"Will."
Hahhhhhh. Aku tersentak dari tidur diiringi suara alarm yang memekakkan telinga, membuat jantung terasa ingin melompat keluar begitu saja. Sial sungguh, mimpi buruk menghantui ku. Di dalam mimpi seolah-olah aku melihat Helena tampak begitu mengerikan, awalnya yang rupanya begitu cantik, anggun, patuh dan menyenangkan tiba-tiba berubah mengerikan dan menakutkan kemudian seolah-olah berubah menjadi an***ing dan menerkam ku tanpa ampun. Aku nyaris mati di terkam tapi dewi penyelamat datang menarikku dari lingkaran kematian. Entahlah sulit untuk aku tebak tapi rasanya dia seperti Kanina. Kembali suara alarm dari handphone ku terdengar memecah keadaan, membuat aku buru-buru meraih handphone ku, mematikan nya dengan cepat. Masih berusaha menetralisir degub jantung yang tidak baik-baik saja akibat mimpi yang mengganggu, aku mencoba memijat-mijat pelipis ku beberapa waktu. Sejenak pandangan ku terarah pada sisi kanan ku, menatap kasur kecil yang ada di sudut kamar. Kosong melompong tanpa penghuninya. Biasanya di sanalah Kanina berada, tidur meringkuk tanpa mengganggu diriku, menyelimuti diri tanpa banyak protes sama sekali. Yah sejak awal pernikahan kami tidak pernah tidur di kasur yang sama, meskipun ada di kamar yang sama aku yang membuat peraturan agar kami tidur di kasur yang berbeda. Kanina sama sekali tidak protes atau mengeluh, menerima seluruh peraturan yang aku buat untuk dirinya dan apapun yang aku ucapkan harus dituruti nya. Dan nyatanya aku tetap menekan dan mengintimidasi dirinya selama 2 tahun pernikahan, memberikan banyak tekanan, peraturan dan menyakiti perasaan nya. Meskipun dia sudah berusaha menjadi istri yang baik, aku tetap memperlakukan dia dengan buruk sesuai dengan keegoisan ku. Kembali aku memijat pelipis ku, rasanya aneh karena biasanya beberapa kali aku mimpi kurang baik dan terjaga mendadak, Kanina bakal sigap langsung mendekati ku, mencoba memberikan minum pada ku dan menatap cemas kearah ku. Tapi saat ini aku tidak mendapatkan kembali perlakuan itu dan Kanina tidak ada di kamar ku. Adzan subuh berkumandang, di jam segini biasanya Kanina membangunkan ku, mengingatkan kewajiban pada ku, ada suara alunan lembut dari handphone nya dimana beberapa ceramah ustadz kondang akan terdengar tapi subuh ini semua menghilang. "Kau kemana?" tiba-tiba pertanyaan itu melesat di balik kepalaku. Sejenak ku lirik handphone ku, ingin rasanya menghubungi Kanina, tapi lucunya aku tidak punya nomor handphone nya. "Sial." aku membatin sejenak, kemudian bergerak beranjak dari posisi ku, memilih bangun dan bergerak menuju ke arah kamar mandi. ***** "Bagus, dia cukup tahu diri." Helena bicara dengan senyuman mengembang, duduk di mobil ku dengan perasaan bahagia. Dia senang saat tahu Kanina menghilang dari rumah. "Percepat perceraian nya sayang, katakan siapa yang akan melakukan gugatan cerai nya?" Helena kembali bicara, dia menatap ku dengan perasaan berdebar-debar, mendesak ku agar segera mengurus surat perceraian dengan Kanina. Aku sibuk menyetir, membiarkan Helena berceloteh sejak tadi. "Hmmm." aku hanya berhmmm ria, menyakinkan Helena akan segera mengurus perceraian kami. Aku tahu mungkin Kanina sudah bergerak lebih cepat dari apa yang aku pikirkan, dia pasti sudah mengurus perceraian di pengadilan. "Aku senang sekali, jadi kita bisa segera menikah setelah kalian bercerai." "Pokoknya hati-hati, jangan sampai dia minta harta gono-gini." "Oh iy Will." Helena terus berceloteh sedangkan aku terus memusatkan fokus kearah jalanan. Dia hendak terus bicara namun tiba-tiba suara handphone kami saling sahut menyahut, membuat aku sedikit kehilangan fokus. Helena terlihat buru-buru menatap layar handphone nya, mengintip siapa yang menghubungi nya. Aku sama, meraih handphone di dashboard mobil, melihat siapa yang menghubungi aku. Sejenak aku diam, ada nama mama disana membuat ku agak terkejut. Buru-buru aku mengangkat panggilan nya dengan perasaan tidak baik-baik saja. "Assalamualaikum, ma?" menunggu jawaban diseberang sana. "Wa'alaikumsallam, Will." jantungku tidak baik-baik saja, tak pikiran tidak biasanya Mama menelpon, ketika pemikiran ahli menghantam diriku hingga pada akhirnya kembali suaranya senang sama terdengar. "pulang ke rumah malam ini, kami ingin bicara tentang perceraian kalian." singkat, padat dan jelas suara Mama terdengar di seberang sana sedikit penuh kemarahan membuat aku membulatkan bola mata karena terkejut. "Apa?" tanya ku dengan suara terdengar bergetar. "Luruskan semuanya, papa benar-benar marah saat mendengar perceraian karena perselingkuhan." lanjut mama lagi kemudian. Aku sedikit kehilangan konsentrasi, jantung ku jelas tidak baik-baik saja. Sial, apakah Kanina mengadu dan berkata aku berselingkuh?. "Kau..." aku mengeram kesal. "Bisa kita bicara nanti, San?. Aku belum bisa bicara saat ini." dan ditengah perasaan yang berkecamuk menjadi satu, suara Helena membuat aku menoleh. Perempuan yang aku cintai menerima telepon dari seseorang, entahlah aku pikir ekspresi nya agak aneh, dia sedikit menyamping seolah-olah takut suaranya terdengar jelas oleh ku saat ini.Aku marah, merasa Kanina sepertinya memang banyak mulut. Dia pasti sudah melampaui batasan, mengadu tentang tingkah laku ku. Padahal aku pikir dia tidak mungkin mengadu tentang perselingkuhan yang aku lakukan selama ini dengan Helena."Sial." Aku mengeram dongkol, mencoba menetralisir perasaan ku yang kacau balau.Sejak tadi aku tidak bisa konsentrasi menyetir, pada akhirnya memaksa untuk mengantar Helena pulang. Sesekali aku meremas rambut ku sambil mencoba mengembalikan kewarasan sejenak. Telepon mama jelas mengejutkan ku dan membuat aku nyaris menabrak sesuatu di jalanan. Helena agaknya tidak sadar aku nyaris kehilangan kendali membawa mobil, dia terlihat sibuk dengan handphone nya sejak tadi. Entah bicara dengan siapa aku tidak tahu, membuat aku mengernyit kening dan mencoba mendengar percakapan yang aku tidak tahu siapa yang menghubungi Helena."Berapa?" Suara Helena terdengar kecil, tumben dia seperti berbisik saat bicara di handphone nya."150 juta?." Suara Helena terdengar aga
Begitu berhenti di depan rumah mama dan papa jelas saja aku langsung membeku sejenak, membiarkan mesin mobil terus menyala dan merasa ragu untuk melanjutkan langkah. Aku ragu mematikan mesin mobil, ragu turun dari mobil dan ragu untuk masuk ke rumah orang tua ku. Aku tahu ini tidak baik-baik saja, aku mungkin akan selesai setelah bertemu mereka. kemungkinan besar aku akan diajar habis-habisan oleh papa atau aku akan dipukul dengan gagang sapu oleh Mama, perselingkuhan jelas menjadi momok paling dibenci kedua orang tersebut dan aku melakukannya. Tidak bisa kubayangkan bagaimana kemarahan orang tuaku nanti saat bertemu denganku di mana mereka tahu dari kanina jika dia lelah dengan pernikahan kami dan ingin bercerai karena aku berselingkuh."Fuhhhh." Aku menghela nafasku kasar hingga pada akhirnya memutuskan untuk mematikan mesin mobilku, setelah nya bergerak turun jadi mobil secara perlahan di mana Aku pada akhirnya berjalan masuk menuju ke arah pintu utama rumah dengan jantung yang tid
Bayangkan bagaimana terkejutnya aku saat ini ketika aku melihat siapa juga seseorang yang kini ada di ujung sana. Kanina berdiri tidak jauh dari kami, menatap ku dalam tatapan rumit, dimana disampingnya berdiri sosok seorang laki-laki asing yang tidak aku kenal sama sekali. Laki-laki itu menatap Kanina, kemudian perlahan dia menyentuh telapak tangan Kanina lantas menoleh kearah kami, utamanya melihat kearah ku seolah-olah berkata aku adalah seseorang yang pantas berdiri di samping Kanina dan menggenggam telapak tangan nya. Kanina dan laki-laki itu bergerak mendekati kami, bagaimanapun juga Kanina tidak membuang adab nya, dia melepaskan tangan laki-laki itu yang menggenggam telapak tangan nya, menyalami papa dan mama secara bergantian. Dia masih menampilkan rasa hormatnya kepada kedua orang tuaku dan sedikitpun tidak pernah berlaku tidak sopan kepada kedua orang tua ku tersebut. "Kau membawa nya kemari?" Papa bicara sambil agak membuang pandangan, terlihat begitu marah juga kecewa d
"Kau terlihat sedikit berantakan hari ini, Will." Teman baik ku bicara, memperhatikan penampilan ku dari ujung kaki hingga ke ujung Kepala.Wajar dia bilang sedikit berantakan, sejak Kanina menghilang aku harus mengurus segala sesuatu tentang diriku sendiri. Pakaian bersih, pakaian rapi, makan malam, sarapan pagi, rambut, kamar, rumah dan entahlah aku pusing menjabarkan nya.Sejak awal menikah aku tidak pernah memfasilitasi Kanina dengan ART, terlalu manja menurut ku, toh dia pengangguran, sudah biasa bekerja di rumah. Aku pikir dia sudah sepantasnya mengurus rumah, ditambah lagi membereskan rumah, memperhatikan pakaian, makan, semua kebutuhan ku sudah kewajiban nya dan itu tidak melelahkan. Gampang dan mudah, tidak seperti aku yang bekerja seharian mencari uang pergi pagi pulang malam. Beda dengan wanita karir yang berkutat di luar mencari uang. Nyatanya saat 4 hari aku coba membereskan semua kebutuhan ku dan rumah, aku baru tahu segila itu rasanya mengurus segalanya. Bahkan aku tida
"Berikan aku penjelasan," aku bicara pada Bram, jujur konsentrasi ku buyar sejak tadi, tidak fokus menghadapi rekan bisnis kami sejak tadi."Apa maksud atas ucapan mu soal Helena?" Fokus utama ku memang Helena tapi..."Dan apa maksud mu tentang seseorang yang menginginkan Kanina? Dia menunggu Kanina dan aku bercerai?" Jelas saja berikutnya soal Kanina dan seseorang yang katanya sejak lama menginginkan Kanina."Bisa kita bicara nanti, Will?" Bram bertanya, fokusnya pada sosok laki-laki yang baru saja menghabiskan minuman nya.Itu adalah orang yang siap bekerja sama dengan perusahaan, siap menandatangani kontrak kerjasama setelah ini asal dia suka dan nyaman dengan keadaan."Ayolah Will, kita sedang dalam keadaan serius saat ini, apa kamu ingin mengacaukan semuanya?" Bram berusaha mengingat kan ku soal apa yang seharusnya aku lakukan."Fokus Will, ingat jika kamu membahas hal lain dan mengacaukan mood pak Baskoro, kita akan menilai proyek kerjasama nya." Lagi Bram bicara dengan nada sed
Emosi ku seketika membuncah, aku melepaskan Bram dan bergerak turun ke lantai bawah. Tebak siapa yang aku lihat saat ini?.Helena.Ah jika Helena saja aku tidak mungkin semarah ini, yang aku lihat sosok lain ada bersama nya, berpelukan antara satu dengan yang lainnya, saling menggoda, tawa khas Helena yang bisa aku ingat dengan jelas di balik telinga ku, sifat manja nya ketika berhadapan dengan ku dan sebuah kecupan manis yang biasa aku persembahkan pada Helena di pipi dan kening nya berubah menjadi menjadi milik orang lain, diberikan oleh orang lain dan dipersembahkan Helena juga kepada orang lain."Apa-apaan ini?" Aku bergetar, bukan takut tapi marah, berusaha untuk tidak hilang kendali tapi aku tidak bisa melakukan nya. Bergerak turun ke lantai bawah salam kemarahan luar biasa. Ada dua kemungkinan yang ada didalam pikiran ku saat ini, menghajar laki-laki bersama Helena atau membuat kedua orang itu malu di muka publik."Will, Will..." Nyatanya Bram mengejar langkah, menahan tubuh ku
Aku menggenggam stir mobil untuk beberapa waktu, mata ku terlihat fokus menatap kearah jalanan. Rencana weekend menghabiskan waktu dirumah seketika pecah dan akhirnya aku berakhir di jalan bergerak untuk menemui seseorang.Kau sudah melihat nya? Dia baru saja memposting status tentang Kanina.Pesan dari Bram membuat ku cukup kehilangan kata-kata, yang lebih parah sebuah status di WhatsApp milik seseorang membuat ku begitu marah dan kini menggila."Julian, kau..." Aku jelas mengeram kesal, tidak menyangka jika Julian sahabat baik ku menikung diriku.Bagaimana bisa aku berkata begitu? Dari status yang di-posting Julian cukup menyiratkan jika dia menginginkan Kanina.Bismillah, dalam kesemogaan, setelah sekian tahun menunggu.Itu barisan kata-kata yang dia tulis, foto dia dan Kanina kemudian lambang hati tercetak di depan mereka.Tunggu dulu, berarti laki-laki kemarin malam?Aku mengernyit kan kening, mempertanyakan soal laki-laki yang katanya selingkuhan Kanina saat dia berkata dia bers
"Berani sekali kau memukul ku setelah kau merebut istri ku, Julian." Suara ku menggelegar dan memecah keadaan, aku benar-benar marah atas perlakuan sahabat baik ku tersebut.Dan saat aku berkata seperti itu, Julian terkekeh dan berkata."Istri? Sejak kapan kau menyebut nya istri mu, Will?" Dan Julian melesatkan tanya.Hal itu seketika membuat ku mematung dan membeku.Dan percayalah ucapan Julian seketika membuatku cukup kehilangan kata-kata, seperti sebuah hantaman batu besar dan seolah-olah wajahku baru saja di tampar kembali agar ingat tentang sebuah kenyataan. Yah sejak kapan aku menganggap Kanina adalah istri ku?.Sial, aku benar-benar melupakannya. Jika selama ini 2 tahun kami bersama Aku sama sekali tidak pernah menganggap Kanina sebagai istri bahkan tidak jarang aku berlaku buruk kepada Kanina. Merasa malu membawa dan memperkenalkan dirinya pada siapapun termasuk membawanya ke acara kegiatan perusahaan seolah-olah aku memang belum memiliki istri dan aku laki-laki lajang yang b