"Ini membuat ku begitu bahagia." Suara Helena terdengar memecah keadaan, membuyarkan pemikiran ku yang terbang entah kemana.
"Akhirnya kamu bisa bebas juga, kita bisa menikah. Syukurlah gadis itu tahu diri dengan posisi nya." Kembali suara Kanina terdengar, seperti biasa suara berisik dan manja nya terdengar dibalik telinga ku. Bergelayut manja di lengan ku sambil sesekali menyandarkan kepalanya manja dan minta aku elus dengan kasih sayang. Sejujurnya aku lelah, berkutat pada pekerjaan seharian kadang membuat leleh, jenuh, bosan dan capek. Aku butuh sedikit ketenangan dan istirahat untuk melenyapkan seluruh rasa lelah yang ada, tapi sepertinya tidak sore ini. Sejak pagi Helena terus merengek manja, minta di antarkan ke sebuah galeri pakaian ternama. Dia bilang dia butuh sebuah gaun untuk acara besok, ulang tahun perusahaan agensi dimana dia bernaung. Meskipun aku menawarkan sopir untuk mengantar nya dia berkata dia ingin aku langsung menemani nya dan memilihkan gaun paling tepat untuk nya. "Aku butuh kamu sayang, kenapa harus sopir yang mengantar ku? Itu bentuk perhatian dan kasih sayang, kalau memang sayang sama aku, kamu harus nya tidak menolak mengantar ku." Celotehan panjang Helena terdengar pagi ini, wajah nya terlihat cemberut tapi masih berusaha merayu sambil mengingatkan. Meskipun awalnya agak berat, pada akhirnya aku setuju dan mengikuti kemauan nya. Aku buta dengan cinta, tidak lagi ingat bagaimana rasanya saling mengerti keadaan antara satu dengan yang lainnya. Bagi ku memberikan perhatian penuh pada Helena segala-galanya, memahami keinginan nya harus jadi prioritas utama meskipun kadang Helena tidak membalas apa yang aku lakukan. Setelah selesai menemani nya akhirnya disinilah kami berada, di sebuah kafe mewah yang menjadi pilihan Helena untuk menikmati makan malam kami hari ini. Sejujurnya agak tidak nyaman, aku yang belum pulang sama sekali dari kantor dan belum membersihkan diri harus masuk ketempat seperti ini. Pakaian kerja yang digunakan sejak pagi dimana sebenarnya tubuh mulai gerah dengan keadaan harus aku tahan demi seorang perempuan yang aku cintai. "Aku rasa kamu harus mengurus surat perceraian nya dengan segera Will, hati-hati bisa jadi dia bakal minta harta gono-gini." Helena kembali bicara, mengingatkan ku bisa jadi Kanina akan meminta harta gono-gini saat perceraian kami. "Jangan khawatir, dia tidak membahas soal itu dan bilang tidak membutuhkan nya." Aku menjawab ucapan Helena, memberitahukan dia jika Kanina sama sekali tidak menginginkan harta gono-gini dari ku. "Ah jangan percaya, jaman sekarang mana ada perempuan yang tidak sibuk soal harta gono-gini, Will." Helena mencibir, kembali mengingatkan ku mana mungkin Kanina tidak membutuhkan nya. Alih-alih menjawab aku lebih suka menyeruput kopi ku, rasa lelah semakin menghantam, aku pikir harus segera pulang. "Makanlah, ini sudah cukup malam." Akhirnya aku berusaha mengalihkan pembicaraan. "Buru-buru sekali sih?" Sepertinya Helena tidak suka mendengar ucapan ku, raut wajahnya tiba-tiba saja berubah. "Aku lelah, Jangan berpikiran macam-macam." Sepertinya aku tahu dia masih cemburu pada Kanina, padahal jelas-jelas aku begitu mencintai dirinya dan sama sekali tidak pernah memperhatikan Kanina. "Baiklah, ah iya coba lihat ini