"Diandra di ruangan mana Jali?" tanya Bu Janita di sela Isak tangisnya.Kini aku dan Bu Janita telah sampai di mana Jali dibrawat."Mari Tante, ikuti saya," kataku sambil melangkahkan kaki menuju ruangan Jali diiringi dengan Bu Janita yang mengikuti dari belakang."Disitu Tante ruangan Jali," tunjukku pada ruangan yang pintunya telah tertutup. "Tolong antarkan saya Dian," pinta Bu Janita meminta agar aku bisa mengantarkannya ke dalam ruangan anak yang amat disayangi nya itu.Bu Janita mulai memutar knop pintu dengan tangannya, wajahnya begitu sendu disertai pelipis mata yang ku lihat membengkak, sebab Sugan sejak tadi Bu Janita terus menangis.Saat Bu Janita membuka daun pintu, tubuhnya bergetar hebat hebat menyaksikan Sang Anak yang terbaring lemah tak sadarkan diri di atas bed, dengan beberapa Kabel infusan yang mengelilingi tubuhnya. Langkahnya begitu lesu, tangisnya kembali luruh tatkala Bu Janita mencermati dengan saksama luka lebam di wajah dan sekujur tubuhnya.Ia menggeleng k
"Dian Hari ini Emak gak bisa kerja. Lo mau 'kan gantiin Emak kerja di rumah Nyonya Janita?" tanya Emak ketika aku masih berbaring di ranjang empukku. Walaupun kasur ini murah meriah menang dari lontre limaratusan tapi ini adalah kenang-kenangan yang indah.Terlihat wanita paruh baya yang mengurusku selama ini meringis kesakitan sembari memegang pinggangnya.Aku bangkit dari ranjang, dan menguap terlebih dulu seraya meluruskan sendi-sendiku."Apa Mak kerja? Emak 'kan tau kalau Dian dagang cilok, kemarin Dian sudah beli bahan-bahan.""Bahan-bahan 'kan Lo bisa simpan dulu sampai lusa, Emak gak tau kenapa pas bangun tidur, pinggang sakit banget.""Mak juga 'kan bisa libur dulu beberapa hari sampai sembuh tuh pinggang," ujarku."Kalau Emak libur, kasihan Bu Janita, apalagi sekarang Jali sedang kena musibah. Pasti Bu Janita kerepotan sekali. Emak jadi gak enak kalau sekarang Lo gak gantiin Emak kerja… Bu Janita 'kan baik banget sama kita," papar Emak memaksa.Terpaksa deh aku harus mau, "Iy
Akhirnya Bu Janita berhasil membujuk Jalan Untuk pulang kembali kerumah yang mewah ini. Tanganku mendorong kursi roda yang diduduki Jali untuk masuk kedalam kamarnya."Dian, Tante boleh minta tolong sama kamu?" tanya Bu Janita."Minta tolong apa Tante?""Tante 'kan ada meeting mendadak di kantor, jadi hari ini Tante bener-bener gak boleh bolos. Kamu bisa 'kan bantu Tante untuk mengurus Jali sampe Tante pulang lagi?" Bu Janita penuh permohonan.Aku mengerucutkan dahi sambil terheran. Sebab aku seorang diri harus mengurus Jali."Gimana Dian? Dian, mau gak? Kalau soal bayaran nanti Tante bayar mahal kamu deh?" tanya Bu Janita memaksa.Di gazi langsung, boleh juga sih. Tapi akankah aku sanggup mengurus pria angkuh itu? Kayaknya di coba dulu boleh lah."Kalau gitu baik deh Tante, Tante jangan khawatir. Biar aku jaga sampai Tante pulang," kataku terpaksa setuju.Bu Janita tersenyum seketika, "Kalau begitu saya pergi kerja duluan. Nanti siang kamu beri dia makan, terserah kamu mau caranya ba
