"Maaf, aku terlambat. Aku hanya sekedar memastikan kalau anak itu tidak kenapa-kenapa.""Kau buang waktu saja! Aku sudah malas melihat wajah mereka. Kita selesaikan cepat!""Hei, sabarlah dulu! Anak itu tadi membuatku tak tega. Kau tahu, dia punya masa kecil seburuk aku dan Rafael, dalam kesendirian dan kesepian."[Aku? Tentu tidak! Aku hidup bersama Xavier Dolan. Keluarganya tidak pernah membuatku kesepian, Alan!][Cih! Kau ingin mengelak? Kau lihat sendiri anak itu tadi seperti apa, kan? Dan tak sekalian kau bilang kalau kau bahagia bersama Ester.][Alan, tak usah bahas masa lampau! Fokus bantu Reizo dan segera ke lab! Aku butuh kau di lab untuk Archie!][Iya, lah! Kau diam dulu saja!]Alan mendekat pada orang-orang yang ditangkap Reizo dan wajah mereka terlihat ketakutan."Siapa kalian?""Reizo belum menjelaskan kah, Anto?" seru Alan mulai mengintimidasi."Reizo?""Kau belum memperkenalkan dirimu, Reizo? Eish, ngapain aja kau dari tadi?" jelas wajah mereka makin bingung dengan pert
Sementara itu di tempat tinggal Adiwijaya."Aida, ayo habiskan makananmu!""Eh, iya, Kakek! Aku memang mau menghabiskannya, cuma perutku agak kekenyangan dan kepalaku agak sedikit pusing. Mungkin karena aku kebanyakan makan seblak?" Alasan di bibir Aida, tapi tentu saja mereka tidak bisa membaca apa yang ada di dalam hati Aida.Mereka tidak mengizinkan aku mendengar apa pun yang mereka katakan. Aku yakin sekali mereka melakukan sesuatu yang lumayan kejam. Ya ampun! Tapi sudahlah, aku bisa apa? Aku yang penting sudah berlepas diri dari semua yang mereka lakukan. Aku sudah mengingatkan kalau mereka tidak boleh kejam. Dan mudah-mudahan apa yang mereka lakukan tidak akan pernah memberatkan Mas Reiko.Kepergian Alan dan Reizo Sudah beberapa jam berlalu dan bahkan Aida juga sudah menghabiskan seblaknya. Lalu, dia juga sudah mengobrol dengan anggota keluarga Adiwijaya yang lain seperti Vanessa, adik-adiknya dan Inggrid.Hubungan Aida dengan Vanessa membaik. Semua keributan kala itu sudah dim
"Oh iya, kamu benar, Endra. Maaf, yo! Kakekmu ini jadi terus saja bertanya padamu. Sekarang makanlah makananmu! Nanti keburu dingin, Le.""Terima kasih!"Untung saja Endra bicara kalau tidak, Reizo pasti tidak akan lepas dari Adiwijaya yang akan terus menginterogasinya."Nah, kalian yang sudah selesai makan kalau mau meninggalkan meja ini silakan!" seru Adiwijaya sambil menatap mereka yang muda-muda. "Mungkin ada yang mau kalian obrolkan, silakan! Atau kalian mau beristirahat juga? Silakan!""Aku mau ngajakin Dharma berenang dulu di indoor swimming pool-nya Kakek! Boleh, kan?""Ya boleh, lah, Vanessa. Sana kalau kamu mau berenang silakan juga!""Terima kasih, Kakek!"Vanessa memang seperti anak kecil. Usianya yang masih muda memang membuatnya masih sangat suka sekali dengan kehidupan wanita seusia dirinya dan kini pandangan matanya mengarah pada adik-adik Aida."Ayo Arum, Inggrid, Lestari! Kita berenang, yuk!" Vanessa sudah bersemangat sekali mengajak mereka."Ayo deh!"Karena mereka
"Romo benar. Aku tentu saja tidak akan melupakan semua hak-hak cucuku." Endra kini menatap Aida dengan wajah yang sulit diartikan, tapi lebih menunjukkan kesedihannya. "Dan Romo juga benar lagi, kalau aku memang harus meminta maaf padamu, Aida. Untuk semua yang sudah kulakukan padamu yang sudah menyakitimu sampai membuat dirimu—""Tidak perlu dilanjutkan, Papa! Aku sudah memaafkan semuanya sebelum Papa menjelaskan. Aku sudah tidak memikirkan masalah itu lagi, apalagi Mas Reiko juga pernah menceritakan padaku tentang dukungan Papa untuk hubungan kami.""Dia bilang begitu?""Ya, sepulang dari Maroko, Mas Reiko mengatakannya padaku." Aida menceritakan sedikit apa saja yang diceritakan oleh suaminya kala itu.Suasana agak sedikit adem dan melow dibuat Aida. Menimbulkan perasaan bersalah yang semakin besar dalam hati Endra.Aifah, dia memang mirip sekali dengan dirimu. Sosok seorang wanita yang bisa membuat laki-laki sepertiku dan seperti putraku menjadi tegar, bahagia dan menikmati cinta
"Kau sengaja mengosongkan pikiranmu?"Sementara itu setelah Aida dan Reizo pamit meninggalkan kediaman Adiwijaya, keduanya langsung melaju dengan mobil menuju kediaman Reiko. Semua untuk terlihat normal.Tapi sayangnya selama perjalanan, Aida tidak bicara apa pun dan pria itu tidak bisa mendengar satu kata pun dalam benak Aida sehingga dia juga penasaran Apa yang sedang dipikirkan oleh wanita yang duduk di sampingnya itu. "Oh, jadi penting untuk tahu apa yang ada di pikiranku, tapi tidak penting untuk menjawabnya, begitu?"Sebenarnya ini bukanlah sebuah pertanyaan, tapi sebuah sindiran yang diberikan Aida pada orang di sampingnya. Selama mereka berada di rumah Adiwijaya, Aida sering sekali mengajaknya bicara. Hanya untuk berdiskusi apa yang baik atau yang seharusnya tidak dikatakan. Tapi dia tidak pernah mendapat respon apa pun.Makanya, Aida berpikir kalau rasanya tidak perlu dia memikirkan apa pun selama dia masih memakai rompi itu. Aida tak sangka saja kalau aksi yang dibuatnya s
"Kami pakai dua laptop."Orang yang ada bersamanya tidak bisa mendengarnya karena memang Aida tidak menggunakan jaket apa pun lagi, begitupun dengan lawan bicaranya. Jadi mereka bicara seperti manusia sewajarnya."Kau ingin mengambil laptopmu dulu?""Tak perlu. Kau bisa tunjukkan apa yang ingin kau tahu, nanti aku bisa menjawabnya. Karena kalau aku sudah masuk kamar, aku malas keluar lagi.""Baiklah kalau begitu. Bantu aku jelaskan ini!"Satu persatu pertanyaan diberikan oleh Reizo dan setiap pertanyaan itu pun dijawab Aida dengan sangat memuaskan.Ini yang membuat pria itu yakin kalau Aida memang mengerti tentang bisnis Reiko.Reizo tak bodoh, dia sebetulnya tidak perlu bertanya pada Aida untuk permasalahan bisnis perusahaan Adiwijaya. Dia sudah diberikan data lengkap oleh Seno. Cukup mempelajari history perusahaan Reizo yang memang sudah lama berkecimpung dalam dunia bisnis pasti paham.Dia tak membohongiku. Dia memang dipercaya oleh Reiko dan kurasa dia memiliki hak lebih banyak ket
"Keluarganya yang kumaksud adalah keluarga besarnya, yaitu keluarga Adiwijaya." Aida sebetulnya yakin dia tidak perlu memperjelas ini.Tapi sayangnya, orang yang ada di hadapannya sepertinya belum paham ke mana arah pembicaraan mereka."Dan untuk diriku sendiri, kau jangan khawatir! Aku juga tak menginginkan siapa pun menjadi pengganti suamiku dan aku sudah berjanji padanya, kalau aku tidak akan pernah menggantikannya dengan lelaki mana pun. Kau mengerti? Sudah paham? Dan sekarang aku bisa pergi, kan?" Aida ingin kembali ke dalam kamarnya dan menghentikan pembicaraan yang sudah tidak lagi terarah ini."Oh, ya. Ada satu hal lagi!"Tapi sebelum dia membalikkan badan Reizo kembali menghentikan langkahnya."Apa?""Soal restoranmu, aku akan mengembalikannya padamu supaya kau bisa mengurusnya.""Ah, kurasa kau tidak perlu mengembalikannya padaku. Aku tidak mungkin bisa mengurusnya lagi.""Apa maksudmu?""Maksudku, aku tidak mungkin lagi mengurusnya. Itu artinya, aku tidak mungkin lagi menga
Dia benar. Seharusnya aku tidak merasa terganggu. Toh aku juga sudah biasa di-bully olehnya. Tapi kenapa sekarang aku malah mendatanginya hanya untuk mengatakan kalau aku tidak punya perasaan apa pun pada wanita itu?"Hei, kenapa kau membuka jaketnya? Kau tidak mau aku mendengar apa yang kau katakan di hatimu, tapi kan aku masih punya tangan untuk menyentuhmu jika aku mau tahu apa yang kau pikirkan!"Reizo memang sudah membuka jaket yang digunakannya sesaat setelah Alan menyindirnya tadi. Jadi apa yang dia katakan dalam benaknya ini memang tidak terdengar oleh siapa pun. Dan makin senanglah Alan mem-bully-nya meski dia sendiri tak menyentuh Reizo."Hei, ayolah jujur padaku! Kau merasakan sesuatu yang aneh padanya, bukan?""Bukan sebuah rasa seperti yang kau pikirkan seperti rasa yang kau miliki antara dirimu dengan istrimu. Tidak yang seperti itu. Dia hanya seperti wanita yang sangat aneh.""Hmm, minum?"Temannya sudah duduk di kursi dan Alan mengambilkan satu bir dingin untuk Reizo.
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku