggu, yasudahlah aku bangkit dan pasrah untuk memilih baju yang biasa aku pakai. Jujur saja 3 tahun sudah setelah kematian suamiku, aku sudah tidak pernah membeli baju, merubah fashion dan juga kecantikan. Aku malas sekali kalau harus membeli itu atau memakai itu semua.Kalau memang Haris cinta, seharusnya dia menerima aku apa adanya dan menghargai semua yang aku pakai juga yang ku miliki.Setengah jam berlalu akhirnya aku telah usai memakai kemeja yang menurutku bagus dan juga celana jeans sobek di lutut seperti bi
"Kalau gak salah itukan mobil Mama, kata Mama kemarin lagi di service. Tapi kok sekarang sudah ada disini," gumam Rojali ketika hendak lewat, tak sengaja melihat mobil sang Mama sudah terparkir di depan butik mewah.Jali celingukan mencari Mamanya. Kalau saja benar di dalam mobil itu adalah sang Mama maka Jali akan bersembunyi sambil mengintai.Tak lama kemudian seorang pria turun di mobil mewah tersebut, membuat mata Jali membeliak seketika."Bukannya itu pacar Mama, lelaki si benalu itu ngapain disini?! Jangan-jangan bersama Mama lagi?" gumam Jali dari kejauhan memperhatikan kediaman Haris yang sedang duduk santai di depan mobil mewah milik Mama Jali.Ada rasa kesal yang menyeruak dalam benar Jali tatkala melihat kesal kediaman Haris yang duduk santai sedang menunggu seseorang."Mumpung Mama tidak ada, mungkin satu tonjokan untuk benalu itu boleh juga," ucap Jali sambil menghampiri kediaman Haris.Jali begitu kesal dengan sikap pria yang umurnya tidak jauh dari Rojali, firasatnya be
"Kamu pesen apa?" tanyaku ketika Haris masih sibuk dengan ponsel yang saat ini di genggamannya, yang entah sedang apa."Apa aja yang kamu pesen, aku mau. Intinya samakan saja, dan gak usah nanya lagi," sahut Haris begitu jutek, mata amat Pokja pada layar ponsel di sertai jarinya yang begitu lincah bergoyang menyentuh layar."Ya sudah deh kalau terserah aku, berarti kamu ngikut ya." Akhirnya aku memesan makanan yang aku suka, perut ini telah berbunyi-bunyi juga, sudah tidak tahan ingin segera di isi dengan beberapa makanan enak."Sayang mau aku suapin?" tanyaku pada Haris, "Aaaaa," Tanganku mulai mengulur pada mulut Haris.Ketika Haris membuka mulut, sendok yang ku ulurkan itu, ku tarik kembali. Niat hati hanya ingin bercanda agar Haris tidak terlalu jutek padaku.Brak!Namun, bukannya Haris tertawa dengan canda yang ku lakukan, tapi bahkan pria itu terlihat emosi sampai tangannya menggebrak meja, hingga semau mata pengunjung berpusat pada meja yang aku dan Haris tempati."Kamu jangan
Haris tergesa keluar, berlalu mengendarai mobilnya itu, ia lupa dengan janjinya bahwa akan mengantarkan aku sampai depan rumah dan nanti akan bertemu juga dengan Emak.Kalau seandainya nanti Emak tanya kemana pacarku? Lalu aku harus bilang apa? … Masa iya ku bilang telah pergi meninggalkanku duluan. Lelaki macam apa seperti itu yang meninggalkan wanitanya di tempat.Untung bayar makanan sudah tadi lebih dulu jadi sekarang aku bisa terbebas.Mungkin sekarang lebih baik aku pulang, waktu juga sudah memasuki malam. Padahal Emak berpesan beberapa kali agar aku cepat pulang sebelum magrib.Kalau begini keadaannya, mau gimana lagi, sekarang telah terlanjur hancur. Kalaupun di marahin Emak hanya bisa pasrah.Ku langkahkan kaki yang terasa lemas ini keluar dari restoran yang amat mewah dan amal. Wajahku begitu muram dengan kekecewaan yang melanda di hari ini. Tadinya aku berharap hari ini akan menjadi hari yang tidak akan pernah bisa ku lupakan dengan kebahagian, namun nyatanya adalah hari yan
"Mak aku pulang," sahutku, ketika aku telah sampai di ambang pintu."Diandra kamu jam segini baru pulang! Emak 'kan sudah bilang kalau kamu harus pulang sebelum magrib. Tapi ini, kamu pulang malah sesudah magrib," gerutu Mak Jamilah menyambutku sambil berkacak pinggang.Ini pasti akan terjadi sebab aku sudah telah dengan yang dijanjikan ya, kalau aku harus pulang sebelum magrib."Terus mana pacar kamu itu?" tanya Mak Jamilah sambil celingukan.Ternyata yang dilihat sesuai harapan Emak, pria yang berada di belakangku adalah Jali. "Loh kok ini Nak Jali sih," siapanya ramah, "Kenapa gak bilang dari tadi kalau kamu sama Jali. Jadi Emak gak usah berdebat dulu," ketusnya padaku."Mari Nak Jali masuk, Emak sudah menyiapkan makanan yang enak-enak buat Nak Jali," papar Emak."Emak ngajak cuma Jali doang, terus aku tidak diajak gitu?!" "Kamu gak usah diem saja disitu!" "Ih Emak apaan sih, pilih kasih banget." ketusku sambil berlalu pada meja makan.Melihat makanan yang sudah Emak masak rasan
"Pak bolehkah saya ikut kerja disini?" tanya Jali tatkala ia menghampiri pria yang saat ini sedang memakai helm Oren dan rompi serba Oren yang membalut tubuhnya.Sepertinya bapak-bapak tersebut adalah mandor bangunan."Mau kerja?!" Dilihatnya penampilan Jali dengan saksama dari ujung kaki sampai ujung rambut."Yakin kamu bisa kerja?" tanyanya sambil telapak tangan memegang dagu, nampaknya pak mandor itu tak percaya kalau pria yang memintanya untuk kerja bisa bekerja kuli bangunan."Saya serba-serbi bisa kok Pak, jangankan kuli bangunan, dagang gorengan juga saya bisa kok."Benarkah? Mumpung saya sedang baik dan sedang membutuhkan orang untuk kenek jadi silahkan kamu bisa langsung kerja," ungkap Pak Mandor sambil berlalu pergi karena ada panggilan mendadak.Jali Pun menghembuskan nafas lega, akhirnya ia diterima juga kerja, walaupun hanya sebagai kuli bangunan. Jadi dia urungkan lagi niatnya untuk kembali pulang ke rumah mewahnya itu."Hey kamu, sini," seru bapak-bapak sambil melambaik
"Cilok, Cilok," seru demi seru untuk menarik pelanggan sering kali ku teriakan, oleh karena itu tenggorokanku terasa kering dan mulut ini rasanya haus.Tanganku mengulur Aqua botol yang tersimpan di gerobak cilok, sebenarnya merinding sekali aku berhenti di tepi jalan yang sangat sepi ini. Namun rasa dahaga di tenggorokanku sudah tidak tak tertahan lagi.Ku teguk air yang tersisa setengah botol lagi. Alhamdulillah tak hentinya aku bersyukur kepada yang Sang Pencipta. Semoga setiap hari aku dan Emak di beri kesehatan agar aku bisa membantunya mencari uang.Ku tutup botol Aqua yang telah ku teguk itu lalu ku buang pada semak-semak yang tak jauh di sisiku."Tolooooooong…. Tolong saya."Sepertinya telingaku sedang rusak, wajahku celingukan untuk mencari arah suara barusan, namun tak ada satu orang pun yang terlihat."Apa jangan-jangan…" Pikiranku melayang jauh ke arah mistis dengan suasana jalan yang sepi dan juga akan masuk magrib. Seketika bulu kuduk ini kembali meremang."Masa iya sih
"Diandra di ruangan mana Jali?" tanya Bu Janita di sela Isak tangisnya.Kini aku dan Bu Janita telah sampai di mana Jali dibrawat."Mari Tante, ikuti saya," kataku sambil melangkahkan kaki menuju ruangan Jali diiringi dengan Bu Janita yang mengikuti dari belakang."Disitu Tante ruangan Jali," tunjukku pada ruangan yang pintunya telah tertutup. "Tolong antarkan saya Dian," pinta Bu Janita meminta agar aku bisa mengantarkannya ke dalam ruangan anak yang amat disayangi nya itu.Bu Janita mulai memutar knop pintu dengan tangannya, wajahnya begitu sendu disertai pelipis mata yang ku lihat membengkak, sebab Sugan sejak tadi Bu Janita terus menangis.Saat Bu Janita membuka daun pintu, tubuhnya bergetar hebat hebat menyaksikan Sang Anak yang terbaring lemah tak sadarkan diri di atas bed, dengan beberapa Kabel infusan yang mengelilingi tubuhnya. Langkahnya begitu lesu, tangisnya kembali luruh tatkala Bu Janita mencermati dengan saksama luka lebam di wajah dan sekujur tubuhnya.Ia menggeleng k