"Dian Hari ini Emak gak bisa kerja. Lo mau 'kan gantiin Emak kerja di rumah Nyonya Janita?" tanya Emak ketika aku masih berbaring di ranjang empukku. Walaupun kasur ini murah meriah menang dari lontre limaratusan tapi ini adalah kenang-kenangan yang indah.Terlihat wanita paruh baya yang mengurusku selama ini meringis kesakitan sembari memegang pinggangnya.Aku bangkit dari ranjang, dan menguap terlebih dulu seraya meluruskan sendi-sendiku."Apa Mak kerja? Emak 'kan tau kalau Dian dagang cilok, kemarin Dian sudah beli bahan-bahan.""Bahan-bahan 'kan Lo bisa simpan dulu sampai lusa, Emak gak tau kenapa pas bangun tidur, pinggang sakit banget.""Mak juga 'kan bisa libur dulu beberapa hari sampai sembuh tuh pinggang," ujarku."Kalau Emak libur, kasihan Bu Janita, apalagi sekarang Jali sedang kena musibah. Pasti Bu Janita kerepotan sekali. Emak jadi gak enak kalau sekarang Lo gak gantiin Emak kerja… Bu Janita 'kan baik banget sama kita," papar Emak memaksa.Terpaksa deh aku harus mau, "Iy
Akhirnya Bu Janita berhasil membujuk Jalan Untuk pulang kembali kerumah yang mewah ini. Tanganku mendorong kursi roda yang diduduki Jali untuk masuk kedalam kamarnya."Dian, Tante boleh minta tolong sama kamu?" tanya Bu Janita."Minta tolong apa Tante?""Tante 'kan ada meeting mendadak di kantor, jadi hari ini Tante bener-bener gak boleh bolos. Kamu bisa 'kan bantu Tante untuk mengurus Jali sampe Tante pulang lagi?" Bu Janita penuh permohonan.Aku mengerucutkan dahi sambil terheran. Sebab aku seorang diri harus mengurus Jali."Gimana Dian? Dian, mau gak? Kalau soal bayaran nanti Tante bayar mahal kamu deh?" tanya Bu Janita memaksa.Di gazi langsung, boleh juga sih. Tapi akankah aku sanggup mengurus pria angkuh itu? Kayaknya di coba dulu boleh lah."Kalau gitu baik deh Tante, Tante jangan khawatir. Biar aku jaga sampai Tante pulang," kataku terpaksa setuju.Bu Janita tersenyum seketika, "Kalau begitu saya pergi kerja duluan. Nanti siang kamu beri dia makan, terserah kamu mau caranya ba
Akhirnya beberapa pekerjaan telah usai ku kerjakan, tinggal sedikit lagi yang belum sempat dibereskan. Tinggal nunggu Dzuhur nanti masak. Udah gitu aku bisa santai. Tapi lantaran sekarang aku gak ada kerjaan mending aku berbaring santai terlebih dulu sambil meluruskan pinggang yang lumayan telah pegal.Sesekali aku mulai menguap merasakan ngantuk. Maklum, dari semalam aku kurang tidur. Kayaknya bobo dulu sejenak ada baiknya. Semoga nanti pas bangun tenagaku bisa fres kembali.Rasanya memang mata ini sudah terlalu berat untuk terus terbuka. Tak terasa aku terlelap tidur di kamar yang tersedia di dapur, biasanya kamar ini dipakai untuk Emak."Dian!... Diandra?!" panggil Jali dari arah kamarnya. Dasar pria tak berbobot, kenapa sih mesti ganggu aja, baru juga mataku terpejam tapi suaranya yang cempreng itu menggangguku.Tapi bodo amat lah, mending gue tidur dulu, mumpung Bu Janita juga gak ada di rumah.Sama sekali aku tak ingin menggubris seruan dari Jali. Entah mau apa lagi yang ingin p
Jam telah menunjukan pukul 19 : 30 wib, akan tetapi sampai saat ini wanita yang telah ditunggu, belum kunjung datang. Walaupun begitu, semua pekerjaan telah usai ku bereskan.Aku bergeliat, meluruskan otot-ototku yang tengah terasa pegal, seharian ini semua tubuhku bergerak tak ada hentinya. Kalau aku bisa memilih lebih baik jualan cilok dari pada harus kerja di bawah tangan orang, namun semua ini dilakukan demi hanya menggantikan sang nenek. Teringat Emak yang telah dimakan usia, walaupun pekerjaan ini sungguh berat, namun tak ada sedikitpun mengeluh, aku terkagum pada wanita yang amat ku cintai dan hormati itu."Semua kerjaan gue sudah selesai! Gue mau pulang!" cetusku tatkala berpamitan pada pria songong yang hari ini telah menemaniku seharian penuh."Tinggal pulang saja sana, tapi awas di jalan, lo disergap sama manusia aneh loh. Kalau gue jadi wanita, gue sih takut banget," sindirannya tatkala menakutiku.Mataku terbelalak sambil menelan saliva dengan susah payah. Galak-galak gi
"Kenapa kamu seperti senang melihat Jali akan dinikahkan dengan wanita seperti dia?" tanya wanita setengah baya. Pertanyaan itu dilontarkan pada sang adik perempuannya yaitu Bu Janita.Bude Meri heran ketika melihat sang adik yang membiarkan Jali harus menikahi perempuan macam Diandra."Memang dari awal aku sudah menjodohkan mereka Mbak, dan sekarang malah kejadian begini. Digerebek sama Bu RT, jelas aku setuju. Diandra wanita yang baik dan juga sopan santun, begitu pun dengan Jali. Dia seorang pria yang menurutku susah untuk dijelaskan, Jali keras kepala, sombong dan angkuh. Apalagi semenjak di tinggal selingkuh oleh Rindu hidupnya semakin tragis saja, malah aku yang jadi sasaran selalu melarangku ini lah, itu lah, maka dari itu aku setuju kalau anakku menikah dengan Dian," papar Bu Janita menjelaskan pada sang kakak. Namun terlihat dari reaksi bude Meri bahwa ia tidak menginginkan keponakannya harus menikah dengan pria yang tak Sederajat."Boleh aku sedikit usul Janita? Tapi kayakny
Tid! Tid!Terdengar suara kelakson mobil di luar, tepatnya dihalaman rumahku. Aku yang masih tertidur pulas menjadi terganggu. Ku intip dari celah kaca kamarku ternyata mobil Bu Janita bersama Jali dan juga bude Meri datang kerumah ini."Mau ngapain sih mereka datang pagi-pagi buta kesini! Aku 'kan sedang tidur. Malas banget kalau harus bangun masih pagi begini. Baru juga jam 7 pagi," gerutuku dikala badan ini masih terbaring lemah di atas ranjang.Kutarik selimut yang baru saja ku sibakan karena mencari tahu siapa yang datang. Kalau sudah tau mereka maka tidak ada lagi penasaran.Emak menyambut kedatangan mereka dengan suka cita, wanita paruh baya itu melempar senyuman ramah dikala mereka datang."Selamat pagi Emak Jamilah," sapa Bu Janita, tak lupa ia pun memberikan salam dan juga mencium tangan yang telah keriput dimakan usia. Walaupun Mak Jamilah hanyalah seorang pembantu di rumahnya tapi Bu Janita memperlakukannya istimewa dan bahkan menganggapnya sebagai pengganti almarhum ibuny
Akhirnya aku telah keluar dari dalam kamar. Lantaran sekarang aku sudah berlari agak jauh dari rumah.Aku menghela nafas secara kasar, rasanya dadaku terasa sesak sebab aku berlari terlalu kencang. Yakin sekali pasti Emak akan ngamuk padaku sebab aku telah kabur dari rumah. Tapi aku tidak peduli itu sama sekali, kali ini yang ku inginkan adalah aku tidak mau menikah dengan Rojali si pria idiot itu."Ternyata yang dicari akhirnya ketemu juga," ucap Bang Dingkul melihatku dengan tatapan yang sulit diartikan."Abang mencari saya buat apa?" tanyaku heran. Perasaan aku dan Enak tidak ada masalah yang bersangkutan dengan pria yang bertubuh gempal itu."Tidak ada apa-apa sayang aku hanya rindu. Kamu kenapa seperti orang yang sedang di kejar-kejar anjing? Atau kamu sedang di kejar sesuatu kah? …ayo bicarakan sama Abang, biar Abang yang tangani semuanya," ucap Juragan Dingkul sambil tertawa renyah seakan ada keseruan melihat wajahku.Ini aneh sekali mengapa ia tiba-tiba ada di sini, aku harus
"Ayo masuk kedalam," sentak Juragan Dingkul menyeret tubuhku serta memaksa agar aku mau masuk kedalam ruangan yang sepi ini. Mungkin ini adalah gudang, tempat penyimpanan barang bekas serta barang yang sudah tak layak pakai."Diam kamu disini, dan jangan kemana-mana," titahnya sembari membentak ku."Kamu jagain dia, dan jangan sampai dia keluar dari dalam gudang ini," perintahnya pada seorang pria yang umurnya lebih muda darinya. Sepertinya itu adalah salah satu anak buahnya."Baik bos, semua pasti beres," katanya sambil menaruh tangan di di dahi, menandakan bahwa ia memberikan penghormatan.Aku hanya terdiam membisu dengan tangan yang masih di borgol, di ikat dengan kuat. Air mata ini terus saja luruh membasahi pipi, tadinya aku ingin menghindar dari lamaran buaya darat eh malah jadi bahan penculikan macan garang.Juragan Dingkul melangkah menghampiriku sambil melemparkan senyumannya yang genit, matanya menatapku dengan tatapan yang sepertinya puas melihat diri ini sudah berada di m