Akhirnya beberapa pekerjaan telah usai ku kerjakan, tinggal sedikit lagi yang belum sempat dibereskan. Tinggal nunggu Dzuhur nanti masak. Udah gitu aku bisa santai. Tapi lantaran sekarang aku gak ada kerjaan mending aku berbaring santai terlebih dulu sambil meluruskan pinggang yang lumayan telah pegal.Sesekali aku mulai menguap merasakan ngantuk. Maklum, dari semalam aku kurang tidur. Kayaknya bobo dulu sejenak ada baiknya. Semoga nanti pas bangun tenagaku bisa fres kembali.Rasanya memang mata ini sudah terlalu berat untuk terus terbuka. Tak terasa aku terlelap tidur di kamar yang tersedia di dapur, biasanya kamar ini dipakai untuk Emak."Dian!... Diandra?!" panggil Jali dari arah kamarnya. Dasar pria tak berbobot, kenapa sih mesti ganggu aja, baru juga mataku terpejam tapi suaranya yang cempreng itu menggangguku.Tapi bodo amat lah, mending gue tidur dulu, mumpung Bu Janita juga gak ada di rumah.Sama sekali aku tak ingin menggubris seruan dari Jali. Entah mau apa lagi yang ingin p
Jam telah menunjukan pukul 19 : 30 wib, akan tetapi sampai saat ini wanita yang telah ditunggu, belum kunjung datang. Walaupun begitu, semua pekerjaan telah usai ku bereskan.Aku bergeliat, meluruskan otot-ototku yang tengah terasa pegal, seharian ini semua tubuhku bergerak tak ada hentinya. Kalau aku bisa memilih lebih baik jualan cilok dari pada harus kerja di bawah tangan orang, namun semua ini dilakukan demi hanya menggantikan sang nenek. Teringat Emak yang telah dimakan usia, walaupun pekerjaan ini sungguh berat, namun tak ada sedikitpun mengeluh, aku terkagum pada wanita yang amat ku cintai dan hormati itu."Semua kerjaan gue sudah selesai! Gue mau pulang!" cetusku tatkala berpamitan pada pria songong yang hari ini telah menemaniku seharian penuh."Tinggal pulang saja sana, tapi awas di jalan, lo disergap sama manusia aneh loh. Kalau gue jadi wanita, gue sih takut banget," sindirannya tatkala menakutiku.Mataku terbelalak sambil menelan saliva dengan susah payah. Galak-galak gi
"Kenapa kamu seperti senang melihat Jali akan dinikahkan dengan wanita seperti dia?" tanya wanita setengah baya. Pertanyaan itu dilontarkan pada sang adik perempuannya yaitu Bu Janita.Bude Meri heran ketika melihat sang adik yang membiarkan Jali harus menikahi perempuan macam Diandra."Memang dari awal aku sudah menjodohkan mereka Mbak, dan sekarang malah kejadian begini. Digerebek sama Bu RT, jelas aku setuju. Diandra wanita yang baik dan juga sopan santun, begitu pun dengan Jali. Dia seorang pria yang menurutku susah untuk dijelaskan, Jali keras kepala, sombong dan angkuh. Apalagi semenjak di tinggal selingkuh oleh Rindu hidupnya semakin tragis saja, malah aku yang jadi sasaran selalu melarangku ini lah, itu lah, maka dari itu aku setuju kalau anakku menikah dengan Dian," papar Bu Janita menjelaskan pada sang kakak. Namun terlihat dari reaksi bude Meri bahwa ia tidak menginginkan keponakannya harus menikah dengan pria yang tak Sederajat."Boleh aku sedikit usul Janita? Tapi kayakny
Tid! Tid!Terdengar suara kelakson mobil di luar, tepatnya dihalaman rumahku. Aku yang masih tertidur pulas menjadi terganggu. Ku intip dari celah kaca kamarku ternyata mobil Bu Janita bersama Jali dan juga bude Meri datang kerumah ini."Mau ngapain sih mereka datang pagi-pagi buta kesini! Aku 'kan sedang tidur. Malas banget kalau harus bangun masih pagi begini. Baru juga jam 7 pagi," gerutuku dikala badan ini masih terbaring lemah di atas ranjang.Kutarik selimut yang baru saja ku sibakan karena mencari tahu siapa yang datang. Kalau sudah tau mereka maka tidak ada lagi penasaran.Emak menyambut kedatangan mereka dengan suka cita, wanita paruh baya itu melempar senyuman ramah dikala mereka datang."Selamat pagi Emak Jamilah," sapa Bu Janita, tak lupa ia pun memberikan salam dan juga mencium tangan yang telah keriput dimakan usia. Walaupun Mak Jamilah hanyalah seorang pembantu di rumahnya tapi Bu Janita memperlakukannya istimewa dan bahkan menganggapnya sebagai pengganti almarhum ibuny
