Rindu yang menyaksikan serta mendengar ancaman Ibu dari Bu Janita begitu terlonjak kaget. Ia meneguk air liurnya secara susah payah."Yakin kamu mau hidup dimulai dari nol lagi, dengan menjalani hidup tanpa uang dan mobil juga fasilitas lainnya?" Rindu begitu tercengang tatkala melihat pria yang masih terpaku di hadapannya."Iya Rindu, semua ini aku lakukan demi hanya untuk selalu bisa hidup bersamamu. Aku janji aku akan membantu agar kamu bercerai dengan suamimu yang tidak romantis itu, dia juga jelek dan tua lebih baik aku," celoteh Jali mengunggulkan dirinya sendiri.Tiba-tiba benda pipih yang berada di dalam tas yang dibawa Rindu berdering. Rindu merogoh benda pipih itu dan sekelebat melihat siapa yang menghubunginya, yang ternyata adalah suaminya."Siapa yang menghubungimu itu?" tanya Jali terheran tatkala melihat reaksi wajah Rindu yang berubah gelisah."Mas Anto, mungkin aku harus pulang sekarang Mas, aku takut nanti dia tau kalau aku sedang bersamamu. Maaf malam ini aku tidak
"Emak gak usah jodohin Dian sama Rojali lagi, sekarang Dian udah punya pacar Mak, kaya lagi. Pokoknya emak pasti suka sama pacar yang satu ini? Udah ganteng, matanya sipit, hidungnya juga mancung. Emak akan terkesima jika melihat wajahnya secara langsung, pokoknya mantu idaman banget Mak," Suaraku begitu lantang, sambil memberikan senyuman pada Emak tatkala mengutarakan isi hati ini.Ku lihat emak yang kala itu sedang memotong kangkung untuk dioseng nampak mencibirkan bibirnya."Siape pacar Lo? Palingan si Udin tukang sosis bakar itu, dia duda anak dua Dian. Emang Lo mau ngurusin anaknya yang masih bayi itu, kalau emak mah ogah bingit. Malas semalas-malasnya," dengus Emak sambil mendelikan mata.Aku segera menghampiri emak sambil mendongakkan tubuh, "Ih apaan sih Emak, kok malah jadi sama Mang Udin sih. Ogah banget, Udin memang ganteng tapi aku tidak tertarik sama sekali. Pokoknya bukan Udin,"gerutuku sambil mencebirkan bibir."Lalu siapa kalau bukan si Udin … Apa jangan-jangan Subarj
[Aku tunggu di tempat biasa.] pesan tersebut dari Haris.Pria itu pasti saat ini sedang menunggu, sedangkan aku bingung mau pilih baju yang mana? Semua bajuku rata-rata hanya kemeja dan kaos oblong dan celana jeans yang sobek. Setalah aku mencari kesana kemari aku bingung harus pakai baju yang mana.Sejenak aku duduk sambil mengetik pesan untuk membalas pesan dari Haris.[Iya sayang tunggu saja disitu, sebentar lagi aku kesana,] balasku secepat mungkin.Dari pada kelamaan nunggu, yasudahlah aku bangkit dan pasrah untuk memilih baju yang biasa aku pakai. Jujur saja 3 tahun sudah setelah kematian suamiku, aku sudah tidak pernah membeli baju, merubah fashion dan juga kecantikan. Aku malas sekali kalau harus membeli itu atau memakai itu semua.Kalau memang Haris cinta, seharusnya dia menerima aku apa adanya dan menghargai semua yang aku pakai juga yang ku miliki.Setengah jam berlalu akhirnya aku telah usai memakai kemeja yang menurutku bagus dan juga celana jeans sobek di lutut seperti bi
"Kalau gak salah itukan mobil Mama, kata Mama kemarin lagi di service. Tapi kok sekarang sudah ada disini," gumam Rojali ketika hendak lewat, tak sengaja melihat mobil sang Mama sudah terparkir di depan butik mewah.Jali celingukan mencari Mamanya. Kalau saja benar di dalam mobil itu adalah sang Mama maka Jali akan bersembunyi sambil mengintai.Tak lama kemudian seorang pria turun di mobil mewah tersebut, membuat mata Jali membeliak seketika."Bukannya itu pacar Mama, lelaki si benalu itu ngapain disini?! Jangan-jangan bersama Mama lagi?" gumam Jali dari kejauhan memperhatikan kediaman Haris yang sedang duduk santai di depan mobil mewah milik Mama Jali.Ada rasa kesal yang menyeruak dalam benar Jali tatkala melihat kesal kediaman Haris yang duduk santai sedang menunggu seseorang."Mumpung Mama tidak ada, mungkin satu tonjokan untuk benalu itu boleh juga," ucap Jali sambil menghampiri kediaman Haris.Jali begitu kesal dengan sikap pria yang umurnya tidak jauh dari Rojali, firasatnya be
"Kamu pesen apa?" tanyaku ketika Haris masih sibuk dengan ponsel yang saat ini di genggamannya, yang entah sedang apa."Apa aja yang kamu pesen, aku mau. Intinya samakan saja, dan gak usah nanya lagi," sahut Haris begitu jutek, mata amat Pokja pada layar ponsel di sertai jarinya yang begitu lincah bergoyang menyentuh layar."Ya sudah deh kalau terserah aku, berarti kamu ngikut ya." Akhirnya aku memesan makanan yang aku suka, perut ini telah berbunyi-bunyi juga, sudah tidak tahan ingin segera di isi dengan beberapa makanan enak."Sayang mau aku suapin?" tanyaku pada Haris, "Aaaaa," Tanganku mulai mengulur pada mulut Haris.Ketika Haris membuka mulut, sendok yang ku ulurkan itu, ku tarik kembali. Niat hati hanya ingin bercanda agar Haris tidak terlalu jutek padaku.Brak!Namun, bukannya Haris tertawa dengan canda yang ku lakukan, tapi bahkan pria itu terlihat emosi sampai tangannya menggebrak meja, hingga semau mata pengunjung berpusat pada meja yang aku dan Haris tempati."Kamu jangan
Haris tergesa keluar, berlalu mengendarai mobilnya itu, ia lupa dengan janjinya bahwa akan mengantarkan aku sampai depan rumah dan nanti akan bertemu juga dengan Emak.Kalau seandainya nanti Emak tanya kemana pacarku? Lalu aku harus bilang apa? … Masa iya ku bilang telah pergi meninggalkanku duluan. Lelaki macam apa seperti itu yang meninggalkan wanitanya di tempat.Untung bayar makanan sudah tadi lebih dulu jadi sekarang aku bisa terbebas.Mungkin sekarang lebih baik aku pulang, waktu juga sudah memasuki malam. Padahal Emak berpesan beberapa kali agar aku cepat pulang sebelum magrib.Kalau begini keadaannya, mau gimana lagi, sekarang telah terlanjur hancur. Kalaupun di marahin Emak hanya bisa pasrah.Ku langkahkan kaki yang terasa lemas ini keluar dari restoran yang amat mewah dan amal. Wajahku begitu muram dengan kekecewaan yang melanda di hari ini. Tadinya aku berharap hari ini akan menjadi hari yang tidak akan pernah bisa ku lupakan dengan kebahagian, namun nyatanya adalah hari yan
"Mak aku pulang," sahutku, ketika aku telah sampai di ambang pintu."Diandra kamu jam segini baru pulang! Emak 'kan sudah bilang kalau kamu harus pulang sebelum magrib. Tapi ini, kamu pulang malah sesudah magrib," gerutu Mak Jamilah menyambutku sambil berkacak pinggang.Ini pasti akan terjadi sebab aku sudah telah dengan yang dijanjikan ya, kalau aku harus pulang sebelum magrib."Terus mana pacar kamu itu?" tanya Mak Jamilah sambil celingukan.Ternyata yang dilihat sesuai harapan Emak, pria yang berada di belakangku adalah Jali. "Loh kok ini Nak Jali sih," siapanya ramah, "Kenapa gak bilang dari tadi kalau kamu sama Jali. Jadi Emak gak usah berdebat dulu," ketusnya padaku."Mari Nak Jali masuk, Emak sudah menyiapkan makanan yang enak-enak buat Nak Jali," papar Emak."Emak ngajak cuma Jali doang, terus aku tidak diajak gitu?!" "Kamu gak usah diem saja disitu!" "Ih Emak apaan sih, pilih kasih banget." ketusku sambil berlalu pada meja makan.Melihat makanan yang sudah Emak masak rasan
"Pak bolehkah saya ikut kerja disini?" tanya Jali tatkala ia menghampiri pria yang saat ini sedang memakai helm Oren dan rompi serba Oren yang membalut tubuhnya.Sepertinya bapak-bapak tersebut adalah mandor bangunan."Mau kerja?!" Dilihatnya penampilan Jali dengan saksama dari ujung kaki sampai ujung rambut."Yakin kamu bisa kerja?" tanyanya sambil telapak tangan memegang dagu, nampaknya pak mandor itu tak percaya kalau pria yang memintanya untuk kerja bisa bekerja kuli bangunan."Saya serba-serbi bisa kok Pak, jangankan kuli bangunan, dagang gorengan juga saya bisa kok."Benarkah? Mumpung saya sedang baik dan sedang membutuhkan orang untuk kenek jadi silahkan kamu bisa langsung kerja," ungkap Pak Mandor sambil berlalu pergi karena ada panggilan mendadak.Jali Pun menghembuskan nafas lega, akhirnya ia diterima juga kerja, walaupun hanya sebagai kuli bangunan. Jadi dia urungkan lagi niatnya untuk kembali pulang ke rumah mewahnya itu."Hey kamu, sini," seru bapak-bapak sambil melambaik