"Karena aku takut Ai. Takut kalau kamu ninggalin aku pergi sama laki-laki lain karena aku nggak akan pernah tahu apa yang terjadi pada diriku kalau sampe kamu jalan sama cowok lain, Ai."
Lalu apa kamu berpikir apa yang akan terjadi pada diriku kalau aku tahu kamu jalan sama wanita yang kamu bilang paling sempurna dalam hidupmu?
Sebuah ucapan yang membuat bibir Aida tersenyum simpul karena tiba-tiba hatinya ingin sekali membandingkan pikiran Reiko sekarang dengan ketakutan dalam benaknya.
"Siapa yang bilang aku sama laki-laki lain? Mas Reiko mungkin salah duga. Atau mungkin Mas Reiko menyuruh orang untuk mengikutiku jadi salah pikir pas liat aku sama temen cowok kampus dia ngadu enggak-enggak?”
Dua-duanya memang sama-sama seakan sulit untuk jujur.
Tanya Aida
"Ya ampun Mas!"Tak paham Aida ke mana arah pembicaraan itu."Jadi Mas Reiko lagi bicarakan masalah kehidupan setelah mati dan Mas Reiko takut aku di sana bukan sama Mas Reiko?"Aida geleng-geleng kepala."Ndak Mas, ndak akan begitu loh. Sudahlah! Aku udah sama Mas Reiko dan kalau aku belum ketemu sama Mas Reiko dikehidupan nanti aku akan tunggu Mas Reiko dan aku gak akan bersama siapapun. Nah, itu juga belum pasti aku selamat atau enggak dari neraka. Karena gak ada yang bisa jamin Mas." Aida mengangkat bahunya."Dah Mas, aku mo cuci piring dulu. Dah, jangan mikir macem-macem, ndak semua yang dibilang Seno dan info yang didapatkannya sesuai loh sama kenyataan."Aida sudah mau berdiri selepas ceramah."Mas, ngapain tanganku dipeg
"Hmm. I-iya Mas."PLAAAKSssh, apa maksudnya dia menamparku?Sesaat setelah Aida menjawab pertanyaan Reiko, pria itu tak segan-segan untuk menggerakkan tangan yang menampar wajah Aida saat miliknya juga masih terbenam dalam liang suci Aida."Kamu menyembunyikan dariku kalau banyak sekali laki-laki yang menyukaimu di sekolahmu. Bukan berarti kamu tidak bisa menyembunyikan dariku berapa banyak laki-laki yang mencuri perhatianmu di kampus kan?"Tapi sebelum Aida protes, Reiko sudah bicara lagi.Dan tamparan itu juga bukan tamparan biasa. Itu cukup menyakitkan karena rasa di wajah Aida jadi kebas dan telinganya pengang."Jangan meminta penjelasan apapun dari Seno. Dia bekerja untukku dan aku han
"MASUKKAN MILIKKU KE DALAM SANA LAGI!"Tak peduli dengan tangisan Aida, Reiko tetap meminta."Heuuuheuuuuu!"Tapi karena kebingungan Aida malah semakin menangis. Dia juga tidak tahu bagaimana caranya untuk melakukan itu tanpa harus melepaskannya dulu.Dipikir berulang-ulang kali dengan logikanya juga tidak akan pernah bisa. Tapi bagaimana caranya untuk memberitahukan pada suaminya yang sedang tidak jelas emosinya ini?"Hkkkk!"Makanya, melihat Aida tidak merespon dan justru menangis tiada henti Reiko menghentakkan lagi miliknya ke dalam intinya dan menimbulkan perih."Ini hanya milikku, Ai!"Dan yah, seperti orang yang dipenuhi emosi dan amarah. Dia tidak lagi bis
Reiko: Kita bicara lain waktu!Huh, kupikir dia tidak akan berani mengangkat telepon itu di hadapanku. Dia benar-benar mengangkatnya sekarang?Aida tentu saja merasa ragu tentang siapa yang menghubungi suaminya. Kalau tebakannya benar bukankah seharusnya Reiko menghindar supaya Aida tak banyak tanya dan tahu siapa yang meneleponnya?Reiko: AKU BILANG KITA BICARA LAIN WAKTU!Eh, dia membentak orang di ujung teleponnya?Kalaupun itu adalah Brigita, Aida sampai tak percaya kalau memang suaminya menggertak wanita itu. Bukan sikap suaminya begini. Apalagi Aida ingat bagaimana Reiko menghargainya dan mencintainya. Rasa tak mungkin.Ini sungguh mencengangkan apalagi Reiko tak pernah membentak orang lain.