Akhirnya aku telah keluar dari dalam kamar. Lantaran sekarang aku sudah berlari agak jauh dari rumah.Aku menghela nafas secara kasar, rasanya dadaku terasa sesak sebab aku berlari terlalu kencang. Yakin sekali pasti Emak akan ngamuk padaku sebab aku telah kabur dari rumah. Tapi aku tidak peduli itu sama sekali, kali ini yang ku inginkan adalah aku tidak mau menikah dengan Rojali si pria idiot itu."Ternyata yang dicari akhirnya ketemu juga," ucap Bang Dingkul melihatku dengan tatapan yang sulit diartikan."Abang mencari saya buat apa?" tanyaku heran. Perasaan aku dan Enak tidak ada masalah yang bersangkutan dengan pria yang bertubuh gempal itu."Tidak ada apa-apa sayang aku hanya rindu. Kamu kenapa seperti orang yang sedang di kejar-kejar anjing? Atau kamu sedang di kejar sesuatu kah? …ayo bicarakan sama Abang, biar Abang yang tangani semuanya," ucap Juragan Dingkul sambil tertawa renyah seakan ada keseruan melihat wajahku.Ini aneh sekali mengapa ia tiba-tiba ada di sini, aku harus
Hati gelisah tak menentu, kemana lagi Jali harus mencari istrinya yang hingga kini belum pulang. Sedangkan setahu Jali, Dian tidak punya sahabat ataupun kerabat lagi selain emaknya sendiri, kalau ke rumah Alina mana mungkin, sudah lama mereka tidak akur disebabkan memperebutkan cinta seorang Rojali. "Dian, Dian Lo di mana?" gumam Jali sembari pikirannya terus mencari. Padahal diluar hujan amat deras ditambah suasana terang pun sebentar lagi akan menjadi gelap. Jali menunggu di teras rumah. Sesekali pria bertubuh tinggi itu melihat ponsel, dan menghubungi istrinya akan tetapi masih tidak ada jawaban."Percuma kamu menunggu wanita itu sampai kapanpun sebab dia tidak akan balik lagi kesini," kata Bu Janita yang hendak menemani Jali."Ma, apa Mama tau Dian kemana? Mana mungkin Mama tidak tau seharian ini Dian dirumah bersama Mama?" tanya Jali dengan tatapan kosong itu. "Mama tidak tau apapun Jali!" selalu itu yang terlontar dari jawaban sang Mama.Sebentar lagi adzan magrib akan berkum
Setelah kepulangan Jali dari kantor untuk menggantikan Bu Janita kerja. Lantaran Bu Janita hari ini tidak bisa masuk dikarenakan kepalanya yang terasa pening sebab terlalu memikirkan pernikahan sang anak.Jali melenggang gontai sembari matanya terus melirik ke arah ruangan kamar dan juga semua penjuru ruangan. Disisi lain dia mencari sang istri yang tak terlihat batang hidungnya sama sekali. Hatinya bertanya dimanakah istrinya. Akan tetapi pikirannya langsung menjawab positif bahwa sang istri sedang keluar atau memasak di dapur. Setelah beberapa saat rebahan di kamar, Jali pun merasa terheran. Biasanya kalau Jali baru pulang, jam segini paling istrinya ada di kamar. Akan tetapi kali ini tidak terlihat sama sekali.Dengan rasa penasaran yang memuncak pria berhidung mancung itu melenggang menuju lanttai bawah. Ia mencari di setiap penjuru ruangan dilihatnya secara saksama, namun tak ada sosok sang istri yang terlihat melainkan ada sang Mama yang sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Saya beri kamu 2 pilihan, kamu mau pergi dari rumah ini secara diam-diam tanpa sepengetahuan jali atau kamu mau bercerai dengan anak saya? Sebab saya tidak rela anak saya harus bersanding denganmu."Wanita setengah baya itu memberikan dua pilihan yang membuat nafas Diandra sesak. Awalnya Dian sangat enggan dan menolak untuk membuka mulut lantas pilihan tersebut sangat susah untuk dipilih. Bu Janita melangkah mengelilingi kediaman menantunya yang saat ini masih berdiri, mematung dengan pikiran yang melayang jauh entah kemana. "Cepat bicara?! Kesabaran saya sudah habis, saya benar-benar marah dan benci sama kamu Dian, andai saya tau kalau kamu itu wanita miskin yang memang matre mungkin saya tidak akan pernah mau menjodohkan kamu. Nyatanya saya hanya di bohongi oleh wajah polos yang kamu miliki!"Begitu geram Bu Janita memaksa Dian untuk memilih salah satu pilihan yang membuat Dian tidak sanggup untuk memilih. Dian terdiam mematung dengan deraian air mata yang terus saja berlinang mem
"Tadinya aku menikahi Dian atas di dasari karena paksaan Mama dan juga aku ingin membuat Haris cemburu, tapi nyatanya malah aku yang mulai menyukai Dian Ma, aku mohon jangan biarkan aku berpisah dengannya lagi Ma," ungkap Jali. Akan tetapi Bu Janita sangat kecewa dengan kedua pasangan itu terutama pada sang menantu yang tega membohonginya dan mau dibayar oleh Jali. Seharusnya Dian tidak harus melakukan itu demi sebuah uang."Tapi Mama sudah terlanjur kecewa sama kamu dan istri kamu! Jangan-jangan sekarang juga kamu membohongi Mama lagi kalau kamu mempunyai perasaan pada Dian. Pokoknya Mama tidak mau percaya dengan kamu Jali. Dan Mama tidak suka melihat Dian, terserah kamu, kalau kamu tidak mau pergi dari sini kamu ceraikan istri kamu yang murahan itu! Mama sangat eneg lihatnya. Masih banyak perempuan di luar sana yang lebih istimewa dan mempunyai harga diri," sahut Bu Janita dengan emosi yang meluap. Ia begitu kecewa saat tau bahwa pernikahan sang anak adalah pernikahan bayaran. Bah
"Sayang aku mau ke kamar duluan ya kalau kamu mau disini dulu."Jali melenggang ke lantas 2 menaiki tangga untuk menyimpan tas besar yang saat ini Dian bawa. Kali ini Dian membawa beberapa foto dan juga barang kesayangannya yang sempat ia simpan di rumah Emak.Padahal wanita muda berbulu mata lentik itu masih merasakan betah dirumah masa kecilnya dulu. Akan tetapi Jali memaksanya untuk pulang ikut bersamanya.Aku terpaku di ruangan utama, kaki Dian rasanya pegal sekali walaupun Dian baru saja menaiki mobil saat datang kesini."Berani juga ya kamu datang lagi kesini! Gak tau malah banget! Sudah menjadi pengganggu suami mertuanya, eh malah balik lagi. Kalau aku sih malas banget! Malu banget! Mau ditaruh dimana muka yang cantik ini, Dasar pengganggu suami orang. Eh bukan suami orang lebih tepatnya suami mertua sendiri! Menanti macam apa?!" Ledekan pedas itu sudah sering Dian dengan, dan suara yang meledek Dian pun tak lain adalah wanita yang pernah mewarnai kehidupan suaminya."Eh Rindu
"Jangan sebut istriku murahan Ma. Dian kamu yakin 'kan tidak bermaksud menggoda Haris? Sekarang kamu katakan di hadapan kami semua kalau kamu tidak bersalah," titah Jali sembari memandang sang istri penuh rasa bersalah sebab sebelumnya ia septa tak percaya."Iya, aku sama sekali tak mencintai siapapun terkecuali suamiku sendiri," ungkap Dian.Wanita muda cantik terkejut tatkala sang suami kini mulai mempercayainya, dengan senang hati Dian memeluk Jali di hadapan semua anggota keluarganya membuat Emak Jamilah seketika terharu melihat adegan sepasang sejoli yang tak ingin dipisahkan itu.Dian pun tak menyangka kalau akhirnya dia bisa lagi memeluk tubuh sang suami dengan erat setelah permasalahan yang hampir saja membuat dirinya dan Jali berpisah untuk selamanya.Mak Jamilah tersenyum penuh kebahagiaan yang tiada Tara, ia ikut senang dengan kehadiran Jali yang datang disaat waktu begitu tepat."Sayang pokoknya aku gak mau tau, Jali dan Dian harus bercerai, mereka tidak boleh disatukan, s
Pagi ini langit amatlah mendung ditemani rintikan hujan membasahi genting dan juga halaman semuanya nampak basah. Dian yang kala itu sedang termenung, berharap hadirnya kedatangan seseorang, tapi mungkin semuanya hanya bayangan semata. Mata mungkin suaminya datang kesini."Dian ayo makan," titah Mak Jamilah tatkala sang cucu malah tak bergeming sama sekali. Mak Jamilah pun mengambil tindakan dengan mengambilkan nasi pada piring kosong milik Dian. "Mak, gak usah repot-repot, Dian sedang malas makan, nanti saja makannya ya," sahut Dian sembari menolak sepiring nasi putih yang disodorkan Mak Jamilah."Dian kamu kemana?" seru Mak Jamilah pada sang cucu yang tiba-tiba saja gegas bangkit meninggalkan meja makan.Mak Jamilah pun nampak bingun dengan keadaan semua ini. Dian kembali duduk di ruang utama sembari matanya terus saja memandangi air hujan yang semakin siang semakin deras. Percikan kerinduan mulai terasa, nyatanya jauh dari sang suami membuatnya sangat terpuruk. Padahal baru saj
"Dian, kamu kenapa Nak, kenapa harus menangis? Apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu kesini sendiri? Suamimu mana?" Pertanyaan demi pertanyaan keluar dari mulut nenek tua yang telah keriput dimakan usia. Emak Jamila begitu kaget saat melihat keadaan sang cucu yang telah menangis tersedu-sedu. Mata lentik Dian kini berubah menjadi bengkak disertai warna merah."Mak Dian di fitnah oleh Haris dan bude Meri, mereka menuduh Dian berselingkuh, padahal aku sama sekali tidak melakukan hal keji itu, apalagi saat ini statusku istri orang. Mana berani aku melakukan itu," tak hentinya wanita muda itu menangis.Dian memeluk tubuh sang nenek, walaupun air matanya tak henti terus saja luruh. Dengan perlahan Mak Jamilah mengelus bahu Dian dengan telapak tangan begitu lembut."Kita masuk Nak, bicarakan di dalam saja, tidak enak kalau orang lain melihat kamu sedang menangis begini," sahut Mak Jamilah sembari memapah tubuh Dian yang nampak lemas itu.Mak Jamila membawa cucunya masuk kedalam rumah dan me
"Apa maksud kalian dengan semua ini?!" tiba-tiba saja Bu Janita bersama Jali datang sembari melotot.Bagi Janita hari ini adalah hari yang terburuk, rasanya seperti si sambar gledek disiang bolong. Menantu kesayangannya berselingkuh dengan suami muda yang amat dicintainya.Janita memperlihatkan sebuah gambar, yang memang mambuat Dian dan Haris tentu saja terlonjak kaget, gambar yang di perlihatkan Janita, yakni gambar saat Haris mencium Diandra tadi.Mata Dian melirik bergantian pada kediaman bude Meri, wanita berparas cantik itu yakin bahwa Foto itu pemberian dari bude Meri, pantas saja ia merasa bahwa ada sinar Blige ponsel pada saat Haris hampir saja menodainya."Ma, tadi Haris mau melukai aku makannya dia menciumi secara paksa, tadi aku sudah coba melawan akan tetapi tanganku tak bisa melawan dan memberontak," ungkapku tergopoh menjelaskan pada sang mertua.Akan tetapi sepertinya Bu Janita tak percaya sama sekali sebab ia membaca pesan dari bude Meri bahwa Diandra menggoda Haris -