Bagian 10
Pov: Jonas
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Sudah beberapa hari ini aku sering tersenyum hanya karena menatap ponsel. Perasaan yang menurutku gila ini tak henti menggangguku. Semakin aku tepis, semakin nyata wajahnya bergelayut manja.
"Masuk ...."
Pintu pun terbuka.
"Permisi, Pak!"
Sintia, kepala bagian HRD datang dengan membawa amplop coklat di tangannya. Aku baru ingat, hari ini jadwalku untuk meng-interview calon sekretaris baru yang sebelumnya sudah lolos interview tahap awal melalui HRD.
Sudah satu bulan aku bekerja tanpa sekretaris. Membuat pekerjaanku semua terbengkalai. Sekretaris lama yang juga merupakan kekasihku, kupecat tanpa kehormatan. Dia, Wilona. Menggelapkan dana perusahaan dan tertangkap mempunyai hubungan khusus dengan salah satu karyawan di kantor ini.
Aku marah, kecewa, dan sakit hati. Ingin rasanya kulaporkan perbuatannya pada pihak yang berwajib. Tapi hubungan bisnis orangtuaku dengan
Bagian 11Pov: MilaAku dan Radit sedang makan siang. Seperti biasa, Radit disuapi Mbak Siti. Makannya sangat lahap. Sebelumnya, Radit tidak mau makan sama sekali. Tapi begitu kurayu, bahwa Mas Ben akan pulang setelah makan siang. Dengan semangat Radit langsung meminta makan.Sementara aku, hanya kuputar-putar saja sendok dan garpu yang kupegang. Pikiranku melayang ke Jonas. Direktur Utama perusahaan tempat Mas Ben bekerja. Aku masih bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang Jonas yang ketus dan menyebalkan menawarkanku pekerjaan sebagai sekretarisnya. Dan untuk apa juga dia mengundangku secara langsung ke acara yang sangat penting di kantornya. Pikiranku berkecamuk, masih bertanya-tanya apa yang ada dalam pikirannya hingga ia bersikap seperti itu.Apa mungkin dia cuma ingin mengerjaiku?Begitu aku jawab, "Iya, aku mau jadi sekretarismu."Dia pasti akan langsung menertawakanku dan berkata, "Hey! Di rumahmu apa tidak punya kaca? Itu hanya lel
Bagian 12Pov: JonasAcara serah terima jabatan untuk karyawan berkompeten yang terpilih di perusahaan yang aku pimpin, akan dimulai sebentar lagi. Tapi aku masih sibuk memilih kemeja, dasi, dan jas mana yang akan kupakai. Bahkan jam tangan dan sepatu pun aku bingung mesti pakai yang mana.Mila pasti datang dengan gaun dan sepatu yang cantik, juga riasan wajah yang akan membuat mata siapa saja memandang pasti terpesona dengannya.Aku tahu kalau dia wanita yang sangat memperhatikan penampilannya. Terlihat kemarin sewaktu dia datang ke kantor. Walau keperluannya hanya mengajukan laporan, Mila begitu menawan. Dia sampai bisa menarik perhatianku. Tak kentara kalau dia seorang wanita yang sudah bersuami dan memiliki anak balita.Selain menawan dan berpenampilan menarik, Mila wanita yang kuat dan tegas. Terbukti ketika dia berbicara denganku. Padahal dia tahu, aku atasan suaminya, direktur dari perusahaan tempat suaminya bekerja. Tapi sikapnya masih saja
Bagian 13Pov: MilaAku tak menyangka, Jonas akan mempermalukan Mas Ben di acara yang sangat penting seperti ini. Bagaimana kalau sampai Mas Ben berpikir macam-macam tentang aku dan Jonas. Rasa takutku bergelayut dalam dada. Aku tak mau sampai semua hal buruk yang kubayangkan terjadi.Mas Ben menatapku dengan marah yang begitu mendalam, membuat dadaku sesak hingga sulit sekali bernafas. Kemudian kulihat Mas Ben turun dari podium dengan tergesa menghampiriku. Ditariknya tanganku dengan kasar hingga aku berdiri menghadapnya."Wanita s*alan! Pantas saja kamu punya foto-foto pernikahan aku dengan Fika. Rupanya kamu ada main dengan atasanku! Foto-foto itu kamu dapatkan dari dia 'kan? Hanya demi memata-mataiku, kamu rela bermain gila dengan atasanku! Sejak kapan kamu ada main dengannya?" ucap Mas Ben berapi dengan jari menunjuk ke wajahku.Tubuhku gemetar. Hatiku sakit saat Mas Ben menuduhku yang buruk. Ketakutanku akan Mas Ben yang berpikir macam-macam
Bagian 14Pov: MilaMelihat Radit di kamar yang tengah tertidur. Membuat dadaku sesak menahan isakkan tangis agar tak bersuara. Kutatap lekat-lekat wajahnya yang polos. Radit sama sekali tidak tahu bahwa sebentar lagi, Ayah dan Bundanya akan berpisah. Aku benar-benar tak bisa membayangkan jika suatu saat nanti Radit tahu yang sebenarnya. Hati dan jiwanya pasti akan sangat terpukul."Maafkan Bunda, ya, Nak! Maafkan Bunda yang tidak bisa menjaga utuh pernikahan Bunda. Maafkan Bunda yang egois dengan hanya memikirkan hati dan perasaan Bunda saja. Tapi tidak memikirkan perasaanmu. Bunda janji, semua akan Bunda tebus dengan kebahagiaan kamu kelak. Kebahagiaanmu setelah ini."Kukecup kening dan pipinya. Kemudian kutinggalkan Radit. Aku tidak mau kehadiranku membuatnya terbangun.Begitu sampai di kamar, kusegerakan diriku untuk mandi. Meski masih siang, aku ingin sekali mendinginkan hati dan kepala ini dengan guyuran air. Membasuh wajah lelahku agar terli
Bagian 15Pov: JonasKata-katanya kudengar seperti batu besar yang menikam hati ini hingga begitu keras kurasakan.Patah hati karena ditolak mentah-mentah oleh Mila, membuatku kehilangan arah. Aku sangat berharap jawabannya akan melambungkan hati ini. Menggempur jiwa yang sebelumnya telah rapuh. Baru kali ini seorang wanita menolak cintaku. Menolak keinginanku.Mila sangat berbeda dengan wanita kebanyakan. Bukan hanya wajah cantiknya yang dapat mengalihkan hatiku dari dunia di sekelilingku. Sikap tegas, juga kepribadiannya yang sulit ditebak dan dijamah, membuatku ingin cepat-cepat merengkuh hatinya.Aku tidak akan menyerah. Penolakan ini merupakan acuanku untuk tetap terus mencari celah agar bisa masuk ke bagian dari kehidupannya.Bodoh sekali aku! Jelas-jelas aku tahu, tipe seperti Mila, bukan tipe wanita yang mudah jatuh kepelukan laki-laki. Apalagi dia masih berstatus istri orang! Akkhhh! Pasti dia mengira aku memang sudah benar-benar gi
Bagian 16 Pov: Mila "Aku tidak rela, Mil! Aku tidak rela kita pisah! Akan kubuat kamu menjanda seumur hidupmu! Kamu tidak akan pernah bisa bahagia. Tanpa aku!" teriak Mas Ben tidak terima. "Semua sudah keputusan pengadilan. Satu hal yang harus kamu tahu, Mas. Aku justru akan lebih bahagia setelah ini. Karena Allah, akan selalu memberikan jalan yang baik untuk orang-orang yang baik dan terdzalimi!" kataku yang kemudian tersenyum di hadapannya dan kemudian berlalu meninggalkannya. Setelah sidang perceraian selesai, dan Mas Ben juga mengajukan banding, hasil keputusan persidangan adalah aku dan Mas Ben resmi bercerai. Rasanya hati benar-benar plong. Sudah tidak ada lagi batu besar yang mengganjal hingga membuatku sesak. Hari ini, aku resmi menyandang status janda. Akan kubuka lembaran baru. Lembaran kehidupan yang masih putih, tanpa goresan. Entah apa yang akan membuat lembaran itu berwarna kembali. Dengan goresan-goresan pena kehidupan yang akan
Bagian 17Pov: FikaKudengar Mas Ben tengah mengobrol dengan Ibu mertuaku melalui ponsel. Wajah Mas Ben terlihat begitu senang. Obrolan yang kudengar serius diselingi sedikit candaan dari Mas Ben, membuatku penasaran.Ketika Mas Ben selesai mengobrol dan mematikan ponselnya. Aku menghampirinya."Mas ... sepertinya seru sekali obrolannya? Ada apa?" kataku yang langsung ikut duduk saat Mas Ben kembali duduk."Rumah makan Ibu yang di Bandung 'kan tidak ada yang mengurusi. Omzetnya juga menurun belakangan ini. Memang rencananya sih, pembukaan cabang baru rumah makan Ibu yang kemarin sebagai ganti rumah makan yang di Bandung ini. Karena mau dijual. Tapi baru sekarang terjualnya," kata Mas Ben yang kemudian kembali menatap layar ponselnya.Seperti angin segar saat mendengar Mas Ben bercerita. Kalau rumah makan itu sudah terjual, berarti Ibu mertuaku sedang memegang uang banyak. Rumah makan Ibu mertuaku semuanya besar. Bisa dipastikan berapa uang y
Bagian 1 Pov: Ben [Dek, sudah kutransfer ke rekeningmu, ya! Jatah bulanan untukmu, untuk tabungan, juga ibuku!] Kukirim pesan singkat dengan foto bukti transfer bernominal 8 juta melalui aplikasi berwarna hijau pada Mila, wanita yang sudah lima tahun menjadi istriku. Ia sebatang kara, anak tunggal, dan yatim piatu. Ayah dan ibunya sudah meninggal sejak ia masih gadis. Aku bekerja sebagai ahli teknik pada perusahaan pertambangan. Kerjaku berpindah tempat. Mengikuti lokasi proyek yang akan dikerjakan. Sewaktu belum memiliki anak, Mila selalu ikut kemana aku di tempatkan. Tapi sejak ia mengandung dan kami sudah memiliki anak, aku melarangnya untuk ikut bertugas denganku. Sebelum menikah, aku sudah memiliki rumah hunian yang cukup nyaman dan mewah untuk di tempati. Semua karena kerja kerasku sewaktu masih bujangan, yang jauh dari kehidupan anak muda yang hanya bisa berfoya-foya. Gajiku sebagai ahli teknik pertambangan sangat cukup untuk ke