dulu." Dan Helena buru-buru menggeser handphone nya, meletakkan nya kehadapan ku dan dia menunjukkan sesuatu pada ku. "Ini edisi limited edition, bukankah tas nya cantik?" Dan aku pikir seperti biasa jika Helena sudah berkata begitu, dia pasti ingin aku membelikan dia sesuatu yang dia mau. "Ini tidak mahal, hanya 90juta kok, boleh kan?" Dan dengan tatapan penuh harap juga kerlingan manja nya, Helena berharap aku tidak menolak keinginan nya. "Sayang?" "Bukankah minggu kemarin sudah membeli model lainnya?" Aku mengernyit kan kening. "Yang ini beda, aku malu jika menggunakan tas itu-itu saja." Rengut Helena. Aku yang lelah akhirnya hanya bisa menganggukkan kepala sambil berusaha memijat-mijat pelipis kiri dan kanan ku secara perlahan. "Akhhh terimakasih sayang." Dan seperti biasa saat keinginan nya dipenuhi, Helena akan bersikap ceria luar biasa, memeluk ku dengan perasaan bahagia karena apapun keinginan nya selalu sulit untuk aku tolak. Aku diam, entahlah rasanya berinteraksi dengan Helena hari ini membuat ku lelah tanpa sebab. **** Aku menatap kearah depan untuk waktu yang cukup lama, mengurungkan niat untuk turun dari mobil ku sejak beberapa waktu yang lalu. Malam ini suasana halaman rumah terlihat tidak seperti biasanya, terlalu gelap gulita seolah-olah tanpa penghuni didalam sana. Padahal biasanya halaman depan rumah terlihat terang benderang, lampu kelap-kelip selalu menyilaukan halaman. Kadang aku muak melihat nya, terlihat seperti rumah orang kampung yang tidak pantas berada di tengah kota. Kanina terlalu ribet dengan urusan rumah, dia menempatkan berbagai macam hal yang seharusnya tidak dia tempatkan dan kadang itu membuat ku muak. Ada berbagai macam perabotan rumah, bunga-bunga segar menghiasi taman, lampu warna-warni yang menyilaukan mata. Belum lagi selalu ada suara berisik berbagai macam kajian dan ceramah atau bahkan Kanina yang mendendangkan suara mengaji nya yang memecah keadaan setiap aku di rumah. Kebiasaan dia memutar ceramah atau mengaji kadang membuat telinga ku terasa pekak, aku benar-benar tidak menyukainya meskipun suaranya ku akui begitu indah. Bagi ku ketimbang mendengar suara ceramah atau suara mengaji Kanina, aku lebih suka mendengar Helena menyenandungkan lagu di balik telinga ku saat kami bersama. Pada akhirnya aku turun dengan cepat dari mobil, tidak tahu kenapa aku yang tidak peduli pada Kanina tiba-tiba berpikir apakah dia baik-baik saja. 2 tahun lebih menikah ini pertama kali nya lampu depan tidak dinyalakan semua. Terasa sedikit aneh memang. "Kemana dia?" terbesit tanya didalam hati ku tentang keberadaan Kanina. Aku mulai mencoba melangkahkan kaki untuk masuk kedalam rumah, tapi nyatanya baru 2 langkah kaki melangkah suara seseorang mengejutkan diriku. "Nak William." Suara seseorang memecah keadaan, membuat aku menghentikan langkah kaki. Buru-buru membalikkan tubuh, melihat siapa yang memanggil ku. "Akhirnya pulang juga." Seorang wanita seusia mama ku bicara, menatap lega saat menyadari tentang kepulangan ku. "Mbak Kanina tidak dirumah? tidak sama nak William?" wanita itu bertanya, dia celingak-celinguk menatap kearah mobil kemudian membiarkan pandangannya bergerak menuju ke arah pintu rumah. Agaknya mencari keberadaan Kanina namun tidak menemukan nya. "Aku baru pulang dari kantor, Kanina?" aku menjawab, agak mengerutkan kening. Dari pertanyaan wanita dihadapan ku, sepertinya Kanina memang tidak ada dirumah. "Apa mbak Kanina mudik? pantas saja, tumben lampu belakang tidak dinyalakan, lampu samping juga." kembali wanita itu bicara. "Kucing-kucing yang datang kasihan, mereka biasanya diberikan makan sama mbak Kanina, pantas mereka terus ngereok sejak, ternyata tuan mereka tidak di rumah."ada raut wajah sedih dibalik wajah mulai mengerut tersebut saat mencoba menyadari jika istri ku tidak ada dirumah. Sejujurnya aku juga tidak tahu apakah Kanina pergi dan tidak ada dirumah, tapi melihat suasana rumah yang berbeda, aku terpaksa menebak jika bisa jadi Kanina memang tidak ada dirumah. Seperti kata wanita di hadapanku, samar-samar aku mendengar suara kucing saling sahut-menyahut di belakang sana. Itu kucing-kucing liar yang sering datang kerumah, Kanina memang baik hati, selalu menyediakan makanan untuk mereka. Itu yang tidak aku suka, bagi ku terlalu membuang waktu saja memberikannya makanan pada kucing-kucing tidak berguna. "Maaf bu." aku enggan menjawab pertanyaan dan apapun ucapan wanita yang aku panggil bu tersebut, memilih minta maaf dengan enggan. Melebarkan senyuman pura-pura pada wanita dihadapan ku. "Ah bukan masalah, saya hanya memastikan kalau mbak Kanina memang tidak ada di rumah, jangan khawatir, besok hingga mbak Kanina pulang, Pandu akan menggantikan tugas mbak Kanina memberikan makan kucing-kucing nya." wanita itu tertawa kecil, agak tidak enak agaknya terlalu banyak tanya soal Kanina, langsung bicara cepat dan berpamitan dengan ku. Akhirnya aku merasa lega, bergerak kembali masuk kedalam rumah. Sepi itu yang aku rasakan saat melangkahkan kaki masuk ke rumah. Suasana tidak biasa terasa. Biasanya Kanina menyambut ku pulang, dia sudah menyiapkan air hangat untuk mandi, menyediakan kopi di atas meja, makan malam yang sudah tertata rapi namun sekalipun tidak pernah tertarik untuk aku sentuh. Biasanya pakaian ku sudah ada di atas ranjang saat aku selesai mandi, siap aku gunakan jika aku mau. Tapi malam ini jelas berbeda, aku tidak melihat satupun hal yang biasa Kanina lakukan untuk ku. Dan rasanya begitu asing juga aneh. Aku mematung sejenak dalam keadaan, sama sekali tidak bergerak atau mengeluarkan suara. suasana sepi rumah membuatku merasa aneh dan aku mengerutkan kening sambil bertanya-tanya dalam hati ke mana Kanina saat ini. Setelah permintaan bercerai pagi tadi, tiba-tiba semua berubah dan tidak ada lagi hal yang biasa aku hadapi selama 2 tahun ini. Dan aku pikir apakah Kanina menghilang atau pergi dari rumah."Will."Hahhhhhh.Aku tersentak dari tidur diiringi suara alarm yang memekakkan telinga, membuat jantung terasa ingin melompat keluar begitu saja. Sial sungguh, mimpi buruk menghantui ku. Di dalam mimpi seolah-olah aku melihat Helena tampak begitu mengerikan, awalnya yang rupanya begitu cantik, anggun, patuh dan menyenangkan tiba-tiba berubah mengerikan dan menakutkan kemudian seolah-olah berubah menjadi an***ing dan menerkam ku tanpa ampun. Aku nyaris mati di terkam tapi dewi penyelamat datang menarikku dari lingkaran kematian. Entahlah sulit untuk aku tebak tapi rasanya dia seperti Kanina.Kembali suara alarm dari handphone ku terdengar memecah keadaan, membuat aku buru-buru meraih handphone ku, mematikan nya dengan cepat. Masih berusaha menetralisir degub jantung yang tidak baik-baik saja akibat mimpi yang mengganggu, aku mencoba memijat-mijat pelipis ku beberapa waktu. Sejenak pandangan ku terarah pada sisi kanan ku, menatap kasur kecil yang ada di sudut kamar. Kosong melompong t
Aku marah, merasa Kanina sepertinya memang banyak mulut. Dia pasti sudah melampaui batasan, mengadu tentang tingkah laku ku. Padahal aku pikir dia tidak mungkin mengadu tentang perselingkuhan yang aku lakukan selama ini dengan Helena."Sial." Aku mengeram dongkol, mencoba menetralisir perasaan ku yang kacau balau.Sejak tadi aku tidak bisa konsentrasi menyetir, pada akhirnya memaksa untuk mengantar Helena pulang. Sesekali aku meremas rambut ku sambil mencoba mengembalikan kewarasan sejenak. Telepon mama jelas mengejutkan ku dan membuat aku nyaris menabrak sesuatu di jalanan. Helena agaknya tidak sadar aku nyaris kehilangan kendali membawa mobil, dia terlihat sibuk dengan handphone nya sejak tadi. Entah bicara dengan siapa aku tidak tahu, membuat aku mengernyit kening dan mencoba mendengar percakapan yang aku tidak tahu siapa yang menghubungi Helena."Berapa?" Suara Helena terdengar kecil, tumben dia seperti berbisik saat bicara di handphone nya."150 juta?." Suara Helena terdengar aga
Begitu berhenti di depan rumah mama dan papa jelas saja aku langsung membeku sejenak, membiarkan mesin mobil terus menyala dan merasa ragu untuk melanjutkan langkah. Aku ragu mematikan mesin mobil, ragu turun dari mobil dan ragu untuk masuk ke rumah orang tua ku. Aku tahu ini tidak baik-baik saja, aku mungkin akan selesai setelah bertemu mereka. kemungkinan besar aku akan diajar habis-habisan oleh papa atau aku akan dipukul dengan gagang sapu oleh Mama, perselingkuhan jelas menjadi momok paling dibenci kedua orang tersebut dan aku melakukannya. Tidak bisa kubayangkan bagaimana kemarahan orang tuaku nanti saat bertemu denganku di mana mereka tahu dari kanina jika dia lelah dengan pernikahan kami dan ingin bercerai karena aku berselingkuh."Fuhhhh." Aku menghela nafasku kasar hingga pada akhirnya memutuskan untuk mematikan mesin mobilku, setelah nya bergerak turun jadi mobil secara perlahan di mana Aku pada akhirnya berjalan masuk menuju ke arah pintu utama rumah dengan jantung yang tid
Bayangkan bagaimana terkejutnya aku saat ini ketika aku melihat siapa juga seseorang yang kini ada di ujung sana. Kanina berdiri tidak jauh dari kami, menatap ku dalam tatapan rumit, dimana disampingnya berdiri sosok seorang laki-laki asing yang tidak aku kenal sama sekali. Laki-laki itu menatap Kanina, kemudian perlahan dia menyentuh telapak tangan Kanina lantas menoleh kearah kami, utamanya melihat kearah ku seolah-olah berkata aku adalah seseorang yang pantas berdiri di samping Kanina dan menggenggam telapak tangan nya. Kanina dan laki-laki itu bergerak mendekati kami, bagaimanapun juga Kanina tidak membuang adab nya, dia melepaskan tangan laki-laki itu yang menggenggam telapak tangan nya, menyalami papa dan mama secara bergantian. Dia masih menampilkan rasa hormatnya kepada kedua orang tuaku dan sedikitpun tidak pernah berlaku tidak sopan kepada kedua orang tua ku tersebut. "Kau membawa nya kemari?" Papa bicara sambil agak membuang pandangan, terlihat begitu marah juga kecewa d
"Kau terlihat sedikit berantakan hari ini, Will." Teman baik ku bicara, memperhatikan penampilan ku dari ujung kaki hingga ke ujung Kepala.Wajar dia bilang sedikit berantakan, sejak Kanina menghilang aku harus mengurus segala sesuatu tentang diriku sendiri. Pakaian bersih, pakaian rapi, makan malam, sarapan pagi, rambut, kamar, rumah dan entahlah aku pusing menjabarkan nya.Sejak awal menikah aku tidak pernah memfasilitasi Kanina dengan ART, terlalu manja menurut ku, toh dia pengangguran, sudah biasa bekerja di rumah. Aku pikir dia sudah sepantasnya mengurus rumah, ditambah lagi membereskan rumah, memperhatikan pakaian, makan, semua kebutuhan ku sudah kewajiban nya dan itu tidak melelahkan. Gampang dan mudah, tidak seperti aku yang bekerja seharian mencari uang pergi pagi pulang malam. Beda dengan wanita karir yang berkutat di luar mencari uang. Nyatanya saat 4 hari aku coba membereskan semua kebutuhan ku dan rumah, aku baru tahu segila itu rasanya mengurus segalanya. Bahkan aku tida
"Berikan aku penjelasan," aku bicara pada Bram, jujur konsentrasi ku buyar sejak tadi, tidak fokus menghadapi rekan bisnis kami sejak tadi."Apa maksud atas ucapan mu soal Helena?" Fokus utama ku memang Helena tapi..."Dan apa maksud mu tentang seseorang yang menginginkan Kanina? Dia menunggu Kanina dan aku bercerai?" Jelas saja berikutnya soal Kanina dan seseorang yang katanya sejak lama menginginkan Kanina."Bisa kita bicara nanti, Will?" Bram bertanya, fokusnya pada sosok laki-laki yang baru saja menghabiskan minuman nya.Itu adalah orang yang siap bekerja sama dengan perusahaan, siap menandatangani kontrak kerjasama setelah ini asal dia suka dan nyaman dengan keadaan."Ayolah Will, kita sedang dalam keadaan serius saat ini, apa kamu ingin mengacaukan semuanya?" Bram berusaha mengingat kan ku soal apa yang seharusnya aku lakukan."Fokus Will, ingat jika kamu membahas hal lain dan mengacaukan mood pak Baskoro, kita akan menilai proyek kerjasama nya." Lagi Bram bicara dengan nada sed
Emosi ku seketika membuncah, aku melepaskan Bram dan bergerak turun ke lantai bawah. Tebak siapa yang aku lihat saat ini?.Helena.Ah jika Helena saja aku tidak mungkin semarah ini, yang aku lihat sosok lain ada bersama nya, berpelukan antara satu dengan yang lainnya, saling menggoda, tawa khas Helena yang bisa aku ingat dengan jelas di balik telinga ku, sifat manja nya ketika berhadapan dengan ku dan sebuah kecupan manis yang biasa aku persembahkan pada Helena di pipi dan kening nya berubah menjadi menjadi milik orang lain, diberikan oleh orang lain dan dipersembahkan Helena juga kepada orang lain."Apa-apaan ini?" Aku bergetar, bukan takut tapi marah, berusaha untuk tidak hilang kendali tapi aku tidak bisa melakukan nya. Bergerak turun ke lantai bawah salam kemarahan luar biasa. Ada dua kemungkinan yang ada didalam pikiran ku saat ini, menghajar laki-laki bersama Helena atau membuat kedua orang itu malu di muka publik."Will, Will..." Nyatanya Bram mengejar langkah, menahan tubuh ku
Aku menggenggam stir mobil untuk beberapa waktu, mata ku terlihat fokus menatap kearah jalanan. Rencana weekend menghabiskan waktu dirumah seketika pecah dan akhirnya aku berakhir di jalan bergerak untuk menemui seseorang.Kau sudah melihat nya? Dia baru saja memposting status tentang Kanina.Pesan dari Bram membuat ku cukup kehilangan kata-kata, yang lebih parah sebuah status di WhatsApp milik seseorang membuat ku begitu marah dan kini menggila."Julian, kau..." Aku jelas mengeram kesal, tidak menyangka jika Julian sahabat baik ku menikung diriku.Bagaimana bisa aku berkata begitu? Dari status yang di-posting Julian cukup menyiratkan jika dia menginginkan Kanina.Bismillah, dalam kesemogaan, setelah sekian tahun menunggu.Itu barisan kata-kata yang dia tulis, foto dia dan Kanina kemudian lambang hati tercetak di depan mereka.Tunggu dulu, berarti laki-laki kemarin malam?Aku mengernyit kan kening, mempertanyakan soal laki-laki yang katanya selingkuhan Kanina saat dia berkata dia bers
Demi Allah aku bingung dengan keadaan dimana saat ini aku menyadari jika aku berada di dalam kamar yang jelas tidak asing, tidak lain adalah kamar ku sendiri.Aku mencoba menyentuh kening ku untuk beberapa waktu, berusaha menyadarkan diri đź’Ż % saat ini, berpikir apakah aku bermimpi atau aku benar-benar terjaga dari mimpi.Suara alarm dari handphone ku memecah keadaan, aku masih mengukung tubuh Kanina dimana handphone ku tergeletak tepat di atas kepala Kanina. Layar handphone ku mengeluarkan warna, ada tanggal yang tertera di sana. Seketika aku membulatkan bola mata ku, menatap tanggal yang tertera di sana. Senin, 1minggu lebih sebelum Kanina berkata mari bercerai, Will.Seketika aku menatap wajah Kanina, mengabaikan gawai yang mengeluarkan suara pengingat waktu jika ada rapat penting yang harus aku hadiri.Wajah Kanina terlihat panik dan memerah, dia ketakutan melihat tatapan ku saat ini."Aku tidak bermaksud lebih, aku mencoba membangunkan mu tapi...." Aku masih mencerna keadaan sa
Pov author."Tidak kah kamu ingin memberikan aku sedikit saja kesempatan kedua?" Sebuah tanya melesat dibalik bibir William, hari sebelum nya saat pernikahan Kanina akan berjalan dalam hitungan detik kemudian. Dia kembali mencoba menyakinkan Kanina.Tatapan mata Kanina yang hangat dan lembut terlihat menatap William untuk beberapa waktu, tidak tersimpan sedikit pun dendam atau kemarahan disana. Seperti biasa Kanina menatap nya hangat dan penuh cinta, memandangi wajahnya dengan tatapan berkaca-kaca, meskipun di abaikan William berkali-kali nyatanya tidak membuat Kanina mengubah sifat nya. Gadis itu begitu hangat, memperlakukan William seperti suami sesungguhnya, tidak terbesit sedikitpun keinginan di hati Kanina untuk mengkhianati William atau mendustai nya. Meskipun bertahun-tahun menjalankan pernikahan tanpa cinta dari William, Kanina selalu berlaku layak nya istri Solehah yang sungguh begitu pantas untuk diperjuangkan oleh laki-laki tersebut dikemudian hari.Seburuk apapun perlakuan
"Kamu baik-baik saja, Will?" Seseorang bicara, menyentuh bahu ku pelan.Aku sama sekali tidak menoleh, memilih menatap hujan salju yang memenuhi jalanan ibukota Paris. Membiarkan pandangan ku terus menatap lurus kedepan, enggan mengeluarkan suara ku sama sekali sejak tadi.Pikiran ku berkelana terlalu jauh, entahlah rasanya aku kehilangan semangat hidup secara tiba-tiba. Aku berdiri di balik dinding kaca besar, menjulang tinggi menatap hujan salju yang kian menggebu."Kamu tidak bersiap-siap untuk pergi?" Dan kembali suara itu terdengar, membuat aku mau tidak mau menoleh ke asal suara.Julian berdiri di samping ku, menikmati kopi hangat nya yang kini mulai dingin. Musim salju benar-benar mengubah apapun menjadi dingin dengan cepat."Dia akan menikah." Dan akhirnya aku bicara, menatap Julian sejenak.Harga diri ku terasa menghilang ketika aku tahu Kanina benar-benar meninggalkan ku dan akan menikah dengan laki-laki lain yang jauh mencintai nya. Nyatanya persetujuan ku atas tawaran Kani
Semudah itukah Kanina beralih hati? Apakah benar dia akan menikah? Dengan siapa? Bukan dengan Julian teman baikku, bukan dengan laki-laki yang merupakan teman dari kampung nya yang pura-pura dia bawa kehadapan orang tua ku. Lalu dengan siapa, pertanyaan itu menggantung di kepala ku."Kamu meninggalkan sidang dan mempercayakan dengan pengacara juga aku untuk perceraian kita," akhirnya dengan susah payah aku bicara, berusaha untuk menatap dalam bola mata Kanina.Ahhhh aku begitu menyesali perbuatan ku selama ini pada Kanina, sebab bisa aku lihat ada luka tersendiri didalam bola mata Kanina pada ku saat ini. Bahkan tidak dipungkiri apa yang aku lakukan pada ibu Kanina jelas menyisakan kesedihan yang mendalam pula untuk Kanina."Kata mereka salah satu harus mengalah dan memudahkan segalanya, kamu tidak ingin pergi, aku pikir agar mudah biarkan aku yang pergi, Will." Dan Kanina menjawab pertanyaan ku.Mendengar ucapan Kanina aku diam, yah aku ingat kehadiran ku di sidang membuat Kanina mem
"Maafkan aku." Kalimat pertama keluar dari bibir ku, tatapan mata ku tidak mampu lepas dari Kanina. 6 bulan tidak bertemu dia banyak berubah, Kanina memang terlihat sedikit berisi sekarang, tapi tidak merusak proporsi tubuh nya, justru dia semakin cantik ketimbang saat masih tinggal dengan ku, tubuhnya sedikit lebih kurus.Tiba-tiba ingat dengan kata-kata beberapa orang, proporsi tubuh istri tergantung pada kebaikan dan tindakan suami. Semakin kurus semakin makan hati.Aku malu, ingin sekali menenggelamkan diri ku saat ini. Nyatanya Kanina jauh lebih baik saat tidak bersama ku, kini bahkan dia menggunakan make up tipis, menyapu permukaan kulit indah nya dan memoleskan lipstik tipis di bibir indah nya. Terlalu terlambat untuk aku menyadari jika Kanina memang cantik. Jauh di atas rata-rata, bahkan Helena tidak ada nomornya. Hanya saja rasa benci dan kemarahan atas perjodohan kami membuat aku mengabaikan Kanina, tidak menganggap dirinya dan benci melihat wajahnya tanpa sadar jika ada ber
POV Kanina.Pemandangan kota Paris terlalu indah, angin dingin tercium di balik hidung Kanina. Dia duduk di sebuah mobil tepat di samping kemudi, menyandarkan kepalanya sembari membiarkan tatapan nya tertuju menembus kaca spion mobil tersebut.Dia memilih diam sejak awal keluar dari tempat di mana dia tinggal, enggan mengeluarkan suara nya sama sekali. Sesekali gadis itu memejamkan bola mata nya, membiarkan angin kota Paris menerpa pipi mulus dan cantik nya yang tanpa polesan apapun. Kaca mobil sengaja di turunkan, seolah-olah membiarkan gadis itu menikmati semilir angin yang menerpa diri."Etes-vous sûr de vouloir aller directement au musée du Louvre? (Yakin mau langsung ke museum Louvre?)" Suara seseorang memecah keheningan yang tercipta sejak tadi.Kanina yang masih memejamkan bola mata nya terlihat diam, dia mendengar apa yang diucapkan oleh seseorang di bagian belakang tempat duduknya tapi dia sama sekali tidak berniat membuka bola matanya."Tidak ingin mampir ketempat lain lebih
Museum Louvre,Prancis.Aku membiarkan sosok yang membawa ku menepikan mobil yang aku naiki secara perlahan ke area parkiran museum Louvre Perancis, membiarkan dia menemukan tempat paling pas untuk memarkirkan mobil yang kami naiki. Seorang laki-laki yang merupakan teman lama yang tinggal disana, hapal dengan berbagai macam tempat yang ada di Prancis, bisa aku andalkan dalam banyak kesempatan tiap kali aku berkunjung ke Prancis selama bertahun-tahun ini.Setelah memarkirkan mobil, aku memilih diam, membiarkan tatapan bola mata ku terus tertuju ke depan."Aku yakin kau bisa mengatasi segalanya." Suara teman ku terdengar, dia bicara sembari menoleh ke arah diriku seolah-olah tahu kecemasanku. Aku langsung ikut menoleh ke arah temanku tersebut di manapun membiarkan tatapan bola mataku menatap ke arahnya untuk beberapa waktu. Aku diam, SMS kalau belum menjawab ucapannya dan membiarkan diri untuk berpikir beberapa waktu."Aku hanya takut tidak diberikan kesempatan ke dua." Pada akhirnya
Paris.Perjalanan panjang yang memakan waktu 16 jam'an Indonesia Paris membuat aku cukup lelah. Selain karena sebelum ini aku harus berkutat dengan kegiatan perusahaan, mengejar banyak ketertinggalan, mengurusi proyek yang tidak bisa ditinggal kan, belum lagi aku kekurangan waktu beristirahat hingga akhir nya aku harus mengejar keadaan untuk mencari apa yang menjadi prioritas utama ku saat ini hingga membuat tubuh ku cukup lelah dengan keadaan tapi aku mengabaikan rasa lelah yang menghantam dan menerjang karena ada yang harus aku kejar setelah ini. Yah aku harus mengejar langkah, bergerak cepat mencari keberadaan Kanina. Julian berkata Kanina ada di Paris, tinggal di satu wilayah yang agak sulit untuk di cari. Aku tahu Kanina pasti sengaja melakukan itu untuk menghindari banyak orang termasuk diri ku.Aku mengejar perjalanan, selain harus mengejar Kanina, aku akan bergerak bertemu dengan seseorang untuk menyepakati kerjasama yang diminta oleh sebuah perusahaan. Menyetujui menginvesta
6 bulan setelah nya.Suara salah satu penceramah kondang terdengar memecah keheningan, terus mengeluarkan petuah nya di balik handphone yang ada di ujung ruangan. Angin sepoi-sepoi terus menerus menggoyang bagian gorden halus yang terletak di kaca jendela di sisi kanan ruangan, bahkan di luar sana dia bergerak menggoyang dedaunan dari pohon rindang dengan nakal hingga membuat berhamburan beberapa daun kemana-mana. Beberapa buku telihat sedikit berantakan, dimana beberapa ekor kucing tampak terlelap di berbagai macam arah di sana. Suasana langit terlihat tidak baik-baik saja, semakin menggelap dan mengeluarkan hawa dingin nya, perkiraan cuaca memprediksi jika hujan deras akan turun sebentar lagi.Di satu sudut, bisa dilihat seseorang berkutat dengan pekerjaan nya, mengabaikan apapun yang ada, membiarkan angin terus menyeruak masuk dan menciptakan dingin didalam ruangan tersebut. Nyatanya sang pemilik rumah mengabaikan rasa dingin yang menerpa padahal cuaca semakin lama semakin tidak b