Brigita: Kubilang, aku bisa mengurusnya. Dan apa maksudmu? Kau pikir kau menyukainya? Cih. Aku adalah orang yang menjalin hubungan karena benefit.Meski menenangkan, sarannya tak sesuai dengan maunya Brigita.Alina: Lihat, kau sendiri yang bersikeras Sayang. Kalau kau bilang kau tak sanggup--Brigita: AKU SANGGUP!Alina: Oke jika menurutmu begitu. Kalau kau masih ingin menjalankan misi ini yang penting kau harus masuk ke dalam brankas itu dan mengambil apa yang menjadi milikku.Alina bukan wanita yang mudah. Dia keras dan strict pada rencananya.Brigita: Hmm. Aku tahu apa yang harus kulakukan. Jangan mendikteku!Alina: Sayang, selama ini aku tidak mencampuri urusanmu. Dan kalau kau tak sangg
Alina: Hey easy Brigita!Sambil membentak sampai Alina menjauhkan telinganya dari telepon dan mengerutkan dahinya sambil menatap ke layar monitornya, dia geleng-geleng kepala mendengar anaknya mengomel.Alina: Kau terlalu emosional.Brigita: Kau yang membuatku kesal. Ingat! Dia tidak pernah menolakku. Jadi kau jangan meremehkanku di hatinya. Aku yakin sekali wanita itu pasti mengguna-gunanya atau dia menunjukkan sikap lemahnya yang membuatnya jadi menolakku. Apalagi yang bisa dilakukan wanita yang miskin, bodoh dan butuh uang kecuali mencoba menaklukannya?Dan kini tersenyumlah Alina setelah mendengar ituAlina: Jadi sekarang di dalam hatinya dia sudah menggantikan dirimu dengan wanita cacat yang mengguna-gunanya, makanya dia tidak mau tidur denganmu? Kau kalah da
Brigita: Tidak, tidak. Kau tidak bisa membunuhnya.Sesaat setelah Alina mengatakan apa keinginannya Brigita langsung refleks menolak lagi.Alina: Kau menyukainya? Begini saja, jika kau memang menyukainya kau tinggal menyuruhku untuk membunuh wanita yang ada disampingnya sehingga takkan ada lagi beban untuknya bersamamu.Brigita: Kalaupun tidak ada lagi laki-laki di dunia ini aku cuma ingin mengambil keuntungan saja darinya. Kenapa aku memintamu untuk tidak membunuhnya? Karena aku tidak suka ditolak.Senyum di bibir Alina terurai ketika dia mendengar ucapan Brigita! Bukan sebuah senyum bahagia tapi sebuah senyum seperti lelah dan mengejek.Tadi putrinya tidak mengakui Kalau memang dia ditolak! Tapi akhirnya mengaku. Lalu apa nanti Brigita juga akan mengaku menyukainya?
"Hmm ... Coba aku cari info detailnya ya!"Alina yang mencurigai sesuatu dan sudah mengambil benang merahnya kini mulai mengulik info lebih serius."Apa yang dia punya? Apa saja yang ditinggalkannya? Semua warisannya diwakilkan pada adik keduanya. Mungkinkah di sana ada motherboard-nya juga?"Berdasarkan pemikiran ini Alina mulai mempelajari warisan yang diberikan oleh Anthony kepada adiknya lebih detail."Rumah! Dia memberikan adiknya rumah?"Alina mencurigai sesuatu yang membuat dirinya makin ingin tahu dengan rumah tersebut."Aku tahu tempat ini. Mungkin aku bisa mendatanginya?"Tak membuang waktu. Alina mencoba mensinkronkan koordinat rumah tersebut.Dan saat
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku