Bagian 14
Pov: Mila
Melihat Radit di kamar yang tengah tertidur. Membuat dadaku sesak menahan isakkan tangis agar tak bersuara. Kutatap lekat-lekat wajahnya yang polos. Radit sama sekali tidak tahu bahwa sebentar lagi, Ayah dan Bundanya akan berpisah. Aku benar-benar tak bisa membayangkan jika suatu saat nanti Radit tahu yang sebenarnya. Hati dan jiwanya pasti akan sangat terpukul.
"Maafkan Bunda, ya, Nak! Maafkan Bunda yang tidak bisa menjaga utuh pernikahan Bunda. Maafkan Bunda yang egois dengan hanya memikirkan hati dan perasaan Bunda saja. Tapi tidak memikirkan perasaanmu. Bunda janji, semua akan Bunda tebus dengan kebahagiaan kamu kelak. Kebahagiaanmu setelah ini."
Kukecup kening dan pipinya. Kemudian kutinggalkan Radit. Aku tidak mau kehadiranku membuatnya terbangun.
Begitu sampai di kamar, kusegerakan diriku untuk mandi. Meski masih siang, aku ingin sekali mendinginkan hati dan kepala ini dengan guyuran air. Membasuh wajah lelahku agar terli
Bagian 15Pov: JonasKata-katanya kudengar seperti batu besar yang menikam hati ini hingga begitu keras kurasakan.Patah hati karena ditolak mentah-mentah oleh Mila, membuatku kehilangan arah. Aku sangat berharap jawabannya akan melambungkan hati ini. Menggempur jiwa yang sebelumnya telah rapuh. Baru kali ini seorang wanita menolak cintaku. Menolak keinginanku.Mila sangat berbeda dengan wanita kebanyakan. Bukan hanya wajah cantiknya yang dapat mengalihkan hatiku dari dunia di sekelilingku. Sikap tegas, juga kepribadiannya yang sulit ditebak dan dijamah, membuatku ingin cepat-cepat merengkuh hatinya.Aku tidak akan menyerah. Penolakan ini merupakan acuanku untuk tetap terus mencari celah agar bisa masuk ke bagian dari kehidupannya.Bodoh sekali aku! Jelas-jelas aku tahu, tipe seperti Mila, bukan tipe wanita yang mudah jatuh kepelukan laki-laki. Apalagi dia masih berstatus istri orang! Akkhhh! Pasti dia mengira aku memang sudah benar-benar gi
Bagian 16 Pov: Mila "Aku tidak rela, Mil! Aku tidak rela kita pisah! Akan kubuat kamu menjanda seumur hidupmu! Kamu tidak akan pernah bisa bahagia. Tanpa aku!" teriak Mas Ben tidak terima. "Semua sudah keputusan pengadilan. Satu hal yang harus kamu tahu, Mas. Aku justru akan lebih bahagia setelah ini. Karena Allah, akan selalu memberikan jalan yang baik untuk orang-orang yang baik dan terdzalimi!" kataku yang kemudian tersenyum di hadapannya dan kemudian berlalu meninggalkannya. Setelah sidang perceraian selesai, dan Mas Ben juga mengajukan banding, hasil keputusan persidangan adalah aku dan Mas Ben resmi bercerai. Rasanya hati benar-benar plong. Sudah tidak ada lagi batu besar yang mengganjal hingga membuatku sesak. Hari ini, aku resmi menyandang status janda. Akan kubuka lembaran baru. Lembaran kehidupan yang masih putih, tanpa goresan. Entah apa yang akan membuat lembaran itu berwarna kembali. Dengan goresan-goresan pena kehidupan yang akan
Bagian 17Pov: FikaKudengar Mas Ben tengah mengobrol dengan Ibu mertuaku melalui ponsel. Wajah Mas Ben terlihat begitu senang. Obrolan yang kudengar serius diselingi sedikit candaan dari Mas Ben, membuatku penasaran.Ketika Mas Ben selesai mengobrol dan mematikan ponselnya. Aku menghampirinya."Mas ... sepertinya seru sekali obrolannya? Ada apa?" kataku yang langsung ikut duduk saat Mas Ben kembali duduk."Rumah makan Ibu yang di Bandung 'kan tidak ada yang mengurusi. Omzetnya juga menurun belakangan ini. Memang rencananya sih, pembukaan cabang baru rumah makan Ibu yang kemarin sebagai ganti rumah makan yang di Bandung ini. Karena mau dijual. Tapi baru sekarang terjualnya," kata Mas Ben yang kemudian kembali menatap layar ponselnya.Seperti angin segar saat mendengar Mas Ben bercerita. Kalau rumah makan itu sudah terjual, berarti Ibu mertuaku sedang memegang uang banyak. Rumah makan Ibu mertuaku semuanya besar. Bisa dipastikan berapa uang y
Bagian 1 Pov: Ben [Dek, sudah kutransfer ke rekeningmu, ya! Jatah bulanan untukmu, untuk tabungan, juga ibuku!] Kukirim pesan singkat dengan foto bukti transfer bernominal 8 juta melalui aplikasi berwarna hijau pada Mila, wanita yang sudah lima tahun menjadi istriku. Ia sebatang kara, anak tunggal, dan yatim piatu. Ayah dan ibunya sudah meninggal sejak ia masih gadis. Aku bekerja sebagai ahli teknik pada perusahaan pertambangan. Kerjaku berpindah tempat. Mengikuti lokasi proyek yang akan dikerjakan. Sewaktu belum memiliki anak, Mila selalu ikut kemana aku di tempatkan. Tapi sejak ia mengandung dan kami sudah memiliki anak, aku melarangnya untuk ikut bertugas denganku. Sebelum menikah, aku sudah memiliki rumah hunian yang cukup nyaman dan mewah untuk di tempati. Semua karena kerja kerasku sewaktu masih bujangan, yang jauh dari kehidupan anak muda yang hanya bisa berfoya-foya. Gajiku sebagai ahli teknik pertambangan sangat cukup untuk ke
Bagian 2Pov: MilaPesan masuk dari Mas Ben membuat mataku mengernyit. Ternyata benar apa yang dikatakan Fahri, teman sepekerjaan Mas Ben, mantan kekasih Fika, yang sekarang sudah tak bekerja lagi karena kasus penggelapan dana perusahaan. Fahri berbuat demikian karena cinta butanya dengan Fika. Ia rela berbuat apa saja, sampai harus menggelapkan dana perusahaan hanya untuk memanjakan Fika dengan harta, wanita yang berhasil menggoda Mas Ben hingga mau dijadikan istri keduanya.Dua tahun yang lalu, saat aku merayu Mas Ben untuk membalik nama tabungan dan rumah yang masih tertulis atas namanya menjadi atas namaku dengan keterangan sebagai hadiah atau hibah yang ia berikan untukku, istrinya. Dengan perjanjian, semua aset atas namaku merupakan hak untukku dan tidak termasuk sebagai harta bersama. Perjanjian tersebut ditandantangani oleh aku dan Mas Ben di hadapan notaris.---"Mas, temanku ditinggal menikah lagi dengan suaminya," ucapku saat menemaninya
Bagian 3Pov: FikaMalam ini, aku sangat bahagia. Mas Ben begitu hangat menyambutku dengan cintanya. Matanya yang menatapku penuh hasrat, membuatku semakin ingin terus memilikinya. Semakin ingin menjadi satu-satunya miliknya. Namun, saat raga ini sudah pasrah menerima cintanya, Mas Ben secara tiba-tiba tak meneruskannya. Ponsel miliknya yang berdering, membuatnya beralih dariku.Hanya karena suara ponsel berdering, Mas Ben rela melewatkan bibirku yang sudah basah oleh cintanya. Wajahnya kulihat gusar. Ada garis ketakutan yang tersirat setelah menatap lekat layar ponselnya."Siapa, Mas? Mila?" kataku yang langsung mendekatinyaHening. Tak ada jawaban."Mas?" tanyaku lagi ketika Mas Ben tak menjawab kata-kataku.Mas Ben menarik nafas panjang, yang kemudian kudengar helaan nafas beratnya ia hentakkan melalui mulut. Melihat sikapnya seperti ini, aku semakin cemas. Rasanya seperti ada yang mengganjal di hati Mas Ben hingga wajah yang tadin
Bagian 4Pov: MilaWajah Radit yang kulihat tersenyum tipis meski tengah tertidur pulas, membuatku ikut tersenyum memandangnya. Dia 'lah penyemangatku, teman hidupku, ketika Mas Ben pergi untuk bekerja. Bukan waktu yang singkat Mas Ben pergi meninggalkan kami berdua karena pekerjaannya. Butuh waktu berbulan-bulan untuk aku dan Radit menahan rindu yang setiap waktu menjelma menjadi rasa cemas.Ya. Kecemasan kalau rindu ini tak akan terbalas. Apa yang kutakutkan, malam ini menjadi nyata. Rindu untuknya kurasa semu. Aku memang merindukannya, berharap ia pulang, kembali dengan wajah tersenyum, menjemput rindu yang sudah cukup lama bersemayam dalam hati. Namun harapan itu sirna. Bersamaan dengan perihnya luka yang telah merobek rindu ini."Bunda ...."Radit yang terbangun dan kemudian melihatku di hadapannya, langsung memanggilku."Iya, sayang? Kamu kenapa bangun? Haus? Mau minum? Biar bunda ambilkan, ya!"Radit mejawab dengan anggukan. Se
Bagian 5Pov: BenPrag!Kubanting ponselku ketika Mila mengakhiri panggilan dariku begitu saja. Tanpa sedikitpun memberi kesempatanku untuk terus bicara, berusaha meyakinkannya, agar semua baik-baik saja. Aku benar-benar merasa kehilangan sosok Mila yang selalu bersikap lembut denganku."Dia pikir, dia siapa? Aku mengemis cinta padanya? Kalau saja aku tak semudah itu memberikan semua padanya, yang ada dia yang akan mengemis dan berlutut agar tetap bersamaku. Bahkan dimadu pun kurasa dia akan diam saja!"Aku marah. Hatiku menggebu ketika Mila dengan sombong menolak itikad baikku untuk bicara dengan kepala dingin, memperbaiki semua. Dia menolak maafku. Menolak semua permohonanku walau aku sudah merendahkan harga diriku sendiri."Lihat saja, Mil! Aku akan bertahan dengan Fika! Aku akan membuatmu menyesal merelakanku bersama Fika! Akan kubuat kamu yang mengemis memintaku untuk kembali!"Brak!Aku keluar kamar. Pintunya kututup deng